Anda di halaman 1dari 12

TAFSIR FILSAFAT

Makalah

Disusun untuk Memenuhi Tugas

pada Mata Kuliah Pengantar Filsafat

Oleh:

Izzal Afifir Rahman

11150340000149

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2016

1
DAFTAR ISI

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah

Pembahasan

2.1 Lima Ayat Berdasarkan Lafadh dan Urutan dan Identifikasi Unsur Unsur Bukti.
Epistemologi, Ontologi, Aksiologi.

2.2 Hubungan Unsur Epistemologi, Ontologi, Axiologi.

2.3 Perbandingan dengan 1 Kitab Tafsir

Penutup
Kesimpulan
Daftar Pustaka

A. PENDAHULUAN

2
1.1 Latar Belakang
Filsafat secara umum memiliki ragam dan sistem, sebagai satu dari sekian ilmu
dalam peradaban Islam, filsafat menjalani dinamika panjang yang diawali dengan catatan
emas akan semangat mengkaji dan mendalaminya, selain didukung oleh otoritas kekuasaan,
minat filsafat tumbuh dan berkembang berkat motivasi yang disuplai dari ajaran yang
menekankan arti penting berpikir dengan akal. Lebih dari itu, teks tersuci dalam Islam
bahkan di sebagian ayatnya, secara eksplisit memperagakan peran filosof, baik dalam tema
onto-teologis ataupun epistemologis. Sepanjang dinamika itu, tepatnya di era keemasan Islam
yang di identifikasi sejumlah ahli merentang sejak abad 9 sampai 14 Masehi filsafat di tangan
kaum muslimin menjadi salah satu motor peradaban Islam. Kualitas filosof muslim seperti
Ibnu Sina, Suhrawardi, dan Khajeh Thusi, telah meyakinkan publik.
Inkonsistensi para filsof seperti (Tahafut Al-Falasifah) karya Al-Ghazali yang
barangkali paling dominan menciptakan kecurigaan dan sikap sinis terhadap filsafat, kendati
Ibn Rusyd telah berupaya memulihkan kredibilitas filsafat, ini mengambarkan jatuh bangun
dinamika filsafat. Tinjauan sekilas tentang filsafat dan filosof Muslim itu merupakan refrensi
untuk menimbang fungsi filsafat Islam di Indonesia dengan segenap problematika yang di
hadapi bangsa. Kendati pada awalnya filsafat dalam tradisi Islam lebih identik dengan
ontologi. Seiring interaksinya filsafat barat, filsafat Islam juga mengalami pembidangan ilmu,
maka dalam tubuh filsafat Islam, tidak hanya ontologi, tetapi juga dipertengahan abad ini
terdisiplinkan bidang epistemologi atau aksiologi Islam. Filsafat Islam menempati posisi
yang selaknya tidak semata-mata ilmu, tetapi juga hikmah kebijaksanaan yang menanamkan
pengetahuan dan melahirkan kebijakan insani, science is organized knowledge, wisdom is
organized life.1

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud Lima Ayat Berdasarkan Lafadh dan Urutan dan Identifikasi
Unsur Unsur Bukti. Epistemologi, Ontologi, Aksiologi ?

2. Bagaimana bentuk hubungan unsur epistemologi, ontologi dan axiologi ?

3. Perbandingan dengan 1 Kitab Tafsir

1
Ammar Fauzi, Filsafat Islam dan Mendudukkan Problematika, Dalam jurnal Bulletin IC-ThuSI International
Conference on Thoughts on Human Sciences, volume 3, number 5, page, 109-110, November 2016.
3
B. PEMBAHASAN

1. Lima Ayat Berdasarkan Lafadh dan Urutan dan Identifikasi Unsur Unsur Bukti.
Epistemologi, Ontologi, Aksiologi.
1. َ‫ْب فِي ِه ِم ْن َربِّ ْال َعالَ ِمين‬ ِ ‫تَ ْن ِزي ُل ْال ِكتَا‬
َ ‫ب ال َري‬

“Turunnya Al Qur'an yang tidak ada keraguan di dalamnya, (adalah) dari Tuhan
semesta alam”. (QS As-Sajadah: 2)

Epistemologi (Proses) adalah (‫ب‬ ْ penjelasan bahwa Al Qur’an sebagai


ِ ‫ا‬XXَ‫)ال ِكت‬
kitab suci yang diturunkan oleh Allah. Ontologi (hasil) adalah ( َ‫ْب فِي ِه ِم ْن َربِّ ْال َعالَ ِمين‬
َ ‫)ال َري‬
Allah memberikan jaminan tidak ada ajaran yang menyesatkan didalamnya.
Aksiologi (nilai) dari QS As-Sajadah: 2 adalah Allah menyadarkan kita umat manusia
agar memberikan penilaian, bahwa Al Qur’an adalah satu satunya kitab suci yang
dijamin kebenarannya ( َ‫ْب فِي ِه ِم ْن َربِّ ْال َعالَ ِمين‬
َ ‫ب ال َري‬ ِ ‫)تَ ْن ِزي ُل ْال ِكتَا‬.

