Anda di halaman 1dari 12

TUGAS 1

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP BAHASAN FILSAFAT PENDIDIKAN

A. PENDAHULUAN
Dari zaman dahulu sampai sekarang tentunya manusia tidak terlepas dari masalah–masalah atau pertanyaan-
pertanyaan tentang kehidupan yang mengganggu pikiran. Tentu saja untuk mengatasi hal tersebut manusia perlu
mencari jawaban yang bisa memecahkan atau menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Dalam hal ini
diperlukan logika atau nalar manusia yang membuat masalah-masalah tersebut terpecahkan yang mana disebut
dengan berfilsafat.
Mengingat dominasi penggunaan nalar manusia dalam berfilsafat, maka kebenaran yang dihasilkannya
didasarkan berfilsafat, maka kebenaran yang dihasilkannya didasarkan atas penilaian kemampuan maksimal
menurut nalar manusia. Namun, karena nalar manusia bersifat terbatas, maka kebenaran yang didapat pun
bersifat relatif.
Filsafat dibutuhkan manusia dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam berbagai
lapangan kehidupan manusia. Jawaban itu merupakan hasil pemikiran yang sistematis, integral, menyeluruh,
dan mendasar. Jawaban seperti itu juga digunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang menyangkut berbagai
bidang kehidupan manusia, termasuk bidang pendidikan.
Filsafat dapat dikatakan sebagai usaha untuk memahami atau mengerti semesta dalam hal makna (hakikat) dan
nilai-nilainya (esensi) yang tidak cukup dijangkau hanya dengan panca indera manusia sekalipun. Bidang
filsafat sangatlah luas dan mencakup secara keseluruhan sejauh dapat dijangkau oleh pikiran. Filsafat berusaha
untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang asal mula dan sifat dasar alam semesta tempat manusia hidup
serta apa yang merupakan tujuan hidupnya.
Berdasarkan uraian singkat di atas, ada beberapa rumusan masalah yang dapat penulis paparkan di dalam
makalah ini yaitu sebagai berikut:
Jelaskan apa yang dimaksud dengan filsafat?
Jelaskan apa yang dimaksud dengan pendidikan?
Jelaskan apa yang dimaksud dengan filsafat pendidikan?
Bagaimana Ruang Lingkup Bahasan Filsafat pendidikan?

B. PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP BAHASAN FILSAFAT PENDIDIKAN


1. Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani phillein yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan. Jadi,
filsafat berarti cinta kebijaksanaan (Suharlan, 2009;37).
Menurut Hasan Shadily (dalam Jalaluddin dan Abdullah, 2007;15), mengemukakan bahwa filsafat menurut asal
katanya adalah cinta akan kebenaran. Dengan demikian, dapat ditarik pengertian bahwa filsafat adalah cinta
pada ilmu pengetahuan dan kebenaran, suka kepada hikmah dan kebijaksanaan. Jadi, orang yang berfilsafat
adalah orang yang mencintai kebenaran, berilmu pengetahuan, ahli hikmah dan bijaksana.
Menurut Harun Nasution (dalam Jalaluddin dan Abdullah, 2007;16), mengemukakan bahwa Filsafat adalah
berfikir menurut tata tertib (logika), bebas (tidak terikat pada tradisi, dogma, serta agama) dan dengan sedalam-
dalamnya sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan.
Menurut Harold Titus (dalam Jalaluddin dan Abdullah, 2007;16), mengemukakan pengertian filsafat dalam arti
sempit maupun dalam arti luas. Dalam arti sempit filsafat diartikan sebagai sains yang berkaitan dengan
metodologi atau analisis bahasa secara logis dan analisis makna-makna. Dalam pengertian yang lebih luas,
filsafat mencoba mengintegrasikan pengetahuan manusia yang berbeda-beda dan menjadikan suatu pandangan
yang komprehensif tentang alam semesta, hidup, dan makna hidup.
Selanjutnya, Imam Barnadib (dalam Jalaluddin dan Abdullah, 2007;16). menjelaskan filsafat sebagai
pandangan yang menyeluruh dan sistematis. Menyeluruh, karena filsafat bukan hanya pengetahuan, melainkan
juga suatu pandangan yang dapat menembus sampai di balik pengetahuan itu sendiri. Dengan pandangan yang
lebih terbuka ini, hubungan dan pertalian antara semua unsur yang mengarahkan perhatian dan kedalaman
mengenai kebajikan dimungkinkan untuk dapat ditemukan. Sistematis karena filsafat menggunakan berpikir
secara sadar, teliti dan teratur sesuai dengan hukum-hukum yang ada.
Menurut Rizal dan Misnal (2006;3) ada beberapa pengertian filsafat yang diklasifikasikan yaitu sebagai
berikut:
Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepercayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara
tidak kritis.
Filsafat adalah suatu proses kritik untuk pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang sangat kita junjung
tinggi.
Filsafat adalah usaha menggambarkan keseluruhan. Artinya filsafat berusaha untuk mengkombinasikan hasil
bermacam-macam sains dan pengalaman kemanusiaan sehingga menjadi pandangan yang konsisten tentang
alam.
Filsafat adalah analisis logis dari bahasa serta penjelasan tentang arti kata dan konsep.
Filsafat adalah sekumpulan problema yang langsung, yang mendapat perhatian dari manusia dan yang dicarikan
jawabannya oleh ahli-ahli filsafat.
Menurut Prof. Hoogeveld (dalam Sadulloh, 2007;54), mendidik adalah membantu anak supaya anak itu
kelak cakap menyelesaikan tugas hidupnya atas tanggung jawab sendiri .
Menurut Prof S. Brojonegoro (dalam Sadulloh, 2007;54), mendidik berarti memberi tuntutan kepada
manusia yang belum dewasa dalam pertumbuhan dan perkembangan, sampai tercapainya kedewasaan dalam arti
rohani dan jasmani.
Pendidikan dalam arti khusus hanya dibatasi sebagai usaha orang dewasa dalam membimbing anak
yang belum dewasa untuk mencapai kedewasaannya. Setelah anak menjadi dewasa dengan segala cirinya, maka
pendidikan dianggap selesai. Pendidikan dalam arti khusus ini menggambarkan upaya pendidikan yang terpusat
dalam lingkungan keluarga (Sadulloh, 2003;54-55).
Pada bagian lain Harold Titus (dalam Sadulloh, 2007;18), mengemukakan makna filsafat, yaitu :
Filsafat adalah suatu sikap tentang hidup dan alam semesta.
Filsafat adalah suatu metode berfikir reflektif, dan penelitian penalaran.
Filsafat adalah suatu perangkat masalah-masalah.
Filsafat adalah seperangkat teori dan sistem berfikir.
Berfilsafat berarti berfikir, tetapi tidak semua berfikir dapat dikategorikan berfilsafat. Berfikir yang
dikategorikan berfilsafat adalah apabila berfikir tersebut mengandung tiga ciri, yaitu radikal, sistematis, dan
universal. Seperti yang dijelaskan oleh Sidi Gazalba (dalam Sadulloh, 2007;18):
Berfikir radikal, berfikir sampai ke akar-akarnya, tidak tanggung-tanggung sampai konsekuensi yang
terakhir. Berfikir itu tidak separuh-separuh, tidak berhenti di jalan, tetapi terus sampai ke ujungnya. Berfikir
sistematis ialah berfikir logis yang bergerak selangkah demi selangkah dengan penuh kesadaran dengan urutan
yang bertanggung jawab dan saling berhubungan yang teratur. Berfikir universal tidak berfikir khusus, yang
hanya terbatas kepada bagian-bagian tertentu, melainkan mencakup keseluruhan.
Dari pengertian secara etimologi, Harun Nasution (dalam Prasetya, 1997;9) memberikan definisi
filsafat sebagai berikut:
Pengetahuan tentang hikmah;
Pengetahuan tentang prinsip atau dasar-dasar;
Mencari kebenaran;
Membahas dasar-dasar dari apa yang dibahas.
Adapun pengertian atau definisi yang bermacam-macam itu terungkapkan juga oleh Drs. Sidi Gazalba
(dalam Prasetya, 1997;10), bahwa para filosof mempunyai pengertian atau definisi tentang filsafat sendiri-
sendiri. Sebagai contoh ia mengemukakan beberapa pengertian filsafat menurut beberapa ahli, antara lain yaitu
sebagai berikut:
Plato, mengatakan bahwa filsafat tidak lain daripada pengetahuan tentang segala yang ada.
Aristoteles, berpendapat bahwa kewajiban filsafat ialah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan
demikian filsafat bersifat ilmu yang umum sekali.
Fichte, menyebut filsafat sebagai Wissenschaftslehre: ilmu dari ilmu-ilmu, yaitu ilmu yang umum, yang
menjadi dasar segala ilmu.
Kant, mengatakan bahwa filsafat adalah pokok dan pangkal segala pengetahuan dan pekerjaan.
Al-Kindi, sebagai ahli pikir pertama dalam filsafat Islam yang memberikan pengertian filsafat dikalangan umat
Islam, membagi filsafat itu dalam tiga lapangan:
a) Ilmu Fisika (al-ilmu al-tabbiyyat), merupakan tingkatan terendah;
b) Ilmu Matematika (al-ilmu al-riyadil), merupakan tingkatan tengah;
c) Ilmu Ketuhanan (al-ilmu al-rububiyyat) merupakan tingkatan tertinggi;
Immanuel Kant (1724-1804 M), mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu pokok dan pangkal segala
pengetahuan yang mencakup di dalamnya empat persoalan, yaitu:
– Apakah yang dapat kita ketahui (dijawab oleh metafisika).
– Apakah yang boleh kita kerjakan (dijawab oleh etika).
– Sampai di manakah penghargaan kita (dijawab oleh agama).
– Apakah yang dinamakan manusia (dijawab oleh antropologi).
Paul Natorp bahwa filsafat sebagai ilmu dasar yang hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan
jalan menunjukkan dasar akhir yang sama yang memikul sekaliannya.
Dr. H. Hasbullah Bakry, menentukan rumusan, bahwa filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu
dengan mendalam mengenai Ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan
bagaimana hakikatnya sejauh yang dapat dicapai akal manusia dan bagaimana sikap manusia itu seharusnya
setelah mengetahui pengetahuan itu.
Prof. Dr. Fuad Hassan, guru besar FK. Psikologi UI dan mantan Menteri P & K RI. Merumuskan bahwa
filsafat adalah suatu ikhtiar untuk berfikir radikal, radikal dalam arti mulai dari radixnya suatu gejala dari
akarnya suatu hal yang hendak dimasalahkan. Dan dengan jalan penjagaan yang radikal itu filsafat berusaha
untuk sampai kepada kesimpulan yang universal.
Al-Farabi, mengatakan bahwa filsafat ialah mengetahui semua yang wujud karena ia wujud (al’ilmu bi al
maujudat bima hiya maujudah)
Ibnu Sina, juga membagi filsafat dalam dua bagian, yaitu teori dan praktek, yang keduanya berhubungan
dengan agama, di mana terdapat dalam syariat Tuhan, yang penjelasan dan kelengkapannya diperoleh dengan
tenaga akal manusia.
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa filsafat merupakan kegiatan berpikir
manusia yang berusaha untuk mencapai kebijakan dan kearifan. Filsafat berusaha merenungkan dan membuat
garis besar dari masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang pelik dari pengalaman umat manusia dengan kata
lain filsafat sampai kepada sinopsis tentang pokok-pokok yang ditelaahnya.

2. Pengertian Pendidikan
Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk
mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya, serta keterampilannya kepada generasi muda
untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama, dengan sebaik-baiknya.
Corak pendidikan itu erat hubungannya dengan corak penghidupan, karenanya jika corak penghidupan
itu berubah, maka berubah pulalah corak pendidikannya agar si anak siap untuuk memasuki lapangan
penghidupan ini.
Pendidikan merupakan usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan kemanusiannya dalam
membimbing, melatih, mengajar, dan menanamkan nilai-nilai serta dasar-dasar pandangan hidup kepada
generasi muda agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-tugas hidupnya
sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakikat dan ciri-ciri kemanusiaanya. Dan pendidikan formal disekolah
hanyalah bagian kecil saja dari padanya, tetapi merupakan inti dan tidak bisa lepas kaitannya dengan proses
pendidikan secara keseluruhannya.
Pendidikan itu adalah suatu disiplin dari berbagai macam bagian komponen. Bagian-bagian ini telah
menjadi demikian bermacam ragam dan berspesialisasi, akan tetapi tidak selalu mengambil tempat yang sama
besarnya di dalam segala arah dan segi pada waktu yang sama. Metode pengajaran atau susunan kurikulum
umpamanya, telah mengalami perbaikan jauh lebih banyak di dalam beberapa periode sejarah pendidikan
daripada lain-lainnya. Barang kali sekarang ini, sebagaimana tidak pernah di masa-masa sebelumnya, para siswa
begitu tertarik dengan permasalahan-permasalahan yang secara terus menerus (kekal) bersangkutan dengan
filsafat.
Proses pendidikan adalah proses perkembangan itu secara alamiah ialah kedewasaan, kematangan dari
kepribadian manusia.
Pendidikan diartikan sebagai suatu proses usaha dari manusia dewasa yang telah sadar akan
kemanusiaan dalam membimbing, melatih, mengajar dan menanamkan nilai-nilai dan dasar-dasar pandangan
hidup kepada generasi muda, agar nantinya menjadi manusia yang sadar dan bertanggung jawab akan tugas-
tugas hidupnya sebagai manusia, sesuai dengan sifat hakiki dan ciri-ciri kemanusiaannya. Dengan kata lain,
proses pendidikan merupakan rangkaian usaha membimbing, mengarahkan potensi hidup manusia yang berupa
kemampuan dasar dan kehidupan pribadinya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial serta dalam
hubungannya dengan alam sekitarnya agar menjadi pribadi yang bertanggung jawab.
Selain itu menurut Henderson (dalam Sadulloh, 2007;55), pendidikan merupakan suatu proses
pertumbuhan dan perkembangan, sebagai hasil interaksi individu dengan lingkungan sosial dan lingkungan
fisik, berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Warisan sosial merupakan bagian dari lingkungan
masyarakat, merupakan alat bagi manusia untuk pengembangan manusia yang terbaik dan intelligent, untuk
meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Dalam GBHN Tahun 1973 dikemukakan penertian pendidikan, bahwa, “Pendidikan pada hakekatnya
merupakan suatu usaha yang disadari untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan manusia, yang
dilaksanakan di dalam maupun di luar sekolah, dan berlangsung seumur hidup”.
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan merupakan kegiatan mendidik,
mengajar, dan melatih di mana kegiatan tersebut kita laksanakan sebagai suatu usaha untuk mentransformasikan
nilai-nilai, perasaan dan pengetahuan serta keterampilan.

