Anda di halaman 1dari 14

Kumpulan Legenda-leganda di Nusantara

Legenda Danau Lipan

Di kecamatan Muara Kaman kurang lebih 120 km di hulu Tenggarong ibukota


Kabupaten Kutai Kartanegara di Kalimantan Timur ada sebuah daerah yang
terkenal dengan nama Danau Lipan. Meskipun bernama Danau, daerah tersebut
bukanlah danau seperti Danau Jempang dan Semayang. Daerah itu merupakan
padang luas yang ditumbuhi semak dan perdu.

Dahulu kala kota Muara Kaman dan sekitarnya merupakan lautan. Tepi lautnya
ketika itu ialah di Berubus, kampung Muara Kaman Ulu yang lebih dikenal dengan
nama Benua Lawas. Pada masa itu ada sebuah kerajaan yang bandarnya sangat
ramai dikunjungi karena terletak di tepi laut.

Terkenallah pada masa itu di kerajaan tersebut seorang putri yang cantik jelita.
Sang putri bernama Putri Aji Bedarah Putih. Ia diberi nama demikian tak lain
karena bila sang putri ini makan sirih dan menelan air sepahnya maka tampaklah
air sirih yang merah itu mengalir melalui kerongkongannya.

Kejelitaan dan keanehan Putri Aji Bedarah Putih ini terdengar pula oleh seorang
Raja Cina yang segera Berangkat dengan Jung besar beserta Bala tentaranya dan
berlabuh di laut depan istana Aji Bedarah Putih. Raja Cina pun segera naik ke darat
untuk melamar Putri jelita.

Sebelum Raja Cina menyampaikan pinangannya, oleh Sang Putri terlebih dahulu
raja itu dijamu dengan santapan bersama. Tapi malang bagi Raja Cina, ia tidak
mengetahui bahwa ia tengah diuji oleh Putri yang tidak saja cantik jelita tetapi juga
pandai dan bijaksana. Tengah makan dalam jamuan itu, puteri merasa jijik melihat
kejorokan bersantap dari si tamu. Raja Cina itu ternyata makan dengan cara
menyesap, tidak mempergunakan tangan melainkan langsung dengan mulut seperti
anjing.

Betapa jijiknya Putri Aji Bedarah Putih dan ia pun merasa tersinggung, seolah-olah
Raja Cina itu tidak menghormati dirinya disamping jelas tidak dapat menyesuaikan
diri. Ketika selesai santap dan lamaran Raja Cina diajukan, serta merta Sang Putri
menolak dengan penuh murka sambil berkata, “Betapa hinanya seorang putri
berjodoh dengan manusia yang cara makannya saja menyesap seperti anjing.”

Penghinaan yang luar biasa itu tentu saja membangkitkan kemarahan luar biasa
pula pada Raja Cina itu. Sudah lamarannya ditolak mentah-mentah, hinaan pula
yang diterima. Karena sangat malu dan murkanya, tak ada jalan lain selain ditebus
dengan segala kekerasaan untuk menundukkan Putri Aji Bedarah Putih. Ia pun
segera menuju ke jungnya untuk kembali dengan segenap Bala tentara yang kuat
guna menghancurkan kerajaan dan menawan Putri.

Perang dahsyat pun terjadilah antara Bala tentara Cina yang datang bagai
gelombang pasang dari laut melawan Bala tentara Aji Bedarah Putih.

Ternyata tentara Aji Bedarah Putih tidak dapat menangkis serbuan Bala tentara
Cina yang mengamuk dengan garangnya. Putri yang menyaksikan jalannya
pertempuran yang tak seimbang itu merasa sedih bercampur geram. Ia telah
membayangkan bahwa peperangan itu akan dimenangkan oleh tentara Cina.
Karena itu timbullah kemurkaannya.

Putri pun segera makan sirih seraya berucap, “Kalau benar aku ini titisan raja sakti,
maka jadilah sepah-sepahku ini lipan-lipan yang dapat memusnahkan Raja Cina
beserta seluruh Bala tentaranya.” Selesai berkata demikian, disemburkannyalah
sepah dari mulutnya ke arah peperangan yang tengah berkecamuk itu. Dengan
sekejap mata sepah sirih putri tadi berubah menjadi beribu-ribu ekor lipan yang
besar-besar, lalu dengan bengisnya menyerang Bala tentara Cina yang sedang
mengamuk.

