Anda di halaman 1dari 48

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Wagino
Jenis kelamin : Laki-laki
Usia : 47 tahun
Alamat : Asrama Kodim 0708, Magelang
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pekerjaan : TNI AD/Serka
Tanggal masuk RS : 26 November 2012

B. SUBJECTIVE
 Keluhan utama:
Nyeri dada kiri
 Riwayat penyakit sekarang:
Nyeri dada dirasakan di dada sebelah kiri, sebelumnya melakukan aktivitas
berlari, namun nyeri dada tidak menghilang saat istirahat, nyeri dada bertambah
saat duduk. Nyeri dada berlangsung 30 menit. Nyeri dada sudah dirasakan sejak
satu bulan yang lalu. Tidak ditemukan sesak nafas saat aktivitas, tidak ditemukan
sesak nafas saat istirahat. Tidak ada rasa berdebar-debar.
 Riwayat penyakit dahulu:
Riwayat hipertensi dan diabetes mellitus disangkal.
 Riwayat penyakit keluarga:

Ayah memiliki riwayat hipertensi. Sedangkan tidak ada riwayat diabetes


mellitus pada keluarga.

 Habbit:

Pasien merokok sejak masih remaja, sehari mengkonsumsi 2 bungkus rokok


dan sering makan makanan tinggi kolesterol seperti gorengan, masakan bersantan,

1
mie instan. Pasien juga sering mengkonsumsi kopi hitam tiap harinya. Namun
aktivitas baik, pasien rutin berolahraga.

C. OBJECTIVE

STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran/GCS : Compos mentis/15

Vital Sign :

- Tekanan darah: 130/90 mmHg


- Nadi : 70 kali/menit
- Suhu : 36ºC
- Pernafasan : 22 kali/menit

STATUS LOKALISATA
Kepala/Leher:
- Tidak terlihat ikterik pada kedua sclera kanan dan kiri
- Tidak ada tada-tanda anemia pada konjungtiva
- Pupil isokor simetris
Thoraks:
- Jantung :
o Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
o Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
o Perkusi : Batas jantung kanan ICS V linea parasternal
kanan, pinggang jantung ICS IV, batas kiri jantung ICS V linea
midaclavicula sinistra.
o Auskultasi : Suara jantung I dan II regular, tidak ditemukan
gallop dan murmur
- Paru :
o Inspeksi : Simetris
o Palpasi : Fremitus taktil kanan dan kiri sama

2
o Perkusi : Sonor
o Auskultasi :Nafas vesikuler,tidak terdapat ronkhi dan wheezing
Abdomen:
- Inspeksi : Simetris
- Auskultasi : Bising usus terdengar di seluruh kuadran abdomen
- Palpasi :
o Tidak terdapat Nyeri tekan
o Hepar dan lien tidak teraba
- Perkusi : Timpani
Ekstremitas:
- Tidak ada edema
- Kekuatan motorik pada keempat ekstemitas: 5
- Akral hangat
- Capilary reffil < 2detik

D. ASSESSMENT SEMENTARA
- Coronary Artery Disease NSTEMI
- CAD STEMI
- Stable angina
- Unstable angina
- Hipertensi
- Dislipidemia

E. PLANNING
PLANNING DIAGNOSTIK
• Darah lengkap, glukosa
• Profil lipid (kolesterol total, trigliserida, HDL, LDL)
• CKMB
• Rontgen Thorax
• EKG

3
Pemeriksaan Laboratorium darah lengkap (27-11-12)
Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi
WBC 9,0 103/mm3 4 -10
RBC 5,27 106/mm3 3,5-5,5
HB 14,6 g/dl 11-15
HCT 42,6 % 36-48
PLT 128 103/mm3 150-390
PCT 0.14 % 0.1-0.28
MCV 81 um3 80-99
MCH 27,7 pg 26-32
MCHC 34,2 g/dl 32-36
RDW 10,3 % 11,5-14,5
MPV 11,4um3 7,4-10.4
PDW 14,7 % 10-14

Diff Count
Jenis Hasil Referensi Jenis Hasil Referensi
% Lym 28,0 % 20-40 # Lym 2,5 103/mm3 1,2-3,2
% Mid 3,4 % 1-15 # Mid 0,3 103/mm3 0,1-0,8
% Gra 68,6 % 50-70 # Gra 6,2 103/mm3 2,0-7,8

- EKG
Lead I&II

- Lead III, aVR

4
- Lead aVL dan aVf

- Lead V1 dan V2

- Lead V3 dan V4

-
- Lead V5-V6

5
DIAGNOSIS

 Coronary Artery Diseasetipe Unstable angina

PLANNING TERAPI

a. Terapi simtomatik
- ISDN 3x5 mg
- Asetylsalicid acid 1x100
b. Terapi kausa
- Simvastatin 20 mg 0-0-1
- Diazepam 5mg 0-0-1
- Diltiazem 3x1
- Bisoprolol ½-0-0
- Clopidrogel 1x 75 mg
c. Terapi suportif
- Infus RL & heparin 1000 u/jam

PLANNING MONITORING

- Tanda-tanda vital
- Observasi chest pain
- Efek samping obat

F. FOLLOW UP

6
27 November 2012

 S: Nyeri dada dirasakan setelah beraktivitas, tidak ada keluhan sesak nafas
 O:
- Keadaan Umum : sakit sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tekanan darah: 130/90 mmHg, nadi 84 kali/menit, suhu: 36.2ºC
- K/L : konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, KGB tidak
membesar, JVP dalam batas normal.
- Auskultasi paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
- Jantung : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
- Abdomen : Nyeri tekan (-), Bising usus (+), asites (-)
- Ekstremitas : Tidak ada edema, akral hangat
 A: CAD NSTEMI, unstable angina, stable angina, Dislipidemia
 P:
- Infus RL & heparin 1000 u/jam
- ISDN 3x5 mg
- Asetylsalicid acid 1x100
- Simvastatin 20 mg 0-0-1
- Diazepam 5mg 0-0-1
- Diltiazem 3x1
- Bisoprolol ½-0-0
- Clopidrogel 1x 75 mg

28November 2012 :

 S: Nyeri dada berkurang, saat udara dingin nyeri dada bertambah, tidak
ada sesak nafas, pusing (+)
 O:
- Keadaan Umum : sakit ringan
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tekanan darah : 110/80 mmHg, nadi: 84 kali/menit, suhu: 36.5ºC
RR: 20x/mnt

7
- K/L : konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, KGB tidak
membesar, JVP dalam batas normal.
- Thoraks (Cor) : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
- Auskultasi paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
- Abdomen : Nyeri epigastrik (+), Bising usus (+), asites (-)
- Ekstremitas : Tidak edema, akral hangat
 A: : CAD NSTEMI, unstable angina, stable angina
 P:
- Infus RL & heparin 1000 u/jam
- ISDN 3x5 mg
- Asetylsalicid acid 1x100
- Simvastatin 20 mg 0-0-1
- Diazepam 5mg 0-0-1
- Diltiazem 3x1
- Bisoprolol ½-0-0
- Clopidrogel 1x 75 mg

29 September 2012:

 S: Nyeri dada (-), sesek (-), mual (-), pusing (+), batuk (+)
 O:
- Keadaan Umum : sakit ringan
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tekanan darah: 90/70 mmHg, nadi: 84 kali/menit, suhu: 36ºC, RR:
20 kali/menit.
- K/L : konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, KGB tidak
membesar, JVP dalam batas normal.

- Thoraks :
 Jantung : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
 Auskultasi Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
- Abdomen : Nyeri tekan (-), Bising usus (+), asites (-)

8
- Ekstremitas : tidak edema, akral hangat
 A: CAD NSTEMI, unstable angina, stable angina, dislipidemia
 P:
- Infus RL & heparin 1000 u/jam
- ISDN 3x5 mg
- Asetylsalicid acid 1x100
- Simvastatin 20 mg 0-0-1
- Diazepam 5mg 0-0-1
- Diltiazem 3x1
- Bisoprolol ½-0-0
- Clopidrogel 1x 75 mg

30 November 2012

 S: Membaik, tidak ada nyeri dada, tidak sesak nafas, batuk (-)
 O:
- Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : Compos Mentis
- Tekanan darah: 120/80 mmHg, nadi: 54 kali/menit, suhu: 36ºC, RR:
22 kali/menit
- K/L : konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, KGB tidak
membesar, JVP dalam batas normal.
- Thoraks :
 Jantung : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
 Auskultasi Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
- Abdomen : Nyeri tekan (-), Bising usus (+), asites (-)
- Ekstremitas : tidak edema, akral hangat

Gambaran EKG (30-11-12)

9
 A: CAD NSTEMI, unstable angina, dislipidemia
 P:
- RL & Heparin 1000 IU/jam
- Asetylsalicid acid 1x100
- ISDN 1x 5 mg
- Simvastatin 20mg 0-0-1
- Diaz 3x1
- Bisoprolol ½-0-0
Clopidogrel 1x75mg

1 Desember 2012:
 S:
- Membaik
- Tidak sesak, tidak nyeri dada, tidak pusing
 O:
- Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : Compos Mentis

