net/publication/324861451
CITATIONS READS
0 942
1 author:
Sri W Rahmawati
Universitas Tama Jagakarsa
28 PUBLICATIONS 28 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Holistic Parenting: The Contribution of Islamic Parenting in Preventing School Bullying in Jakarta, Indonesia View project
All content following this page was uploaded by Sri W Rahmawati on 01 May 2018.
SRI W RAHMAWATI
swrahma@yahoo.com
Fakultas Psikologi - Universitas Tama Jagakarsa
Abstract
Literatur yang berkembang dewasa ini menemukan pentingnya aspek resiliensi sebagai
faktor penentu kesuksesan akademik pada siswa. Resilien merupakan kemampuan seseorang
untuk mengatasi hambatan yang terjadi, serta secara sukses menyesuaikan diri terhadap
tuntutan lingkungan (Garmezy, 1991). Khazanah resilien yang awalnya berkembang pada
dunia klinis, diadaptasi pada dunia pendidikan. Resilien di bidang akademik, artinya ia dapat
mengatasi hambatan yang terjadi dalam proses penyelesaian pendidikan serta melaluinya
secara sukses. Agar dapat sukses di bidang akademik, terdapat faktor-faktor yang turut
berperan. Diantara faktor tersebut adalah kemampuan siswa menggunakan coping strategy
(strategi untuk mengatasi persoalan) saat berhadapan dengan situasi yang penuh tekanan,
khususnya dalam penyelesaian tugas-tugas sekolah, termasuk di dalam tugas ujian. Sejumlah
studi menunjukkan pengaruh gaya coping terhadap resiliensi. Coping yang positif
berdampak pada pertumbuhan pribadi yang lebih sehat, sementara coping yang tidak efektif
akan membuat individu mengalami hambatan emosi dan tingkah laku ((Benson & Deeter,
1992 ). Strategi coping yang aktif juga akan membuat seseorang fokus pada proses pencapaian
prestasi sehingga ia akan mendapatkan skor yang lebih baik (Morris et al., 2003).
Penelitian ini dilakukan terhadap siswa SMA yang duduk dikelas III. Sebanyak 46 siswa
menjadi sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik insidental sampling. Siswa
mengisi kuesioner yang diadaptasi dari The SCOPE (Student Coping Style, Struthers dkk,
1995) untuk mengukur coping strategy. Sementara pengukuran resiliensi diadaptasi dari
kuesiner The Connoer Davidson Resilience Scale (SD-RISC; Connor dan Davidsion, 2003)
dengan pilihan tipe Likert. Cronbach Alpha dilaporkan berada pada point 0,732 dan 0,754
untuk dua skala tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan korelasi positif yang signifikan (r=0.052, p= 0.000) dengan
level 0.01 yang berarti coping strategy siswa memberikan pengaruh yang positif terhadap
resiensi siswa secara bermakna. Implikasi penelitian serta saran dan simpulan disertakan.
Kata kunci : Coping Behavior, Resiliensi Akademik, Siswa SMA, The SCOPE, The SD-RI
penting Ujian Nasional (UN) dijadikan guru dalam siswanya sendiri; sementara
tolak ukur mutu lulusan siswa hingga tidak ada jaminan jika penilaian
saat ini masih belum reda. Pihak dilakukan sepenuhnya oleh pusat akan
timpang antara Jawa dan Luar Jawa siswa peserta didik tetap diharapkan
yang mencolok akan menjadi bumerang untuk memiliki kesiapan mental dalam
ke depan jika tidak ada upaya untuk menghadapi UN. Sistem penilaian di
nasional (Kalla, 2013). Selain itu penilaian prestasi siswa yang paling adil
fluktuatif dari tahun ketahun perlu yang diperleh melalui sejumlah tes,
diketahui sehingga daya saing SDM kita ujian, maupun kertas kerja lannya.
bersaing dengan negara tetangga (Nuh, memiliki kesiapan fisik serta kesiapan
2013). Di pihak lain, para ahli mental yang prima. Hal ini disebabkan
cukup adil mengukur mutu siswa didik pelaksanaan ujian bersifat luar biasa,
pelajaran saja yang berlangsung selama 3 menjaga agar lembar jawaban yang tidak
hari? UN seakan menafikan proses boleh rusak dan kotor; siswa dituntut
pendidian yang berlangsung selama tiga untuk mengerjakan soal ujian yang
tahun. Peran guru juga diminimalisir dalam waktu cepat; jumlah soal yang
dalam penentuan kelulusan ini padahal cukup banyak; materi yang perlu
Desember 2012
Page 44
dikenal siswa dan akan menjadi proses penyelesaian pendidikan serta
instruktur pada hari tersebut. melaluinya secara sukses. Agar dapat
sukses di bidang akademik, terdapat
Dalam masa perkembangan remaja faktor-faktor yang turut berperan.