Bala tentara Cina yang berperang dengan gagah perkasa itu satu demi satu
dibinasakan. Tentara yang mengetahui serangan lipan yang tak terlawan itu, segera
lari lintang-pukang ke jungnya. Demikian pula sang Raja. Mereka bermaksud akan
segera meninggalkan Muara Kaman dengan lipannya yang dahsyat itu, tetapi
ternyata mereka tidak diberi kesempatan oleh lipan-lipan itu untuk meninggalkan
Muara Kaman hidup-hidup. Karena lipan-lipan itu telah diucap untuk
membinasakan Raja dan Bala tentara Cina, maka dengan bergelombang mereka
menyerbu terus sampai ke Jung Cina. Raja dan segenap Bala tentara Cina tak dapat
berkisar ke mana pun lagi dan akhirnya mereka musnah semuanya. Jung mereka
ditenggelamkan juga.

Sementara itu Aji Bedarah Putih segera hilang dengan gaib, entah kemana dan
bersamaan dengan gaibnya putri, maka gaib pulalah Sumur Air Berani, sebagai
kekuatan tenaga sakti kerajaan itu. Tempat Jung Raja Cina yang tenggelam dan
lautnya yang kemudian mendangkal menjadi suatu daratan dengan padang luas
itulah yang kemudian disebut hingga sekarang dengan nama Danau Lipan.

————————————————–
Cindelaras

Raden Putra adalah raja Kerajaan Jenggala. Ia didampingi seorang permaisuri yang
baik hati dan seorang selir yang cantik jelita. Tetapi, selir Raja Raden Putra
memiliki sifat iri dan dengki terhadap sang permaisuri. Ia merencanakan suatu
yang buruk kepada permaisuri. “Seharusnya, akulah yang menjadi permaisuri. Aku
harus mencari akal untuk menyingkirkan permaisuri,” pikirnya.

Selir baginda, berkomplot dengan seorang tabib istana. Ia berpura-pura sakit parah.
Tabib istana segera dipanggil. Sang tabib mengatakan bahwa ada seseorang yang
telah menaruh racun dalam minuman tuan putri. “Orang itu tak lain adalah
permaisuri Baginda sendiri,” kata sang tabib. Baginda menjadi murka mendengar
penjelasan tabib istana. Ia segera memerintahkan patihnya untuk membuang
permaisuri ke hutan.

Sang patih segera membawa permaisuri yang sedang mengandung itu ke hutan
belantara. Tapi, patih yang bijak itu tidak mau membunuhnya. Rupanya sang patih
sudah mengetahui niat jahat selir baginda. “Tuan putri tidak perlu khawatir, hamba
akan melaporkan kepada Baginda bahwa tuan putri sudah hamba bunuh,” kata
patih. Untuk mengelabui raja, sang patih melumuri pedangnya dengan darah
kelinci yang ditangkapnya. Raja menganggung puas ketika sang patih melapor
kalau ia sudah membunuh permaisuri.

Setelah beberapa bulan berada di hutan, lahirlah anak sang permaisuri. Bayi itu
diberinya nama Cindelaras. Cindelaras tumbuh menjadi seorang anak yang cerdas
dan tampan. Sejak kecil ia sudah berteman dengan binatang penghuni hutan. Suatu
hari, ketika sedang asyik bermain, seekor rajawali menjatuhkan sebutir telur.
“Hmm, rajawali itu baik sekali. Ia sengaja memberikan telur itu kepadaku.”
Setelah 3 minggu, telur itu menetas. Cindelaras memelihara anak ayamnya dengan
rajin. Anak ayam itu tumbuh menjadi seekor ayam jantan yang bagus dan kuat.
Tapi ada satu keanehan. Bunyi kokok ayam jantan itu sungguh menakjubkan!
“Kukuruyuk… Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun
kelapa, ayahnya Raden Putra…”

Cindelaras sangat takjub mendengar kokok ayamnya dan segera memperlihatkan


pada ibunya. Lalu, ibu Cindelaras menceritakan asal usul mengapa mereka sampai
berada di hutan. Mendengar cerita ibundanya, Cindelaras bertekad untuk ke istana
dan membeberkan kejahatan selir baginda. Setelah di ijinkan ibundanya,
Cindelaras pergi ke istana ditemani oleh ayam jantannya. Ketika dalam perjalanan
ada beberapa orang yang sedang menyabung ayam. Cindelaras kemudian dipanggil
oleh para penyabung ayam. “Ayo, kalau berani, adulah ayam jantanmu dengan
ayamku,” tantangnya. “Baiklah,” jawab Cindelaras. Ketika diadu, ternyata ayam
jantan Cindelaras bertarung dengan perkasa dan dalam waktu singkat, ia dapat
mengalahkan lawannya. Setelah beberapa kali diadu, ayam Cindelaras tidak
terkalahkan. Ayamnya benar-benar tangguh.