10
- Tekanan darah: 110/80 mmHg, nadi: 80 kali/menit, suhu: 36ºC, RR:
18 kali/menit
- K/L : konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, KGB tidak
membesar, JVP dalam batas normal.
- Thoraks :
 Jantung : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
 Auskultasi Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
- Abdomen : Nyeri tekan (-), Bising usus (+), asites (-)
- Ekstremitas : tidak edema, akral hangat
 A: CAD unstable angina
 P:
- RL
- Asetylsalicid acid 1x100
- ISDN 1x 5 mg
- Simvastatin 20mg 0-0-1
- Diaz 3x1
- Bisoprolol ½-0-0
- Clopidogrel 1x75mg

Profil lipid dan CKMB (1-12-12)


Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi
Kolesterol 165 mg/dl 0-220
Trigliserida 118 mg/dl 0-200
HDL 74 mg/dl 30-80
LDL 67,48 0-150
CKMB 15 0-21

2 Desember 2012
 S:Merasa lebih baik

11
 O:
- Keadaan Umum : Baik
- Tekanan darah: 110/70 mmHg, nadi: 84 kali/menit, suhu: 36,5ºC,
RR: 20 kali/menit
- K/L : konjungtiva tidak anemis, Sklera tidak ikterik, KGB tidak
membesar, JVP dalam batas normal.
- Thoraks :
 Jantung : S1>S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
 Auskultasi Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
- Abdomen : Nyeri tekan (-), Bising usus (+), asites (-)
- Ekstremitas : tidak edema, akral hangat
 A: CAD NSTEMI, unstable angina
 P:
- RL
- Asetylsalicid acid 1x100
- ISDN 1x 5 mg
- Simvastatin 20mg 0-0-1
- Diaz 3x1
- Bisoprolol ½-0-0
- Clopidogrel 1x75mg
 Pasien dipulangkan

BAB II

12
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 SINDROM KORONER AKUT / PENYAKIT JANTUNG KORONER


II.1.1. Definisi

Sindrom koroner akut merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung


dengan manifestasi klinis berupa rasa tidak enak di dada atau gejala-gejala lain
sebagai akibat iskemia miokard.Penyakit pada arteri koronaria dimana terjadi
penyempitan atau sumbatan padaarteri koronaria yang disebabakan karena
arterosklerosis.

Sindrom koroner akut merupakan suatu spektrum dalam perjalanan


penderita penyakit jantung koroner (aterosklerosis koroner) dapat berupa: angina
pektoris tidak stabil, infark miokard dengan non-ST elevasi, infark miokard
dengan ST elevasi atau kematian jantung mendadak.(PERKI, ACLS Indonesia
2008)

II.1.2 Etiologi

Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen dapat disebabkan :


 Penyempitan arteri koroner (aterosklerosis), dimana merupakan
penyebabtersering.
 Penurunan aliran darah (cardiac output).
 Peningkatan kebutuhan oksigen miokard
 Spasme arteri koroner
 Aktivasi sekunder sistem koagulasi plasma
 Aktivasi, adhesi, dan agregrasi trombosit

II.1.3 Epidemiologi

Penyakit Jantung Koroner (PJK) atau penyakit kardiovaskular saat ini


merupakan salah satu penyebab utama dan pertama kematian di negara maju dan
berkembang, termasuk Indonesia. Pada tahun 2010, secara global penyakit ini
akan menjadi penyebab kematian pertama di negara berkembang, menggantikan
kematian akibat infeksi. Diperkirakan bahwa diseluruh dunia, PJK pada tahun
2020 menjadi pembunuh pertama tersering yakni sebesar 36% dari seluruh

13
kematian, angka ini dua kali lebih tinggi dari angka kematian akibat kanker. Di
Indonesia dilaporkan PJK (yang dikelompokkan menjadi penyakit sistem
sirkulasi) merupakan penyebab utama dan pertama dari seluruh kematian, yakni
sebesar 26,4%, angka ini empat kali lebih tinggi dari angka kematian yang
disebabkan oleh kanker (6%).

II.1.4 Faktor Risiko

1. Tidak dapat diubah


 Umur
Seiring dengan bertambahnya umur, maka resiko penyakit
jantung akan meningkat, sama seperti penyakit-penyakit lainnya. Hal
ini terkait dengan kemungkinan terjadinya atherosclerosis yang makin
besar, terkait dengan deposit lemak serta elastisistas pembuluh darah
yang makin menurun seiring dengan bertambahnya umur.
Sebagian besar kasus kematian terjadi pada laki-laki umur 35-
44 tahun dan meningkat dengan bertambahnya umur. Kadar kolesterol
pada laki-laki dan perempuan mulai meningkat umur 20 tahun. Pada
laki-laki kolesterol meningkat sampai umur 50 tahun. Pada perempuan
sebelum menopause ( 45-0 tahun ) lebih rendah dari pada laki-laki
dengan umur yang sama. Setelah menopause kadar kolesterol
perempuan meningkat menjadi lebih tinggi dari pada laki-laki.
 Jenis kelamin lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
dengan wanita. Diduga karena pengaruh estrogen. Namun, setelah
wanita menopause, insidensi terjadinya hampir sama
 Genetik terjadinya aterosklerosis premature karena reaktivitas
arteria brakhialis, pelebaran tunika intima arteri karotis, penebalan
tunika media.
 Ras
Perbedaan resiko PJK antara ras didapatkan sangat menyolok,
walaupun bercampur baur dengan faktor geografis, sosial dan
ekonomi . Di Amerika serikat perbedaan ras perbedaan antara ras

14
caucasia dengan non caucasia ( tidak termasuk Negro) didapatkan
resiko PJK pada non caucasia kira-kira separuhnya.
 DietDidapatkan hubungan antara kolesterol darah dengan jumlah
lemak di dalam susunan makanan sehari-hari ( diet ). Makanan orang
Amerika rata-rata mengandung lemak dan kolesterol yang tinggi
sehingga kadar kolesterol cendrung tinggi. Sedangkan orang Jepang
umumnya berupa nasi dan sayur-sayuran dan ikan sehingga orang
jepang rata-rata kadar kolesterol rendah dan didapatkan resiko PJK
yang lebih rendah dari pada Amerika.
.
 ObesitasObesitas adalah kelebihan jumlah lemak tubuh > 19 % pada
lakilaki dan > 21 % pada perempuan . Obesitas sering didapatkan
bersama-sama dengan hipertensi, DM, dan hipertrigliseridemi. Obesitas
juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan LDL kolesterol . Resiko
PJK akan jelas meningkat bila BB mulai melebihi 20 % dari BB ideal.
penderita yang gemuk dengan kadar kolesterol yang tinggi dapat
menurunkan kolesterolnya dengan mengurangi berat badan melalui diet
ataupun menambah exercise
2. Dapat diubah
 Merokok
Merokok dapat memicu terjadinya aterosclerosis, melingkupi
meningkatnya proses oksidasi modifikasi dari LDL dan menurunkan
HDL dalam sirkulasi. Kelainan disfungsi endotel pembuluh darah
disebabkan karena jaringan tersebut mengalami hipoksia dan
peningkatan adhesi dari trombosit, peningkatan molekul leukosit dan
respon inflamasi stimulasi yang tidak sesuai dari nervus simpotikus
oleh nikotin dan perpindahan dari oksigen menjadi karbon monoksida
pada hemoglobin. Dari percobaan yang dilakukan pada hewan
merokok mempunyai konstribusi dalam terjadinya aterosklerosis.

 Hipertensi
Kenaikan tekanan darah (sistolik atau diastolik) memperbesar
kemungkinan untuk beresiko aterosklerosis, peyakit jantung koroner

15
dan stroke. Hubungan kenaikan darah dengan penyakit kardiovaskular
tidak memperlihatkan hasil akhir yang baik. Lebih dari itu resiko akan
terus naik dengan nilai progresif yang tinggi. Tekanan sistolik
diprediksi menurunkan out come lebih nyata dari pada tekanan
diastolik terutama pada usia tua.

Hipertensi mungkin memicu aterosklerosis dengan berbagai


cara. Penelitian yang dilakukan pada bintang memperlihatkan
kenaikan tekanan darah dapat melukai endotel dan meningkatkan
permeabilitas dinding pembuluh darah sehingga lipoprotein menjadi
lebih mudah untuk masuk ke dinding pembuluh darah tersebut.
Peningkatan hemodinamik stress dapat juga meningkatkan jumlah
reseptor scanvanger di makrofag, juga meningkatkan foam sel. Siklus
rantai circum ferential, dapat meningkatkan tekanan arteri yang dapat
meningkatkan produksi sel otot polos yang mengikat proteoglikan dan
menahan partikel LDL, memacu akumulasi di tunika intima dan
memfasilitasi perubahan oksidatif. Angiotensin II adalah sebuah
mediator hipertensi tidak hanya sebagai vasokontriktor tetapi juga
sebagai sitokin pro-inflamasi. Dengan demikian hipertensi juga dapat
menimbulkan proses aterogenesis yang melibatkan proses inflamasi.