2. َ‫ك لَ َعلَّهُ ْم يَ ْهتَ ُدون‬ ٍ ‫ك لِتُ ْن ِذ َر قَوْ ًما َما أَتَاهُ ْم ِم ْن نَ ِذ‬
َ ِ‫ير ِم ْن قَ ْبل‬ ُّ ‫أَ ْم يَقُولُونَ ا ْفتَ َراهُ بَلْ هُ َو ْال َح‬
َ ِّ‫ق ِم ْن َرب‬

“Tetapi mengapa mereka (orang kafir) mengatakan: "Dia Muhammad mengada-


adakannya." Sebenarnya Al Qur'an itu adalah kebenaran dari Rabbmu, agar kamu
memberi peringatan kepada kaum yang belum datang kepada mereka orang yang
memberi peringatan sebelum kamu; mudah-mudahan mereka mendapat petunjuk”.
(QS As-Sajadah: 3)

Epistemologi (Proses) adalah ayat ( ‫ك‬ َ X ِ‫ير ِم ْن قَ ْبل‬ ٍ ‫ ِذ‬X َ‫اهُ ْم ِم ْن ن‬XXَ‫ا أَت‬XX‫ا َم‬XX‫ ِذ َر قَوْ ًم‬X ‫ )لِتُ ْن‬Allah
memberitahukan kepada nabi Muhammad bahwa Al Qur’an sebagai pemberi
peringatan kepada kaum yang belum datang pada masanya. Sementara Ontologi-nya
adalah ayat ( َ‫ ُدون‬XXَ‫ )لَ َعلَّهُ ْم يَ ْهت‬Agar Al Qur’an menjadi petunjuk bagi umat manusia.
Akisiologi (Nilai) dar ayat ini adalah (ُ‫ )أَ ْم يَقُولُونَ ا ْفت ََراه‬anggapan orang kafir bahwa nabi
Muhammad adalah sosok seseorang yang mengada-ngada dalam memberikan
penjelasan tentang Al-Qur;an and mereka tidak mempercayai kebenaran akan Al-
Qur’an, sementara Allah menyangkal melaui ayat (‫ك‬ َ ِّ‫ق ِم ْن َرب‬ ُّ ‫ )بَلْ هُ َو ْال َح‬justru Al Qur’an
lah yang memberikan kebenaran yang diturunkan oleh Rabbmu.

ِ ْ‫ر‬XX‫ت ََوى َعلَى ْال َع‬X‫اس‬


3. ‫ ِه ِم ْن َولِ ٍّي َوال‬Xِ‫ا لَ ُك ْم ِم ْن دُون‬XX‫ش َم‬ ْ ‫تَّ ِة أَي ٍَّام ثُ َّم‬X‫ا فِي ِس‬XX‫ا بَ ْينَهُ َم‬XX‫ض َو َم‬
َ ْ‫ت َواألر‬ َ َ‫هَّللا ُ الَّ ِذي خَ ل‬
ِ ‫ق ال َّس َما َوا‬
َ‫يع أَفَال تَتَ َذ َّكرُون‬
ٍ ِ‫َشف‬

4
“Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya
dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy. Tidak ada bagi kamu
selain dari padaNya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa
'at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?”. (QS As-Sajadah: 4)

Epistemologi (proses) adalah ayat (‫تَّ ِة‬X‫ا فِي ِس‬X‫ض َو َما بَ ْينَهُ َم‬ َ ْ‫ت َواألر‬ ِ ‫ق ال َّس َما َوا‬َ َ‫هَّللا ُ الَّ ِذي خَ ل‬
ِ ْ‫ )أَي ٍَّام ثُ َّم ا ْستَ َوى َعلَى ْال َعر‬Allahlah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di
‫ش‬
antara keduanya dalam enam masa, kemudian. Ontologi (hasil) dari pembahasan QS
As-Sajadah: 4 adalah (Dia bersemayam di atas 'Arsy). ‫رْ ش‬XX‫تَ َوى َعلَى ْال َع‬X ‫اس‬ ْ ‫ ثُ َّم‬Allah
memberikan petunjuk kepada manusia bahwa Dia berdiam diri di suatu tempat yang
agung (Arasy). Aksiologi (nilai) yang terkandung dari ayat ini adalah Allah
memberikan penilaian-Nya kepada kita melalui ayat ‫يع‬ ٍ ِ‫ َما لَ ُك ْم ِم ْن دُونِ ِه ِم ْن َولِ ٍّي َوال َشف‬tidak
ada bagi kamu selain Allah seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi
syafa 'atpun selain kehendak diri-Nya. Sekaligus menyruruh kita agar memperhatikan
segala kekuasaan yang di ciptakannya baik di bumi maupun dilangit ( َ‫)أَفَال تَتَ َذ َّكرُون‬.