Berita tentang kehebatan ayam Cindelaras tersebar dengan cepat. Raden Putra pun
mendengar berita itu. Kemudian, Raden Putra menyuruh hulubalangnya untuk
mengundang Cindelaras. “Hamba menghadap paduka,” kata Cindelaras dengan
santun. “Anak ini tampan dan cerdas, sepertinya ia bukan keturunan rakyat jelata,”
pikir baginda. Ayam Cindelaras diadu dengan ayam Raden Putra dengan satu
syarat, jika ayam Cindelaras kalah maka ia bersedia kepalanya dipancung, tetapi
jika ayamnya menang maka setengah kekayaan Raden Putra menjadi milik
Cindelaras.

Dua ekor ayam itu bertarung dengan gagah berani. Tetapi dalam waktu singkat,
ayam Cindelaras berhasil menaklukkan ayam sang Raja. Para penonton bersorak
sorai mengelu-elukan Cindelaras dan ayamnya. “Baiklah aku mengaku kalah. Aku
akan menepati janjiku. Tapi, siapakah kau sebenarnya, anak muda?” Tanya
Baginda Raden Putra. Cindelaras segera membungkuk seperti membisikkan
sesuatu pada ayamnya. Tidak berapa lama ayamnya segera berbunyi.
“Kukuruyuk… Tuanku Cindelaras, rumahnya di tengah rimba, atapnya daun
kelapa, ayahnya Raden Putra…,” ayam jantan itu berkokok berulang-ulang. Raden
Putra terperanjat mendengar kokok ayam Cindelaras. “Benarkah itu?” Tanya
Baginda keheranan. “Benar Baginda, nama hamba Cindelaras, ibu hamba adalah
permaisuri Baginda.”

Bersamaan dengan itu, sang patih segera menghadap dan menceritakan semua
peristiwa yang sebenarnya telah terjadi pada permaisuri. “Aku telah melakukan
kesalahan,” kata Baginda Raden Putra. “Aku akan memberikan hukuman yang
setimpal pada selirku,” lanjut Baginda dengan murka. Kemudian, selir Raden Putra
pun di buang ke hutan. Raden Putra segera memeluk anaknya dan meminta maaf
atas kesalahannya Setelah itu, Raden Putra dan hulubalang segera menjemput
permaisuri ke hutan.. Akhirnya Raden Putra, permaisuri dan Cindelaras dapat
berkumpul kembali. Setelah Raden Putra meninggal dunia, Cindelaras
menggantikan kedudukan ayahnya. Ia memerintah negerinya dengan adil dan
bijaksana.

————————————————-
Manik Angkeran

Pada jaman dulu di kerajaan Daha hiduplah seorang Brahmana yang benama Sidi
Mantra yang sangat terkenal kesaktiannya. Sanghyang Widya atau Batara Guru
menghadiahinya Harta benda dan seorang istri yang cantik. Sesudah bertahun-
tahun kawin, mereka mendapat seorang anak yang mereka namai Manik Angkeran.

Meskipun Manik Angkeran seorang pemuda yang gagah dan pandai namun dia
mempunyai sifat yang kurang baik, yaitu suka berjudi. Dia sering kalah sehingga
dia terpaksa mempertaruhkan harta kekayaan orang tuanya, malahan berhutang
pada orang lain. Karena tidak dapat membayar hutang, Manik Angkeran meminta
bantuan ayahnya untuk berbuat sesuatu. Sidi Mantra berpuasa dan berdoa untuk
memohon pertolongan dewa-dewa. Tiba-tiba dia mendengar suara, “Hai, Sidi
Mantra, di kawah Gunung Agung ada harta karun yang dijaga seekor naga yang
bernarna Naga Besukih. Pergilah ke sana dan mintalah supaya dia mau mernberi
sedikit hartanya.”

Sidi Mantra pergi ke Gunung Agung dengan mengatasi segala rintangan.