3. Pengertian Filsafat Pendidikan


Menurut Al-Syaibany (dalam Jalaluddin dan Abdullah, 2007;19). Filsafat pendidikan adalah aktivitas pikiran
yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses
pendidikan.
Menurut Imam Barnadib (dalam Jalaluddin dan Abdullah, 2007;20), filsafat pendidikan merupakan ilmu
yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Baginya
filsafat pendidikan merupakan aplikasi sesuatu analisis filosofis terhadap bidang pendidikan.
Menurut Soegarda Poerwakawatja (dalam Jalaluddin dan Abdullah, 2007;21), mengatakan bahwa
pendidikan dalam arti luas adalah semua perbuatan dan usaha dari generasi tua untuk mengalihkan pengetahuan,
pengalaman, kecakapan, dan keterampilannya kepada generasi muda sebagai usaha menyiapkan generasi muda
agar dapat memahami fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani. Upaya ini dimaksudkan agar dapat
meningkatkan kedewasaan dan kemampuan anak untuk memikul tanggung jawab moral dari segala
perbuatannya
Menurut Al-Syaibany (dalam Sadulloh, 2007;71) adalah :
Pelaksanaan pandangan falsafah dan kaidah falsafah dalam bidang pendidikan. Filsafat itu mencerminkan satu
segi dari segi pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan kepada pelaksanaan prinsip-prinsip dan
kepercayaan-kepercayaan yang menjadi dasar dari falsafah umum dalam menyelesaikan masalah-masalah
pendidikan secara praktis.
Menurut Al-Syaibany (dalam Sadulloh, 2007;72) mengatakan bahwa filsafat pendidikan, seperti halnya filsafat
umum, berusaha mencari hakikat serta masalah yang berkaitan dengan proses pendidikan. Filsafat pendidikan
berusaha untuk mendalami konsep-konsep pendidikan dan memahami sebab-sebab hakiki dari masalah
pendidikan.
Filsafat pendidikan juga bisa didefinisikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang
menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip
dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan
pendidikan secara praktis.
Filsafat pendidikan memiliki perhatian terhadap filsafat klasik. Hanya saja terfokus pada analisis dan
penjelasan terhadap problema-problema pendidikan. Ini hanya sebagai satu bentuk dari filsafat umum mengenai
kehidupan dan memiliki upaya untuk mengembangkan berbagai masalah filsafat yang berhubungan dengan
pendidikan dan sekolah. Hampir setiap hari para pengajar tidak saja berhadapan langsung dengan persoalan-
persoalan filsafat pendidikan, tetapi juga masalah pokok yang tidak bersentuhan langsung dengan pendidikan .
Keberadaan filsafat dalam ilmu pendidikan, menurut Arifin (dalam Jalaluddin dan Abdullah, 2007;19),
bukan merupakan insidental artinya filsafat itu merupakan teori umum dari pendidikan, landasan dari semua
pemikiran mengenai pendidikan. Filsafat mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan menyelidiki aspek-aspek
realita dan pengalaman yang banyak didapatkan dalam bidang pendidikan.
Filsafat mengkaji permasalahan yang menyangkut nilai yang ditentukan untuk menjadi pandangan
hidup manusia. Dengan demikian, filsafat mempunyai ruang lingkup yang lebih luas, menjurus, total, dan
komprehensif.
Menurut Prof. Dr. Hasan Langgulung (dalam Prasetya, 1997;22), dalam bahasanya mengenai filsafat pendidikan
diberi definisi sebagai berikut:
Filsafat pendidikan adalah penerapan metode dan pandangan filsafat dalam bidang pengalaman manusia yang
disebut pendidikan.
Filsafat pendidikan adalah aktivitas pemikiran teratur yang menjadi filsafat sebagai medianya untuk menyusun
proses pendidikan, menyeleraskan, mengharmoniskan dan menerapkan nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang ingin
dicapainya.
Filsafat pendidikan adalah aktivitas yang dikerjakan oleh pendidik dan filosof-filosof untuk menjelaskan proses
pendidikan, menyelaraskan, mengkritik dan merubahnya berdasar pada masalah-masalah kontradiksi-
kontradiksi budaya.
Filsafat pendidikan adalah teori atau ideologi pendidikan yang muncul dari sikap filsafat seseorang pendidik,
dari pengalaman-pengalamannya dalam pendidikan dan kehidupan dari kajiannya tentang berbagai ilmu yang
berhubungan dengan pendidikan, dan berdasar itu pendidik dapat mengetahui sekolah berkembang.
Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para perencana pendidikan, dan orang-orang
yang bekerja dalam bidang pendidikan. Hal tersebut akan mewarnai perbuatan mereka secara arif dan bijak,
menghubungkan usaha-usaha pendidikannya dengan falsafah umum, falsafah bangsa dan negaranya.
Pemahaman akan filsafat pendidikan akan menjauhkan mereka dari perbuatan meraba-raba, mencoba-coba
tanpa rencana dalam menyelesaikan masalah-masalah pendidikan.
Filsafat pendidikan juga secara vital berhubungan dengan pengembangan semua aspek pengajaran. Dengan
menempatkan filsafat pendidikan pada tataran praktis, para guru dapat menemukan berbagai pemecahan pada
banyak permasalahan pendidikan.
Cara kerja dan hasil filsafat dapat dipergunakan untuk memecahkan masalah hidup dan kehidupan manusia, di
mana pendidikan merupakan salah satu aspek dari kehidupan tersebut, karena hanya manusialah yang dapat
melaksanakan pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan membutuhkan filsafat? Karena masalah-masalah
pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam
pendidikan akan muncul masalah-masalah yang lebih luas, lebih dalam, serta lebih kompleks, yang tidak
terbatasi oleh pengalaman maupun fakta-fakta pendidikan yang faktual.
Filsafat pendidikan itu berdiri secara bebas dengan memperoleh keuntungan karena punya kaitan dengan filsafat
umum. Kendati kaitan ini tidak penting, tapi yang terjalin ialah suatu keterpaduan antara pandangan filosofis
dengan filsafat pendidikan, karena filsafat sering diartikan sebagai teori pendidikan dalam segala tahap.
Filsafat, jika dilihat dari fungsinya secara praktis adalah sebagai sarana bagi manusia untuk dapat memecahkan
berbagai problematika kehidupan yang dihadapinya, termasuk dalam problematika di bidang pendidikan. Oleh
karena itu, apabila dihubungkan dengan persoalan pendidikan secara luas, dapat disimpulkan bahwa filsafat
merupakan arah dan pedoman dasar bagi tercapainya pelaksanaan dan tujuan pendidikan.
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa filsafat pendidikan dapat dilakukan pada gejala macam dan bentuk
pendidikan, termasuk pendidikan Islam, dengan menentukan prinsip-prinsip dan kepercayaan-kepercayaan yang
berasal dari ajaran Islam atau sesuai dengan jiwa ajaran Islam yang mengandung kepentingan pelaksanaan dan
bimbingan dalam pendidikan. Mengingat antara filsafat dan pendidikan mempunyai keterkaitan erat dan kokoh,
maka tugasnya pun seiring yaitu berupaya bersama dalam memajukan hidup umat manusia.
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa filsafat pendidikan merupakan ilmu
pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan merumuskan kaidah-kaidah norma-norma dan ukuran tingkah
laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam hidup dan kehidupannya.

