Anda di halaman 1dari 7

Nama : F.

Amril Azim

NIM : 8111417332

Matkul : Praktik Peradilan TUN

Rombel : Jumat, Ruang K3. 305 pukul 10:00 WIB

UTS

Pengadilan Tata Usaha Negara Dalam Menjalankan Pengelolaan


Pemerintahan yang Baik

Sebagai salah satu lembaga peradilan di Indonesia, Pengadilan Tata Usaha sangat
vital fungsinya sebagai lembaga peradilan yang menjadi penengah sekaligus sebagai
pengamat pemerintah dalam menjalankan wewenangnya yang terkadang tidak dapat
memberikan pelayanan ataupun memfungsikan perannya bagi kehidupan masyarakat sipil.
Tentu pengawasan ini berdasarkan pada asas-asas pemerintahan yang baik dan aturan
normatif yang berlaku. Hingga saat ini fungsi pemerintahan semakin mengalami progresifitas
secara kompleks pada wewenang serta pengawasannya, hal ini karena tingkat kebutuhan
masyarakat sipil yang kian beragam kepada eksistensi pemerintahan sebagai lembaga yang
menaungi warga negara untuk dijamin setiap hak dan kewajibannya dalam kehidupan
berbangsa maupun bernegara–dari sini Pengadilan Tata Usaha menjadi titik temu dalam
menegakkan tiap nilai dari Asas-Asas Pemerintahan yang Baik (AAUPB) dalam mencapai
keadilan yang bersifat universal serta berlaku untuk semua aspek kenegaraan.

Sebuah keabsahan suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) atau beschiking
merupakan jika sebuah KTUN yang bermasalah dan bertentangan dengan aturan
perundangan yang berlaku dapat digugat dengan dasarnya mengacu pada pemberlakuan dari
Asas-Asas Pemerintahan yang Baik (AAUPB). Seperti yang terdapat dalam Pasal 53 ayat (2)
UU Nomor 9 Tahun 2004 menjelaskan bahwa keberadaan asas pemerintahan yang baik di
mana dalam UU sebelumnya yakni UU Nomor 5 Tahun 1986 yang dikatakan belum secara
tegas disebut norma hukum, tetapi pada undang-undang yang setelahnya AAUPB ditegaskan
secara yuridis sudah dapat dikatakan sebagai norma hukum. Dalam permasalahan ini
menimbulkan berbagai polemik pendapat seperti bahwa eksistensi AAUPB sebagai norma
hukum dapat berpotensi menyempitkan keleluasaan hakim karena dalam posisi manapun
pasti hakim tidak memiliki ruang gerak yang lebih pada penanganan sengketa yang ditangani,
sehingga AAUPB hanya diperlukan sebagai kewajiban moral dari pemerintah saja.
Sedangkan pada pendapat lain berujar bahwa adanya AAUPB sebagai norma hukum tidak
menjadi masalah, karena dengan perkembangan jaman dan informasi baik oleh hakim pada
kebutuhan masyarakat saat ini harus disiasati dengan lebih aktif serta kreatif, memiliki
pandangan yang progresif, dan juga tidak terlalu terikat pada pemahaman dari positivisme
hukum yang hanya bersifat prosedural semata, hakim harus mampu memandang hukum agar
sesuai dengan keadilan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat.

