Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN MOBILITAS FISIK

Disusun Oleh :

AFRILIA NURSANTI
P27220019140

D-IV KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2020
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN MOBILITAS FISIK

A. Pengertian
Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas,
mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehat.
Mobilisasi diperlukan untuk meningkatkan kesehatan, memperlambat proses
penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi. (Mubarak dkk,
2015:307).
Gangguan atau hambatan mobilitas fisik didefinisikan sebagai keterbatasan
dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah.
(NANDA-1 2018-2020).
Mobilitas atau mobilisasi merupakan suatu kemampuan individu untuk
bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan aktivitas dalam rangka mempertahankan kesehatannya. (Hidayat &
Uliyah, 2012:109)

B. Faktor Yang Mempengaruhi Mobilisasi


Menurut Mubarak dkk (2015:308), faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat
mobilisasi seseorang antara lain :
1. Gaya Hidup
Mobilitas seseorang dipengaruhi oleh latar belakang budaya, nilai-nilai yang
dianut, serta lingkungan ia tinggal (masyarakat). Sebagai contoh : wanita
jawa, tabu bagi mereka melakukan aktivitas yang berat. Orang yang memiliki
budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitasyang kuat,
sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilitas (sakit) karena
adatdan budaya tertentu dilarang beraktivitas.
2. Ketidakmampuan
Kelemahan fisik dan mental akan menghalangi seseorang untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari. Secara umum, ketidakmampuan terbagi menjadi 2
macam, yakni ketidakmampuan primer disebabkan oleh penyakit atau trauma.
Sementara ketidakmampuan sekunder terjadi akibat dampak dari
ketidakmampuan primer (misal kelemahan otot dan tirah baring). Penyakit-
penyakit tertentu dan kondisi cedera akan berpengaruh terhadap mobilitas.
3. Tingkat Energi
Energi dibutuhkan untuk banyak hal,salah satuya mobilisasi. Dalam hal ini,
energiyag dimiliki masing-masing individu berbeda. Agar seseorang dapat
melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup. Disamping
itu, ada kecenderungan seseorang untuk menghindari stressor guna
mempertahankan kondisi fisik dan psikologis.
4. Usia
Usia berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam melakukan
mobilisasi. Karena terdapat perbedaan mobilitas padatingkat usia yang
berbeda. Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak
sejalan dengan perkembangan usia.
5. Sistem neuromuskular
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular,meliputi otot,
skeletal, sendi, ligamen, tendon, kartilago, dan syaraf.

C. Klasifikasi
Menurut Hidayat & Uliyah (2012:109), secara umum ada beberapa macam mobilisasi
antara lain :
1. Mobilisasi penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas tanpa pembatasan jelas yang dapat mempertahankan untuk
berinteraksi social dan menjalankan peran sehari-harinya.
2. Mobilisasi sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mampu bergerak secara bebas karena dipengaruhi oleh
gangguan saraf motorik dan sensorik pada area tubuh seseorang. Mobilisasi
sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Mobilisasi sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal ini dapat disebabkan
oleh trauma reversible pada sistem musculoskeletal, contohnya adalah
adanya dislokasi sendi dan tulang.
b. Mobilisasi permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya sistem saraf yang ireversible, contohnya terjadinya paraplegia
karna injuri tulang belakang, pada poliomyelitis karena terganggunya system
saraf sensorik dan motoric.

D. Etiologi
Faktor penyebab terjadinya gangguan mobilitas fisik yaitu:
1. Penurunan kendali otot
2. Penurunan kekuatan otot
3. Kekakuan sendi
4. Kontraktur
5. Gangguan muskuloskletal
6. Gangguan neuromuskular
7. Keengganan melakukan pergerakan (Tim Pokja DPP PPNI, 2017)

E. Patofisologi (Nanda NIC-NOC, 2016)


Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh system neuromuscular, meliputi system
otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot skeletal mengatur
gerakan tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang
bekerja sebagai sistem pengungkit. Ada 2 tipe kontraksi otot, yaitu isotorik dan
isometric. Pada kontraksi isotorik peningkatan tekanan otot menyebabkan otot
memendek. Kontraksi isometric menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja
otot tetapi tidak ada pemendekan atau gerakan aktif dari otot. Misalnya menganjurkan
klien untuk latihan kuadrisep gerakan volunteer adalah kombinasi dari kontraksi
isotonic dan isometric.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot menpertahankan posisi fungsional tubuh dan
mendukung kembalinya aliran darah ke jantung. Imobilisasi menyebabkan aktivitas
dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal adalah rangka pendukung tubuh dan
terdiri dari 4 tipe tulang, yaitu : panjang, pendek, pipih dan ireguler.