4. Ruang Lingkup Bahasan Filsafat pendidikan


Filsafat adalah studi secara kritis mengenai masalah-masalah yang timbul dalam kehidupan manusia
dan merupakan alat dalam mencari jalan keluar yang baik agar dapat mengatasi semua permasalahan hidup dan
kehidupan yang dihadapi. Dalam pengertian yang luas, filsafat bertujuan memberikan pengertian yang dapat
diterima oleh manusia mengenai konsep-konsep hidup secara ideal dan mendasar bagi manusia agar
mendapatkan kebahagiaan.
Dari uraian di atas, dapat dikatakan bahwa ruang lingkup filsafat adalah semua lapangan pemikiran
manusia yang komprehensif. Sagala sesuatu yang mungkin dan benar-benar ada (nyata), baik material konkret
maupun nonmaterial (abstrak). Jadi, objek filsafat itu tidak terbatas (Muhammad Noor Syam, dalam Jalaluddin
dan Abdullah, 2007;24).
Secara makro, apa yang menjadi objek pemikiran filsafat yaitu permasalahan kehidupan manusia, alam semesta
dan alam sekitarnya, juga merupakan objek pemikiran filsafat pendidikan. Namun secara mikro, ruang lingkup
filsafat pendidikan meliputi:
Merumuskan secara tegas sifat hakekat pendidikan (the nature of education).
Merumuskan sifat hakekat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan (the nature of man).
Merumuskan secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama, dan kebudayaan.
Merumuskan hubungan antara filsafat pendidikan, dan teori pendidikan.
Merumuskan hubungan antara filsafat negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik pendidikan (sistem
pendidikan).
Merumuskan sistem nilai-norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan (Tim Dosen IKIP
Malang, dalam Jalaluddin dan Abdullah, 2007;24).
Dengan demikian, dari uraian diatas diperoleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi ruang lingkup filsafat
pendidikan itu ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami
hakekat pendidikan itu sendiri, yang berhubungan dengan bagaimana melaksanakan pandidikan yang baik dan
bagaimana tujuan pandidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.
Keberadaan filsafat berbeda dengan ilmu. Ilmu ingin mengetahui sebab dan akibat dari sesuatu. Sementara
filsafat tidak terikat pada satu ketentuan dan tidak mau terkurung hanya pada ruang dan waktu dalam
pembahasan dan penyelidikannya tentang hakikat sesuatu yang menjadi objek dan materi bahasannya.
Memperhatikan tujuan atau ruang lingkup filsafat yang begitu luas, maka para ahlipun membatasi ruang
lingkupnya. Menurut Will Durant (dalam Jalaluddin dan Abdullah, 2007;25), ruang lingkup studi filsafat itu
ada lima: logika, estetika, etika, polik dan metfisika.
Logika. Studi mengenai metode-metode ideal mengenai berfikir (thingking) dan meneliti (research) dalam
melakukan observasi, introspeksi, deduksi dan induksi, hipotesis dan analisis eksperimental dan lain-lain, yang
merupakan bentuk-bentuk aktivitas manusia melalui upaya logika agar bisa dipahami.
Estetika. Studi tentang bentuk dan keindahan atau kecantikan yang sesungguhnya dan merupakan filsafat
mengenai kesenian.
Etika. Studi mengenai tingkah laku yang terpuji yang dianggap sebagai ilmu pengetahuan yang nilainya tinggi
(sophisticated).
Politik. Suatu studi tentang organisasi sosial yang utama dan bukan sebagaimana yang dipikirkan orang, tetapi
juga sebagai seni dan pengetahuan dalam melaksanakan pekerjaan kantor.
Metafisika. Suatu studi mengenai realita tertinggi dari hakekat semua benda (ultimate reality of all thing), nyata
dari benda (ontologi) dan dari akal pikiran manusia (ilmu jiwa filsafat) serta suatu studi mengenai hubungan
kokoh antara pikiran seseorang dan benda dalam proses pengamatan dan pengetahuan (epistemologi).
Menurut Imam Barnadib (dalam Jalaluddin dan Abdullah, 2007;27), filsafat sebagai ilmu yang mempelajari
objek dari segi hakekatnya, memiliki beberapa problema pokok, antara lain:

Realita, yakni kenyataannya yang selanjutnya mengarah kepada kebenaran , akan muncul bila orang mampu
mengambil suatu konklusi bahwa pengetahuan yang diperoleh tersebut memang nyata.
Pengetahuan, yakni yang menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya apakah pengetahuan, cara manusia
memperoleh dan menangkap pengetahuan tersebut, dan jenis-jenis pengetahuan.
Nilai, yang dipelajari oleh filsafat disebut asksiologi.
Selanjutnya menurut Imam Barnadib (dalam Jalaluddin dan Abdullah, 2007;27), dalam pengembangan konsep-
konsep pendidikan dapat digunakan sebagai dasar hasil-hasil yang diperoleh dari cabang-cabang diatas. Lebih
penting lagi, dalam menyelenggarakan pendidikan perlu mengetahui bagaimana pandangan dunia terhadap
pendidikan yang diperlukan masyarakat pada masanya. Hal ini merupakan kajian metafisika. Begitu juga halnya
dengan keberdaan epistemologi, aksiologi dan logika dalam dunia pendidikan, tentunya memberi suatu
konstribusi yang besar.
Sebagaimana filsafat umum, filsafat pendidikan juga memiliki beberapa sumber; ada yang tampak jelas dan
tidak jelas.
Manusia (people). Manusia kebanyakan mengalami kesulitan-kesulitan dalam proses pendewasaan atau
kematangan.
Sekolah. Pengalaman seseorang, jenis sekolah, dan guru-guru di dalamnya merupakan sumber-sumber pokok
dari filsafat pendidikan.
Lingkungan (environment). Lingkungan sosial budaya tempat seseorang tinggal dan dibesarkan adalah sumber
yang lain dari filsafat pendidikan.
Filsafat pendidikan, sesuai dengan peranannya merupakan landasan filosofis yang menjiwai seluruh kebijakan
dan pelaksanaan pendidikan. Sedangkan filsafat, dengan cara kerjanya yang bersifat sistematis, universal dan
radikal, yang mengupas dan menganalisis sesuatu secara mendalam, ternyata sangat relevan dengan problema
matematika hidup dan kehidupan manusia dan mampu menjadi perekat kembali antara berbagai macam disiplin
ilmu yang berkembang saat ini. Sehingga filsafat pendidikan akan menemukan relevansinya dengan hidup dan
kehidupan masyarakat dan akan lebih mampu lagi meningkatkan fungsinya bagi kesejahteraan hidup manusia.
Dengan demikian, hubungan filsafat dan filsafat pendidikan menjadi begitu penting. Karena masalah pendidikan
merupakan masalah hidup dan kehidupan manusia. Proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses
perkembangan hidup dan kehidupan manusia. Dalam konteks ini, filsafat pendidikan mempunyai ruang lingkup
yang sangat luas, menyangkut seluruh aspek hidup dan kehidupan manusia.
Dari uraian di atas, dapat diambil suatu konklusi bahwa filsafat adalah studi kritis tentang masalah-masalah
kehidupan yang dilakukan untuk mencari jalan keluar yang lebih baik bagaimana menangani masalah tersebut.
Dalam hal ini, filsafat bertujuan memberikan yang lebih dapat diterima tentang konsep-konsep hidup yang
meliputi suatu kehidupan yang ideal dan lebih mendasar.
Sedangkan filsafat dan pendidikan, keduanya merupakan semacam usaha yang sama. Berfilsafat ialah mencari
nilai-nilai ide (cita-cita) yang lebih baik, sedangkan pendidikan menyatakan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan
pribadi manusia. Pendidikan bertindak mencari arah yang terbaik, sedangkan filsafat dapat memberi latihan
yang pada dasarnya diberikan kepada anak. Hal ini bertujuan untuk membina manusia dalam membangun nilai-
nilai yang kritis dalam watak mereka. Dengan jalan ini, mereka mempunyai cita-cita hidup yang tinggi dengan
berubahnya filsafat yang tertanam dalam diri mereka. Dengan demikian, filsafat pendidikan adalah mencari
kesatuan pandangan untuk memecahkan berbagai problem dalam lapangan pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa hubungan filsafat dan filsafat pendidikan
menjadi begitu penting dimana proses pendidikan berada dan berkembang bersama proses perkembangan hidup
dan kehidupan manusia yang dilakukan untuk mencari jalan keluar yang lebih baik bagaimana menangani suatu
masalah.

C. PENUTUP
Berdasarkan uraian di atas, dapat penulis simpulkan filsafat merupakan kegiatan berpikir manusia yang
berusaha untuk mencapai kebijakan dan kearifan. Filsafat berusaha merenungkan dan membuat garis besar dari
masalah-masalah dan peristiwa-peristiwa yang pelik dari pengalaman umat manusia dengan kata lain filsafat
sampai kepada sinopsis tentang pokok-pokok yang ditelaahnya. Setelah itu pendidikan merupakan kegiatan
mendidik, mengajar, dan melatih di mana kegiatan tersebut kita laksanakan sebagai suatu usaha untuk
mentransformasikan nilai-nilai, perasaan dan pengetahuan serta keterampilan.
Filsafat pendidikan merupakan ilmu pengetahuan normatif dalam bidang pendidikan merumuskan kaidah-
kaidah norma-norma dan ukuran tingkah laku perbuatan yang sebenarnya dilaksanakan oleh manusia dalam
hidup dan kehidupannya. Filsafat pendidikan harus mampu memberikan pedoman kepada para perencana
pendidikan, dan orang-orang yang bekerja dalam bidang pendidikan. Hal tersebut akan mewarnai perbuatan
mereka secara arif dan bijak, menghubungkan usaha-usaha pendidikannya dengan falsafah umum, falsafah
bangsa dan negaranya. Dan yang menjadi ruang lingkup filsafat pendidikan itu ialah semua aspek yang
berhubungan dengan upaya manusia untuk mengerti dan memahami hakekat pendidikan itu sendiri, yang
berhubungan dengan bagaimana melaksanakan pandidikan yang baik dan bagaimana tujuan pandidikan itu
dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.

DAFTAR PUSTAKA

Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, Ar-Ruzz Media Group, Jogjakarta, 2007.
Mustansyir, Rizal dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006.
Prasetya, Filsafat Pendidikan, CV. Pustaka Setia, Bandung, 1997.
Sadulloh, Uyoh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Alfa Beta, 2007.
Suhartono, Suparlan, Filsafat Pendidikan, Ar-Ruzz Media, Jogjakarta, 2009.
TUGAS 2
LANDASAN FILSAFAT DALAM PENDIDIKAN

