Anda di halaman 1dari 12

KELOMPOK 2

1. Hazard (Bahaya)
Situasi, kondisi atau karakteristik biologis, klimatologis, geografis,
geologis, social, ekonomi, politik, budaya dan teknologi suatu masyarakat
di suatu wilayah untuk janga waktu tertentu yang berpotensi menimbulkan
korban dan kerusakan. Siahaan (2008) mengemukakan bahwa hazard atau
bahaya adalah suatu kondisi atau keadaan yang dapat menimbulkan atau
memperbesar kemungkinan terjadinya kerugian. Sedangkan definisi
bencana (disaster).
Bahaya (hazard) adalah dapat berupa bahaya alam (natural hazard)
maupun bahaya lainnya yang belum tentu terjadi yang belum tentu
menimbulkan bencana (disaster). Bahaya ini terdiri dari sumber bahaya
utama (main hazard) dan bahaya ikutan (collateral hazard). Aspek-aspek
dari faktor bahaya ini meliputi tipe, frekuensi, lokasi, durasi, dan severity.

2. Disaster (Bencana)
Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh factor alam dan/atau nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Menurut WHO (2002) Bencana adalah setiap kejadian yang
menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia,
atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala
tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang
terkena. Klasifikasi bencana menurut Undang – Undang No.24 Tahun
2007 Tentang Penanggulangan, antara lain:
a. Bencana alam (natural disaster) adalah bencana yang terjadi secara
alamiah karena terjadinya perubahan kondisi alam semesta. Misalnya
bencana alam yang berhubungan dengan angin (puting beliung, badai,
topan), api (kebakaran dan letusan gunung api) (Priambodo, 2009).
Bencana alam akan mengganggu kehidupan masyarakat,
menghancurkan harapan masyarakat, menyebabkan kerugian bagi
masyarakat sehingga terjadi perubahan dalam kehidupan sosial serta
kehilangan mata pencaharian (Sukandarrumidi, 2010). Bencana non
alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa non alam yakni antara lain, gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi dan wabah penyakit.
b. Bencana non alam adalah kejadian yang biasanya disebabkan karena
ulah tangan manusia sebagai komponen sosial (Priambodo, 2009),
sedangkan menurut Kodoatie dan Syarief (2010) bencana non alam
adalah bencana yang disebabkan karena peristiwa nonalam, berupa
kegagalan teknologi, kegagalan dalam segi modernisasi, epidemic,
dan wabah penyakit .
c. Bencana komplek adalah bencana yang terjadi karena adanya
perpaduan antara bencana alam dan non alam.Akibat dari bencana
tersebut menimbulkan dampak negatif begi kehidupan
masyarakat.Misalnya, terjadi polusi lingkungan, epidemi penyakit,
kerusakan ekosistem, dan lain-lain.

Cakupan wilayah bencana menurut Efendi & Makhfuldi (2009),


antara lain:
a. Bencana lokal, bencana yang memberikan dampak pada wilayah
sekitarnya dan biasanya diakibatkan karena ulah manusia, seperti
kebakaran, ledakan, terorisme, kebocoran bahan kimia, dan lainnya.
b. Bencana regional, bencana yang memberikan dampak geografis secara
luas dan disebabkan karena faktor alam, seperti badai, banjir, letusan
gunung api, tornado, dan lainnya.

3. Capacity (Kemampuan)
Penguasaan sumber-daya, cara dan ketahanan yang dimiliki
pemerintah dan masyarakat yang memungkinkan mereka untuk
mempersiapkan diri, mencegah, menjinakkan, menanggulangi,
mempertahankan diri serta dengan cepat memulihkan diri dari akibat
bencana. Kemampuan menurut ISDR 2004 adalah suatu kombinasi semua
kekuatan dan sumberdaya yang tersedia didalam sebuah komunitas
masyarakat atau lembaga yang dapat mengurangi tingkat resiko atau
dampak suatu bencana.

4. Vulnerebility (Kerentanan)
Tingkat kekurangan kemampuan suatu masyarakat untuk
mencegah, menjinakkan, mencapai kesipan, dan menanggapi dampak
behaya tertentu. Kerentanan berupa kerentanan social budaya, fisik,
ekonomi dan lingkungan, yang dapat ditimbulkan oleh beragam penyebab.
Kerentanan menurut uu no 23 tahun 2007 adalah kondisi atau
karakteristik geologs, biologis hidrologis, klimatologis, geografis, sosial,
budaya, politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka
waktu tertentu yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam,
mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk menghadapi
dampak buruk bahaya tertentu