Pentingnya AAUPB Sebagai Kontrol Pemerintah

Bagaimana pun juga, ksistensi Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik sangat
berarti sebagai tuas kontrol dan tata kelola bagi terbentuknya pemerintahan yang baik–dan
selanjutnya adalah bentuk pengawasan serta bentuk pengaplikasian terhadap setiap kebijakan
dan wewenang yang dilakukan oleh pemerintah adalah tugas dari Pengadilan Tata Usaha
Negara (PTUN). Pada segi pengawasan yang dilakukan oleh PTUN yaitu berupa pengawasan
yang bersifat represif juga menilai segi legalitas dari tindakan hukum pemerintah terutama
pada surat keputusan tata usaha negara. Adanya PTUN berfungsi dalam memeriksa tiap surat
keputusan tata usaha negara yang terbit mengenai isi pokok, prosedural, serta pada
kewenangan dalam surat putusan tersebut. Hal ini tidak bisa lepas bahwa terselenggaranya
pemerintahan guna melayani kepentingan publik acap kali menimbulkan rasa tidak puas
dalam masyarakat, realitas tersebut bersumber dari kurang terintegrasinya nilai AAUPB pada
pengelolaan pemerintah yang berujung pada maladministrasi dan mengakibatkan kerugian
tertentu bagi masyarakat. Pemerintah bukan berarti pasif dalam mengupayakan secara
normatif agar penyelenggaraan pemerintah yang sudah dilaksanakan dapat diperbaiki dan
ditingkatkan. Akan tetapi ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam upaya
tersebut, seperti tidak efektifnya dalam pelayanan publik dan masih tidak transparan terhadap
masyarakat, juga dikarenakan oleh kepastian hukum pada pola perubahan dan perkembangan
proses pelayanan publik yang masih diatur secara baik, juga diikuti dengan pola
penegakannya.
Sebagaimana di atur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 Tentang Administrasi
pemerintahan atau lazim disebut dengan UUAP yang mana bertujuan menyelenggarakan
pemerintahan agar dapat sesuai dengan ekspektasi dan kebutuhan masyarakat, dalam artian
tingkat terjadinya kesewenang-wenangan dan maladministrasi yang dilakukan oleh
pemerintah. Hal ini juga berfungsi menjadi pedoman bagi para pejabat maupun lembaga
pemerintahan dalam melaksanakan kewajibannya. UUAP yang berlaku sekarang, selain
berguna dalam mempertahankan hak-hak dari warga negara, juga merupakan suatu asas yang
penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka mewujudkan tujuan negara.
Secara garis besar, AAUPB menjadi titik penghubung antara pemerintahan dengan
masyarakat, sehingga fungsi AAUPB adalah penting sebagai penyeimbang kedudukan
pemerintah dengan demokrasi yang hidup di masyarakat.

Dalam Peradilan Tata Usaha Negara AAUPB memiliki dua kegunaan, yakni sebagai
batu uji terhadap keputusan tata usaha negara dan sebagai syarat adanya pengajuan suatu
gugatan. Sebelum ada UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, pada saat itu penggunaan AAUPB sebagai salah
satu dasar untuk mengajukan gugatan masih belum ada. Hal tersebut dikarenakan pada Pasal
53 ayat (2) yang menyebut jika suatu hal yang menimbulkan akibat hukum berupa kerugian
dari setiap keputusan tata usaha negara, yang mana posisi AAUPB masih belum tedefinisikan
dengan jelas. Pengajuan ini juga sejalan dengan adanya objek sengketa di mana dalam
menerbitkan KTUN-nya tidak memperhatikan baik asas kecermatan, asas kepastian hukum,
asas keterbukaan maupun oleh ketidakberpihakannya pejabat negara dalam mengelola
pelayanan publiknya.

AUPB, Peradilan TUN, dan Konsep Negara Hukum

Pada konsep negara hukum, wadah yudikatif suatu negara bergantung pada kekuasaan
kehakiman yang menjadi struktur utama pada sistem ketatanegaraan suatu negara. Konsep
rechtstaat, keberadaan kekuasaan kehakiman menjadi faktor penting dalam berdirinya
tonggak negara menghadapi problematika keadilan maupun kebutuhan masyarakat terhadap
negara yang perlu diatur. Dapat dikatakan, jika sistem kehakiman buruk, maka akan goyah
juga pada keberadaan negara hukum itu sendiri.

Peradilan TUN menjadi salah satu lembaga yudikatif yang menjalankan salah satu
kekuasaan kehakimn yang berada di bawah Mahkamah Agung. Sebagaimana yang tercantum
pada Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 yang mengatakan bahwa kekuasaan kehakiman berada
pada Mahkamah Agung dan badan peradilan yan berada di bawahnya dalam lingkungan
peradilan umum. Dalam implementasi konsep negara hukum, menyatakan bahwa semua alat
negara khusunya alat dalam menjalankan pemerintahan, dalam tindakannya baik kepada
warga negara maupun dalam interkoneksi antar lembaga negara tidak boleh sewenang-
wenang, melainkan harus merujuk pada kaidah hukum yang berlaku. Dan juga semua warga
negara dalam perilaku kemasyarakatannya harus tunduk pada peraturan hukum yang berlaku.
Dari sini maka muncul pentingnya Peradilan TUN untuk mengatasi segala keadaan yang
tidak memungkinkan yang terjadi dalam kegiatan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.
Peradilan TUN dalam konteks negara hukum adalah penyambung antara masyarakat dengan
pemerintah yang berkontradiksi agar nantinya dapat kembali pulih dan menjalankan
pemerintahan yang baik.