A.PENDAHULUAN

1.Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus membedakan manusia dengan makhluk
hidup lainnya. Hewan juga “belajar” tetapi lebih ditentukan oleh instinknya, sedangkan manusia belajar berarti
merupakan rangkaian kegiatan menuju pendewasaan guna menuju kehidupanyang lebih berarti. Anak-anak
menerima pendidikandari orang tuanya dan manakala anak-anak ini sudah dewasa dan berkeluarga mereka akan
mendidik anak-anaknya, begitu juga di sekolah dan perguruan tinggi, para siswa dan mahasiswa diajar oleh guru
dan dosen.
Pandangan klasik tentang pendidikan, pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat menjalankan tiga
fungi sekaligus. Pertama, mempersiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu pada masa
mendatang. Kedua, mentransfer pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan. Ketiga, mentransfer
nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan
hidup masyarakat dan peradaban. Butir kedua dan ketiga tersebut memberikan pengerian bahwa pandidikan
bukan hanya transfer of knowledge tetapi juga transfer of value. Dengan demikian pendidikan dapat menjadi
helper bagi umat manusia.
Landasan Pendidikan marupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam berkaitannya dengan dunia
pendidikan. Adapun cakupan landasan pendidikan adalah : landasan hukum, landasan filsafat, landasan sejarah,
landasan sosial budaya, landasan psikologi, dan landasan ekonomi.
Filsafat ialah hasil pemikiran dan perenungan secara mendalam tentang sesuatu sampai ke akar-akarnya.
Sesuatu dapat berarti terbatas dan dapat pula berarti tidak terbatas. filsafat membahas segala sesuatu yang ada di
alam ini yang sering dikatakan filsafat umum. sementara itu filsafat yang terbatas ialah filsafat ilmu, filsafat
pendidikan, filsafat seni, filsafat agama, dan sebagainya.
Cara berfikir filsafat dalam pendidikan adalah berfikir mengakar/menuju akar atau intisari pendidikan.
Terdapat cukup alasan yang baik untuk belajar filsafat, khususnya apabila ada pertanyaan-pertanyaan rasional
yang tidak dapat atau seyogyanya tidak dijawab oleh ilmu atau cabang ilmu-ilmu. Misalnya: apakah yang
dimaksud dengan pengetahuan dan/atau ilmu? Dapatkah kita bergerak ke kiri dan kanan di dalam ruang tetapi
tidak terikat oleh waktu?
Pendidikan dan ilmu pendidikan. Kiranya kegiatan pendidikan bukanlah sekedar gejala sosial yang
bersifat rasional semata mengingat kita mengharapkan pendidikan yang terbaik untuk bangsa Indonesia, lebih-
lebih untuk anak-anak kita masing-masing; ilmu pendidikan secara umum tidak begitu maju ketimbang ilmu-
ilmu sosial dan biologi tetapi tidak berarti bahwa ilmu pendidikan itu sekedar ilmu atau suatu studi terapan
berdasarkan hasil-hasil yang dicapai oleh ilmu-ilmu sosial dan atau ilmu perilaku.

B.PEMBAHASAN

1.Landasan Filsafat

a.Pengertian Tentang Landasan Filsafat

Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang
berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: Apakah bependidikan itu ? Mengapa pendidikan itu
diperlukan ? Apa yang seharusnya menjadi tujuanya, dan sebagainya. Landasan filosofis adalah landasan yang
berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafah). Kata filsafat (philosophy) bersumber dari bahasa Yunani, philien
berarti cinta dan sophia berarti kebijaksanaan. Cinta berartihasrat yang besar atau yang berkobar-kobar atau
yang sungguh-sungguh. Kebijaksanaaan artinya kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Jadi
filsafat artinya hasrat atau keinginan yang sungguh-sungguh akan kebenaran sejati (Soetriono dan Rita Hanafi,
2007: 20).

Terdapat kaitan yang erat antara pendidikan dan filsafat karena filsafat mencoba merumuskan citra
tentang manusia dan mayarakat, sedangkan pendidikan berusaha mewujudkan citra itu. Rumusan tentang harkat
dan martabat manusia beserta masyarakatnya ikut menentukan tujuan dan cara-cara penyelenggaraaan
pendidikan, dan dari sisi lain pendidikan merupakan proses memanusiakan manusia.
Filsafat pendidikan merupakan jawaban secara kritis dan mendasar berbagai pertanyaan pokok sekitar
pendidikan, seperti apa mengapa, kemana, dan bagaimana, dan sebagainya dari pendidikan itu.Kejelasan
berbagai hal itu sangat perlu untuk menjadi landasan berbagai keputusan dan tindakan yang dilakukan dalam
pendidikan. Hal itu sangat penting karena hasil pendidikan itu akan segera tampak, sehingga setiap keputusan
dan tindakan itu harus diyakinkan kebenaran dan ketepatanya meskipun hasilnya belum dapat dipastikan.

Filsafat membahas sesuatu dari segala aspeknya yang mendalam, maka dikatakan kebenaran filsafat
adalah kebenaran ilmu yang sifatnya relative. Karena kebenaran ilmu hanya ditinjau dari segi yang biasa diamati
hanya sebagian kecil saja. Diibaratkan mengamati gunung es, kita hanya mampu melihat yang diatas
permukaaan laut saja.
Sementara itu filsafat mencoba menyelami sampai kedasar gunung es itu untuk meraba segala sesuatu yang ada
melalui pikiran dan renungan yang kritis.Dalam garis besarnya ada empat cabang filsafat yaitu metafisika,
epistimologi, logika, dan etika, dengan kandungan materi masing-masing sebagai berikut :

1)Metafisika ialah filsafat yang meninjau tentang hakekat segala sesuatu yang terdapat di alam ini. Dalam
kaitanya dengan manusia, ada dua pandangan yaitu :

(1)Manusia pada hakekatnyanya adalah spiritual. Yang ada adalah jiwa atau roh,yang lain adalah semu.
Pendidikan berkewajiban membebaskan jiwa dari ikatan semu. Pendidikan adalah untuk mengaktualisasi diri.
Pandangan ini dianut oleh kaum Idealis,Scholastik,dan beberapa Realis.

(2)Manusia adalah organisme materi. Pandangan ini dianut kaum Naturalis,Materialis,


Eksperimentalis,Pragmatis, dan beberapa realisme.
Pendidikan adalah untuk hidup, Pendidikan berkewajiban membuat kehidupan manusia menjadi
menyenangkan.

2)Epistemologi ialah filsafat yang membahas tentang pengetahuan dan kebenaran, Ada lima sumber
pengetahuan yaitu :
(1)Otoritas, yang terdapat dalam ensiklopedi
(2)Common sense,yang ada pada adat dan tradisi.
(3)Intuisi yang berkaitan dengan perasaan.
(4)Pikiran untuk menyimpulkan hasil pengalaman.
(5)Pengalaman yan terkontrol untuk mendapatkan pengetahuan secara ilmiah.
Dalam filsafat terdapat empat teori kebenaran yaitu :
(1)Koheren yaitu,sesuatu akan benar bila konsisten dengan kebenaran umum
(2)Koresponden, sesuatu akan benar bila ia tepat dengan fakta yang dijelaskan.
(3)Pragmatisme,sesuatu dipandang benar bila konsekuensinya ber manfaat bagi kehidupan.
(4)Skeptivisme,kebenaran dicari secara ilmiah dan tidak ada kebenaran yang lengkap
3)Logika ialah filsafat yang membahas tentang cara manusia berpikir dengan benar. Dengan memahami filsafat
logika di harapkan manusia bisa berpikir dengan mengemukakan pendapatnya secara tepat dan benar.
4)Etika ialah filsafat yang menguraikan tentang perilaku manusia mengenai nilai dan norma masyarakat serta
ajaran agama menjadi pokok pemikiran dalam filsafat ini. Filsafat etika sangat besar mempengaruhi pendidikan
sebab tujuan pendidikan untuk mengembangkan perilaku manusia, anatara lain afeksi peserta didik. (Made
Pidarta, 1997: 77-78).
Kajian yang dilakukan oleh berbagai cabang filsafat diatas, akan besar pengaruhnya terhadap pendidikan, karena
prinsip-prinsip dan kebenaran– kebenaran hasil kajian tersebut pada umumnya diterapkan dalam bidang
pendidikan. Peranan filsafat dalam pendidikan tersebut berkaiatan dengan hasil kajian antara lain tentang :
(1)Keberadaan dan kedudukan manusia sebagai makluk didunia ini, seperti yang disimpulkan sebagai zoo
politicon,homo sapiens,animal educandum dan sebagainya.
(2)Masyarakat dan kebudayaanya.
(3)Keterbatasan manusia sebagai makluk hidup yang banyak menghadapi tantangan.
(4)Perlunya landasan pemikiran dalam pekerjaan pendidikan, utamanya filsafat pendidikan.