Klasifikasi Tekanan Darah (JNC VII)

Kategori Sistolik Diastolik


(mmHg) (mmHg)
Normal < 120 < 80
Normal tinggi 130-139 80-89
Hipertensi
 Tingkat I 140-159 90-99
 Tingkat II ≥ 160 ≥ 100

 Diabetes mellitus

16
Diabetes meningkatkan resiko terjadinya aterosklerosis dan
orang dengan diabetes melitus memiliki 2-3 kali peningkatan
kemungkinan terjadi gangguan pada kardiovaskular. Mekanismenya
bisa berhubungan dengan non-enzim glycation dari lipoprotein pada
pasien diabetes (hal tersebut berhubungan dengan besarnya ambilan
kolesterol oleh makrofag scavenger) atau kecenderungan protrombotik
dan anti fibrinolitik. Keadaan tersebut mungkin banyak terjadi pada
pasien dengan kondisi ini.
Seseorang dengan diabetes seringkali memiliki fungsi endotel
yang lemah ini dapat diukur dari menurunnya bioavailabilitas dari NO
dan meningkatnya perlekatan leukosit. Contoh : kadar serum glukosa
yang terjaga pada pasien diabetes mengurangi resiko komplikasi
mikrovaskuler antaralain seperti retinophati dan neprophaty.
Diabetes tipe- II adalah bagian tersering dalam syndrom
metabolik dalam hal ini berhubungan dengan hipertensi, kadar lemak
yang abnormal (hipertrigliserida, HDL rendah, partikel LDL padat)
dan bertambahnya ukuran lingkar perut. Pada diabetes terjadi
resistensi insulin pada sel-sel perpheral dan mendorong terjadinya
aterosklerosis.
 Dislipidemia
Dislipidemia adalah keadaan terjadinya peningkatan kadar LDL
kolesterol dalam darah atau trigliserida dalam darah yang dapat
disertaipenurunan kadar HDL kolesterol. Jumlah lipid yang abnormal
dalam sirkulasi menjadi bukti tetap dan terbesar sebagai faktor risiko
utama terhadap perkembangan arterosklerosis.Menurut studi
Framingham menunjukkan bahwa risiko penyakit jantung iskemik
meningkat seiring dengan total kolesterol serum yang tinggi. Risiko
penyakit jantung koroner meningkat kira-kira dua kali lipat pada
individu yang level total kolesterolnya 240 mg/dL dari pada individu
yang level kolesterolnya 200 mg/dL.
Normalnya, kandungan kolesterol intraseluler dipertahankan
dengan memperketat regulasi asupan kolesterol, sintesis de novo,

17
penyimpanan, dan membuangnya dari sel. Enzim HMG CoA
reductase adalah langkah untuk membatasi biosintesis kolesterol
intraseluler dan dikontrol oleh reseptor terkait endositosis dari partikel
LDL sirkulasi. Level kolesterol yang tinggi dapat menghambat enzim
HMG CoA reduktase dan sinyal sel untuk mengurangi produksi
reseptor LDL. Jumlah kolesterol intraseluler yang cukup pada sel
perifer selalu dipicu oleh peningkatan produksi Cholesterol efflux
regulatory protein (CERP), produk yang baru-baru ini teridentifikasi
adalah gen ATP binding Cassette 1 (ABC A-1). CERP memediasi
transfer kolesterol membran ke partikel HDL, yang mengirim
kolesterol berlebih kembali ke hati dalam proses yang dikenal sebagai
transport balik kolesterol. Dengan kemampuan ini dapat membuang
lipid intraseluler, HDL melindungi lagi akumulasi lipid, dan level
HDL serum berbanding terbalik dengan kejadian penyakit
arterosklerotik. HDL sering juga disebut sebagai “ kolesterol baik.”

Sebaliknya, jumlah LDL yang tinggi berhubungan dengan


meningkatnya kejadian arterosklerosis dan penyakit kardiovaskuler.
Saat jumlahnya berlebihan, LDL dapat terakumulasi di rongga
subendothelial dan mengalami modifikasi kimia dan merusak tunika
intima mengakibatkan perkembangan arterosklerosis. LDL sering
disebut juga “ Lemak Jahat.“

 Batas Nilai Kolesterol Normal

Nilai kolesterol normal sangat bervariasi secara geografis. Di


negara-negara Asia-Afrika, makanan sehari-hari umumnya
mengandung lebih sedikit kalori, lemak hewani dan protein. Dengan
demikian, nilai tersebut umumnya lebih rendah dibandingkan dengan
negara-negara Barat, misalnya kadar kolesterol total masing-masing
rata-rata 3,9 mmol/l (= 150 mg%) dan 5,2 mmol/l (= 200 mg%). Pada
tabel 2 diberikan angka-angka yang dianggap normal bagi Indonesia
dan negara-negara Barat, serta angka yang meningkat di atas normal.

18
II.1.4 Patofisiologi Aterosklerosis

Beberapa bukti menunjukan bahwa aterosklerosi adalah proses inflamasi


kronik. Proses ini meliputi bebrapa tahap :

 Endothelial Dysfunction (tidak berfungsinya endotel)


Banyak penelitian mengatakan bahwa “injury” pada endotel arteri adalah
awal permulaan terbetuknya aterosklerosis. Pada keadaan normal sel endotel akan
menghasilkan enzim NO (nitic oxide) yang mana berguna sebagai endogen
vasodilator, mencegah aggregasi trombosit, dan anti-inflamasi. Selain itu sel
endotel juga menghasilkan enzim anti-oxidant.
Endotel bisa mengalami disfungsi bisa diakibatkan oleh paparan agen
“toxic” dari bahan kimia lingkungan. Contoh: asap rokok, kadar lipid yang
abnormal di dalam sirkulasi, atau karena penyakit diabetes, semua itu diketahui
sebagai faktor resiko aterosklerosis.
Beberapa faktor fisik dan kimia akan mempengaruhi fungsi dari endotel
dengan manifestasi
1. Melemahnya barier pertahanan endotel.

19
2. Keluarnya sitokin inflamasi
3. Meningkatnya perlengkatan molekul
4. Berubahnya substansi vasoaktif (prostacyclin dan No)
Itu semua adalah efek dan tidak berfungsinya sel endotel.
 Lipoprotein Entry and Modification (masuknya lipoprotein dan
perubahanya)
Lipoprotein adalah suatu lemak pengangkut di aliran yang tidak larut air.
Disekelilingnya terdapat banyak hidrophilic phospolipid, colesterol bebas dan
lipoprotein. Ada 5 kelas dari lipoprotein:
1. Kilomikron
2. VLDL (verry-low density lipoprotein)
3. IDL (intermediate density lipoprotein)
4. LDL (low-density lipoptein)
5. HDL (high-density lipoprotein)
Ketika sel endotel mengalami disfungsi, hal ini menyebabkan tidak efektif
sehingga hal ini berpengaruh dalam lipoprotein, dan menyebabkan lipoprotein
lebih lama dalam aliran darah. Oxidation adalah tipe yang pertama dari perubahan
dari LDL diruang subendotel. Perubahan efek biokimia tersebut menyebabkan hal
berikut, 1) Perubahan LDL menjadi mLDL, perubahan ini akan menarik sel
monosit kedalam diding sel sikulasi. 2) mLDL akan memacu endotel untuk
menghasilkan mediator inflamasi.
 Recruitment of Leukocytes
Proses masuknya dan perubahan biokimia LDL, ini adalah kunci dari
proses aterogenesis yang mencakup melekatnya leukosit, terutama adalah monosit
dan limfosit T di dalam dinding sel pembuluh darah.
Setelah monosit melekat dan masuk ke ruang subendotel, monosit berubah
menjadi makrofag, agar mampu memfagosit dan memakan dari modifikasi LDL
(mLDL). Namun hal ini akan merubah LDL menjadi foam, ini adalah awal dari
komponen aterosklerosis yang disebut fatty streak.
 Recruitment of smooth Muscle Cells

Perubahan dari fatty streak menjadi plak fibrous melibatkan pindahnya sel otot
halus dari tunika media ke tunika intima yang telah mengalami injuri, kemudian

20
sel otot halus berproliferasi di dalam lapisan intima, dan mensekresikan jaringan
pengikat.

Berikut secara ringkas mekanisme aterosklerosis :


Endothelial disfungtion  akumulasi lipoprotein LDL di dalam tunika intima 
modifikasi LDL (oleh oksidasi atau olycation)  stress oksidatif termasuk mLDL
menginduksi ekitorasi sitokin local  sitokin menginduksi peningkatan ekspresi
molekul adesi yang mengikat lukosit dan molekul MCP-1 ( monocyte
chemoatractant protein 1 )  migrasi leukosit kedalam tunika intima oleh karena
MCP-1  makrofag colony stimulating factor ( M-CSF ) memperbanyak ekspresi
dan scanvenger receptors makrofag  scavenger receptor menangkap mLDL dan
promote pembentukan Foam Cells. Makrofag foam cells adalah sumber sitokin
ekstra dan molekul efektor seperti superoxide onion ( O₂-) dan matriks
metalloproteinase  sel otot polos bermigrasi ke tunika intima ( tunika intima
jadi lebih tebal)  sel otot polos tunika intima membelah dan memperbanyak
matriks ekstraseluler  akumulasi matriks dalam plaque aterosklerosis yang
sedang tumbuh  fatty streat dapat berkembang menjadi Fibrofatty Lession 
pada stadium selanjutnya kalsifikasi dapat terjadi dan proses fibrosis terus
berlanjut kadang-kadang di isi dengan sel otot polos mati ( apoptosis ) membentuk
kapsyl fibrosa aseluler yang mengelilingi inti kaya lipid yang mungkin
mengandung sel mati.