F. Pathway
Trauma langsung Trauma tak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Pergeseran fragmen
Dekontinuitas tulang
tulang

Perubahan jaringan Nyeri akut


sekitar

Pergeseran frakmen
Laserasi kulit
tulang

Deformitas Kerusakan integritas kulit

Gangguan fungsi ekstremitas


Resiko infeksi

Gangguan mobilitas fisik


G. Manifestasi Klinis CF Intertrochanter Femur
Tanda dan gejala yang terdapat pada pasien dengan fraktur femur, yakni:
1. Deformitas
2. Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah dari
tempatnya. Perubahan keseimbangan dan kontur terjadi, seperti :
a. Rotasi pemendekan tulang;
b. Penekanan tulang.
3. Bengkak (edema)
4. Bengkak muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravasasi darah dalam jaringan
yang berdekatan dengan fraktur.
5. Ekimosisdari perdarahan subculaneous
6. Spasme otot (spasme involunters dekat fraktur)
7. Tenderness
8. Nyeri.
Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot, perpindahan tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
9. Kehilangan sensasi
10. Pergerakan abnormal
11. Syok hipovolemik
12. Krepitasi (Black,1993:199).

H. Pemeriksaan Penunjang
 Sinar –X
tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan hubungan tulang.
 CT scan (Computed Tomography)
menunjukkan rincian bidang tertentu tulang yang terkena dan dapat
memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera ligament atau tendon.
Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan panjangnya patah tulang didaerah
yang sulit dievaluasi.
 MRI (Magnetik Resonance Imaging)
adalah tehnik pencitraan khusus, noninvasive, yang menggunakan medan
magnet, gelombang radio, dan computer untuk memperlihatkan abnormalitas
(mis: tumor atau penyempitan jalur jaringan lunak melalui tulang. Dll.
 Pemeriksaan Laboratorium:
Hb ↓pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama, Alkali Fospat ↑, kreatinin dan
SGOT ↑ pada kerusakan otot.

I. Penatalaksanaan CF Intertrochanter Femur


1. Penanggulangan Impacted Fraktur
Pada fraktur femur yang benar-benar impacted dan stabil, penderita masih
dapat berjalan selama beberapa hari. Gejalanya ringan, sakit sedikit pada daerah
panggul. Kalau impactednya cukup kuat penderita dirawat 3-4 minggu kemudian
diperbolehkan berobat jalan dengan memakai tongkat selama 8 minggu. Kalau
pada x-ray foto impactednya kurang kuat ditakutkan terjadi disimpacted, penderita
dianjurkan untuk operasi dipasang internal fixation. Operasi yang dikerjakan
untuk impacted fraktur biasanya dengan multi pin teknik percutaneus.
2. Penanggulangan dislokasi fraktur femur
Penderita segera dirawat di rumah sakit, tungkai yang sakit dilakukan
pemasangan tarikan kulit (skin traction) dengan buck-extension. Dalam waktu 24-
48 jam dilakukan tindakan reposisi, yang dilanjutkan dengan pemasangan internal
fixation. Reposisi yang dilakukan dicoba dulu dengan reposisi tertutup dengan
salah satu cara yaitu : menurut lead better. Penderita terlentang dimeja operasi.
Asisten memfiksir pelvis. Lutut dancoxae dibuat fleksi 90 untuk mengendurkan
kapsul dan otot-otot sekitar panggul. Dengan sedikit adduksi paha ditarik ke atas,
kemudian dengan pelan-pelan dilakukan gerakan endorotasi panggul 45.
Kemudian sendi panggul dilakukan gerakan memutar dengan melakukan gerakan
abduksi dan ekstensi. Setelah itu dilakuakan Palmheel test. Yaitu dengan tumit
kakiyang cedera diletakkan diatas telapak tangan. Bila posisi kaki tetap dalam
kedudukan abduksi dan endorotasi berarti reposisi berhasil baik. Setelah reposisi
berhasil dilakukan tindakan pemasangan internal fiksasi dengan teknik multi
pinpercutaneus. Kalau reposisi pertama gagal dapat diulangi sampai 3 kali,
dilakukan open reduksi. Dilakukan reposisi terbuka setelah tereposisi dilakukan
internal fiksasi. Macam-macam alat internal fiksasi diantaranya : knowlesspin,
cancellousscrew, dan plate.
Pada fraktur femur penderita tua (>60 tahun) penanggulangannya agak
berlainan. Bila penderita tidak bersedia dioperasi atau dilakukan prinsip
penanggulangan, tidak dilakukan tindakan internalfiksasi, caranya penderita
dirawat, dilakukan skintraksi 3 minggu sampai rasa sakitnya hilang. Kemudian
penderita dilatih berjalan dengan menggunakan tongkat (cruth). Kalau penderita
bersedia dilakukan operasi, yaitu menggunakan tindakan operasi arthroplasty
dengan pemasangan prothese austine moore.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