b.Aliran Dalam Filsafat


Agar uraian tentang filsafat pendidikan ini menjadi lebih lengkap, berikut ini diuraikan bebrapa aliran filsafat
pendidikan yang dominan di dunia ini, Aliran itu ialah :
1)Idealisme
2)Realisme
3)Perenialisme
4)Esensialisme
5)Pragmatisme dan progresivisme
6)Eksitensialisme
Filsafat Idealisme menegaskan bahwa hakekat kenyataan adalah ide sebagai gagasan kejiwaan. Apa
yang dianggap kebenaran realitas hanyalah bayangan atau refleksi dari ide sebagai kebenaran berfilsafat
spiritual atau mental.Ide sebagai gagasan kejiwaan itulah sebagai kebenararan atau nilai sejati yang obsolut dan
abadi.Terdapat variasi pendapat beserta namanya masing-masing dalam aliran ini seperti spiritualisme,
rasionalisme, neokantianisme, dan sebagainya. Variasi itu antara lain menekankan pada akal dan rasio pada
rasionalisme atau sebaliknya pada ilham untuk irasionalisme, dan lain-alain. Meskipun terjadi variasi pendapat
tersebut, namun pada umunya aliran itu menekankan bahwa pendidikan merupakan kegiatan intelektual untuk
membangkitkan ide-ide yang masih laten, anatara lain melalui intropeksi dan tanya jawab. Oleh karena itu
sebagai lembaga pendidikan, sekolah berfungsi membantu siswa mencari dan menemukan kebenaran, keindahan
dan kehidupan yang luhur.
Filsafat pendidikan Esensialisme bertitik tolak dari kebenaran yang telah terbukti berabad-abad
lamanya. Kebenaran seperti itulah yang esensial, yang lain adalah suatu kebenaran secara kebetulan saja.
Kebenaran yang esensial itu ialah kebudayaan klasik yang muncul pada zaman romawi yang menggunakan
buku-buku klasik ditulis dengan bahasa latin yang dikenal dengan nama Great Book. Buku ini sudah berabad-
abad lamanya mampu membentuk manusia –manusia berkaliber internasional.
Inilah bukti bahwa kebudayaan ini merupakan suatu kebenaran yang esensial. Tokohnya antara lain Brameld.
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari
segi kegunaan pragtis, dengan kata lain paham ini menyatakan yang berfaedah itu harus benar, atau ukuran
kebenaran didasarkan pada kemanfaatan dari sesuatu itu kepada manusia .
Filsafat paranialisme dan esensialisme, yakni keduanya membela kurikulum tradisonal yang berpusat
pada mata pelajaran yang pokok-pokok (subject centered). Perbedaanya ialah perenialisme menekankan
keabadian teori kehikmatan yaitu :
·Pengetahuan yang benar (truth)
·Keindahan (beauty)
·Kecintaan kepada kebaikan (goodness)
Oleh karena itu, dinamakan perenialisme karena kurikulumnya berisi materi yang konstan atau perennial.
Prinsip pendidikan antara lain:
(1)Konsep pendidikan itu bersifat abadikarena hakekat manusia tidak pernah berubah.
(2)Inti pendidikan haruslah mengembangkan kekhususan makluk manusia yang unik, yaitu kemampuan
berpikir.
(3)Tujuan belajar adalah mengenal kebenaran abadi dan universal
(4)Pendidikan merupakan persiapan bagi kehidupan sebenarnya.
(5)Kebenaran abadi itu diajarkan melalui pelajaran-pelajaran dasar (basic subject).
Filasafat Rekonstruksionisme adalah suatu kelanjutan yang logis dari cara berpikir progresif dalam
pendidikan. Individu tidak hanya belajar tentang pengalaman-pengalaman kemasyarakatan masa kini disekolah.
Tetapi haruslah memelopori masyarakat kearah masyarakat baru yang diinginkan. Dengan demikian tidak setiap
individu dan kelompok akan memecahkan kemasyarakatan secara sendiri-sendiri sebagai progresivisme.
Oleh karena itu, sekolah perlu mengembangakan suatu ideologi kemasyarakatan yang demokratis.
Keunikan konstruksionisme ini ialah teorinya. Mengenai peranan guru, yakni sebagai pemimpin dalam metode
proyek yang memberi peranan kapada murid cukup besar dalam proses pendidikan.Namun sebagai pemimpin
penelitian, guru dituntut supaya menguasai sejumlah pengetahuan dan ilmu esensial demi keterarahan
pertumbuhan muridnya (Fadli, 2010).