yang penuh dengan dinamika, seorang Diantara faktor tersebut adalah
siswa SMA dituntut untuk mampu kemampuan siswa menggunakan Coping
beradaptasi dengan berbagai perubahan. strategy (strategi untuk mengatasi
Menghadapi tantangan UN yang persoalan) saat berhadapan dengan
sedemikian rupa, maka siswa perlu situasi yang penuh tekanan. Coping
membekali diri dengan kemampuan strategi ini akan membekali siswa
menyelesaikan persoalan dan bersikap dengan keterampilan untuk mengelola
tangguh dalam menghadapi kendala. Hal persoalan yang dihadapi, sehingga
tersebut akan menjadi kunci kesuksesan dengan dimilikinya keterampilan
siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas tersebut, ia akan bersikap tangguh
yang diberikan di sekolah, termasuk ketika menghadapi tantangan UN.
dalam menghadapi UN. Tes yang Tujuan Penelitian.
diberikan dengan jadwal yang ketat, Tujuan dari penelitian ini adalah
membutuhkan strategi tersendiri agar untuk melihat korelasi antara strategi
dapat berhasil melaluinya serta
mengatasi persoalan (Coping strategy)
mendapatkan skor yang baik. Siswa
terhadap resiliensi akademik siswa.
juga diharapkan memiliki kemampuan
Permasalahan dan Hipotesis
untuk mengatasi hambatan yang terjadi
Apakah Coping strategy berkorelsi
dan bersikap resilien (tangguh)
terhadap resiliensi akademik?
terhadap tuntutan akademik.
Seberapa besar pengaruh Coping
Resilien merupakan kemampuan
strategy terhadap resiliensi akademik
seseorang untuk mengatasi hambatan
siswa?
yang terjadi, serta secara sukses
Hipotesis:
menyesuaikan diri terhadap tuntutan
Coping strategy memiliki korelsi positif
lingkungan (Garmezy, 1991). Resilien di
bidang akademik, artinya ia dapat yang signifikan terhadap resiliensi
Desember 2012
Page 45
persoalan. Contoh problem focus coping,
Hipotensis tambahan: Problem focus adalah dengan membuat rencana aksi
coping maupun emotional focus coping penyelesaian masalah, ataupun mencoba
masing-masing memiliki korelasi dengan teknik belajar yang baru (Carver,
relisiensi akademik siswa. Scheier, & Weintraub, 1989). Sementara
pada emotion-focused coping, seseorang
2. LANDASAN TEORI menggunakan strategi tertentu untuk
mengurasi tekanan emosi yang
2.1. COPING STRATEGY dikaitkan dengan situasi yang menekan
Coping adalah metode untuk (Struthers et al., 1995). Patut dicatat di
mengelola situasi yang menekan sini, meskipun coping dan resiliensi
(Morris, Brooks & May, 2003). Secara digunakan secara timbal balik, namun
lebih spesifik, coping merupakan usaha konstruknya berbeda. Resiliensi
nyata baik dari sisi tingkah laku, merujuk pada respon yang positif
maupun dari sisi kognitif untuk terhadap kejadian yang stressfull;
menguasai, bertorelrasi, ataupun sementara coping merujuk pada strategi
mengurangi pengaruh kejadian yang kognitif dan tingkah laku untuk
menekan (O’Connor & O’Connor, 2003; mengelola dampak yang diakibatkan
Struthers, Perry, Menec, Schonwetter, adanya kejadian yang stressfull (Snyder &
Hechter, Winberg, & Hunter, 1995; Yi, Dinoff, 1999).