5. Preperednes (Kesiapsiagaan)
Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna
dan berdaya guna. Menurut UU RI no.24 tahun 2007, kesiapsiagaan
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana
melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdayaguna Adapun kegiatan kesiapsiagaan secara umum adalah :
a. Kemampuan menilai resiko
b. Perencanaan siaga
c. Mobilisasi sumber daya
d. Pendidikan dan pelatihan
e. Koordinasi
f. Mekanisme respon
g. Manajemen informasi
h. Gladi atau simulasi
6. Mitigasi Bencana
Upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko bencana dengan
menurunkan kerentanan dan/atau meningkatkan kemampuan menghadapi
ancaman bencana. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008,
mitigasi bencana adalah serangkain upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana
adalah upaya untuk mencegah atau mengurangi dampak yang ditimbulkan
akibat suatu bencana. Dari batasan ini sangat jelas bahwa mitigasi bersifat
pencegahan sebelum kejadian. Mitigasi bencana harus dilakukan secara
terencana dan komprehensif melalui berbagai upaya dan pendekatan antara
lain:
a. Pendekatan teknis/struktural
Mitigasi struktural adalah bentuk mitigasi yang terstruktur dan
sistematis dilakukan oleh masyarakat bersama pemerintah dalam
mengurangi dampak negatif banjir. Mitigasi secara struktural ini
dilakukan melalui pembangunan dan perbaikan terhadap fasilitas
umum dan hunian penduduk.
Secara teknis mitigasi bencana dilakukan untuk mengurangi
dampak suatu bencana misalnya: (a) membuat rancangan atau desain
yang kokoh dari membangun sehingga tahan terhadap gempa, (b)
membuat material yang tahan terhadap bencana, misalnya material
tahan api, dan (c) membuat rancangan teknis pengaman, misalnya
tanggul banjir, tanggul lumpur, tanggul tangki untuk mengendalikan
tumpahan bahan berbahaya.
b. Pendekatan manusia
Pendekatan secara manusia ditunjukkan untuk membentuk
manusia yang paham dan sadar mengenai bahaya bencana. Untuk itu
perilaku dan cara hidup manusia harus dapat diperbaiki dan
disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan potensi bencana yang
dihadapinya.
c. Pendekatan administratif
Pemerintah atau pimpinan organisasi dapat melakukan
pendekatan administratif dalam manajemen bencana, khususnya
ditahap mitigasi sebagai contoh: (a) penyusunan tata ruang dan tata
lahan yang memperhitungkan aspek risiko bencana, (b) sistem
perijinan dengan memasukkan aspek analisa risiko bencana, (c)
penerapan kajian bencana untuk setiap kegiatan dan pembangunan
industri berisiko tinggi, (d) mengembangkan program pembinaan dan
pelatihan bencana di seluruh tingkat masyarakat dan lembaga
pendidikan, dan (e) menyiapkan prosedur tanggap darurat dan
oganisasi tanggap darurat di setiap organisasi baik pemerintahan
maupun industri berisiko tinggi.
d. Pendekatan kultural
Masih ada anggapan dikalangan masyarakat bahwa bencana itu
adalah takdir sehingga harus diterima apa adanya. Hal ini tidak
sepenuhnya benar, karena 20 dengan kemampuan berfikir dan berbuat,
manusia dapat berupaya menjauhkan diri dari bencana dan sekaligus
mengurangi keparahannya

7. Early Warning (Peringatan Dini)


Upaya pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat
tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga
yang berwenang. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Langkah ini
diperlukan untuk memberi peringatan kepada masyarakat tentang bencana
yang akan terjadi sebelum kejadian seperti banjir, gempa bumi, tsunami,
letusan gunung api, atau badai.
Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua pihak,
khususnya mereka yang potensi terkena bencana yang akan kemungkinan
datangnya suatu bencana di daerahnya masing-masing. Peringatan
didasarkan berbagai informasi teknis dan ilmiah yang dimiliki, diolah atau
diterima dari pihak berwenang mengenai kemungkinan akan datang suatu
bencana. Dewasa ini sistem peringatan dini sudah berkembang pesat
didukung oleh berbagai temuan teknologi Pemberian peringatan dini
harus:
a. Menjangkau masyarakat (accessible)
b. Segera (immediate)
c. Tegas tidak membingungkan (coherent)
d. Bersifat resmi (official)

8. Recovery (Pemulihan)
Recovery (Pemulihan) adalah upaya mengembalikan kondisi
masyarakat, lingkungan hidup dan pelayanan publik yang terkena bencana
melalui rehabilitasi. Upaya yang dilakukan antara lain, Memperbaiki
prasarana dan layanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar, puskesmas
dll). Menurut Depkes (2005), proses pemulihan kondisi masyarakat yang
terkena bencana baik dampak fisik maupun psikis dengan memfungsikan
kembali sarana dan prasarana pada keadaan semula. Hal ini dilakukan
dengan memulihkan layanan dasar dan memulihkan kondisi trauma
psikologis yang dialami masyarakat