21
II.2. Angina Pektoris

II.2.1 Definisi

Angina pektoris adalah suatu nyeri didaerah dada yang biasanya menjalar
ke bahu dan lengan kiri yang disebabkan oleh menurunnya suplai oksigen ke
jantung.

II.2 2. Klasifikasi Angina Pektoris

A. Angina Pektoris Stabil

Rasa nyeri yang timbul karena adanya iskemia miokardium. Angina


pektoris stabil akan timbul pada setiap aktifitas yang dapat meningkatkan denyut

22
jantung, tekanan darah dan atatus inotropik jantung sehingga kebutuhan O2 akan
bertambah seperti pada aktifitas fisik. Gejala bersifat reversible dan progresif.
Lokasi nyeri biasanya di dada, substernal yang menjalar ke leher, rahang,
bahu kiri sampai dengan lengan dan jari bagian ulnar, punggung dan pundak kiri.
Kualitas nyeri biasanya merupakan nyeri tumpul seperti rasa tertindih/berat
didada, rasa desakan, seperti diremas-remas dan biasanya pada keadaan berat
disertai dengan keringat dingin dan sesak nafas. Nyeri berhubungan dengan
aktivitas, hilang dengan istirahat, nyeri juga dipicu oleh stres fisikataupun
emosional.
Kuantitas nyeri berlangsung beberapa menit sampai kurang dari 20 menit.
Nyeri dapat berkurang saat istirahat atau dengan pemberian nitrogliserin
sublingual.
Gradasi berat nyeri dada dibuat oleh Canadian Cardiovaskular Society :
 Kelas 1 : Aktivitas sehari-hari seperti jalan kaki, berkebun, naik tangga 1-2
lantai, dll tdk menimbulkan nyeri dada. Nyeri dada baru timbul pada latihan
yang berat, berjalan cepat, serta terburu-buru waktu kerja/bepergian
 Kelas 2 : Aktivitas sehari2 agak terbatas AP timbul bila melakukan aktivitas
lebih berat dari biasanya, sepertijln kaki 2 blok, naik tangga lebih dari 1 lantai
atau berjalan menanjak/ melawan angina
 Kelas 3 : Aktivitas sehari-hari nyata terbatas. AP timbul bila berjalan 1-2
blok, naik tangga 1 lantai dengan kecepatan yang biasa.
 Kelas 4: AP bisa timbul waktu istirahat sekalipun. Hampir semua akivitas
dapat menimbulkan angina, termasuk mandi, menyapu, dll

2. Variant angina (angina Prinzmetal)

Bentuk ini jarang terjadi dan biasanya timbul pada saat istirahat, akibat
penurunan suplai O2 darah ke miokard secara tiba-tiba. Penelitian terbaru
menunjukkan terjadinya obsruksi yang dinamis akibat spasme koroner baik pada
arteri yang sakit maupun yang normal. Peningkatan obstruksi koroner yang tidak
menetap ini selama terjadinya angina waktu istirahat jelas disertai penurunan
aliran darah arteri koroner.

23
3. Unstable angina (angina tak stabil / ATS)

Istilah lain yang sering digunakan adalah Angina preinfark, Angina


dekubitus, Angina kresendo. Insufisiensi koroner akut atau Sindroma koroner
pertengahan. Bentuk ini merupakan kelompok suatu keadaan yang dapat berubah
seperti keluhan yang bertambah progresif, sebelumnya dengan angina stabil atau
angina pada pertama kali. Angina dapat terjadi pada saat istirahat maupun bekerja.
Pada patologi biasanya ditemukan daerah iskemik miokard yang mempunyai ciri
tersendiri. Pada makalah ini terutama akan dibicarakan mengenai pengenalan ATS
karena ATS adalah suatu sindroma klinik yang berbahaya dan merupakan tipe
angina pektoris yang dapat berubah menjadi infark miokard ataupun kematian.

Sindroma ATS telah lama dikenal sebagai gejala awal dari infark miokard
akut (IMA). Banyak penelitian melaporkan bahwa ATS merupakan risiko untuk
terjadinya IMA dan kematian. Beberapa penelitian retrospektif menunjukkan
bahwa 60-70% penderita IMA dan 60% penderita mati mendadak pada riwayat
penyakitnya mengalami gejala prodroma ATS.

Riwayat penyakit biasanya pendek (beberapa minggu) dan prognosis


buruk, dengan kemungkinan bermakna untuk berkembang menjadi infark miokard
akut atau kematian mendadak. Gejala berhenti secara cepat seperti infark miokard
akut.Keluhan pasien umumnya berupa angina untuk pertama kali/ keluhan angina
yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina stabil tapi lebih berat
& lebih lama. Mungkin timbul pada waktu istirahat,atau timbul karena aktivitas
minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak napas,mual sampai muntah,
kadang disertai dengan keringat dingin.
Klasifikasi beratnya serangan angina (Braunwald) :
- Kelas I : angina yang berat untuk pertama kali, atau makin bertambah
beratnya nyeri dada.
- Kelas II : angina pada waktu istirahat dan terjadinya subakut dalam 1 bulan,
tapi tidak ada serangan angina dalam waktu 48 jam terakhir.
- Kelas III : adanya serangan angina waktu istirahat dan terjadinya secara akut
terjadinya satu kali atau lebih, dalam waktu 48 jam terakhir.

24
Angina pektoris tak stabil adalah suatu spektrum dari sindroma iskemik
miokard akut yang berada di antara angina pektoris stabil dan infark miokard
akut. Terminologi ATS harus tercakup dalam kriteria penampilan klinis sebagai
berikut :
A. Angina pertama kali.
Angina timbul pada saat aktifitas fisik. Baru pertama kali dialami oleh
penderita dalam priode 1 bulan terakhir.
B. Angina progresif.
Angina timbul saat aktifitas fisik yang berubah polanya dalam 1 bulan
terakhir, yaitu menjadi lebih sering, lebih berat, lebih lama, timbul dengan
pencetus yang lebih ringan dari biasanya dan tidak hilang dengan cara yang biasa
dilakukan. Penderita sebelumnya menderita angina pektoris stabil.
C. Angina waktu istirahat.
Angina timbul tanpa didahului aktifitas fisik ataupun hal-hal yang dapat
menimbulkan peningkatan kebutuhan O2 miokard. Lama angina sedikitnya 15
menit.
D. Angina sesudah IMA.
Angina yang timbul dalam periode dini (1 bulan) setelah IMA. Kriteria
penampilan klinis tersebut dapat terjadi sendiri-sendiri atau bersama-bersama
tanpa adanya gejala IMA. Nekrosis miokard yang terjadi pada IMA harus
disingkirkan misalnya dengan pemeriksaan enzim serial dan pencatatan EKG.
Lokasi

Nyeri angina pektoris biasanya pasien tidak mengetahui letak sumber nyeri
(diffuse), dan biasanya letak nyeri berlokasi di retrosternal, atau di perikardium
kiri. Tetapi nyeri bisa menjalar ke dada, punggung, leher, rahang bawah atau perut
bagian atas. Rasa nyeri biasanya tidak lebih dari 10 menit.

Pemeriksaan Penunjang

1. EKG (Elektrokardiografi)
Adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan kemungkinan
adanya iskemia akut. Gelombang T negatif juga salah satu tanda iskemi

25
atau NSTEMI. Pada angina tak stabil 4% EKG normal, dan pada
NSTEMI 1-6% EKG juga normal.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Troponin T atau I positif dalam 24 jam menandakan
adanya mionekrosis. Troponin tetap positif sampai 2 minggu, dan resiko
kematian bertambah dengan tingkat kenaikan trooponin. CKMB juga
berguna dalam mendiagnosis infark akut dan akan meningkat dalam
beberapa jam dan kembali normal dalam 48 jam. Diagnosis angina tak
stabil jika pasien mempunyai keluhan iskemia namun tidak ada kenaikan
troponin maupun CKMB. Kenaikan enzim biasanya terjadi dalam 12 jam
pertama, pada awal tahap serangan, dan angina tak stabil sering kali tidak
bisa dibedakan dengan NSTEMI.

II.3 Infark Miokard Dengan Elevasi ST (STEMI)


Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah nekrosis
miokardium akibat iskemia total. MI akut yang dikenal sebagai “serangan
jantung”, merupakan penyebab tunggal tersering kematian dan merupakan salah
satu diagnosis rawat inap tersering di negara maju.

II.3.1 Epidemiologi STEMI


Infark miokard akut merupakan salah satu diagnosis rawat inap tersering
di negara maju. Laju mortalitas awal (30 hari) pada IMA adalah 30% dengan lebih
dari separuh kematian terjadi sebelum pasien mencapai rumah sakit. Angka
kejadian NSTEMI lebih sering di bandingkan dengan STEMI.

