Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN RHEUMATOID ARTHRITIS

DI RUANG IMUNOLOGI

RSUD BANGIL

Oleh :

Rosa Sulistia Ningsih

NIM 0118035

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DIAN HUSADA

MOJOKERTO

2019-2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan asuhan keperawatan pada klien dengan penderita Rheumatoid Arthritis

Nama Mahasiswa : Rosa Sulistia Ningsih

Telah disetujui pada


Hari :
Tanggal :

Pembimbing Pendidikan Pembimbing Ruangan

.....................

Nasrul Hadi P., S.Kep., Ns., M.Kes NIP

10.02.044

Mengetaui

Kepala Ruangan

.....................

NIP
KONSEP MEDIS

a) Definisi

Arthritis berasal dari dua kata Yunani, arthron yang berarti sendi dan iris yang berarti
peradangan. Rheumatoid Arthritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian
(baiasanya tangan dan kaki) mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan seringkali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi (Febriana, 2015).

Arthritis merupakan peradangan sistemik yang paling umum ditandai dengan


keterlibatan sendi yang simetris (Helmick, 2008). Penyakit ini merupakan penyakit
autoimun progresif dengan inflamasi kronik yang menyerang sistem
muskuloskeletalnamun dapat melibatkan organ dan sistem tubuh secara keseluruhan,
yang ditandai dengan pembengkakan, nyeri sendi serta destruksi jaringan sinovial uang
disertai gangguan pergerakan diikuti dengan kematian prematur (Mclnnes, 2011).

b) Etiologi

Rheumatoid Arthritis belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun, terdapat


beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan RA yaitu :

 Genetik, berupa hubungan dengan gen HLA-DRB 1 dan faktor ini memiliki angka
kepekaan dan ekspresi penyakit sebesar 60% (Suarjana, 2009).

 Usia dan jenis kelamin, pada lansia daya serap kalsium akan menurun seiring
dengan bertambahnya usia. Wanita memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
terjadinya rheumatoid arthritis dengan rasio 3:1.

 Hormon seks, perubahan profil hormon berupa stimulasi dari Placental


Corticotraonin Realising Hormone yang mensekresi dehidropiandrosteron
(DHEA), yang merupakan substrat penting dalam sintesis esterogen plasenta. Dan
stimulasi esterogen dan progesteron pada respon imun humoral (TH2) dan
menghambat respon imun selular (TH1). pada RA respon TH1 lebih dominan
sehingga esterogen dan progesteron mempunyai efek yang berlawanan terhadap
perkembangan penyakit ini (Suarjana, 2009).
 Faktor infeksi, beberapa agen infeksi diduga bisa menginfeksi sel induk semang
(host) dan merubah reaktivitas atau respon sel T sehingga muncul timbulnya
penyakit RA (Suarjana, 2009).

 Faktor lingkungan, juga tampaknya memainkan beberapa peran dalam


menyebabkan rheumatoid arthritis, baru-baru ini, para ilmuan telah melaporkan
bahwa merokok tembakau dapat meningkatkan risiko perkembangan rheumatoid
arthritis.

c) Patofisiologi atau WOC

Rheumatoid arthritis merupakan penyakit autoimun sistemik yang menyerang


sendi. Reaksi autoimun terjadi dalam jaringan sinovial. Kerusakan sendi mulai terjadi
dari proliferasi makrofag dan fibroblas sinovial. Limfosit menginfiltrasi daerah
perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel kemudian terjadi neovaskularisasi.
Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalami oklusi oleh bekuan kecil atau sel-sel
inflamasi. Terbentuknya pannus akibat terjadinya pertumbuhan yang iregular pada
jaringan sinovial yang mengalami inflamasi. Pannus kemudian menginvasi dan merusak
rawan sendi dan tulang, respon imunologi melibatkan peran sitokin, interleukin,
proteinase dan faktor pertumbuhan. Respon ini mengakibatkan destruksi sendi dan
komplikasi sistemik (Suarjana, 2009).

Faktor genetik Faktor infeksi Faktor lingkungan

Reaksi peradangan

Nyeri akut Sinovial menebal

Pannus
Kartilago nekrosis

Ankilosis fibrosa Tendon dan ligamen


melemah

Kekakuan sendi Hilangnya kekuatan otot

Gangguan mobilitas fisik

d) Manifestasi Klinis

 Kaku sendi pada pagi hari (morning stiffness), kekakuan pada daerah lutut, bahu,
siku, pergelangan tangan dan kaki serta pada jari-jari yang bisa berdampak persendian
tidak mudah digerakkan.

 Nyeri sendi, adanya pembengkakan pada sendi menyebabkan rasa sakit atau nyeri bila
sudah tidak tertahan dapat menyebabkan demam.