9. Rehabilitation (Rehabilitasi)
Perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau
masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana
dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar
semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pascabencana. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik ataumasyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah
pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya
secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada
wilayah pascabencana.
10. Reconstruction (Rekontruksi)
Pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan
pada wilayah pasbencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, social dan budaya, tegaknya hokum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wiliayah pascabencana.
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Rekonstruksi
adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan
pada wilayah pascabencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun
masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan
perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan
bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan
bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

11. Disaster Management (Penanggulangan Bencana)


Upaya yang meliputi: penetapan kebjiakan pembangunan yang
berisiko timbulnya bencana; pencegahan bencana, mitigasi bencana,
kesiap-siagaan, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi. Menurut
pasal 1 ayaht 6 PP no.21 tahun 2008 tentang penyelenggaraan
penanggulangan bencana, mitigasi adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun
penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

12. Emergency Respond (Tanggap Darurat)


Upaya yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana
untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan
penyelamatan, evakuasi korban dan harta benda, pemenuhan kebutuhan
dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, setra
pemulihan pra-sarana dan sarana. Menurut Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan
dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
prasarana dan sarana.

13. Adaptation (Adaptasi)


Penyesuaian sistem alam atau manusia terhadap stimulus iklim
nyata atau yang diharapkan serta dampak-dampaknya, yang
mengendalikan kerugian atau mengeksploitasi kesempatankesempatan
yang memberi manfaat. Berikut merupakan adaptasi yang perlu
diperhatikan oleh masyarakat untuk mencegah resiko bencana :
a. Adaptasi bidang pertanian
Petani harus memiliki skill melihat pola cuaca di wilayahnya,
sehingga bisa menentukan musim tanam yang tepat dan jenis tanaman
yang tepat.
b. Adaptasi bidang kehutanan
Sering muncul titik api di musim kemarau harus diwaspadai dengan
cara memantau perkembangan titik api dengan SIG dan penginderaan
jauh.
c. Adaptasi bidang kesehatan
Pemerintah harus meningkatan fasiitas kesehatan hingga penjuru
negeri untuk memaksimalkan pelayanan dan mengurangi kejadian
seperti gizi buruk dan wabah penyakit.
d. Adaptasi bidang perkotaan
Wilayah perkotaan kini rawan banjir sehingga kota harus didesai
ramah lingkungan.

14. Climate Change (Perubahan Iklim)


Suatu fenomena perubahan dalam iklim yang berlangsung selama
berkade-kade atau lebih lama yang diakibatkan oleh penyebab alamiah
atau aktivitas manusia. Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
tentang Kerangka Kerja Perubahan Iklim (United Nations Framework
Convention on Climate Change/UNFCCC) mendefinisikan Perubahan
iklim sebagai perubahan iklim yang disebabkan baik secara langsung atau
tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga mengubah kompoisi dari
atmosfer global dan variabilitas iklim alami pada perioda waktu yang
dapat diperbandingkan.

15. Resilience (Ketahanan)


Ketahanan (resilience) adalah kemampuan sebuah sistem,
komunitas atau masyarakat yang terpapar bahaya untuk bertahan,
menyerap, berakomodasi dengan dan pulih dari dampak-dampak bahaya
dengan tepat waktu dan efisien, termasuk melalui pemeliharaan dan
pemulihan struktu-struktur dan fungsi-fungsi dasar yang paling diperlukan.
Menurut UNISDR (2004) Ketahanan (resilience) adalah kapasitas
sebuah sistem, komunitas atau masyarakat yang memiliki potensi terpapar
pada bencana untuk beradaptasi, dengan cara bertahan atau berubah
sedemikian rupa sehingga mencapai dan mempertahankan suatu tingkat
fungsi dan struktur yang dapat diterima. Hal ini ditentukan oleh tingkat
kemampuan sistem sosial dalam mengorganisasi diri dalam meningkatkan
kapasitasnya untuk belajar dari bencana di masa lalu, perlindungan yang
lebih baik di masa mendatang, dan meningkatkan upaya-upaya
pengurangan risiko bencana.
Ketahanan umumnya dilihat sebagai konsep yang lebih luas
daripada kapasitas karena melampaui perilaku, strategi dan tindakan
khusus untuk pengurangan risiko dan manajemen yang biasanya dipahami
sebagai kapasitas. Namun, sulit untuk memisahkan konsep dengan jelas.
Dalam penggunaan sehari-hari, 'kapasitas' dan 'kapasitas penanganan'
sering kali berarti sama dengan 'ketahanan'. Twigg (2007) menerangkan
bahwa Resillience (ketahanan) mencakup tiga pengertian, yaitu :
a. Kapasitas untuk menyerap tekanan atau kekuatan-kekuatan yang
menghancurkan, melalui perlawanan atau adaptasi.
b. Kapasitas untuk mengelola, atau mempertahankan fungsi-fungsi dan
strukturstruktur dasar tertentu, selama kejadian kejadian yang
mendatangkan bahaya.
c. Kapasitas untuk memulihkan diri atau ‘melenting balik’ setelah suatu
kejadian.