Smith, & Vitaliano, 2005). Sejumlah studi menunjukkan pengaruh
Literatur yang membahas coping gaya coping terhadap resiliensi. Coping
membagi dua jenis coping, yaitu: problem yang positif berdampak pada
focus coping (fokus coping pada pertumbuhan pribadi yang lebih sehat,
permasalahan; dan emotional focused sementara coping yang tidak efektif akan
coping (fokus coping pada kondisi emosi) membuat indivisu mengalami hambatan
(Folkman & Lazarus, 1980). Pada emosi dan tingkah laku (Benson &
problem focus coping, tingkah laku dan Deeter, 1992 ). Strategi coping yang aktif
usaha kognitif seseorang ditujukan pada juga akan membuat seseorang fokus
usaha untuk mengelola sumber pada proses pencapaian prestasi
Desember 2012
Page 46
sehingga ia akan mendapatkan skor merupakan cara penyelesaian persoalan
yang lebih baik (Morris et al., 2003). dengan mempertimbangkan faktor
Carver dkk (1989) menyatakan dalam kestabilan emosi (Folkman & Lazarus,
penelitiannya, bahwa strategi coping yang 1980). Kedua cara ini idealnya
digunakan akan membuat seseorang digunakan dalam pemecahan masalah,
mampu mengelola kejadian yang karena akan saling melengkapi.
menekan. Mereka yang mengalami Meskipun demikian, ada sebagian orang
tekanan, akan mencoba untuk mencari yang hanya menggunakan atau
bantuan baik meminta nasehat kepada menekankan pada satu jenis coping
orang lain, atau bantuan emosional tertentu saja.
seperti perasaan dimengerti dan
difahami. Lastly, Carver dkk (1989) 2.2. RESILIENSI
menyatakan bahwa individu ini lebih Resiliensi merupakan proses adaptasi
fikus mengelola emosi mereka, dan tranformasi yang sukses terhadap
menghindari penyangkalan serta tantangan dan risiko yang dihadapi
mencari bantuan sosial agar secara (Benard, 1995). Dalam lingkup
emosi dapat mengatasi kendala yang pendidikan, resiliensi dipandang sebagai
terjadi. kemampuan siswa untuk mengatasi
Campbell-Sills, Cohan, and Stein (2006) persoalan ekonomi, kultural, dan
meneliti hubungan antara resiliensi dan hambatan sosial sehingga memperoleh
gaya coping. Ia mendapatkan hasil kesuksesan pada tingkat yang yang
bahwa coping (baik secara task- tinggi (Cabrera & Padilla, 2004).
oriented/problem fokus coping maupun Definisi lain mengenai education resilience
emotion-oriented coping) menjadi faktor diberikan oleh Wang, Haertel dan
yang signifikan untuk memprediksi Walberg (1994) yang menyatakan
tingkat resiliensi. resiliensi akademik meningkatnya
Desember 2012
Page 47
Literatur menunjukkan bahwa keyakinan beragama (Benard, 1995;
faktor-faktor risiko dapat berasal dari Christie, Holeran & Waller, 2003;
dalam maupun berasal dari luar. Faktor Werner, 1995).
risiko dari dalam contohnya adalah Meskipun konsep resiliensi lebih
masalah konsentrasi, hiperaktivitas, banyak dibahas dalam ruang lingkup
sikap yang negatif terhadap sekolah, dan psikologi perkembangan, namun
rasa kepemilikan yang rendah terhadap penggunaan konsep ini dalam bidang
sekolah (Christle et al.; Waxman et al., pendidikan pun cukup sering. Dalam
2003). Sementara faktor eksternal sebuah studi, Waxman (1977)
misalnya adalah latar belakang budaya, menyatakan perbedaan antara motivasi
rendahnya tingkat pendidikan orang dan lingkungan belajar antara siswa
tua, status sosial ekonomi, kemampuan yang resilien dengan siswa yang tidak
guru dan latar belakang keluarga yang resilien. Sebanyak 60 siswa yang resilien
tidak harmonis (Benard & Marshall, diidentifikasikan mendapatkan nilai A
2001; Christle et al., Table 1; Miller, atau B selama empat semester masa
1999). sekolah, dan menguasai setidaknya 75
Di sisi lain, faktor protektif meliputi persen pelajaran. Di sisi lain, sejumlah 60
kualitas ataupun situasi yang membuat siswa yang tidak resilien, hanya
seseorang mampu mengubah kondisi menguasai kurang dari 25 persen
yang negatif menjadi positif. Faktor pelajaran di sekolah dan mendapatkan
protektif pun terbagi dua: yang bersifat nilai yang rendah. Penelitian ini
internal maupun eksternal. Faktor menunjukkan bahwa siswa yang resilien
internal misalnya, kemampuan memiliki aspirasi akademik yang lebih
mengatasi persoalan, kemampuan tinggi, harapan yang tinggi untuk dapat
memecahkan masalah, konsep diri yang menyelesaikan pendidikan dan
positif, motivasi dan identitas diri yang memasuki pendidikan tingkat lanjut.