Seperti dalam penjabaran sebelumnya, bahwa Peradilan TUN adalah lembaga


pengawas yang dilakukan terhadap Pejabat ataupun Badan Tata Usaha Negara, keberadaan
TUN juga sesungguhnya dilakukan untuk perlindungan kepada warga negara agar menjamin
hak-haknya dari tindakan dan kebijakan pemerintah. Jika dilihat lagi pada Pasal 53 ayat (2)
UU Nomor 5 Tahun 1986 yang merumuskan bahwa persidangan Peradilan TUN ditujukan
dalam rangka mendapatkan kebenaran materiil, dalam pasal tersebut menjelaskan bahwa
pengadilan untuk menguji sengketa dari segi hukum keputusan yang telah dikeluarkan hanya
bersifat mengamati fakta yang saling berkaitan yang terkumpul dan kemudian
menyamakannya dengan kaidah dalam peraturan dasarnya. Penjabaran tersebut
mempersempit dasar pengujian pada tiap KTUN yang terkesan hanya dijadikan dasar
pengujiannya berdasar norma hukum tertulis saja. Akibat dari penjelasan yang terdapat dalam
Pasal tersebut menimbulkan pemahaman seperti yang dijelaskan pada bagian awal essai ini
bahwa masalah lingkup ruang gerak terhadap pengujian hakim yang didasarkan pada
AAUPB, sehingga terjadilah penyempitan makna hukum dengan relevansinya pada pasal
tersebut.

Seiring dengan kemajuan jaman pada aspek masyarakat, ilmu, dan teknologi,
perubahan dinamika hukum juga berproses mengikuti alur perkembangan masyarakat. Seperti
pameo yang mengatakan jika masyarakat berubah maka hukum pun juga berubah karena
konsekuensi dari keterikatan antar masyarakat adalah hukum. Efek dari adanya hukum yang
mengikat dan berlaku universal tersebut tentunya menimbulkan lembaga-lembaga dari suatu
negara dalam rangka menjalankan fungsi negara sekaligus memenuhi tanggung jawab kepada
pelayanan hak dan kewajiban warga negaranya. Fungsi pelayanan publik juga semakin
kompleks mengikuti perkembangan masyarakat yang mana tingkat kebutuhan hak dan
kewajiban harus tetap seimbang dan sama-sama diperhatikan. Jika melihat kondisi pelayanan
publik di Indonesia, ternyata masih kurang terutama pada akses yang tidak menyeluruh serta
artar lembaga yang terkadang saling bertentangan, misalnya saja pada gugatan milik OSO
yang menggugat KPU terkait pencalonan DPD terhadapnya yang justru hasilnya bertentangan
antara PTUN selaku lembaga yang menengahi sengketa tersebut yang cenderung
memenangkan gugatan milik OSO dengan keputusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah
Agung karena permintaan banding oleh pihak tergugat yang justru lebih memihak kepada
KPU karena dwi-fungsi jabatan terhadap OSO tersebut. Hal ini seharusnya membuat publik
menyadari jika pemerintah yang seharusnya memperhatikan AAUPB dalam bekerja, pun juga
harus memperhatikan keseimbangan antar lembaga agar tidak saling kontradiktif hingga
menimbulkan kebingungan bagi publik. Saat ini dalam Peradilan TUN permasalahannya
bukan pada akses informasi yang masih sulit dan implementasi peradilan yang berimbang
tetapi lebih kepada seperti apa informasi tersebut akan diolah menjadi satu kebenaran dan
integrasi antar lembaga peradilan yang menaungi kepentingan warga negara.

Sebagai lembaga negara yang secara langsung menjadi ujung tombak dalam
terwujudnya pemerintahan yang baik, Peradilan TUN dapat mengeluarkan putusan baik dan
diterima bagi khalayak luas agar dapat menjadi refrensi bagi pembaruan suatu hukum yang
dapat menghasilkan pemerintahan yang baik, yang mana hukum tersebut harus mencoba
keluar dari pemahaman tekstual dan lebih didasarkan pada analisis-kritis dari pemikiran para
hakim PTUN yang tentu berangkat dari literasi hukum yang mumpuni. Keadaan demikian
juga haruslah diimbangi dengan keterbukaan dan integrasi antar lembaga negara atau dengan
masyarakat agar tidak terjadi miskonsepsi dan maladministrasi dari kebijakan yang telah
dikeluarkan.