CLOSE FRAKTUR INTETROCHANTER FEMUR

A. Pengkajian
Pengkajian yang perlu dilakukan pada klien dengan fraktur intertrochanter femur
diantaranya adalah :
1. Identitas pasien
Identitas ini meliputi nama, usia, TTL, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku
bangsa, dan pendidikan.
2. Keluhan utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri
tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk
memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan :

a) Provoking Incident
Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor memperberat dan faktor yang
memperingan / mengurangi nyeri
b) Quality of Pain
Seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.Apakah
seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c) Region : radiation, relief
Apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan
dimana rasa sakit terjadi.
d) Severity (Scale) of Pain
Seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri
atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan
fungsinya.
e) Time
Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa
ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain
itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka
kecelakaan yang lain.
a. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada riwayat kesehatan masa lalu, perlu ditanyakan apakah pasien pernah
menderita penyakit infeksi tulang atau punosteoporosis. Hal ini merupakan
informasi yang penting dalam penanganan fraktur femur pada klien.

b. Riwayat Kesehatan Keluarga


Hal ini mencakup riwayat ekonomi keluarga, riwayat sosial keluarga,
sistem dukungan keluarga, dan pengambilan keputusan dalam keluarga.
c. Riwayat Psikososial
Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam
masyarakat.

4. Pola-Pola Fungsi
Pada kasus fraktur akan timbul ketidak adekuatan akan terjadinya kecacatan
pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untukmembantu
penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup
klien seperti penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme
kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengganggu keseimbangannya dan
apakah klien melakukan olahraga atau tidak
a. Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan
sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit.C dan lainnya untuk
membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien
bisa membantu menentukan penyebab masalah muskulos keletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
b. Pola Eliminasi
Untuk kasus multiple fraktur, misalnya fraktur humerus dan fraktur tibia
tidak ada gangguan pola eliminasi, tap walaupun begitu perlu juga dikaji
frekuensi, konsistensi, warna serta baufeces pada pola eliminasi alvi.Sedangkan
pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan
jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
c. Pola Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehing gahal
ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga,
pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan
tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
d. Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan
klien, seperti memenuhi kebutuhan sehari-hari menjadi berkurang. Misalnya
makan, mandi, berjalan sehingga kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh
orang lain.
e. Pola Hubungan dan Peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena klien harus menjalani rawat inap, klien biasanya merasa rendah
dirterhadap perubahan dalam penampilan, klien mengalami emosi yang tidak
stabil.
f. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk
melakukan aktivitas secara optimal, dan gangguan citra diri.
g. Pola Sensori dan Kognitif
Pada klien fraktur daya rasa banyak berkurang terutama pada bagian
distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu
juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa
nyeri akibat fraktur.

h. Pola Reproduksi Seksual


Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien.
i. Pola Penanggulangan Stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu
ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme
koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
j. Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah
dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hai ni bisa disebabkan
karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