 Manifestasi ekstra-artikular, RA dapat menyerang organ-organ lain di luar sendi


seperti jantung (perikarditis), paru-paru (pleuritis), mata dan pembuluh darah dapat
rusak.

 Gejala-gejala sistemik, misalnya lelah, BB menurun, demam dan anoreksia.

 Adanya pembengkakan sendi, mulai terlihat bengkak setelah beberapa bulan, bila
diraba akan terasa hangat dan kemerahan.

e) Komplikasi

 Osteoporosis

 Sindrom sjogrens

 Penyakit jaringan konektif seperti lupus eritematosa

 Nekrosis sendi panggul.


f) Pemeriksaan Penunjang

1) Laboratorium

 Penanda inflamasi : LED (Laju Endap Darah) dan CRP (C-Reactive Protein)
meningkat.

 Anti Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP) : Biasanya digunakan diagnosis dini
dan penanganan RA dengan spesifitas 95-98% dan sensitivitas 70% namun
hubungan antara anti CCP terhadap beratnya penyakit tidak konsisten.

 Rheumatoid Factor (RF) : 80% pasien memiliki RF positif namun RF negatif


tidak menyingkirkan diagnosa.

2) Radiologis : Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak, penyempitan ruang


sendi, osteoporosis, erosi tulang atau subluksasi sendi.

g) Penatalaksanaan dan Terapi

 Farmakologi

1. NSAID (Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drug), diberikan sejak awal untuk


menangani nyeri sendi akibat inflamasi antara lain : aspirin, ibuprofen, naproksen,
dikofenak dan sebagainya. Namun NSAID tidak melindungi kerusakan tulang rawan
sendi dan tulang dari proses destruksi.

 Aspirin : 325-650 mg setiap 4 +jam sekali atau 975 mg setiap 6 jam sekali, atau
500-1000 mg setiap 4-6 jam. Maksimal 4 g/hari selama 10 hari.

 Ibuprofen :30-50 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 pemberian, maksimal 3,2


gram/hari.

 Naproksen : 500 mg-1 gram/hari, dibagi menjadi 2 jadwal konsumsi.

 Dikofenak : 50 mg 2 sampai 3 kali sehari atau 75 mg secara oral dua kali sehari.
2. DMARD (Disease-Modifying Antirheumatic Drug), berfungsi untuk melindungi sendi
(tulang dan kartilago) dari proses destruksi oleh RA. Contoh obatnya yaitu:
hidroksiklorokuin, metotreksat, sulfasalazine, pinisilamin dan asatiopirin.

Obat Onset Dosis Keterangan

Hidroksiklorokuin 2-4 bulan 400 mg/hari Efek samping : penurunan


tajam penglihatan, mual,
diare, anemia hemolitik.

Metotreksat 1-2 bulan Dosis awal 7,5-10 Diberikan pada kasus lanjut
mg/minggu/IV atau dan berat.
peroral 12,5-17,5
Efek samping : rentan
mg/Minggu dalam 8-
infeksi, intoleransi GIT,
12 minggu
gangguan fungsi hati dan
hematologik.

Sulfasalazine 1-2 bulan 1x500 mg/hari/io Digunakan sebagai lini


ditingkatkan setiap pertama.
Minggu hingga 4x500
mg/hari

Pinisilamin 3-6 bulan 250-750 mg/hari Efek samping : stomatitis,


proteinuria, rash

Asatiopirin 2-3 bulan 50-150 mg/hari Efek samping : gangguan


hati, gejala GIT, peningkatan
TFH.

3. Rehabilitasi, terapi ini dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.


Caranya dapat dengan mengistirahatkan sendiyang terlibat melalui pemakaian
tongkat, pemasangan bidai, latihan dan sebagainya.
4. Pembedahan, dilakukan jika sudah terdapat kerusakan jaringan yang tidak dapat
diperbaiki.

 Nonfarmakologi

1. Membiasakan berjemur di bawah sinar matahari di pagi hari untuk mengurangi


risiko peradangan oleh RA. Dan melakukan perenggangan untuk memperkuat otot
sendi, seperti gerakan jongkok-bangun atau aerobik bisa juga dilakukan.

2. Mengkonsumsi makanan kaya kalsium seperti almond, kacang polong, bayam,


buncis, yoghurt, selain itu vitamin A, C, D, E sebagai antioksidan yang mampu
mencegah inflamasi akibat radikal bebeas dan tidak merokok.

3. Memenuhi kebutuhan cairan tubuh, cairan sinovial atau cairan pelumas pada sendi
terdiri dari air. Dengan demikian diharapkan mengkonsumsi air dalam jumlah yang
cukup dapat memaksimalkan sistem bantalan sendi yang melumasi antar sendi,
sehingga gesekan bisa terhindarkan.