positif (Holleran & Waller, 2003; Motivasi untuk sukses juga secara
Werner, 1995). Sementara yang signifikan juga terdapat pada siswa ini,
termasuk faktor eksternal adalah relasi mereka lebih termotivasi untuk belajar
yang harmonis dengan keluarga, dan terlibat pada kegiatan di kelas.
lingkungan belajar yang suportif, dan Penelitian dengan hasil yang sama juga
Desember 2012
Page 48
dilakukan oleh Gonzales dan Padilla Ciri lain dari siswa SMA adalah
(1997). memiliki tingkat emosi yang cenderung
tidak stabil; memiliki cara berpikir
2.3. KARAKTERISTIK SISWA SMA kausalitas; serta memiliki keterikatan
Siswa SMA dalam penelitian ini yang lebih kuat pada teman sebaya/satu
berada pada usia remaja yang memiliki kelompok (peer group). Pada masa
karakteristik tersendiri berdasarkan remaja, seseorang juga sudah mulai
tugas perkembangannya. Tugas menyadari akan realitas dan mulai
perkembangan tersebut seperti: dapat menemukan bakat dan minatnya.
menerima keadaan fisiknya dan dapat
memanfaatkannya secara efektif; 2.4. HUBUNGAN ANTARA
memperoleh memperoleh kebebasan COPING STRATEGY TERHADAP
emosional dari orangtua; remaja mampu RESILIENSI SISWA SMA DALAM
bergaul lebih matang dengan kedua jenis MENGHADAPI UJIAN NASIONAL
kelamin; serta menerima diri sendiri apa
adanya berikut kemampuan yang Sejumlah penelitian menunjukkan
dimiliki; memperkuat penguasaan diri bahwa resiliensi merupakan mental yang
atas dasar skala nilai dan norma dibutuhkan oleh siswa dalam
yang berlaku di masyarakat. Skala nilai menghadapi berbagai tantangan
dan norma biasanya diperoleh remaja akademis, termasuk di antaranya UN
melalui proses identifikasi dengan orang (Septianingsih dan Muzdalifah, 2011
yang dikaguminya terutama dari tokoh dalam Yulianto, 2011). Resiliensi
masyarakat maupun dari bintang- dipandang sebagai proses dan kapasitas
bintang yang dikaguminya. Dari skala untuk beradaptasi secara suksers
nilai dan norma yang diperolehnya akan terhadap tantangan maupun ancaman
membentuk suatu konsep mengenai lingkungan (Mastern, Best dan
harus menjadi seperti siapakah “aku” ?, Garmezy, 1990). Konsep resiliensi juga
sehingga hal tersebut dijadikan mengacu pada kemammpuan untuk
pegangan dalam mengendalikan gejolak menghadapi tantangan dan bersikap
dorongan dalam dirinya. efektif dalam mengelolaanya (Rutter,
Desember 2012
Page 49
2006). Umumnya para teoritis maupun berbagai bentuk ujian di
memandang resiliensi sebagai proses sekolah.
dinamis yang memberikan kesempatan
kepada individu untuk beradaptasi 3. METODE
terhadap tantangan dengan 3.1 Partisipan. 46 siswa usia SMAN
menggunakan sumberdaya yang dimiliki XYZ di bilangan Jakarta Timur ( 24
(American Psychological Association, laki-laki dan 22 perempuan) terlibat
2008). dalam penelitian ini. Saat ini mereka
Resiliensi merupakan seluruhnya duduk di kelas XII dan
karakteristik yang dapat memperkuat rentang usia 17-18 tahun. Sampel
kepribadian individu (Waxman dkk., ditentukan melalui teknik insidental.
1997). Konsep resiliensi ini dapat dilihat 3.2 Desain Penelitian. Penelitian ini
penerapannya mulai dari tingkat kanak- merupakan penelitian deskriptif
kanak, remaja, orang dewasa dan orang korelasional.
lanjut usia (Orotzo, 2007). Resiliensi 3.3 Alat Ukur dan Teknik Analisis.