II.3.2 Patofisiologi STEMI


STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah ada
sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat
biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral
sepanjang waktu. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat

26
pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-faktor
seperti merokok,hipertensi dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis
mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu
trombogenesis, sehingga terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang
mengakibatkan oklusi arteri koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak
koroner cenderung mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan
inti kaya lipid (lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri
dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik.
Selanjutnya pada lokasi ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP,
efinefrin, serotonin) memicu aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan
memproduksi dan melepaskan tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten).
Selain aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein
IIb/IIIa.

Setelah mengalami konversi fungsinya, reseptor mempunyai afinitas tinggi


terhadap sekuen asam amino pada protein adhesi yang larut (integrin) seperti
faktor von Willebrand (vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul
multivalen yang dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan,
menghasilkan ikatan silang platelets dan agregasi.
Kaskade koagulasi di aktivasi oleh pajanan tissue factor pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X di aktivasi, mengakibatkan konversi protrombin
menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin. Arteri
koroner yang terlibat kemudian akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri
agregat trombosit dan fibrin. Pada kondisi yang jarang, STEMI dapat juga
disebabkan oleh emboli koroner, abnormalitas kongenital, spasme koroner dan
berbagai penyakit inflamasi sistemik.

II.3.3 Diagnosis Dan Pemeriksaan


Pada anamnesis perlu ditanyakan dengan lengkap bagaimana kriteria nyeri
dada yang di alami pasien, sifat nyeri dada pada pasien STEMI merupakan nyeri

27
dada tipikal (angina). Faktor resiko seperti hipertensi,diabetes melitus,
dislipidemia, merokok, serta riwayat penyakit jantung koroner di keluarga.
Pada hampir setengah kasus, terdapat faktor pencetus sebelum terjadi
STEMI, seperti aktivitas fisik berat, stress, emosi, atau penyakit medis lain yang
menyertai. Walaupun STEMI bisa terjadi sepanjang hari atau malam, tetapi
variasi sirkadian di laporkan dapat terjadi pada pagi hari dalam beberapa jam
setelah bangun tidur.
Pada pemeriksaan fisik di dapati pasien gelisah dan tidak bisa istirahat.
Seringkali ektremitas pucat di sertai keringat dingin. Kombinasi nyeri dada
substernal > 30 menit dan banyak keringat di curigai kuat adanya STEMI. Tanda
fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas
jantung pertama dan split paradoksikal bunyi jantung kedua. Dapat ditemukan
murmur midsistolik atau late sistolik apikal yang bersifat sementara.
Selain itu diagnosis STEMI ditegakan melalui gambaran EKG adanya
elevasi ST kurang lebih 2mm, minimal pada dua sadapan prekordial yang
berdampingan atau kurang lebih 1mm pada 2 sadapan ektremitas. Pemeriksaan
enzim jantung, terutama troponin T yang meningkat, memperkuat diagnosis.

II.4Infark Miokard Non ST Elevasi (NSTEMI)

II.4.1 Definisi

Merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh menurunnya suplai


oksigen dan atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh
obstruksi koroner akibat dari trombosis akut atau proses vasokontriksi koroner.

II.4.2 Epidemiologi

Penyakit arteri koroner (CAD) adalah penyebab utama kematian di


amerika serikat. NSTEMI (Non ST-Elevation Miocardial Infarction) adalah salah
satu manifestasi akut kondisi ini. Pada tahun 2004, pusat nasional untuk statistik
kesehatan dilaporkan dirawat di rumah sakit 896.000 penderita infark miokard
(MI).

28
II.4.3 Etiologi

NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan atau peningkatan


kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI
terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstrikai koroner sehingga terjadi
iskemia miokard dan dapat menyebabkakn nekrosis jaringan miokard dengan
derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Kedaan ini tidak
dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penanda
nekrosis.

II.4.4 Patofisiologi

Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang


kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis
ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-
kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen
menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat
penyumbatan terjadi.

Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan
aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury
bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi
molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator,
anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru
meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang
berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel.
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.
Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di
sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol
LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel
busa (foam cell). Makrofag dan trombosit melepaskan faktor pertumbuhan
sehingga menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika
intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi

29
ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari
lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar
menyebabkan terbentuknya trombosis. Makrofag dan limfosit T melepaskan
metaloprotease dan sitokin sehingga melemahkan selubung fibrosa. Hal ini
mengakibatkan ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan
yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri.
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi
plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi,
menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark
miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan
keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri
koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya.
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan
miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis,
biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung
menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang
disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan
kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi.
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme,
fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa
menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam
lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel
menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi
membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit.
Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel (<20
menit) atau ireversibel (>20 menit). Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark
miokard.
Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri
koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST (STEMI).
Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena

30
dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan
kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat.
Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang
disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur
plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi
menyeluruh lumen arteri koroner.
Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial
(nontransmural). Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner
yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot
jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark
miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian
nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda.

II.4.5 Diagnosis IMA tanpa ST elevasi (NSTEMI)


Nyeri dada dengan lokasi khas substernal atau kadang epigastrium dengan
ciri seperti diperas, perasaan seperti diikat, perasaan terbakar, nyeri tumpul, rasa
penuh, berat atau tertekan menjadi manifestasi gejala yang sering ditemui pada
NSTEMI. Analisis berdasarkan gambaran klinis menunjukkan bahwa mereka
yang memiliki gejala dengan onset baru angina berat memiliki prognosis lebih
baik jika dibandingkan dengan yang nyeri dada pada saat istirahat.Walaupun
gejala khas rasa tidak enak di dada, iskemia pada NSTEMI telah diketahui dengan
baik, gejala tidak khas seperti dispneu, mual, diaforesis, sinkop atau nyeri di
lengan, epigastrium, bahu atas, atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih
besar pada pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun.

a. Anamnesis
Diagnosis adanya suatu SKA harus ditegakkan secara cepat dan tepat dan
didasarkan pada tiga kriteria, yaitu gejala klinis nyeri dada spesifik, gambaran
EKG (elektrokardiogram) dan evaluasi biokimia dari enzim jantung. Nyeri dada
tipikal (angina) merupakan gejala kardinal pasien SKA. Nyeri dada atau rasa tidak
nyaman di dada merupakan keluhan dari sebagian besar pasien dengan SKA.
Seorang dokter harus mampu mengenal nyeri dada angina dan mampu

31
membedakan dengan nyeri dada lainnya karena gejala ini merupakan penanda
awal dalam pengelolaan pasien SKA. Sifat nyeri dada yang spesifik angina
sebagai berikut:
• Lokasi : substermal, retrostermal, dan prekordial
• Sifat nyeri : rasa sakit, seperti ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat,
seperti ditusuk, rasa diperas, dan dipelintir.
• Penjalaran ke : leher, lengan kiri, mandibula, gigi, punggung atau
interskapula, dan dapat juga ke lengan kanan.
• Gejala yang menyertai : mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,
dan lemas.
Berat ringannya nyeri bervariasi. Sulit untuk membedakan Angina
Pektoris Tidak Stabil /NSTEMI dan STEMI berdasarkan gejala semata-
mata.
Presentasi klinis klasik SKA tanpa elevasi segmen ST berupa:
 angina saat istirahat lebih dari 20 menit (angina at rest)
 angina yang dialami pertama kali dan timbul saat aktivitas yang lebih
ringan dari aktivitas sehari-hari (new onset angina)
 peningkatan intensitas, frekuensi dan durasi angina (angina kresendo)
 angina pasca infark
Pada beberapa pasien dapat ditemukan tanda-tanda gagal ventrikel kiri
akut. Gejala yang tidak tipikal seperti rasa lelah yang tidak jelas, nafas pendek,
rasa tidak nyaman di epigastrium atau mual dan muntah dapat terjadi, terutama
pada wanita, penderita diabetes dan pasien lanjut usia. Kecurigaan harus lebih
besar pada pasien dengan faktor risiko kardiovaskular multipel dengan tujuan agar
tidak terjadi kesalahan diagnosis atau bahkan sampai tidak terdiagnosis/ under
estimate .

b. Pemeriksaan Fisik
Tujuan dari pemeriksaan fisik adalah untuk mengidentifikasi faktor
pencetus dan kondisi lain sebagai konsekuensi dari SKA. Keadaan disfungsi
ventrikel kiri (hipotensi, ronki dan gallop S3) menunjukkan prognosis yang buruk.