 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

a) Pengkajian

1) Anamnesa

 Identitas : Nama, Umur, Jenis kelamin, Agama, Alamat, Status perkawinan,


Pekerjaan, Tanggal MRS, No. Resgister.

 Keluhan utama : Keluhan yang dirasakan pasien pada saat pengkajian. Pada
rheumatoid arthritis akan merasakan sakit atau nyeri dan kaku serta
pembengkakan pada sendi.

 Riwayat kesehatan

o Kesehatan sekarang : Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan


seperti yang ada pada keluhan utama dan tindakan apa saja yang dilakukan
pasien untuk menanganinya.
o Kesehatan dahulu : Tanyakan apakah pasien dulu pernah menderita penyakit
yang serius atau mengidap penyakit autoimun lainnya.

 Riwayat kesehatan keluarga : Tanyakan apakah ada keluarga pasien yang


menderita penyakit yang sma atau penyakit lainnya.

2) Pemeriksaan Fisik

 Tanda-tanda vital : Suhu tubuh mengalami demam ringan (selama periode


eksaserbasi), takikardi, tingkat kesadaran dalam keadaan sadar.

 Pemeriksaan Head to toe

 Kepala

Inspeksi : Adakah luka atau lesi, kebersihan rambut.

Palpasi : Apakah ada nyeri tekan dan benjolan.

 Wajah

Inspeksi : Kesimetrisan bentuk wajah, ekspresi wajah pucat, kesakitan atau


tidak.

 Telinga

Inspeksi : Apakah ada lesi atau luka, aakah ada serumen di dalam telinga,
kesimetrisan bentuk daun telinga.

Palpasi : Apakah ada nyeri tekan dan benjolan.

 Mata

Inspeksi : Kesimetrisan mata kanan dan kiri, warna sklera dan konjungtiva,
isokor atau anisokor.

Palpasi : Apakah ada benjolan.

 Hidung
Inspeksi : Apakah ada pembesaran polip, apakah ada serumen, bentuk tulang
hidung.

Palpasi : Apakah ada benjolan.

 Mulut

Inspeksi : Kelembapan bibir, warna bibir, kelengkapan gigi, kebersihan


mulut.

 Leher

Palpasi : Apakah ada pembesaran kelenjar tiroid.

 Thorax

Inspeksi : Ada lesi atau tidak, kesimetrisan bahu, pernapasan teratur atau
tidak.

Palpasi : Lakukan vokal fremitus

Auskultasi : Apakah ada bunyi tambahan saat bernafas.

Perkusi : Apakah terdapat cairan di dalam paru-paru.

 Abdomen

Inspeksi : Apakah ada lesi atau luka bekas operasi,

Palpasi : Apakah ada nyeri tekan

Auskultasi : Bagaiman bising usus

Perkusi : Timpani

 Genetalia

Inspeksi : Bagaimana kebersihannya, adalah lesi atau luka.

 Ekstremitas
Inspeksi : Adakah pembekakan, warna kulit.

Palpasi : Lakukan refleks patela, apakah ada nyeri sendi, apakah terasa hangat
pada sendi yang nyeri.

3) Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium

 Penanda inflamasi : LED (Laju Endap Darah) dan CRP (C-Reactive Protein)
meningkat.

 Anthi Cyclic Citrullinated Peptide (anti CCP) : Biasanya digunakan


diagnosis dini dan penanganan RA dengan spesifitas 95-98% dan sensitivitas
70% namun hubungan antara anti CCP terhadap beratnya penyakit tidak
konsisten.

 Rheumatoid Factor (RF) : 80% pasien memiliki RF positif namun RF negatif


tidak menyingkirkan diagnosa.

 Radiologis : Dapat terlihat berupa pembengkakan jaringan lunak, penyempitan


ruang sendi, osteoporosis, erosi tulang atau subluksasi sendi.

b) Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan adanya peradangan ditandai dengan demam,


ekspresi wajah meringis dan anoreksia. (D.0077)

2. Resiko cedera berhubungan dengan kekuatan otot melemah. (D.0136)

3. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kekakuan sendi. (D.0054)

c) Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


Hasil
01 Nyeri akut Setelah dilakukan I.08238
berhubungan dengan tindakan keperawatan
adanya peradangan selama 2x24 jam maka Observasi :
ditandai dengan tingkat nyeri menurun.
 Identifikasi lokasi,
demam, ekspresi
Kriteria hasil : karakteristik, durasi,
wajah meringis dan
frekuensi, kualitas,
anoreksia. (D.0077)  Keluhan nyeri
intensitas nyeri.
menurun
 Identifikasi skala nyeri.
 Meringis menurun
 Identifikasi faktor yang
 Gelisah menurun
memperberat dan
 Kesulitan tidur memperingan nyeri.
menurun
 Identifikasi pengaruh
- Anoreksia menurun nyeri pada kualitas hidup.