5. Pemeriksaan Fisik
Dibagi menjadi dua, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk
mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu
untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana
spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih
mendalam.
a. Gambaran Umum
Gambaran umum berisi tentang :
1) Kesadaran penderita :
a) Composmentis
Berorientasi segera dengan orientasi sempurna
b) Apatis
Terlihat mengantuk tetapi mudah dibangunkan dan pemeriksaan
penglihatan, pendengaran dan perabaan normal
c) Sopor
Dapat dibangunkan bila dirangsang dengan kasar dan terus menerus
d) Koma
Tidak ada respon terhadap rangsangan
e) Somnolen
Dapat dibangunkan bila dirangsang dapat disuruh dan menjawab
pertanyaan, bila rangsangan berhenti penderitatidur lagi.
2) Kesakitan, keadaan penyakit : akut, kronik, ringan, sedang, berat dan
pada kasus fraktur biasanya akut, spasme otot, dan hilang rasa.
3) Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun
bentuk.
4) Neurosensori, seperti kesemutan, kelemahan,dan deformitas.
5) Sirkulasi,seperti hipertensi (kadang terlihat sebagai respon
nyeri/ansietas), hipotensi (respon terhadap kehilangan darah), penurunan
nadi pada bagian distal yang cidera, capilary refil melambat, pucat pada
bagian yang terkena, dan masa hematoma pada sisi cedera.
b. Keadaan Lokal
Pemeriksaan pada sistem musculoskeletal adalah sebagai berikut :
1) Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain sebagai berikut :
a) Sikatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti
bekas operasi).
b) Fistula warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi.
c) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak
biasa (abnormal)
d) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
e) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa)
2) Feel (palpasi)
Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki
mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan
pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa
maupun klien.
Yang perlu dicatat adalah:
a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit.
b) Capillaryrefill time Normal (3–5)detik
c) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau edema
terutama disekitar persendian
d) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan
(1/3proksimal, tengah, ataudistal)
e) Otot: tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi, benjolan yang
terdapat dipermukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga
diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat
benjolan perlu di deskripsikan permukaannya, konsistensinya,
pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan
ukurannya.
Kekuatanotot :otot tidak dapat berkontraksi (1), kontraksi sedikit dan
ada tekanan waktu jatuh (2), mampu menahan gravitasi tapi dengan
sentuhan jatuh (3), kekuatan otot kurang (4), kekuatan otot utuh (5).
(Carpenito,1999)
3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan
menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada
pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu,agar dapat mengevaluasi
keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran
derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau
dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan
gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan
aktif dan pasif.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri fisik (fraktur).
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan muskuloskeletal
dan neuromuskuler.

C. Intervensi Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan a. Observasi TTV dan a. Untuk mengetahui
tindakan keperawatan keadaan pasien keadaan pasien
selama 3x24 jam b. Kaji PQRST b. Untuk mengetahui
diharapkan masalah nyeri c. Berikan posisi yang dan mengontrol
dapat teratasi dengan nyaman (berbaring) nyeri
KH : d. Ajarkan teknik c. Pasien merasa
a. Nyeri terkontrol relaksasi napas dalam nyaman
b. Penurunan skala nyeri e. Kolaborasi dengan d. Mengurangi nyeri
c. Pasien tidak mengeluh dokter dalam e. Membantu proses
kesakitan pemberian terapi penyembuhan
d. TTV dalam rentang analgetik
normal :
TD : 120/80 mmHg
N : 60-100 x/m
RR : 16-20 x/m
S : 36.5-37.5 °C
2 Setelah dilakukan a. Observasi keadaan a. Untuk mengetahui
tindakan keperawatan pasien dan TTV keadaan pasien
selama 3x24 jam b. Kaji mobilitas pasien b. Untuk mengetahui
diharapkan masalah ADL peningkatan
gangguan mobilitas fisik c. Ajarkan pasien miring mobilitas pasien
dapat teratasi dengan kanan dan kiri ADL
KH : d. Kolaborasi dengan c. Untuk mencegah
a. Pasien dapat fisioterapi dengan dekubitus
melakukan mobilisasi melakukan ROM d. Untuk mencegah
secara optimal kekakuan sendi /
b. Pasien dapat kontraktur
melakukan ADLS
secara mandiri
c. Pasien dapat ambulasi
d. TTV dalam rentang
normal :
TD : 120/80 mmHg
N : 60-100 x/m
RR : 16-20 x/m
S : 36.5-37.5 °C

D. Implementasi
Tindakan dari Intervensi sesuai dengan kebutuhan klien.

E. Evaluasi
Dilakukan untuk mengetahui sejauh mana keefektifan asuhan keperawatan yang
dilakukan dengan mengacu pada kriteria hasil.
DAFTAR PUSTAKA

A.Aziz Alimul Hidayat & Musrifatul Uliyah. 2012. Buku Ajar Kebutuhan Dasar
Manusia. Surabaya : Health Books Publishing.

Asmadi. 2015. Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta : Salemba


Medika.

Mubarak W.I., Lilis I., Joko S. 2015. Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta :
Salemba Medika.

Nurafif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Askep Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : Medication.

T. Heather Herdman. 2011. NANDA Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2012-2014, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta : Dewan Pengurus PPNI.
ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN MOBILITAS FISIK

Disusun Oleh :
AFRILIA NURSANTI
P27220019140

PROGRAM D-IV KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
2020
ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. M
DENGAN GANGGUAN MOBILITAS FISIK
DI BANGSAL TERATAI
RSUD KABUPATEN KARANGANYAR

A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada hari selasa, 3 Juni 2020 pada pukul 14.00 WIB di
bangsal Teratai ruang 3 kelas I RSUD Kabupaten Karanganyar. Sumber data
berasal dari anamnesa wawancara pasien, status pasien dan catatan medis.