Sesampainya di tepi kawah Gunung Agung, dia duduk bersila. Sambil
membunyikan genta dia membaca mantra dan memanggil nama Naga Besukih.
Tidak lama kernudian sang Naga keluar. Setelah mendengar maksud kedatangan
Sidi Mantra, Naga Besukih menggeliat dan dari sisiknya keluar emas dan intan.
Setelah mengucapkan terima kasih, Sidi Mantra mohon diri. Semua Harta benda
yang didapatnya diberikan kepada Manik Angkeran dengan harapan dia tidak akan
berjudi lagi. Tentu saja tidak lama kemudian, harta itu habis untuk taruhan. Manik
Angkeran sekali lagi minta bantuan ayahnya. Tentu saja Sidi Mantra menolak
untuk membantu anakya.

Manik Angkeran mendengar dari temannya bahwa harta itu didapat dari Gunung
Agung. Manik Angkeran tahu untuk sampai ke sana dia harus membaca mantra
tetapi dia tidak pernah belajar mengenai doa dan mantra. Jadi, dia hanya membawa
genta yang dicuri dari ayahnya waktu ayahnya tidur.

Setelah sampai di kawah Gunung Agung, Manik Angkeran membunyikan


gentanya. Bukan main takutnya ia waktu ia melihat Naga Besukih. Setelah Naga
mendengar maksud kedatangan Manik Angkeran, dia berkata, “Akan kuberikan
harta yang kau minta, tetapi kamu harus berjanji untuk mengubah kelakuanmu.
Jangan berjudi lagi. Ingatlah akan hukum karma.”

Manik Angkeran terpesona melihat emas, intan, dan permata di hadapannya. Tiba-
tiba ada niat jahat yang timbul dalam hatinya. Karena ingin mendapat harta lebih
banyak, dengan secepat kilat dipotongnya ekor Naga Besukih ketika Naga beputar
kembali ke sarangnya. Manik Angkeran segera melarikan diri dan tidak terkejar
oleh Naga. Tetapi karena kesaktian Naga itu, Manik Angkeran terbakar menjadi
abu sewaktu jejaknya dijilat sang Naga.

Mendengar kernatian anaknya, kesedihan hati Sidi Mantra tidak terkatakan. Segera
dia mengunjungi Naga Besukih dan memohon supaya anaknya dihidupkan
kembali. Naga menyanggupinya asal ekornya dapat kembali seperti sediakala.
Dengan kesaktiannya, Sidi Mantra dapat memulihkan ekor Naga. Setelah Manik
Angkeran dihidupkan, dia minta maaf dan berjanji akan menjadi orang baik. Sidi
Mantra tahu bahwa anaknya sudah bertobat tetapi dia juga mengerti bahwa mereka
tidak lagi dapat hidup bersama.

“Kamu harus mulai hidup baru tetapi tidak di sini,” katanya. Dalam sekejap mata
dia lenyap. Di tempat dia berdiri timbul sebuah sumber air yang makin lama makin
besar sehingga menjadi laut. Dengan tongkatnya, Sidi Mantra membuat garis yang
mernisahkan dia dengan anaknya. Sekarang tempat itu menjadi selat Bali yang
memisahkan pulau Jawa dengan pulau Bali.

———————————————————-

Lutung Kasarung

Pada jaman dahulu kala di tatar pasundan ada sebuah kerajaan yang pimpin oleh
seorang raja yang bijaksana, beliau dikenal sebagai Prabu Tapak Agung.

Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri cantik yaitu Purbararang dan
adiknya Purbasari.

Pada saat mendekati akhir hayatnya Prabu Tapak Agung menunjuk Purbasari, putri
bungsunya sebagai pengganti. “Aku sudah terlalu tua, saatnya aku turun tahta,”
kata Prabu Tapa.

Purbasari memiliki kakak yang bernama Purbararang. Ia tidak setuju adiknya


diangkat menggantikan Ayah mereka. “Aku putri Sulung, seharusnya Ayahanda
memilih aku sebagai penggantinya,” gerutu Purbararang pada tunangannya yang
bernama Indrajaya. Kegeramannya yang sudah memuncak membuatnya
mempunyai niat mencelakakan adiknya. Ia menemui seorang nenek sihir untuk
memanterai Purbasari. Nenek sihir itu memanterai Purbasari sehingga saat itu juga
tiba-tiba kulit Purbasari menjadi bertotol-totol hitam. Purbararang jadi punya
alasan untuk mengusir adiknya tersebut. “Orang yang dikutuk seperti dia tidak
pantas menjadi seorang Ratu !” ujar Purbararang.