c.Pancasila sebagai Landasan Filsafat Sistem Pendidikan Nasional


Bangsa Indonesia memiliki filsafat umum atau filsafat Negara ialah pancasila sebagai falsafah Negara,
Pancasila patut menjadi jiwa bangsa Indonesia, menjadi semangat dalam berkarya pada segala bidang.
Pasal 2 UU-RI No. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945. Rincian selanjutnya tentang hal itu tercantum dalam penjelasan UU-RI No. 2 Tahun 1989,
yang menegaskan bahwa pembangunan nasional termasuk dibidang pendidikan adalah pengamalan pancasila,
dan untuk itu pendidikan nasional mengusahakan antara lain: “ Pembentukan manusia Pancasila sebagai
manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri”. Sedangkan ketetapan MPR-RI
No.II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila menegaskan pula bahwa pancasila itu
adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia,dan
dasar Negara Republik Indonesia. Pancasila sebagai sumber dari segala gagasan mengenai wujud bangsa
manusia dan masyarakat yang dianggap baik, sumber dari segala sumber nilai yang menjadi pangkal serta
mauara dari setiap keputusan dan tindakan dalam pendidikan dengan kata lain : Pancasila sebagai sumber
system nilai dalam pendidikan.
Pedoman Penghayatan Pengamalan Pancasila (P4) Atau Ekaprasetya Pancakarsa sebagai petunjuk
operasional pengamalan pancasila dalam kehidupan sehari-hari,termasuk dalam bidang pendidikan. Perlu
ditegaskan bahwa pengamalan Pancasila ituharuslah dalam arti keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam
pancasila itu, sebagai yang dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang adil dan beradab,Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmad kebijaksanaan
dalam permusyawaratan /perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Belum ada upaya mengopersionalkan Pancasila agar mudah diterapkan dalam kegiatan–kegiatan di
masyarakat,termasuk penerapanya dalam dunia pendidikan. Kalaupun ada bidang studi menyangkut moral
Pancasila, sebagan besar diterapkan seperti melaksanakan bidang-bidang studi lain. Pendidik mengajarkannya
kemudian peserta didik berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan pendidik dalam ujian-ujian
Sementara itu dunia pendidikan di Indonesia belum punya konsep atau teori-teori sendiri yang cocok
dengan kondisi, kebiasaan atau budaya Indonesia tentang pengertian dan cara –cara mencapai tujuan
pendidikan. Sebagian besar konsep atau teori pendidikan diimpor dari luar negeri sehingga belum tentu valid
untuk diterapkan di Indonesia.
Teori-teori biasa didapat dengan cara belajar diluar negeri, atau dengan cara melakukan studi banding.
Dan yang paling banyak dilakukan adalah dengan mendatangkan buku atau membeli buku dari Negara lain.
Inilah sumber konsep pendidikan di Indonesia. Kalaupun ada usaha menyusun sendiri konsep pendidikan
sebagian besar juga bersumber dari buku-buku ini. Begitu pula tentang konsep-konsep pendidikan yang
ditatarkan dalam penataran-penataran pendidikan juga bersumber dari buku-buku. Dengan demikian dapat
diibaratkan membuat manusia Indonesia yang dicita-citakan seperti menerpa patung dengan cetakan luar
negeri.hasilnya tentu tidak sama persis seperti manusia yang dicita-citakan, karena cetakan itu sendiri belum ada
di Indonesia (Fadli, 2010).

2.Implikasi Landasan Filsafat Pendidikan


1)Implikasi Bagi Guru
Apabila kita konsekuen terhadap upaya memprofesionalkan pekerjaan guru maka filsafat pendidikan merupakan
landasan berpijak yang mutlak. Artinya, sebagai pekerja professional, tidaklah cukup bila seorang guru hanya
menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya.
Kedua penguasaan ini baru tercermin pada kompetensi seorang tukang.
Disamping penguasaan terhadap apa dan bagaimana tentang tugasnya, seorang guru juga harus menguasai
mengapa ia melakukan setiap bagian serta tahap tugasnya itu dengan cara tertentu dan bukan dengan cara yang
lain. Jawaban terhadap pertanyaan mengapa itu menunjuk kepada setiap tindakan seorang guru didalam
menunaikan tugasnya, yang pada gilirannya harus dapat dipulangkan kepada tujuan-tujuan pendidikan yang mau
dicapai, baik tujuan-tujuan yang lebih operasional maupun tujuan-tujuan yang lebih abstrak. Oleh karena itu
maka semua keputusan serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam rangka penunaian tugas-
tugas seorang guru dan tenaga kependidikan harus selalu dapat dipertanggungjawabkan secara pendidikan
(tugas professional, pemanusiaan dan civic) yang dengan sendirinya melihatnya dalam perspektif yang lebih
luas dari pada sekedar pencapaian tujuan-tujuan instruksional khusus.

Perlu digarisbawahi di sini adalah tidak dikacaukannya antara bentuk dan hakekat. Segala ketentuan prasarana
dan sarana sekolah pada hakekatnya adalah bentuk yang diharapkan mewadahi hakekat proses pembudayaan
subjek didik. Oleh karena itu maka gerakan ini hanya berhenti pada “penerbitan” prasarana dan sarana
sedangkan transaksi personal antara subjek didik dan pendidik, antara subjek didik yang satu dengan subjek
didik yang lain dan antara warga sekolah dengan masyarakat di luarnya masih belum dilandasinya, maka tentu
saja proses pembudayaan tidak terjadi. Seperti telah diisyaratkan dimuka, pemberian bobot yang berlebihan
kepada kedaulatan subjek didikakan melahirkan anarki, sedangkan pemberian bobot yang berlebihan kepada
otoritas pendidik akan melahirkan penjajahan dan penjinakan. Kedua orientasi yang ekstrim itu tidak akan
menghasilkan pembudayaan manusia.

2)Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan


Salahsatu prasaratnya yaitu teori tentang pendidikan sebagimana diisyaratkan pada bagian-bagian
sebelumnya, kita masih belum berhasil memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagai kegiatan
pembaharuan pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah pearalatan luarnya bukan bangunan
dasarnya.
Hal tersebut dikemukakan tanpa samasekali didasari oleh anggapan bahwa belum ada diantara kita
yang memikirkan masalah pendidikan guru itu. Pikiran-pikiran yang dimaksud memang ada diketengahkan
orang tetapi praktis tanpa kecuali dapat dinyatakan sebagi bersifat fragmentaris, tidak menyeluruh. Misalnya,
ada yang menyarankan masa belajar yang panjang (atau, lebih cepat, menolak program-program pendidikan
guru yang lebih pendek terutama yang diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini) ; ada yang
menyarankan perlunya ditingkatkan mekanisme seleksi calon guru dan tenaga kependidikan; ada yang
menyoroti pentingnya prasarana dan sarana pendidikan guru; dan ada pula yang memusatkan perhatian kepada
perbaikan sistem imbalan bagi guru sehingga bisa bersaing dengan jabtan-jabatan lain dimasyarakat. Tentu saja
semua saran-saran tersebut diatas memiliki kesahihan, sekurang-kurangnya secara partial, akan tetapi apabila di
implementasikan, sebagian atau seluruhnya, belum tentu dapat dihasilkan sistem pendidikan guru dan tenaga
kependidikan yang efektif.
Sebaiknya teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang produktif adalah yang memberi rambu-
rambu yang memadai didalam merancang serta mengimplementasikan program pendidikan guru dan tenaga
kependidikan yang lulusannya mampu melaksanakan tugas-tugas keguruan didalam konteks pendidikan (tugas
professional, kemanusiaan dan civic). Rambu-rambu yang dimaksud disusun dengan mempergunakan bahan-
bahan yang diperoleh dari tiga sumber yaitu: pendapat ahli, termasuk yang disangga oleh hasil penelitian ilmiah,
analisis tugas kelulusan serta pilihan nilai yang dianut masyarakat. Rambu-rambu yang dimaksud yang
mencerminkan hasil telaah interpretif, normative dan kritis itu, seperti telah diutarakan didalam bagian uraian
dimuka, dirumuskan kedalam perangkat asumsi filosofis yaitu asumsi-asumsi yang memberi rambu-rambu bagi
perancang serta implementasi program yang dimaksud. Dengan demikian, perangkat rambu-rambu yang
dimaksud merupakan batu ujian didalam menilai perancang dan implementasi program, maupun didalam
“mempertahankan” program dari penyimpngan-penyimpangan pelaksanaan ataupun dari serangan-serangan
konseptual (Fadli, 2010).

Anda mungkin juga menyukai