1. Identitas
a. Identitas pasien
Nama : Ny. M
Alamat : Desa Banaran, Gulungan, Mojogedang.
Umur : 50 th
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
No rekam medis : 182225
Diagnose medis : Close Fraktur Intertrochanter Femur (Sinistra)
b. Identitas penanggung jawab
Nama : Tn. S
Alamat : Desa Banaran, Gulungan, Mojogedang.
Umur : 59 th
Jenis kelamin : Laki-laki
Hubungan dengan pasien : Keluarga

2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan kaki pangkal paha kiri susah bergerak untuk beraktivitas.

3. Riwayat Penyakit Sekarang


a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengatakan bahwa ia datang karena jatuh dari sepeda motor
menabrak orang gila di mojogedang pada tanggal 1 juni 2020 pukul 18.00
wib dengan posisi jatuh miring ke kanan. Pada tanggal 1 juni 2020 pukul
22.15 wib pasien merasakan jika paha kiri susah bergerak untuk aktivitas.
Kemudian diperiksa oleh dokter dan di diagnosa medis Close Fraktur
Intertrochonter Femur (Sinistra). Pada saat di IGD pasien dilakukan TTV, di
dapat data hasil TD = 110/70 mmHg, N = 80x/menit, RR = 22x/menit, suhu =
37ºC , dan diberi terapi injeksi cefriaxon, toramin, getidin, dan infus 20 tpm.
Lalu pada pukul 23:40 WIB pasien dibawa ke bangsal Teratai ruang 5 kelas
I RSUD Kabupaten Karanganyar dan dilakukan TTV, dan didapat hasil TD =
110/80mmHg, N = 80x/menit, RR = 20x/menit, suhu = 36ºC. Pada tanggal 2
juni 2020 pasien dioperasi dan dipindah ke HCV lalu dipindah ke bangsal
Teratai ruang 3.
b. Riwayat Penyakit
Keluarga pasien mengatakan sebelumnya belum pernah mengalami penyakit
ini dan belum pernah mondok di Rumah Sakit. Dan pasien juga tidak
mempunyai alergi terhadap sesuatu.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien mengatakan keluarga tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit menular (HBsAg, HIV/AIDS) dan menurun (hipertensi, diabetes
mellitus).

4. Pengkajian pada Pola Kesehatan Fungsional


a. Pola Persepsi dan Managemen Kesehatan
Pasien dan keluarga mengatakan jika ada keluarga yang sakit akan
diperiksakan di fasilitas kesehatan terdekat.
b. Pola nutrisi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan makan 3x sehari dengan lauk pauk dan
minum 4 – 6 gelas sehari air putih.
Saat sakit : pasien mengatakan makan 3x sehari porsi RS satu kali habis, dan
minum air putih 4 – 6 gelas sehari.
c. Pola Eliminasi
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB 1x sehari dengan konsistensi lunak
dan berwarna kuning, dan BAK 4-6x sehari berwarna kuning jernih dengan
bau khas urine.
Saat sakit : Pasien mengatakan belum BAB pada saat dirawat di RS, dan
BAK 4-5x sehari berwarna kuning jernih dengan bau khas urine.
d. Pola Aktivitas dan latihan
Sebelum Sakit :
Kemampuan perawatan diri 0 1 2 3 4
Makan dan Minum V
Mandi V
Toileting V
Berpakaian V
Berpindah V

Saat sakit :
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Makan dan Minum V
Mandi V
Toileting V
Berpakaian V
Berpindah V

Keterangan :
0 : Mandiri
1 : Dengan bantuan alat
2 : Dengan bantuan orang lain
3 : Dengan bantuan orang lain dan alat
4 : Tergantung
Kesimpulan : Saat sakit pasien mandi, berpakaian, dan berpindah dibantu
orang lain, terpasang kateter dan memakai pampers saat kateter di lepas,
pasien bisa makan dan minum dengan mandiri.
e. Pola Kognitif dan persepsi
Pasien dapat berbicara dengan lancar, indra pengecapan tidak ada gangguan
dan dapat menjawab pertanyaan yang di ajukan dengan baik.
f. Pola Persepsi dan konsep diri
- Gambaran diri citra diri : Pasien tidak merasa malu dengan penyakitnya.
- Ideal diri : Pasien adalah seorang yang dicintai di keluarganya.
- Peran diri : Pasien bersedih karena perannya dalam keluarga terganggu.
- Identitas diri : Pasien mengatakan sakit yang di derita adalah cobaan.
g. Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum Sakit : Pasien mengatakan dapat tidur nyenyak 7-8 jam/hari.
Saat Sakit : Pasien mengatakan dapat tidur 5-6 jam/hari.
h. Pola Seksual dan Reproduksi
Sebelum sakit : pasien mengatakan masih aktif berhubungan dengan suami.
Setelah sakit : pasien mendapat dorongan, motivasi, dan kasih sayang penuh
dari anggota keluarganya.
i. Pola Stress dan koping
Pasien yakin bahwa sakit yang dialaminya akan segera sembuh.
j. Pola Nilai – Kepercayaan
Pasien mengatakan melaksanakan ibadah setiap saat, secara rutin.