Kemudian ia menyuruh seorang Patih untuk mengasingkan Purbasari ke hutan.


Sesampai di hutan patih tersebut masih berbaik hati dengan membuatkan sebuah
pondok untuk Purbasari. Ia pun menasehati Purbasari, “Tabahlah Tuan Putri.
Cobaan ini pasti akan berakhir, Yang Maha Kuasa pasti akan selalu bersama
Putri”. “Terima kasih paman”, ujar Purbasari.

Selama di hutan ia mempunyai banyak teman yaitu hewan-hewan yang selalu baik
kepadanya. Diantara hewan tersebut ada seekor kera berbulu hitam yang misterius.
Tetapi kera tersebut yang paling perhatian kepada Purbasari. Lutung kasarung
selalu menggembirakan Purbasari dengan mengambilkan bunga –bunga yang
indah serta buah-buahan bersama teman-temannya.

Pada saat malam bulan purnama, Lutung Kasarung bersikap aneh. Ia berjalan ke
tempat yang sepi lalu bersemedi. Ia sedang memohon sesuatu kepada Dewata. Ini
membuktikan bahwa Lutung Kasarung bukan makhluk biasa. Tidak lama
kemudian, tanah di dekat Lutung merekah dan terciptalah sebuah telaga kecil,
airnya jernih sekali. Airnya mengandung obat yang sangat harum.

Keesokan harinya Lutung Kasarung menemui Purbasari dan memintanya untuk


mandi di telaga tersebut. “Apa manfaatnya bagiku ?”, pikir Purbasari. Tapi ia mau
menurutinya. Tak lama setelah ia menceburkan dirinya. Sesuatu terjadi pada
kulitnya. Kulitnya menjadi bersih seperti semula dan ia menjadi cantik kembali.
Purbasari sangat terkejut dan gembira ketika ia bercermin ditelaga tersebut.

Di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat adiknya di hutan. Ia pergi


bersama tunangannya dan para pengawal. Ketika sampai di hutan, ia akhirnya
bertemu dengan adiknya dan saling berpandangan. Purbararang tak percaya
melihat adiknya kembali seperti semula. Purbararang tidak mau kehilangan muka,
ia mengajak Purbasari adu panjang rambut. “Siapa yang paling panjang rambutnya
dialah yang menang !”, kata Purbararang. Awalnya Purbasari tidak mau, tetapi
karena terus didesak ia meladeni kakaknya. Ternyata rambut Purbasari lebih
panjang.

“Baiklah aku kalah, tapi sekarang ayo kita adu tampan tunangan kita, Ini
tunanganku”, kata Purbararang sambil mendekat kepada Indrajaya. Purbasari mulai
gelisah dan kebingungan. Akhirnya ia melirik serta menarik tangan Lutung
Kasarung. Lutung Kasarung melonjak-lonjak seakan-akan menenangkan Purbasari.
Purbararang tertawa terbahak-bahak, “Jadi monyet itu tunanganmu ?”.
Pada saat itu juga Lutung Kasarung segera bersemedi. Tiba-tiba terjadi suatu
keajaiban. Lutung Kasarung berubah menjadi seorang Pemuda gagah berwajah
sangat tampan, lebih dari Indrajaya. Semua terkejut melihat kejadian itu seraya
bersorak gembira. Purbararang akhirnya mengakui kekalahannya dan kesalahannya
selama ini. Ia memohon maaf kepada adiknya dan memohon untuk tidak dihukum.
Purbasari yang baik hati memaafkan mereka. Setelah kejadian itu akhirnya mereka
semua kembali ke Istana.

Purbasari menjadi seorang ratu, didampingi oleh seorang pemuda idamannya.


Pemuda yang ternyata selama ini selalu mendampinginya dihutan dalam wujud
seekor lutung.

Legenda Candi Prambanan

November 6, 2007Cerita Rakyat

Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama
Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa yang terjadi
kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging.
Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu
menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai
oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso.

Bandung Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam. “Siapapun


yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!”, ujar Bandung
Bondowoso pada rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan
mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka
mengamati gerak-gerik Loro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita.
“Cantik nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku,” pikir Bandung
Bondowoso.