dipengaruhi oleh banyak hal, salah satu Skala strategi coping dikembangkan dari
diantaranya adalah strategi pemecahan The SCOPE" (student coping scale) -
masalah (Coping strategy) yang dimiliki Struthers, Perry,Menec dkk 1995, yang
individu. Siswa SMA yang akan memuat terdiri dari dua jenis coping,
menghadapi UN perlu memiliki strategi yaitu berdasarkan problem focus coping dan
pemecahan masalah yang dapat emotion focus coping. Skala terdiri dari 10
membantu mereka untuk meningkatkan
pilihan Likert dan telah dimodifikasi
resiliensi mengadapi persoalan yang
dalam penelitian ini menjadi 5 skala
menantang. Faktor-faktor yang
Likert. Contoh pernyataan skala ini:
mempengaruhi resiliensi perlu didalami,
“Saya mengupayakan usaha tambahan agar
agar dapat dirancang program yang
dapat memecahkan persoalan yang saya
sesuai untuk meningkatkan
hadapi” dengan pilihan jawaban tipe
keterampilan pemecahan masalah siswa,
Likert: sangat tidak setuju-tidak setuju-
sehingga dapat mereka gunakan dalam
ragu ragu- setuju-sangat tidak setuju.
menghadapi tugas-tugas akademis,
Sementara untuk butir pernyataan yang
Desember 2012
Page 50
unfavorable adalah: “Saya menolak untuk siswa yang menjadi sample dalam
meyakini bahwa peristiwanya tersebut benar penelitian ini mengisi kuesioner yang
Connor Davidson Resilience Scale (SD- Analisis data deskriptif dari penelitian
RISC; Connor dan Davidsion, 2003). ini sebagaimana yang tercantum dalam
Desember 2012
Page 51
siswa perempuan lebih besar Analisis data utama dari penelitian ini
dibandingkan dengan siswa laki-laki. sebagaimana yang tercantum dalam
tabel sebagai berikut:
Tabel 2 TABEL 3. Descriptive Statistics
Group Statistics : Resiliensi
Mean Std. Deviation N
Std.
JENIS Std. Error
N Mean COPING STRATEGY 103.54 11.916 46
KEL Deviation
Mean
RESILIENSI 95.24 11.326 46
Laki2 23 99.30 8.562 1.785
Prp 23 91.17 12.430 2.592
Berdasarkan tabel 3 terlihat, bahwa nilai
Sementara dari data pada tabel 2 rata-rata dari Coping strategy adalah
terlihat, bahwa nilai rata-rata dari 103.54 (nilai terendah pada skala ini
Resiliensi siswa laki-laki lebih tinggi adalah 28, sementara nilai rata-rata
(mean = 99,30) dibandingkan dengan tertinggi adalah 140). Pada skala
nilai rata-rata siswa laki-laki (mean = 92, resiliensi, diperoleh nilai rata-rata
17). Selain itu, nilai simpangan baku sebesar 95,24, dengan nilai terendah
pada siswa laki-laki juga ternyata lebih adalah 25; dan nilai tertinggi adalah 125.
rendah dibandingkan dengan nilai
simpangan baku pada siswa perempuan Analisis data utama yang merupakan
( Standart Deviation siswa laki-laki = hipotesis dari penelitian ini terlihat
8,56 < dari Standart Deviation siswa secara ringkas pada tabel di bawah ini:
perempuan = 91,17). Hal ini berarti siswa TABEL 4. Correlations
laki-laki memiliki skor resiliensi sedikit COPING
RESILIENSI
lebih tinggi dibandingkan dengan siswa STRATEGY
Desember 2012
Page 52
TABEL 5. MULTIPLE REGRESSION.
TABEL 4. Correlations
b
Model Summary
COPING
RESILIENSI Std.
STRATEGY Adjusted Error of
R R the
COPING Pearson **
Model R Square Square Estimate
1 .502 1 ,502
a
.252 .235 9.90348
STATEGY Correlation
a. Predictors: (Constant), COPING
N 46 46
b. Dependent Variable: RESILIENSI
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-
tailed).
Hasil analisis dari data utama penelitian Dari tabel di atas dapat
korelasi yang signifikan pada level 0.01 memberikan sumbangan sebagay 25,2
Desember 2012
Page 53
sementara nilai rata-rata tertinggi adalah
EMOTIONAL Pearson
50). Sementara untuk skala emotional ORIENTED Correlation *
1 .336
oriented oping, nilai rata-ratanya COPING
RESILIENSI Pearson
Analisis data utama yang merupakan Correlation .336
*
TABEL 7. Correlations N 46 46
**. Correlation is significant at the 0.05 level (2-
PROBLEM
tailed).