32
c. Elektrokardiografi
EKG memberi bantuan untuk diagnosis dan prognosis. Rekaman yang
dilakukan saat sedang nyeri dada sangat bermanfaat. Gambaran diagnosis dari
EKG adalah :
1. Depresi segmen ST > 0,05 mV (1/2 kotak kecil)
2. Inversi gelombang T, ditandai dengan > 0,2 mV (2 kotak kecil) inversi
gelombang T yang simetris di sandapan prekordial
Perubahan EKG lainnya termasuk bundle branch block (BBB) dan aritmia
jantung, terutama Sustained VT. Serial EKG harus dibuat jika ditemukan adanya
perubahan segmen ST. Namun EKG yang normal pun tidak menyingkirkan
diagnosis APTS/NSTEMI.
Pemeriksaaan EKG 12 sadapan pada pasien SKA dapat mengambarkan
kelainan yang terjadi dan ini dilakukan secara serial untuk evaluasi lebih lanjut,
dengan berbagai ciri dan kategori:
• Angina pektoris tidak stabil: depresi segmen ST dengan atau tanpa
inversi gelombang T, kadang-kadang elevasi segmen ST sewaktu nyeri,
tidak dijumpai gelombang Q.
• Infark miokard non-Q: depresi segmen ST, inversi gelombang T

d. Penanda Biokimia Jantung


Penanda biokimia seperti troponin I (TnI) dan troponin T (TnT)
mempunyai nilai prognostik yang lebih baik dari pada CK-MB. Troponin T juga
didapatkan selama jejas otot, pada penyakit otot (misal polimiositis), regenerasi
otot, gagal ginjal kronik. Hal ini dapat mengurangi spesifisitas troponin T
terhadap jejas otot jantung. Sehingga pada keadaan-keadadan tersebut, troponin T
tidak lagi dapat digunakan sebagai penanda biokimia.Troponin C, TnI dan TnT
berkaitan dengan kontraksi dari sel miokard. Susunan asam amino dari Troponin
C sama antara sel otot jantung dan rangka, sedangkan pada TnI dan TnT berbeda.
Nilai prognostik dari TnI atau TnT untuk memprediksi risiko kematian, infark
miokard dan kebutuhan revaskularisasi dalam 30 hari adalah sama. Kadar serum
creatinine kinase (CK) dengan fraksi MB merupakan indikator penting dari
nekrosis miokard. Keterbatasan utama dari kedua penanda tersebut adalah relatif

33
rendahnya spesifikasi dan sensitivitas saat awal (<6 jam) setelah onset serangan.
Risiko yang lebih buruk pada pasien tanpa segmen ST elevasi lebih besar pada
pasien dengan peningkatan nilai CKMB

Diagnosis NSTEMI ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu
 Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian
nitrat biasa.
 Perubahan elektrokardiografi (EKG)
Diagnosis Non STEMI ditegakkan jika terdapat angina dan tidak disertai
dengan elevasi segmen ST yang persisten. Gambaran EKG pasien Non
STEMI beragam, bisa berupa depresi segmen ST, inversi gelombang T,
gelombang T yang datar atau pseudo-normalization, atau tanpa perubahan
EKG saat presentasi. Untuk menegakkan diagnosis Non STEMI, perlu
dijumpai depresi segmen ST ≥ 0,5 mm di V1-V3 dan ≥ 1 mm di sandapan
lainnya. Selain itu dapat juga dijumpai elevasi segmen ST tidak persisten
(<20 menit), dengan amplitudo lebih rendah dari elevasi segmen ST pada
STEMI. Inversi gelombang T yang simetris ≥ 2 mm semakin memperkuat
dugaan Non STEMI.
 Peningkatan petanda biokimia.
Nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah
yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain
aspartate aminotransferase (AST), lactate dehydrogenase, creatine kinase
isoenzyme MB (CK-MB), mioglobin, carbonic anhydrase III (CA III),
myosin light chain (MLC) dan cardiac troponin I dan T (cTnI dan cTnT).
Troponin T atau Troponin I merupakan pertanda nekrosis miokard yang lebih
baik, karena lebih spesifik daripada enzim jantung tradisional seperti CK dan
CK-MB. Pada pasien dengan infark miokard akut, peningkatan awal troponin
pada daerah perifer setelah 3-4 jamdan dapat menetap sampai 2 minggu.

34
Tabel perbedaan antara angina tak stabil, NSTEMI dan STEMI :

II.4.6 Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan pada pasien sindrom koroner akut adalah untuk
mengontrol simtom dan mencegah progresifitas dari SKA, atau setidaknya
mengurangi tingkat kerusakan miokard. Terapi untuk SKAsebagai berikut :
1. Terapi untuk mengurangi area infark pada miokard
Terapi ini bertujuan untuk mencegah meluasnya area infark pada miokard.
Terapi dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain dengan pemberian :
 Aspirin
Aspirin berfungsi sebagai penghambat aktivitas cyclooxygenase
(COX) pada platelets. Akibatnya platelet tidak dapat menghasilkan
thromboxane A2sehingga menghambat agregasi platelet. Selain itu
aspirin juga berpengaruh pada proses perjalanan penyakit unstable
angina. Dosis yang diberikan kepada pasien sekitar 75 – 300 mg/hari.
Aspirin memiliki efek samping berupa gangguan pada gastrointestinal.
 Clopidogrel
Clopidogrel merupakan thienooyridine yang menghambat
adenosine diphospate – mediated platelet activation. Obat anti platelet
jenis ini bersinergi dengan aspirin karena sama – sama bekerja pada
jalur asam arakhidonat. Clopidogrel direkomendasikan sebagai pilihan
antiplatelet pada pasien yang tidak toleran terhadap aspirin, dan juga

35
digunakan sebagai agen antiplatelet adjunctive selain aspirin (terapi
antiplatelet ganda).
Pada percobaan menunjukkan bahwa penambahan clopidogrel
pada terapi aspirin mengurangi kejadian kematian kardiovaskular,
infark miokard, atau stroke. Clopidogrel kurang efektif dalam
mencegah perdarahan, sehingga kurang tepat diberikan pada pasien
pasca operasi seperti CABG. Dosis awal diberikan 300mg dilanjutkan
dengan 75 mg/hari.

 Glikoprotein Iib/Iiia (Gp Iib/Iiia)


GP IIB/IIIA merupakan reseptor yang bekerja mengaktivasi membrane
platelet. GP IIB/IIIA juga menghambat agregasi platelet terutama
setelah dilakukan PCI.

 Heparin
Prinsip penghambatan oleh heparin terjadi pada tahap koagulasi.
Dimana pada saat itu terjadi penghambatan thrombin yang
mengaktivasi factor V dan VIII.Pada penderita angina tak stabil dan
NSTEMI dapat di berikan unfractionated heparin untuk dosis awal 60
U per kg (maksimum 4000-5000 U) dilanjutkan dengan infus awal 12-
15 U per kg per jam (maksimum 1000 U/JAM). Target normogram
terapi adalah aPTT adalah1,5 – 2,5 kali nilai aPTT normal atau tingkat
optimal 50-75 detik. Sangat dibutuhkan pencapaian target terapi ini.
pengukuran dilakukan berulang jika terdapat perubahan dosis UFH,
biasanya setelah 6 jam pemberuan UFH dengan dosis baru. Selama
pemeberian UFH sebainya dilakukan pemeriksaan darah lengkap
untuk pengawasan terjadinya anemia dan trombositopenia. Salah satu
kontra indikasi obat ini adalah bila ada riwayat heparin induced
thrombocytopenia

36
2. Terapi untuk tanda dan gejala iskemik yang muncul
Gejala iskemik yang muncul pada kasus NSTEMI sering
berupa unstable angina. Untuk mengurangi angina dapat diberikan
beberapa obat berikut :
 Nitrogliserin
Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan
dosis 0,4 mg dan dapat diberikan sampai 3 dosis dengan
interval 5 menit. Selain mengurangi nyeri dada, NTG juga
dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokard dengan
menurunkan preload dan meningkatkan suplai oksigen
miokard dengan cara dilatasi pembuluh koroner yang terkena
infark atau pembuluh kolateral. Jika nyeri dada terus
berlangsung dapat diberikan NTG intravena. NTG intravena
juga diberikan untuk mengendalikan hipertensi atau edema
paru. Terapi nitrat harus dihindari pada pasien dengan tekanan
darah sistolik < 90mm Hg atau pasien yang dicurigai menderita
infark ventrikel kanan (infark inferior pada EKG, JVP
meningkat, paru bersih dan hipotensi).
Pertama kali diberikan nitrogliserin sublingual jika pasien
mengalami nyeri dada, jika nyeri dada menetap maka diberikan
nitrogliserin iv (mulai 5-10ug/menit). Laju infus dapat
ditingkatkan 10ug/menit tiap 3-5menit sampai keluhan
menghilang.
 Beta blocker
Beta blockers menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung
dengan cara menurunkan frekuensi denyut jantung, tekanan
darah dan kontraktilitas. Suplai oksigen meningkat karena
penurunan frekuensi denyut jantung sehingga perfusi koroner
membaik saat diastol.
Pada penderita STEMI ketika berada di ruang emergensi,
jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada pemberian β-
bloker secara intravena mungkin efektif. Regimen yang biasa

37
diberikan adalah metoprolol 5mg setiap 2-5 menit sampai total
3 dosis, dengan syarat, frekuensi jantung >60 menit, tekanan
darh sistolik >100mmHg, interval PR <0,24 detik dan ronki
tidak lebih dari 10cm dari diagfragma. 15menit setelah dosis
intravena terakhir di lanjutkan denganmetoprolol oral dengan
dosis 50mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan 100mg
tiap 12 jam.
 Calsium Channel Blocker
Pada angina tak stabil antagonis kalsium dapat di gunakan
sebagai tambahan, karena efek relaksasi terhadap vasospasme
pembuluh darah pada angina tak stabil. Pada penderita
NSTEMI antagonis kalsium dapat menghilangkan keluhan pada
pasien yang sudah mendapat nitrat dan β-bloker; juga berguna
pada pasien dengan kontra indikasi β-bloker.
Selain terapi diatas dapat juga diberikan terapi berupa Coronary Artery
Bypass Grafting (CABG) atau Percutaneus Coronary Intervention (PCI).