Esok harinya, Bondowoso mendekati Loro Jonggrang. “Kamu cantik sekali,


maukah kau menjadi permaisuriku ?”, Tanya Bandung Bondowoso kepada Loro
Jonggrang. Loro Jonggrang tersentak, mendengar pertanyaan Bondowoso. “Laki-
laki ini lancang sekali, belum kenal denganku langsung menginginkanku menjadi
permaisurinya”, ujar Loro Jongrang dalam hati. “Apa yang harus aku lakukan ?”.
Loro Jonggrang menjadi kebingungan. Pikirannya berputar-putar. Jika ia menolak,
maka Bandung Bondowoso akan marah besar dan membahayakan keluarganya
serta rakyat Prambanan. Untuk mengiyakannya pun tidak mungkin, karena Loro
Jonggrang memang tidak suka dengan Bandung Bondowoso.

“Bagaimana, Loro Jonggrang ?” desak Bondowoso. Akhirnya Loro Jonggrang


mendapatkan ide. “Saya bersedia menjadi istri Tuan, tetapi ada syaratnya,”
Katanya. “Apa syaratnya? Ingin harta yang berlimpah? Atau Istana yang megah?”.
“Bukan itu, tuanku, kata Loro Jonggrang. Saya minta dibuatkan candi, jumlahnya
harus seribu buah. “Seribu buah?” teriak Bondowoso. “Ya, dan candi itu harus
selesai dalam waktu semalam.” Bandung Bondowoso menatap Loro Jonggrang,
bibirnya bergetar menahan amarah. Sejak saat itu Bandung Bondowoso berpikir
bagaimana caranya membuat 1000 candi. Akhirnya ia bertanya kepada
penasehatnya. “Saya percaya tuanku bias membuat candi tersebut dengan bantuan
Jin!”, kata penasehat. “Ya, benar juga usulmu, siapkan peralatan yang
kubutuhkan!”

Setelah perlengkapan di siapkan. Bandung Bondowoso berdiri di depan altar batu.


Kedua lengannya dibentangkan lebar-lebar. “Pasukan jin, Bantulah aku!” teriaknya
dengan suara menggelegar. Tak lama kemudian, langit menjadi gelap. Angin
menderu-deru. Sesaat kemudian, pasukan jin sudah mengerumuni Bandung
Bondowoso. “Apa yang harus kami lakukan Tuan ?”, tanya pemimpin jin. “Bantu
aku membangun seribu candi,” pinta Bandung Bondowoso. Para jin segera
bergerak ke sana kemari, melaksanakan tugas masing-masing. Dalam waktu
singkat bangunan candi sudah tersusun hampir mencapai seribu buah.

Sementara itu, diam-diam Loro Jonggrang mengamati dari kejauhan. Ia cemas,


mengetahui Bondowoso dibantu oleh pasukan jin. “Wah, bagaimana ini?”, ujar
Loro Jonggrang dalam hati. Ia mencari akal. Para dayang kerajaan disuruhnya
berkumpul dan ditugaskan mengumpulkan jerami. “Cepat bakar semua jerami itu!”
perintah Loro Jonggrang. Sebagian dayang lainnya disuruhnya menumbuk lesung.
Dung… dung…dung! Semburat warna merah memancar ke langit dengan diiringi
suara hiruk pikuk, sehingga mirip seperti fajar yang menyingsing.

Pasukan jin mengira fajar sudah menyingsing. “Wah, matahari akan terbit!” seru
jin. “Kita harus segera pergi sebelum tubuh kita dihanguskan matahari,” sambung
jin yang lain. Para jin tersebut berhamburan pergi meninggalkan tempat itu.
Bandung Bondowoso sempat heran melihat kepanikan pasukan jin.

Paginya, Bandung Bondowoso mengajak Loro Jonggrang ke tempat candi. “Candi


yang kau minta sudah berdiri!”. Loro Jonggrang segera menghitung jumlah candi
itu. Ternyata jumlahnya hanya 999 buah!. “Jumlahnya kurang satu!” seru Loro
Jonggrang. “Berarti tuan telah gagal memenuhi syarat yang saya ajukan”. Bandung
Bondowoso terkejut mengetahui kekurangan itu. Ia menjadi sangat murka. “Tidak
mungkin…”, kata Bondowoso sambil menatap tajam pada Loro Jonggrang. “Kalau
begitu kau saja yang melengkapinya!” katanya sambil mengarahkan jarinya pada
Loro Jonggrang. Ajaib! Loro Jonggrang langsung berubah menjadi patung batu.
Sampai saat ini candi-candi tersebut masih ada dan disebut Candi Loro Jonggrang.
Karena terletak di wilayah Prambanan, Jawa Tengah, Candi Loro Jonggrang
dikenal sebagai Candi Prambanan