FOCUS RESILIENSI
COPING
Desember 2012
Page 54
keduanya memiliki korelasi yang siswa mampu bersikap independen
signifikan dengan resiliensi. Tingkat terhadap kontroversi yang terjadi, dan
kepercayaan yang lebih tinggi pada menjalani UN sebagai bagian tugas
dimensi problem focus coping dibandingkan akademiknya pada akhir jenjang
dengan emotional oriented coping, pendidikan. Strategi pemecahan yang
siswa SMA dalam menghadapi Ujian dengan jenjang yang berbeda yang juga
pendapat. Siswa sebagai bagian yang resiliensi ini juga terdapat pada jenjang
tetap memiliki strategi agar mampu dengan melihat pengaruh Coping strategy
lulus dalam UN. Resiliensi akademik terhadap resiliensi akademik, tidak
yang dimiliki siswa akan membuat hanya terpaku pada aspek korelasi
Desember 2012
Page 55
antara kedua variabel tersebut, namun 7. DAFTAR PUSTAKA
aspek-aspek lain yang dapat Anastasi, A., & Urbina, S (1997).
mempengaruhi resiliensi akademik. Psychological testing (7th ed). New
Jersey: Prentice Hall Inc.
c. Sampel dalam penelitian ini perlu
diperluas, mengingat fenomena UN juga Benson, L. T., & Deeter, T. E. (1992).
Moderators of the relation between
dialami oleh berbagai sekolah yang stress and depression in
berbeda, seperti sekolah kejuruan adolescents. The School Counselor, 39,
189-194.
(SMK), maupun sekolah agama
(madrasah di bawah naungan Carver, C. S., Scheier, M. F., &
Weintraub, J. K. (1989). Assessing
Kemendag). Dengan demikian dapat coping strategies: A theoretically
dilakukan analisis lebih lanjut mengenai based approach. Journal of Personality
and Social Psychology, 56(2), 267-283.
raga sekolah, jenis pelajaran, sebagai
faktor yang diperhitungkan dalam Campbell-Sills, L., Cohan, S. L., & Stein,
M. B. (2006). Relationship of
resiliensi akademik.
resilience to personality, coping,
d. Untuk mempersiapkan siswa and psychiatric symptoms in young
adults. Behaviour Research and Therapy,
menghadapi UN, tidak sekedar
44(4), 585-599.
dibutuhkan persiapan materi, seperti
pemberian bimbingan belajar, les Christle, C. A., Harley, D., Nelson, C. M.,
& Jones, K. Promoting resilience in
akademik, dan sebagainya. Namun yang chidren: What parents can do, Information
juga penting adalah membangun mental for families. Center for Effective
Collaboration and Practice.
dan keterampilan siswa dalam Retrieved June 4, 2007, from
memecahkan masalah. Penelitian ini http://cecp.air.org/familybriefs/docs
/Resiliency1.pdf
dapat memberikan sumbangan, bahwa
pelatihan yang berkaitan dengan soft Folkman, S., & Lazarus, R. S. (1980). An
analysis of coping in a middle-aged
skills perlu dibekali pada diri siswa agar
community sample. Journal of Health
siswa memiliki mental yang unggul and Social Behavior, 21, 219-239.
ketikan menghadapi persoalan-
Gonzalez, R., & Padilla, A. M. (1997).
persoalan sekolah, UN merupakan salah The academic resilience of Mexican
satu diantaranya. American high school students.
Hispanic Journal of Behavioral Sciences,
19(3), 301-317.
Desember 2012
Page 56
Kerlinger, F.N., & Lee, H. (2000). R. Snyder (Ed.), Coping: The
Foundation of behavioral research. psychology of what works (pp. 3-19).
Orlando, Florida: Harcourt College New York: Oxford University Press.
Publishers.
Yulianto, Aries, (editor) (2011). The
Morris, E. A., Brooks, P. R., & May, J. L. international conference on psychology of
(2003). The relationship between resilience. Depok: LPSP3 UI.
achievement goal orientation and Winberg, L., & Hunter, A. (1995).
coping style: Traditional vs. Assessing dispositional coping strategies
nontraditional college students. in college students: A domain-specific
College Student Journal, 37, 3-8. measure. Paper presented at the
Annual Meeting of the American
Oroczo, Veronica, 2007., Ethnic identity, Educational Research Association,
perceived social support, coping strategies, San Francisco, CA. April 18-22.
university environment, cultural congruity
and resilience of Latina/o college students.,
The Ohio University, Proqest
Dissertation and Thesis.
Desember 2012
Page 57
View publication stats