Putusan PTUN tentang AAUPB selalu diikuti dengan perkembangan praktik


penyelenggaraan pemerintahan, karena didasarkan pada setiap kasus memiliki AAUPB yang
berbeda sebagai batu uji terhadap obyek sengketa, yang mana implementasi AAUPB sebagai
batu uji pada pemeriksaan sengketa diserahkan kepada hakim. Tidak selalu AAUPB yang
terdapat dalam hukum positif dan tidak mesti diartikan selalu terikat, hal ini dikarenakan
adanya AAUPB pada penyelenggaraan pemerintahan juga berdasar wewenang bebas yang
tetap terkait pada undang-undang.
Dari sudut pandang pemerintah, perlu adanya sikap untuk melaksanakan dan menaati
putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap, karena sebagai corong utama dalam pelayanan
publik kepada masyarakat, pemerintah haruslah mampu untuk lebih baik dalam tindakan
preventif adanya maladministrasi. Adanya sikap tersebut juga menjadi tendensi dari
terwujudnya asas ketaatan hukum yang berlaku bagi semua pihak. Akan tetapi, setiap putusan
dari hakim perlu bersifat transparan dan akuntabilitas, hal tersebut agar menjamin hakim
dapat bergerak leluasa ketika memutus suatu sengketa. Dalam ptusan tersebut juga hakim
harus memberikan indikasi manfaat baik teori maupun secara praktikalnya agar fungsi hukum
tersebut tidak stagnan menjadi eksklusifisme bagi kalangan atas saja. Dan faktor aktif-kreatif
dari seorang hakim dalam mengawasi tata kelola pemerintahan yang baik perlu adanya suatu
interpretasi yang berdasar pada argumen logis dan konstruksi berpikir hukum, berangkat dari
hal tersebut kemanfaatan AAUPB dapat bertambah efektifitasnya dalam mengawasi kinerja
pemerintah yang diterapkan secara benar. Dari putusan Hakimlah pengelolaan pemerintah
yang baik dapat mulai diwujudkan dengan kekuatan hukum yang tetap.
Daftar Pustaka:

1. Soehartono, Eksistensi Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik Sebagai Dasar


Pengujian Keabsahan Keputusan Tata Usaha Negara di Peradilan Tata
Usaha Negara, Jurnal Yustisia, Volume 01, Nomor 2, Yogyakarta, Mei-
Agustus 2012, hlm. 188.
2. B. Arief Sidharta, Kajian Kefilsafatan Tentang Negara Hukum, Jentera Jurnal
Hukum, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Edisi 3, Tahun 2, Jakarta,
November 2004, hlm. 188-189.
3. Aju Putrijanti, dkk., Peran PTUN dan AUPB Menuju Tata Kelola Pemerintahan yang
Baik (Good Governance), Jurnal Mimbar Hukum, Volume 30, Nomor 2,
Semarang, Juni 2018, hlm. 284-286.
4. Putera Astomo, Eksistensi Peradilan Administrasi Dalam Sistem Negara Hukum
Indonesia, Jurnal MMH, Jilid 43 Nomor 3, Semarang, Juli 2014, hlm. 364-
365.
5. Eny Kusdarini, Gugatan Pelanggaran Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
Setelah Berlakunya Uu Administrasi Pemerintahan Melalui PTUN
Yogyakarta, Jurnal Civics, Volume 14, Nomor 1, Yogyakarta, Mei 2017, Hlm.
77.
6. Sanggup Leonard Agustian, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik Sebagai Batu
Uji Bagi Hakim Dalam Memutus Sengketa Peradilan Adinistrasi Negara,
Jurnal Hukum Magnum Opus, Volume 2, Nomor 3, Surabaya, Agustus 2019,
hlm. 157-158.
7. Muhammad Azhar, Relevansi Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik Dalam
Sistem Penyelenggaraan Administrasi Negara, Notarius, Edisi 08, Nomor 2,
Semarang, September 2015, hlm. 283.

Anda mungkin juga menyukai