      

Siang itu,  kerajaan binatang akan mengadakan sayembara memilih duta kerajaan.
Sang raja menginginkan duta kerajaan yang pemberani dan sanggup mengatasi
tantangan seberat apapun. Sayembara ini bisa diikuti siapa saja dengan hadiah
yang sangat besar dan istimewa. Oleh karena itu, dalam sekejap seluruh rakyatnya
merasa tertarik ikut sayembara. Tidak terkecuali hewan kecil maupun hewan besar
berdatangan ke kerajaan.  Mereka berniat mendaftarkan diri menjadi peserta agar
bisa mendapat hadiah yang istimewa dari sang raja.
        "Rakyatku semua," kata sang Raja memulai titahnya. " Hari ini kerajaan akan
memilih duta kerajaan. Seluruh rakyatku boleh mengikuti sayembaranya. Bagi
siapa saja yang berhasil memenangkan sayembara ini  akan mendapat hadiah
istimewa dari kerajaan. Semua fasilitas dan kebutuhan hidup akan ditanggung
kerajaan. Selain itu, siapa yang menjadi pemenangnya berhak menggantikan
kedudukan raja apabila sang raja wafat."
        Mendengar titah sang raja membuat seluruh rakyatnya berkeinginan untuk
memenangkan sayembara. Namun mereka belum mengerti apa jenis sayembara
yang akan dilakukannya. Mereka saling berpandangan dan saling bertanya jenis
sayembara yang harus mereka lakukan.
        "Wah, pasti sayembaranya kita disuruh berkelahi dan siapa yang
memenangkan perkelahian maka dialah pemenangnya," kata sang kelinci.
        "Tapi...sepertinya bukan berkelahi, kawan," kata si tupai. "Bukankah sekarang
pengawal sang raja adalah si Harimau yang perkasa...sang raja tidak perlu repot-
repot mencari duta kerajaan. Dia khan lebih perkasa dibandingkan kita-kita?"
         "Mungkin sayembaranya lomba makan. Bukankah duta kerajaan harus
berkunjung dari satu kerajaan ke kerajaan lain. Nah, dalam setiap kunjungan khan
mesti ada makan-makannya. Oleh karena itu, duta kerajaan harus jago makan."
         "Ngawur !"
         "Barangkali lomba renang di sungai kerajaan. Itu yang masuk akal. Siapa
yang cepat renangnya dia yang akan menjadi juaranya."
         "Wah kalau lomba renang tentu enak dong sang ikan emas. Dia akan jadi
juaranya. Bukankah dia cepat berenang. Ini namanya lomba tidak adil"
          Tiba-tiba sang raja kembali berada di arena sayembara.
         "Rakyatku," kata sang Raja. "Hari ini kerajaan akan mengadakan sayembara
berenang di sungai!"
         "Naaahhh, tuhkan benar kataku," kata si kura-kura. "Lomba tidak adil."
         "Hush.!!! diam dulu ! Baginda raja sedang bicara!" bentak si kancil.
         "Rakyatku. Setiap peserta harus berani menyeberang dari pinggir sungai
menuju seberang sungai. Nah, siapa yang paling cepat dan berani berenang maka
dia akan dinobatkan menjadi pemenangnya." Wah, betapa senangnya si ikan emas.
Dia merasa akan keluar sebagai pemenang sebab dia khan jago renang. Namun
sang raja masih melanjutkan pidatonya.
        "Namun, kalau hanya sekedar lomba renang pasti ada salah satu peserta yang
merasa tidak adil. Karena ada salah satu peserta yang jago berenang. Nah,
tantangan terberatnya adalah di dalam sungai sudah dihuni oleh berpuluh-puluh
buaya lapar yang siap memangsa siapa saja yang masuk dan berenang ke dalam
sungai."
          Betapa terkejutnya semua peserta sayembara mendengar penuturan sang
raja. Semula nyali mereka besar namun mendengar bahwa di dalam sungai terdapat
puluhan buaya lapar maka membuat nyali mereka ciut, lalu satu persatu mulai
mengundurkan diri mengikuti sayembara
          "Hiiiii....hiiiii....hiiiii....takut....takut...takuuuuut!" teriak mereka.
          "Saya mengundurkan diri sang raja."