5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Composmentis
b. TTV : TD = 130/80 mmHg
N = 90 x/menit
RR = 22 x/menit
S = 36ºC
Skala nyeri = 4 (sedang)
c. Keadaan Fisik :
1) - Kepala : Simetris, rambut hitam tidak beruban, tidak berminyak, tidak
ada ketombe dan tidak ada benjolan dan nyeri tekan.
- Mata : Simetris, konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik.
- Hidung : Simetris, bersih, tidak ada penumpukan secret, tidak ada
pembesaran polip, tidak ada pernapasan cuping hidung.
- Telinga : Simetris, bersih, tidak ada benjolan, tidak nyeri tekan,
pendengaran baik.
- Mulut : Mukosa bibir lembab ,tidak terdapat stomatis.
- Leher : Bersih, tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak ada nyeri
tekan.
2) Dada
- Paru paru : Inspeksi = Simetris ,tidak ada benjolan ,tidak ada lesi
Palpasi = Tidak ada nyeri tekan
Perkusi = Sonor
Auskultasi = Vesikuler
- Jantung : Inspeksi = lotus kardis
Palpasi = Tidak ada pembengkakan dan nyeri tekan
Auskultasi = S1 dan S2 terdengar lup dup
3) Abdomen : Inspeksi = Tidak ada benjolan dan luka
Auskultasi = Bising usus 15 x/menit
Palpasi = Tidak ada nyeri tekan
Perkusi = Tympani
4) Ekstremitas :
- Atas : kanan = Terpasang infus RL 20tpm ,terdapat memar di bahu atas
Kiri = Tidak ada nyeri tekan ,tidak ada luka
-Bawah : kanan = Tidak ada nyeri tekan ,terdapat luka lecet di bagian betis
Kiri = Nyeri saat ditekan pada pangkal paha ,kaki tidak bisa
diangkat ,terdapat luka jahitan bekas operasi dan terpasang drain.
Kekuatan otot : kanan atas = 5 kiri atas = 5
Kanan bawah = 5 kiri bawah = 3
5) Integumen : Berwarna sawo matang, turgor kulit baik, tidak terdapat lesi.
6) Genetalia : Pasien terpasang kateter, setelah kateter dilepas menggunakan
pampers.

6. Pengkajian Nyeri
P : Saat kaki kiri digerakkan
Q : Cenut – cenut
R : Paha kiri
S : 4 (sedang)
T : Hilang timbul
7. Data Penunjang
Dilakukan pemeriksaan labolatorium dan hasil pemeriksaan lab keluar tanggal 3
juni 2020
Pemeriksaan Hasil Satuan Harga normal
Hematologi
Leukosit 16,4 10^/UL 4,1-11,1
Limfosit % 13,5 % 25-40
Monosit % 3,4 % 2-8
GRA % 83,1 % 50-80
Limfosit 2,00 10^3/uL 0,8-4
Monosit 0,20 10^3/uL 0,12-1,2
GRA 6,70 10^3/uL 2,50-7,00
Eritrosit 3,58 10^6/uL 3,9-5,2
Hemoglobin 10,8 9/dL 12-16
Hematokrit 31,6 % 35-47
MCV 88 fL 80-100
MCH 28,8 p9 26-34
MCHC 32,6 9/dL 32-36
ROW-CV 15,2 % 11-16
Trombosit 196 10^3/uL 150-450
MPV 6,2 Fl 6,5-12
POW 14,9 9,0-17,0
SGOT 184 u/l <35
SPGT 289 u/l <41

Program Terapi :
 Antrain (12)
 Injeksi cefotaxcimin 1gr
 Proneuron 2x1
 Hibone 2x1
 Inbumin 3x1
 Infus RL 20 tpm