16. Participation (Partisipasi)


Suatu proses keterlibatan semua pemangku kepentingan secara
setara dan aktif dalam penyusunan kebijakan-kebijakan dan strategi-
strategi dan dalam analisis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan,dan
evaluasi aktivitas-aktivitas. Menurut Made Pidarta dalam Siti Irene Astuti
D. (2009: 31-32), partisipasi adalah pelibatan seseorang atau beberapa
orang dalam suatu kegiatan. Keterlibatan dapat berupa keterlibatan mental
dan emosi serta fisik dalam menggunakan segala kemampuan yang
dimilikinya (berinisiatif) dalam segala kegiatan yang dilaksanakan serta
mendukung pencapaian tujuan dan tanggungjawab atas segala keterlibatan.
Dalam beberapa kali peristiwa bencana di Indonesia, masyarakat
Indonesia memiliki kepedulian yang tinggi untuk turut membantu
masyarakat Indonesia lainnya yang terkena dampak bencana. Hal ini pun
diberikan ruang dan diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana. Disebutkan bahwa tujuan
penanggulangan bencana diantaranya adalah untuk membangun partisipasi
dan kemitraan publik serta swasta dan juga mendorong semangat gotong
royong, kesetiakawanan dan kedermawanan. Namun demikian, di dalam
undang-undang tersebut orientasi dalam penanggulangan bencana masih
berpusat pada koordinasi yang dilakukan oleh Pemerintah dan belum
menyediakan ruang yang cukup bagi tersalurnya partisipasi masyarakat
yang ingin membantu. Masyarakat yang tergerak untuk turut membantu
tetapi tidak dalam bentuk penyaluran dana sulit mendapatkan infomasi
yang cukup tentang kemana bantuan harus disalurkan, tanpa harus turut
datang ke lokasi bencana dan “meramaikan suasana”.
17. Prevention (Pencegahan)
Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya sebagian atau
seluruh bencana.
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Pencegahan
bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi
atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman
bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.
Contohnya yakni :
1. Melarang pembakaran hutan dan perladangan
2. Melarang penambangan batu di daerah yang curam

18. Disaster Risk Reduction (Pengurangan Resiko Bencana)


Segala tindakan yang dilakukan untuk mengurangi kerentanan dan
meningkatkan kapasitas terhadap jenis bahaya tertentu atau mengurangi
potensi jenis bahaya tertentu. Menurut Benson dalam Susanti, Sari,
Milfayetty, Dirhamsyah (2014), pengurangan risiko bencana upaya
meminimalisir jumlah korban dan kerusakan melalui perencanaan sesuai
dengan langkah-langkah, prosedur, dan aplikasi yang maksimal dalam
menghadapi bencana.
Pengurangan risiko bencana (PRB) bertujuan untuk mengurangi
permasalahan sosial-ekonomi yang akan muncul setelah terjadi bencana,
menangani bahaya-bahaya yang akan muncul, dan memastkan bahwa
kebijakan dan program yang diterapkan tidak akan menambah maupun
meningkatkan risiko (Twigg, 2015). Komponen-komponen dalam proses
pengurangan risiko bencana (PRB) menurut UNISDR (2015), yaitu:
a. Kesadaran penilaian risiko, yang didalamnya terdapat analisis ancaman
serta analisis kapasitas dan kerentanan
b. Meningkatkan pengetahuan melalui pendidikan, pelatihan, penelitian,
dan informasi
c. Terdapat komitmen kebijakan dan kerangka kelembagaan, seperti
organisasi, kebijakan, legislasi dan aksi komunitas
d. Melakukan pengelolaan lingkungan, tata guna lahan, perencanaan
perkotaan, proteksi fasilitas-fasilitas sosial, penerapan ilmu dan
teknologi (penerapan ilmu dan teknologi dapat mengurangi risiko
bencana gunung api), kemitraan jejaring, dan instrumen keuangan
e. Peringatan dini sebagai alat prakiraan, sebaran peringatan, ukuran-
ukuran kesiapsiagaan, dan kapasitas respons

19. Risk (Resiko)


Potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu
wilayah dan kurun waktu tertentu berupa kematian, luka, sakit, jiwa
terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan
harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.
Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Risiko bencana
adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu
wilayah dan kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit,
jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau
kehilangan harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai