Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Semakin berkembangnya pembangunan era industrialisasi

yang semakin maju memacu perusahaan untuk memanfaatkan sumber

daya yang dimilikinya secara optimal. Dibutuhkan tenaga kerja yang

sehat, berkualitas dan produktif untuk bersiap menghadapi persaingan

pasar yang semakin ketat. Efisiensi dan produktivitas kerja yang

optimal hanya bisa dicapai oleh tenaga kerja dengan derajat

kesehatan baik, bekerja dengan cara dan lingkungan kerja yang

memenuhi syarat kesehatan kerja (Dharma, 2015).

Gizi pada pekerja mempunyai peran penting, baik bagi

kesejahteraan maupun dalam rangka meningkatkan disiplin dan

produktivitas. Oleh karena itu pekerja perlu mendapatkan asupan gizi

yang cukup dan sesuai dengan jenis atau beban pekerjaan yang

dilakukannya. Kekurangan gizi makanan yang dikomsumsi oleh

pekerja sehari-hari akan berdampak buruk terhadap tubuh pekerja

(Harjuna, 2019).

Tenaga wanita merupakan kelompok yang rentan terhadap

masalah gizi. Penyebabnya karena sebagian besar tenaga kerja

wanita adalah pelaksana bedara dalam keadaan sosial yang lemah.

Hal ini disebabkan antara lain karena tingkat pendidikan dan

keterampilan yang mereka miliki yang mempengaruhi pengetahuan


serta pemahaman tentang gizi. Disamping itu faktor biologis yang

disebabkan oleh haid, kehamilan, masa nifas dan menopause yang

menjadi salah satu pendorong terjadinya defisiensi gizi (Pujiastuti,

2017).

Produktivitas kerja pada wanita dipengaruhi oleh salah satu

faktor yaitu status anemia. Anemia merupakan masalah kesehatan

masyarakat terbesar di dunia terutama bagi kelompok wanita usia

subur (WUS). Anemia pada wanita usia subur (WUS) dapat

menimbulkan kelelahan, badan lemah, penurunan kapasitas dan

produktivitas kerja. Wanita penderita anemia menjadi kurang produktif

bekerja dibandingkan wanita tanpa anemia karena pada penderita

anemia mengalami penurunan kapasitas transportasi oksigen dan

terganggunya fungsi otot dikaitkan dengan defisit zat besi (Fe)

(Dharma, 2015).

Hari Perempuan Internasional tahun 2007, International

Labour Office (ILO) menunjukkan bahwa jumlah wanita bekerja

meningkat hampir 200 juta selama dekade terakhir. Data Sakernas

(Angkatan Kerja Nasional) tahun 2014-2015 diketahui bahwa jumlah

tenaga kerja wanita di Indonesia pada tahun 2015 meningkat menjadi

200.000 juta jiwa dibandingkan dengan jumlah tenaga kerja wanita

tahun 2013 yaitu 164.435 juta jiwa (Pujiastuti, 2017).

Berdasarkan penelitian World Health Organization (WHO)

tahun 2015, secara global prevalensi defisiensi besi di negara


berkembang dua sampai lima kali prevalensi anemia, dan

mempengaruhi 24,8% orang-orang didunia. Prevalensi defisiensi besi

bervariasi berdasarkan usia, jenis kelamin dan kondisi fisiologis,

patologis, lingkungan dan sosial ekonomi serta tahap kehidupan

(Bencaiova et al., 2012 dalam Rahmad, 2017).

Depatemen Kesehatan Republik Indonesia (2009)

menyatakan bahwa sekitar 50% dari 25 juta pekerja wanita di

Indonesia menderita anemia gizi besi. Anemia gizi besi ini

mengkibatkan kadar hemoglobin (Hb) pada pekerja perempuan di

bawah nilai rerata nasional. Nilai rerata nasional hemoglobin (Hb) pada

perempuan dewasa adalah 12,0 gr/dl. Sebanyak 17 provinsi di

Indonesia mempunyai nilai rerata kadar hemoglobin (Hb) dibawah nilai

rerata nasional. Menurut dara Riskesdas 2013, prevalensi anemia di

Indonesia yaitu 21,7%, dengan proporsi 20,6% di perkotaan dan

22,8% di pedesaan serta 23,9% perempuan (Ningrum dan Lailatul,

2017).

Berdasarkan hasil penelitian bahwa wanita yang bekerja

berpeluang hampir 30-40% untuk mengalami gejala anemia (Scholz et

al., 1997 dalam Rahmad, 2017). Suatu studi dilakukan di Tengerang,

bahwa prevalensi anemia pada pekerja wanita mencapai 69% (Suyardi

et al., 2016 dalam Rahmad, 2017). Pekerja yang menderita anemia

berdampak pada produktivitasnya yaitu 20% lebih rendah


dibandingkan pekerja dengan kondisi sehat (Indriani et al., 2011 dalam

Rahmad, 2017).

Kadar hemoglobin (Hb) dapat digunakan sebagai parameter

yang menandakan keadaan anemia zat besi. Anemia zat besi ditandai

dengan kadar hemoglobin (Hb) dibawah nilai normal 12,0 mg/dl pada

perempuan dewasa (Khasanah, 2018). Kekurangan hemoglobin (Hb)

dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang diedarkan ke

jaringan tubuh. Ketika hanya sedikit oksigen yang dapat didistribusikan

ke jaringan, gejala yang muncul adalah cepat lelah, nafas tersengal

atau pendek, kurang konsentrasi dan mudah terkena penyakit (Gita,

2019).

Dampak lain kekurangan Hb adalah perkembangan mental

dan kecerdasan terhambat, menurunnya imunitas serta meningkatkan

angka kesakitan. Menurut INACG (2004) dalam Gita (2019)

konsekuensi utama anemia adalah menurunkan produktivitas kerja

pada orang dewasa. Kekurangan hemoglobin pada usia produktif akan

berakibat pada menurunnya produktivitas kerja sebanyak 20-30%

(BAPPENAS, 2011 dalam Gita 2019).

Menurut (Kusriyana et al., 2010 dalam Rahmad, 2017), wanita

yang mengalami kekurangan energi dan protein menyebabkan pekerja

menjadi lambat berfikir untuk bertindak serta cepat lelah, sebaliknya

ditemukan pengaruh signifikan dengan meningkatkan kadar

Hemoglobin pekerja wanita dapat meningkatkan produktivitas kerja.


Hal ini menunjukkan untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi

dibutuhkan kadar Hemoglobin darah yang normal (Purwatiningtyas,

2011 dalam Rahmad, 2017).

Pada penelitian ini saya mengambil objek penelitian pada

pekerja penjahit di Mega Taylor. Yang kedudukannya di Tamalanrea

Kota Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.

Dari data awal yang penulis peroleh, bahwa Mega Taylor

mempunyai mayoritas tenaga kerja wanita, terutama di bagian

produksi mayoritas pekerja wanita (95%) dari seluruh tenaga kerja.

Keadaan anemia pada penjahit di Mega Taylor ini belum pernah

diadakan penelitian sebelumnya.

Berdasarkan latar belakang diatas penulis tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Konsumsi Keripik

Singkong Ebi terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin (Hb)

dengan Produktivitas Kerja pada Pekerja Wanita Penjahit di Mega

Taylor”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini berdasarkan latar

belakang diatas adalah sebagai berikut: “Adakah hubungan Konsumsi

Keripik Singkong Ebi terhadap Peningkatan Kadar Hemoglobin (Hb)

dengan Produktivitas Kerja pada Pekerja Wanita Penjahit di Mega

Taylor”?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum

Mengetahui pengaruh keripik singkong ebi terhadap kadar

Hemoglobin (Hb) dengan produktivitas kerja pada pekerja wanita

penjahit di Mega Taylor.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran kadar Hemoglobin (Hb) pekerja wanita di

Mega Taylor.

b. Mengetahui gambaran produktivitas pekerja wanita di Mega

Taylor.

c. Mengetahui pengaruh pemberian keripik singkong ebi terhadap

peningkatan kadar Hemoglobin (Hb) pada produktivitas pekerja

wanita di Mega Taylor.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu

manfaat teoritis dan manfaat praktis:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pemikiran atau memperkaya konsep ataupun teori pada

bidang gizi kerja terkait dengan hubungan konsumsi keripik

singkong ebi terhadap peningkatan kadar hemoglobin (Hb) dengan

produktivitas kerja pada pekerja wanita. Disamping itu, penelitian ini

diharapkan dapat menjadi referensi untuk penelitian terkait.

2. Manfaat Praktis
a. Memberikan gambaran pengaruh konsumsi keripik singkong ebi

terhadap peningkatan kadar hemoglobin (Hb) dengan

produktivitas kerja pekerja wanita pada manajemen perusahaan

Bomar.

b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam

penanggulangan anemia ataupun perbaikan gizi pekerja wanita

ditempat kerja.

c. Peneliti dapat mengaplikasikan teori yang diperoleh selama

perkuliahan dan menyesuaikan dengan keadaan dilapangan.

Anda mungkin juga menyukai