Komplikasi
Keadaan NSTEMI dapat berkembang menjadi keadaan STEMI,
sehingga menimbulkan komplikasi seperti :
 Aritmia
 Disritmia
 Defek septum ventrikel
 Ruptur jantung
 Aneurisma ventrikel
 Tromboembolisme
 Gagal jantung
Hasil iskemia jantung akut pada gangguan kontraktilitas ventrikel
(disfungsi sistolik) dan kekakuan miokard meningkat (disfungsi
diastolik), yang keduanya dapat menyebabkan gejala gagal jantung.
Selain itu, remodelling ventrikel, aritmia, dan komplikasi mekanik
MI akut (dijelaskan di bawah) dapat berujung pada gagal jantung.

38
Tanda dan gejala dekompensasi tersebut meliputi dyspnea, rales
paru, dan suara jantung ketiga (S3).
 Shock kardiogenik
Syok kardiogenik adalah kondisi dari output jantung sangat
menurun dan hypotension (tekanan darah sistolik <90 mmHg)
dengan perfusi jaringan perifer tidak memadai, yang terjadi ketika
lebih dari 40% dari massa LV telah infark. Hal ini juga dapat
mengikuti komplikasi mekanik parah MI dijelaskan di bawah ini :

1. Hipotensi menyebabkan perfusi koroner menurun, yang


memperburuk kerusakan iskemik
2. Menurunnya stroke volume meningkatkan ukuran LV dan
karena itu menambah kebutuhan oksigen miokard. Meskipun
perlakuan agresif, angka kematian pasien dalam syok kardiogenik
lebih besar dari 70%.

39
BAB III

PEMBAHASAN

Sindrom koroner akut merupakan suatu keadaan gawat darurat jantung


dengan manifestasi klinis berupa rasa tidak enak di dada sebagai akibat iskemia
miokard dengan adanya penyempitan atau sumbatan padaarteri koronaria yang
disebabakan oleh arterosklerosis. SKA dapat berupa angina pektoris tidak stabil,
infark miokard dengan non-ST elevasi, infark miokard dengan ST elevasi.

Pada anamnesis pasien didapatkan nyeri dada sebelah kiri, nyeri dada
berlangsung selama 30 menit. Sebelumnya melakukan aktivitas berlari kemudian
merasakan nyeri dada kiri, namun nyeri dada tidak menghilang saat istirahat, nyeri
dada bertambah berat saat duduk.

Nyeri dada pada unstable angina dan NSTEMI biasanya >20 menit, lokasi
angina di substernal, retrosternal, dan prekordial dan peningkatan intensitas,
frekuensi dan durasi angina pada saat istirahat. Pada pasien ini nyeri berlangsung
30 menit dan nyeri tidak hilang dengan istirahat, dari karakteristik nyeri dada
mengarah ke CAD tipe unstable angina dan NSTEMI. Hal ini diperkuat oleh
faktor resiko yang menyertai pasien yaitu usia, merokok, konsumsi makanan
tinggi kolesterol yg memicu terjadinya dislipidemia.

Pada pemeriksaan profil lipid dan enzim jantung didapatkan hasil :

Profil lipid dan CKMB (1-12-12)


Jenis Pemeriksaan Hasil Referensi
Kolesterol 165 mg/dl 0-220
Trigliserida 118 mg/dl 0-200
HDL 74 mg/dl 30-80
LDL 67,48 0-150
CKMB 15 0-21

Tidak ditemukan adanya dislipidemia dilihat dari kadar kolesterol, trigliserida,


HDL dan LDL yang tidak mengalami peningkatan. Penanda enzim jantung
CKMB juga tidak mengalami peningkatan, dari hasil tersebut maka diagnosis

40
mengarah ke CAD tipe unstable angina karena nyeri dada tidak disertai dengan
peningkatan dari enzim jantung CKMB.

Pada gambaran EKG

Temuan EKG : Inversi gelombang T pada sadapan V2-V5

Diagnosis akhir : CAD tipe unstable angina

Pengobatan yang diberikan pada pasien CAD ini adalah:

a. Infus Ringer Laktat

Osmolaritas cairan mendekati serum, sehingga mudah untuk masuk ke


pembuluh darah dan lebih cepat menggantikan kehilangan cairan tubuh. Kristaloid
dengan mudah didistribusi ke cairan ekstraseluler, hanya sekitar 20%
elektrolityang diberikan akan tinggal di ruang intravaskuler. KomposisiNa (130
mEq/L), Cl (109 mEq/L), Ca (3 mEq), dan laktat (28 mEq/L). RL juga banyak
dugunakan sebagai replacement therapy. Memiliki resiko terjadinya overload,
khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi.

b. Infus Heparin 1000 U/jam


Heparin bertindak sebagai antikoagulan, mencegah pembentukan gumpalan
dan perpanjangan gumpalan yang ada dalam darah.

41
Indikasi
 Sindrom koroner akut, misalnya, NSTEMI
 Fibrilasi atrium
 Deep vein thrombosis dan pulmonary embolism
 Bypass kardiopulmoner untuk operasi jantung.
 ECMO sirkuit untuk lima operasi oksigenasi life support
Kontraindikasi

Hipersensitifitas terhadap heparin atau komponen lain dalam sediaan.


Semua gangguan perdarahan atau risiko perdarahan : gangguan koagulasi,
hemofilia, trombositopenia, penyakit hati berat, ulkus peptikum, perdarahan
intrakranial, aneurisma serebral, karsinoma visceral, abortus, retinopati
perdarahan hemoroid, tuberculosis aktif, endokarditis.
Efek samping

Sakit dada, vasospasmus, syok hemoragi, demam, sakit kepala,


kedinginan,urtikaria, alopesia, dysesthesia pedis, purpura, ekzema, nekrosis
kutan, plak erithemathosus, hiperkalemia, hiperlipidemia, mual, muntah,
konstipasi, hemorage, ditemukan darah pada urin, epistaksis, hemoragi
adrenal, hemoragi retriperitonial, trombositopenia, peningkatan enzim SGOT,
SGPT, ulserasi, nekrosis kutan yang disebabkan oleh injeksi sub kutan,
neuropati perifer, osteoporosis, konjungtivitis, hemoptisis, hemoragi
pulmonari, asma, artritis, rinitis, bronkospasma, reaksi alergi, reaksi
anafilaktik.
Dosis :
Untuk terapi tromboembolism vena diberikan melalui i.v : 5000 - 10000 unit
diikuti dengan infus i.v kontinyu, 1000-2000 unit/jam atau injeksi sub kutan
15000 unit setiap 12jam. Dosis untuk pencegahan oklusi arteri koroner
setelah terapi infark miokardiak adalah 5000 unit diberikan secara i.v diikuti
1000 unit/jam; dosis 12500 unit, sub kutan setiap 12 jam selama 10 hari untuk
mencegah terjadinya trombosis.
c. ISDN 3x5mg
Indikasi :

42
Pengobatan pada angina pektoris, IMA dengan gagal jantung kiri, Terapi
pemeliharaan pasca infark miokard. Infark miokard baru dengan gagal
jantung kiri. Gagal ventrikel kiri akut dengan edem pulmoner, cor pulmonale
kronik.
Kontraindikasi :
TD sangat rendah & kegagalan sirkulasi darah akut; infark miokard akut dg
tekanan pengisian yg rendah, anemia, trauma kepala, perdarahan serebral,
hipotensi atai hipovolemia berat.
ESO : Sakit kepala, vasodilatasi kutaneus, hipotensi postural.
Dosis : tab 5 mg 3-4 kali sehari saat adanya serangan angina

d. Asetylsalicid acid 1x100


Indikasi : pengobatan dan pencegahan angina pektoris dan infark miokard
Dosis : 1tab 1x/hari
Pemberian obat : setelah makan
Kontra I : gangguan perdarahan, asma, ulkus peptikum aktif
Perhatian : dispepsia, disfungsi ginjal dan hati, porfiria, hamil, laktasi, anak
ESO : ulkus peptikum, gangguan GI, peningkatan waktu perdarahan,
hipoprotrombinemia, reaksi hipersensitifitas, pusing, tinitus
IO : alkohol, antikoagulan, probenesid, sulfonilurea

e. Simvastatin 20 mg 0-0-1
Simvastatin merupakan senyawa antilipemik, inhibitor HMG-CoA
(hydroxymethylglutary-CoA) reduktase
Indikasi :
Simvastatin digunakan untuk menurunkan kolesterol LDL, Apolipoprotein B
dan Trigliserida. Selain itu digunakan untuk meningkatkan kolesterol HDL
untuk terapi hiperlipidemia termasuk hiperkolesterolemia, hiperlipidemia
campuran (tipe IIa dan IIb), hipertrigliserida (tipe IV), disbetalipoprotein
primer (tipe III). Selain itu, Simvastatin digunakan untuk menurunkan resiko
penyakit cardiovaskuler pada penderita dengan aterosklerosis atau diabetes
mellitus.