8. Data Fokus
Data Subjektif Data Objektif
 Pasien mengatakan kaki pangkal  Pasien tampak susah bergerak
paha sebelah kiri susah  Tampak aktivitas pasien dibantu
digerakkan keluarga
 Pasien mengatakan aktivitas saat  TTV : TD = 130/80 mmHg
ini dibantu dengan keluarga N = 90x/mnt
RR = 22x/mnt
S = 36°C
Skala nyeri = 4 (sedang)
 Ekstermitas
Atas kanan = 5
Atas kiri = 5
Bawah kanan = 5
Bawah kiri = 3

9. Analisa Data

Dx Data Problem Etiologi


1  DS : - pasien mengatakan
kaki pangkal sebelah kiri
susah digerakkan
- Pasien
mengatakan
aktivitasnya
dibantu keluarga
 DO : - pasien tampak
susah bergerak
- Tampak aktivitas
pasien dibantu
keluarga Gangguan Gangguan
- TTV : TD = 130 Mobilitas Fisik Muskuloskeletal
mmHg
N = 90x/ mnt
RR = 22x/ mnt
S = 36°C
 Ekstermitas
Atas kanan = 5
Atas kiri = 5
Bawah kanan = 5
Bawah kiri = 3
2  DS : - pasien mengatakan Nyeri Akut Agens Cidera Fisik
nyeri pada pangkal paha
kiri
P = saat digerakkan
Q = cenut-cenut
R = paha kiri
S = skala 4 (sedang)
 DO : - pasien tampak
meringis kesakitan dan
menahan rasa nyeri saat
kaki kiri digerakkan
- TTV : TD = 130
mmHg
N = 90x/ mnt
RR = 22x/ mnt
S = 36°C
Skala nyeri = 4
(sedang)

B. Diagnose Keperawatan
1. Gangguan Mobilitas Fisik b.d gangguan musculoskeletal
2. Nyeri akut b.d agens cidera fisik

C. Intervensi
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Setelah dilakukan tindakan a. Observasi a. Untuk
selama 3x24 jam diharapkan TTV dan mengetahui
masalah gangguan mobilitas keadaan keadaan
fisik dapat teratasi dengan pasien pasien
kriteria hasil : b. Bantu b. Untuk
a. Pasien dapat melakukan mobilitas mengetahui
mobilisasi secara optimal pasien ADL peningkatan
b. Pasien dapat melakukan ADLS c. Mengajarkan mobilitas
secara mandiri pasien miring pasien ADL
c. Pasien dapat ambulasi kanan dan c. Untuk
TTV dalam rentang normal : kiri menjaga
d. Kolborasi decubitus
TD : 120/80 mmHg
dengan d. Untuk
N : 60-100 x/mnt fisioterapi mencegah
dengan kekakuan
RR : 16-20 x/mnt
melakukan sendi
S : 36.5-37.5 °C ROM

2 Setelah dilakukan tindakan f. Observasi TTV a. Untuk


keperawatan selama 3x24 jam dan keadaan mengetahui
diharapkan masalah nyeri dapat pasien keadaan pasien
teratasi dengan KH : b. Untuk
e. Nyeri terkontrol g. Kaji PQRST mengetahui
f. Penurunan skala nyeri h. Berikan posisi dan
g. Pasien tidak mengeluh yang nyaman mengontrol
kesakitan (berbaring) nyeri
h. TTV dalam rentang normal : i. Ajarkan teknik c. Pasien merasa
TD : 120/80 mmHg relaksasi napas nyaman
N : 60-100 x/m dalam d. Mengurangi
RR : 16-20 x/m j. Kolaborasi nyeri
S : 36.5-37.5 °C dengan dokter e. Membantu
dalam proses
pemberian penyembuhan
terapi
analgetik

D. Implementasi
No.Dx Hari/tan Implementasi Respon TTD
ggal/jam
1,2 Rabu, 3- DS : pasien mengatakan
6-2020 nyeri pada pangkal paha kiri
Mengecek TTV & dan susah digerakkan
14.00 mengkaji pasien DO : pasien tampak A
menahan nyeri dan lemas frilia
TTV : TD =110/70 mmHg
RR = 20x/mnt
N = 80x/mnt
S =36ºC
Skala nyeri = 4
(sedang)
Memberikan posisi DS : pasien mengatakan
1,2 15.30 nyaman sesuai nyaman
indikasi DO : pasien tampak lebih
rileks
Afrilia
Mengajarkan pasien DS : pasien mengatakan
2 15.40 teknik relaksasi bersedia
napas dalam DO : pasien tampak
mengikuti intruksi Afrilia

Memonitor DS : pasien mengatakan


1 16.55 kemampuan susah menggerakkan kaki
aktivitas pasien kiri
DO : pasien tampak
kesulitan menggerakkan Afrilia
kaki kiri.
Ekstermitas :
Kanan atas = 5
Kiri atas = 5
Kanan bawah = 5
Kiri bawah = 3

DS : Pasien mengatakan
2 20.00 Memberikan obat bersedia A
analgetik DO : injeksi masuk melalui frilia
IV (selang infus)
1,2 Kamis, 4
juni
2020 Memonitor TTV & DS : pasien mengatakan
08.30 mengkaji pasien nyeri di luka operasi
Afrilia
DO : pasien tampak
menahan nyeri
TTV : TD = 110/70 mmHg
N = 82x/ mnt
RR = 20x/ mnt
S = 36ºC

DS : pasien mengatakan
1 Mengajarkan pasien bersedia
09.50 miring ke kanan DO : pasien tampak
mengikuti intruksi dan
berpegangan pada
Afrilia
pengaman tempat tidur

DS : pasien mengatakan
1,2 Mengganti cairan bersedia
10.55 infus RL 500ml DO : cairan infus telah
terpasang 20tpm
Afrilia
DS : pasien mengatakan
1 Visit dengan ahli bersedia
12.35 fisioterapi DO : pasien tampak nyaman
dan rileks
Afrilia
DS : pasien mengatakan
1 Mengkaji sudah bisa setengah duduk
14.00 kemampuan fisik (semi flowler)
pasien DO : pasien tampak nyaman
Afrilia
Jum’at, 5
juni
1,2 2020 Memonitor TTV DS : pasien mengatakan
08.50 bersedia
Afrilia
DO : TTV : TD = 110/80
mmHg
N = 82x/mnt
RR = 20x/mnt
S = 36ºC

2 Memonitor nyeri DS : pasein mengatakan


09.15 masih terasa nyeri jika kaki
digerakkan
DO : pasien tampak Afrilia
menahan nyeri ketika
menggerakan kaki. Skala
nyeri = 2 (ringan)
Mengajarkan pasien DS : - pasien mengatakan
2 11.00 teknik nafas dalam bersedia
- Pasien
mengatakan
Afrilia
lebih rileks
DO : pasien tampak
mengikuti instruksi dan
rileks

1 Membantu pasien DS : pasien mengatakan


12.50 melakukan ADL ingin mengganti pakaian
DO : pasien terlihat nyaman
saat sudah berganti pakaian
Afrilia

2 Berkolaborasi dalam DS : pasien mengatakan


13.30 memberikan obat bersedia
analgetik DO : injeksi masuk melalui
IV (selang infus)
Afrilia
Sabtu, 6
juni Memonitor TTV &
1,2 2020 Mengkaji keadaan DS : pasien mengatakan
08.30 umum pasien nyeri sudah tidak terasa dan
Afrilia
sudah bisa sedikit
menggerakkan kaki kiri
DO : pasien tampak lebih
segar
TTV : TD = 120/80 mmHg
N = 80x/mnt
RR = 20x/mnt
S = 36ºC

1 Visit dengan ahli DS : pasien mengatakan


09.15 fisioterapi bersedia
DO : pasien tampak lebih Afrilia
rileks

1 Memberikan posisi DS : - pasien mengatakan


10.00 yang nyaman bersedia
- Pasien Afrilia
mengatakan
lebih nyaman
DO : pasien tampak lebih
nyaman dan rileks

E. Evaluasi
No.Dx Hari/tanggal Evaluasi TTD
1 Sabtu, 6 juni S : pasien mengatakan sudah bisa sedikit
2020 menggerakkan kaki kirinya
O : pasien tampak lebih segar
TTV : TD = 120/80 mmHg
Afrilia
N = 80x/mnt
RR = 20x/mnt
S = 36ºC
A : masalah teratasi sebagian
P : mengingatkan pasien untuk rajin
mengontrolkan kondisinya

S : pasien mengatakan kaki sudah tidak


2 nyeri saat digerakkan
O : pasien tampak lebih segar dan rileks
TTV : TD = 120/80 mmHg Afrilia
N = 80x/mnt
RR = 20x/mnt
S = 36ºC
A : masalah teratasi
P : menganjurkan pasien untuk melakukan
pengontrolan nyeri secara mandiri jika
nyeri sewaktu-waktu muncul kembali

Anda mungkin juga menyukai