           "Saya juga...saya juga....saya juga...saya juga...." seru yang lain.
          "Hei, kalian belum mencoba kok sudah mau mengundurkan diri?!" seru sang
raja.
           Namun semua rakyat tidak menghiraukan teriakan sang raja. Mereka lebih
menyayangi nyawanya daripada sekedar nekat menyerahkan hidupnya di mulut
buaya-buaya kelaparan. Meskipun sang raja mengatakan bahwa buaya-buaya itu
tidak berbahaya, namun para rakyatnya tidak mempercayai kata-kata raja mereka.
          "Apapun titah dan alasan raja kami batal mengikuti sayembara! Kami lebih
menyayangi nyawa kami daripada hanya sekedar mendapatkan kedudukan
istimewa di kerajaan." kata rakyatnya.
          Ketika semua rakyatnya mulai menjauh dari arena sayembara,  tiba-tiba ada
teriakan keras di pinggir sungai. Sang raja segera menuju sungai diikuti para
peserta yang telah mengundurkan diri. Dan betapa kagetnya mereka melihat ada
salah satu peserta sayembara yang sedang mencoba berenang diantara buaya-buaya
kelaparan.
         "Jadi si Monyet telah mencoba menaklukkan sayembara sang raja?" pikir
teman-temannya.
         "Heran...bukankah sang monyet takut dengan air? Lalu kenapa dia sekarang
berusaha berenang di antara buaya-buaya kelaparan itu?" kata sang raja dalam hati.
         "Hoi...terus Nyet....terus Nyet....Awasss...di sebelah kananmu ada buaya
Nyet....!" teriak teman-temannya.
         "Awassss....di belakangmu ada buaya Nyet....ayo renangnya yang cepat
Nyet !"
         "Ayo tinggal sedikit lagi, Nyet....!!!!"
         Dan, ketika si monyet telah berada di pinggir sungai lalu melompat keluar
sungai maka teriakan gembira seoah tiada henti-hentinya memberi selamat kepada
si monyet. Si monyet berhasil memenangkan sayembara.
         "Hore....hore...horeeee.....Hebat kamu, Nyet! Tidak kami sangka ternyata
kamu benar-benar pemberani! Hidup monyet....hidup sang pemberani....!!!"
          Si monyet hanya bisa garuk-garuk kepala merasakan kejadian yang menimpa
dirinya. Sebenarnya dia sangat  takut mengikuti sayembara seperti teman-
temannya yang lain. Dia takut berenang apalagi di dalam sungai ada puluhan buaya
kelaparan.
          "Hei, Monyet...kenapa kamu nampak bingung begitu? Kamu sudah jadi
pemenang sayembara kerajaan lho!" kata hewan-hewan yang mengelilingi si
Monyet.
           "Aku pemenang sayembara?" guman si monyet keheranan
            "Iya Nyet...kamu tadi berenang sangat cepat di samping buaya-buaya
kelaparan itu...!"
            "Aku tidak mengerti kawan." kata si monyet.
            "Lho sang pemenang kok tidak kelihatan gembira begitu?"
            "Begini, teman-teman," kata si monyet. "Tadi sebenarnya aku juga takut
mengikuti sayembara sang raja. Aku takut berenang di air. Aku takut dengan
buaya-buaya kelaparan itu.  Aku cuma heran siapa sebenarnya yang telah
mendorongku ke dalam sungai tadi?"
            Seluruh hewan nampaknya tidak mempedulikan alasan si Monyet. Mereka
kini menghargai keberhasilan si monyet mengalahkan ketakutannya sendiri.  Dan
sang Rajapun akhirnya memenuhi janjinya memberikan hadiah istimewa kepada si
Monyet.
            Si monyet dengan senang hati menerima hadiah dari sang raja sambil terus
berpikir : "SIAPA YANG TELAH MENDORONGKU KE DALAM SUNGAI
TADI ?"

selesai ,-

moral cerita : rasa takut melakukan sesuatu terkadang perlu seseorang yang tega
mendorong
                     memasukkan kedalam lautan ketakutan sehingga rasa takut
dapat dihadapi
                     dengan mengerahkan segala potensi yang ada agar selamat.

Anda mungkin juga menyukai