43
Pada penderita dengan penyakit jantung koroner dan hiperkolesterolemia,
simvastatin diindikasikan untuk:
- Mengurangi risiko mortalitas total dengan mengurangi kematian akibat
jantung koroner.
- Mengurangi risiko infark miokard non fatal.
- Mengurangi risiko pada pasien yang menjalani prosedur revaskularisasi
miokardial.
- Menurunkan kadar kolesterol total dan LDL pada penderita
hiperkolesterolemia primer (Tipe lla dan llb)
Efek samping :
- Abdominal pain, konstipasi, flatus, astenia, sakit kepala, miopati,
rabdomiolisis. Pada kasus tertentu terjadi angioneurotic edema.
- Efek samping lain yang pernah dilaporkan pada golongan obat ini:
- Neurologi: disfungsi saraf kranial tertentu, tremor, pusing, vertigo, hilang
ingatan, parestesia, neuropati perifer, kelumpuhan saraf perifer.
- Reaksi hipersensitif: anafilaksis, angiodema, trombositopenia, leukopenia,
anemia hemolitik.
- Gastrointestinal: anoreksia, muntah.
- Kulit: alopesia, pruritus.
- Reproduksi: ginekomastia, kehilangan libido, disfungsi ereksi.
Kontraindikasi :
Simvastatin tidak boleh diberikan pada penderita yang hipersensitif terhadap
simvastatin, pecandu alkohol, wanita hamil dan menyusui. Simvastatin juga
tidak boleh diberikan pada pasien dengan porphyria (gangguan pada
metabolism porfirin), mengalami gagal fungsi hati atau pernah mengalami
gagal fungsi hati, dan pada pasien yang mengalami peningkatan jumlah serum
transaminase yang abnormal.

Dosis :

44
Dosis awal yang dianjurkan 5- 10 mg sehari sebagai dosis tunggal pada
malam hari. Dosis awal untuk pasien dengan hiperkolesterolemia ringan
sampai sedang 5 mg sehari. Pengaturan dosis dilakukan dengan interval tidak
kurang dari 4 minggu sampai maksimum 40 mg sehari sebagai dosis tunggal
pada malam hari.
f. Diazepam
Indikasi : jangka pendek pada gejala ansietas. Sebagai terapi tambahan
untuk meringankan spasme otot rangka karena inflamasi atau trauma
Dosis : terapi ansietas 2-10mg, 2-4x sehari
Pemberian obat : setelah makan
Kontra I : anak usia < 6bulan, ibu hamil dan menyusui, depresi nafas
ESO : Mengantuk,ataksia. kelelahan Erupsi pada kulit. edema, mual dan
konstipasi, gejala-gejala ekstra pirimidal. jaundice dan neutropenia.

g. Diltiazem
Mekanisme kerja senyawa ini adalah mendepresi fungsi nodus SA dan AV,
juga vasodilatasi arteri dan arteriol koroner serta perifer. Dengan demikian
maka diltiazem akan menurunkan denyut jantung dan kontraktiiitas otot
jantung, sehingga terjadi keseimbangan antara persediaan dan pemakaian
oksigen pada iskhemik jantung. Diltiazem efektif terhadap angina yang
disebabkan oieh vasospasme koroner maupun aterosklerosis koroner.
Indikasi
Angina pektoris, Atrial flutter, atrial fibrilasi, paroksismal superventrikuler
takikaardi.
Kontraindikasi : Blok AV tingkat 2 - 3,* hipotensi (tekanan sistole kurang
dari 90 mmHg) dan syok kardiogenik. -  Pasien dengan gejala gangguan
irama sinus, kecuali bila ada alat pacu jantung ventrikuler yang berfungsi. - 
Wanita hamil, wanita yang diduga usia subur. -  Penderita yang hipersensitif
terhadap diltiazem.
Dosis : Dewasa 4 x 30 mg sehari, bila perlu dapat ditingkatkan sampai 360
mg sehari, diberikan sebelum makan dan waktu hendak tidur.

45
h. Bisoprolol
Bisoprolol adalah zat penyekat (blocking) adrenoreseptor S, selektif
(kardioselektif) sintetik tanpa aktivitas stabilisasi membran yang signifikan
atau aktivitas simpatomimetik intrinsik pada dosis terapi. Namun demikian,
sifat kardioselektivitasnya tidaklah mutlak, pada dosis tinggi ( >20 mg)
bisoprolol fumarate juga menghambat adrenoreseptor p2 yang terutama
terdapat pada otot-otot bronkus dan pembuluh darah; untuk mempertahankan
selektivitasnya, penting untuk menggunakan dosis efektif terendah.

Farmakodinamik :
Mekanisme kerja antihipertensi dari bisoprolol belum seluruhnya diketahui.
Faktor-faktor yang terlibat adalah :
1. Penurunan curah jantung
2. Penghambatan pelepasan renin oleh ginjal.
3. Pengurangan aliran tonus simpatis dari pusat vasomotor pada otak.
Pada orang sehat, pengobatan dengan bisoprolol menurunkan kejadian
takikardia yang diinduksi oleh aktivitas fisik dan isoproterenol. Efek
maksimum terjadi dalam waktu 1-4 jam setelah pemakaian. Efek
tersebut menetap selama 24 jam pada dosis >5 mg. Penelitian secara
elektrofisiologi pada manusia menunjukkan bahwa bisoprolol secara
signifikan mengurangi frekuensi denyut jantung, meningkatkan waktu
pemulihan sinus node, memperpanjang periode refrakter AV node dan
dengan stimulasi atrial yang cepat, memperpanjang konduksi/W node.
Bisoprolol juga dapat diberikan bersamaan dengan diuretik tiazid.
Hidroklorotiazid dosis rendah (6,25 mg) digunakan bersamaan dengan
bisoprolol fumarate untuk menurunkan tekanan darah pada penderita
hipertensi rengan sampai sedang

i. Clopidrogel

Indikasi
Mengurangi kejadian atherosclerotic (myocardial infarction, stroke,
kematian pembuluh darah) pada pasien dengan atherosclerosis dibuktikan
oleh myocardial infarction (MI) yang belum lama berselang terjadi, stroke
yang belum lama berselang terjadi, atau penyakit arterial peripheral yang

46
sudah terbukti; sindrom coronary akut (angina tidak stabil atau MI non-Q-
wave) yang terkontrol secara medis atau melalui percutaneous coronary
intervention/PCI (dengan atau tanpa stent)
Kontra-indikasi
Hipersensitivitas terhadap clopidogrel atau komponen lain dari
formulasinya; perdarahan patologis aktif seperti PUD atau hemoragi
intrakranial; gangguan koagulasi; active peptic ulcer (tukak lambung aktif).
Bentuk sediaan: Tablet 75 mg
Dosis
 Oral, dewasa: myocardial infarction (MI) yang belum lama berselang
terjadi, stroke yang belum lama berselang terjadi, atau penyakit
arterial peripheral yang sudah terbukti: satu kali sehari satu tablet 75
mg
 Sindrom coronary akut: initial: loading dose 300 mg; diikuti dengan
satu kali sehari satu tablet 75 mg (dikombinasikan dengan aspirin 75-
325 mg satu kali sehari satu tablet).
 Pencegahan penutupan coronary artery bypass graft (saphenous vein):
pasien dengan alergi terhadap aspirin: dosis loading: 300 mg 6 jam ;
dosis maintenance: 50-100 mg/hari

DAFTAR PUSTAKA

47
Anderson, J, Adams, C, Antman, E, et al. ACC/AHA 2007 guidelines for the
management of patients with unstable angina/non-ST-elevation myocardial
infarction: a report of the American College of Cardiology/American Heart
Association Task Force on Practice Guidelines
50:e1.Diunduhdari:www.acc.org/qualityandscience/clinical/statements.htm
(diakses tanggal 13 Desember 2012)
Gunawan Sulistia Gan, Setiabudi Rianto, Nafrialdi, dkk. 2007. Farmakologi dan
Terapi. Jakarta: FKUI

Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, dkk. 2008. Kapita Selekta
Kedokteran. Jakarta: FKUI

PERKI. Buku Kursus Bantuan Hidup Jantung Lanjut: ACLS Indonesia. 2008.
Jakarta: Hal. 70)

Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Silbernagl, Stefan dan Lang, Florian. 2006. Teks dan Atlas Berwarna
Patofisiologi. Jakarta: EGC

Sudoyo W. Alu, Stiyohadi Bambang, Alwi Idrus, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: FKUI

Trisnohadi H. Angina Pektoris Tak Stabil dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Jilid II. Edisi 4. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007. p1606-10.

48

Anda mungkin juga menyukai