 Monitor efek samping


penggunaan analgesik

Terapeutik

 Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.

 Pertimbangkan jenis dan


sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri.

Edukasi

 Jelaskan penyebab,
periode, dan pemicu
nyeri.
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri.

 Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri.

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
analgetik.

I.08243

Observasi

 Identifikasi karakteristik
nyeri.

 Identifikasi kesesuaian
jenis analgesik dengan
tingkat keparahan nyeri.

 Monitor TTV sebelum


dan sesudah pemberian
analgesik.

 Monitor efektivitas
analgesik.

Terapeutik

 Tetapkan target
efektivitas analgesik
untuk mengoptimalkan
respons pasien

 Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak
diinginkan.

Edukasi

 Jelaskan efek terapi dan


efek samping obat.

Kolaborasi

 Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik.
2 Resiko cedera Setelah dilakukan 14513
berhubungan dengan tindakan keperawatan
Observasi
kekuatan otot selama 2x24 jam maka
melemah. (D.0136) tingkat cedera menurun.  Identifikasi kebutuhan
keselamatan (mis. kondisi
Kriteria hasil :
fisik, fungsi kognitif dan
 Toleransi aktivitas riwayat perilaku).
meningkat
 Monitor perubahan status
 Nafsu makan keselamatan lingkungan.
meningkat
Terapeutik
 Kejadian cedera
 Modifikasi lingkungan
menurun
untuk meminimalkan
 Ketegangan otot bahaya dan risiko.
menurun
 Sediakan alat bantu
 Pola istirahat/tidur keamanan lingkungan.
membaik
 Gunakan perangkat
pelindung.
Edukasi

 Ajarkan individu,
keluarga dan kelompok
risiko tinggi bahaya
lingkungan.

I.14537

Observasi

 Identifikasi area
lingkungan yang
berpotensi menyebabkan
cedera.

 Identifikasi obat yang


berpotensi menyebabkan
cedera.

Terapeutik

 Sediakan pencahayaan
yang memadai.

 Pastikan roda tempat tidur


atau kursi roda dalam
kondisi terkunci.

 Diskusikan mengenai
latihan dan terapi fisik
yang diperlukan.

Edukasi

 Anjurkan berganti posisi


secara perlahan dan duduk
selama beberapa menit
sebelum berdiri.
03 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan I.06171
fisik berhubungan tindakan keperawatan
Observasi
dengan kekakuan selama 1x24 jam maka
sendi. (D.0054) mobilitas fisik  Identifikasi adanya nyeri
meningkat. atau keluhan fisik lainnya.

Kriteria hasil :  Identifikasi toleransi fisik


melakukan ambulasi.
 Pergerakan
ekstremitas  Monitor kondisi umum
meningkat selama melakukan
ambulasi.
 Kekuatan otot
meningkat Terapeutik

 Nyeri menurun  Fasilitasi aktivitas


ambulasidengan alat
 Kelemahan fisik
bantu.
menurun
 Fasilitasi melakukan
 Kaku sendi
mobilisasi fisik.
menurun
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi.

Edukasi

 jelaskan tujuan dan


prosedur ambulasi.

 Ajarkan ambulasi
sederhana yang harus
dilakukan.

I.05173

Observasi

 Identifikasi toleransi fisik


melakukan pergerakan.

 Monitor kondisi umum


selama melakukan
mobilisasi.

Terapeutik

 Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu.

 fasilitasi melakukan
pergerakan.

Edukasi

 Jelaskan tujuan dan


prosedur mobilisasi.

 Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan.

d) Evaluasi

1. Tingkat nyeri pasien menurun.

2. Tingkat keparahan cedera menurun.


3. Kemampuan dalam gerakan fisik meningkat.
Gangguan
mobilitas
fisik

Daftar Pustaka

Febriana (2015). Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Rheumatoid Arthritis Ankle Billateral Di RSUD
Saras Husada Purworejo. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Helmick, et Al.2008. Estimates of the prevalence of arthritis and other rheumatic conditions in the
United States. Part 1.

Mclnnes, I.B., Schett, G. (2011). The Pathogenesis of Rheumatoid Arthritis. N Engl J Med, vol. 365, pp.
2205-19.

Suarjana, I.N (2009). Artritis Reumatoid. dalam Sudoyo, A. W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M.,
Setiati, S. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V, FKUI, Jakarta, pp.2495-508.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia.2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.


jakarta: dewan pengurus pusat persatuan perawat Indonesia.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia.2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia.2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.Edisi 1.


Cetakan II.jakarta: dewan pengurus pusat persatuan perawat indonesia

Anda mungkin juga menyukai