4. َ‫ب النَّاسُ أَ ْن يُ ْت َر ُكوا أَ ْن يَقُولُوا آ َمنَّا َوهُ ْم ال يُ ْفتَنُون‬


َ ‫أَ َح ِس‬

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan : "Kami
telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?. (QS Al Ankabut: 2)

Epistemologi (proses) dari ayat ini adalah (‫وا‬XX‫ب النَّاسُ أَ ْن يُ ْت َر ُك‬َ XX‫ )أَ َح ِس‬Manusia
mengira bahwa mereka di biarkan saja tanpa diberi ujian ole Allah. Ontologi (hasil)
adalah ayat َ‫ آ َمنَّا َوهُ ْم ال يُ ْفتَنُون‬yakni cobaan yang diberikan oleh orang yang beriman.
Aksiologi (nilai) yang terkandung dalam QS Al Ankabut: 2 Allah memberi penilaian
bahwa tidak ada manusia yang terhindar dari ujian.

5. َ‫ص َدقُوا َولَيَ ْعلَ َم َّن ْال َكا ِذبِين‬


َ َ‫َولَقَ ْد فَتَنَّا الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم فَلَيَ ْعلَ َم َّن هَّللا ُ الَّ ِذين‬

“ Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka
sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya
Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. (QS Al Ankabut: 3)

Epistemologi (Proses) dari ayat ini mengacu pada ayat sebelumnya yakni
‫وا‬XX‫ب النَّاسُ أَ ْن يُت َرك‬
ُ ْ َ X‫ أَ َح ِس‬yakni manusia mengira bahwa mereka dibiarkan tanpa tanpa
diberikan cobaan. Ontologi (hasil) dari ayat ini adalah ‫ ْد فَتَنَّا الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم‬XXَ‫ َولَق‬yakni
pernyataan Allah yang telah menguji orang-orang sebelum mereka. Aksiologi (nilai)
dalam ayat QS Al Ankabut: 3 adalah ‫ َولَقَ ْد فَتَنَّا الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ِه ْم‬bahwa Allah mengetahui
orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.

2. Hubungan Unsur Epistemologi, Ontologi, Axiologi.


Ilmu Filsafat memiliki tiang-tiang penyangga yang mempperkuat ekstensinya yang
terdiri dari tiga aspek, yaitu epistemologi, ontologi dan aksiologi. Mujamil Qomar
5
menyatakan bahwa ketiganya sering diperlakukan berbeda, dalam segi penekanannya. Tradisi
intelektual Yunani misalnya lebih menekankan ontologi sehingga wacana-wacana dikalangan
filsuf Yunani lebih ditekankan dalam diskusi mengenai keberadaan substansif dari segala
sesuatu yang ada, baik yang ada dalam kognisi maupun realitas indrawi. Tradisi ontologis ini
kemudian melahirkan pengetahuan-pengetahuan yang bersumber pada metode spekulatif,
terutama filsafat. Sementara tradisi intelektual barat secara tajam, lebih memfokuskan diri
pada wilayah epistemologis. Filsafat barat lebih menekankan pada aspek proses yaitu
bagaimana suatu kebenaran ilmu dibangun sehingga proses ini melahirkan kebenaran
epistemologis. Adapun filsafat dalam tradisi islam lebih menekankan pada aspek aksiologi
sebagai basis dalam mengkontruksi fakta. Islam tidak menghendaki keterpisahan antara ilmu
dan sistem nilai. Dengan demikian, islam tidak mengenal science for science sebagaimana
dalam tradisi keilmuan barat, sedang Islam menghendaki adanya keterlibatan moralitas dalam
mencari ilmu.2 Dalam pandangan Islam ilmu filsafat tidak hanya pada wilayah eksperimental.
Lebih dari itu, filsafat dalam Islam mengacu pada tiga aspek. Pertama, metafisika yang
dibawa oleh wahyu yang mengungkapkan realitas. Kedua, aspek humaniora dan studi-studi
yang berkaitan meiputi pembahasan mengenai kehidupan manusia, hubungannya dengan
dimensi ruang dan waktu, psikologi, sosiologi, ekonomi, dan lain sebagainya. Ketiga, aspek
material yang meliputi kajian tentang alam raya yang diperuntukkan bagi manusia, untuk
membangun ilmu pengetahuan melalui hasil obsevarsi dan eksperiman di laboratorium. 3
Dalam Islam, ilmu pengetahuan tidak cukup dengan menelaah sumber dan
metodenya, tetapi juga dikaji aspek aksiologisnya sehingga pengembangan ilmu bermanfaat
bagi kesejahteraan manusia. Pada sisi lain, ketika filsafat barat secara epistemologi lebih
bersifat antroposentris, dalam Islam illmu pengetahuan itu, selain berpusat pada manusia
(antroposentris) juga berpusat pada Allah (teosentris) sebagai sumber pengetahuan dan
kebenaran.4

Epistemologi Ontologi Aksiologi


(Proses) (Hasil) (Nilai)

Empiris Fisik Untuk Apa


2
Mujamil Qamar, Epistemologi Pendidikan Islam dari Metode Rasional hingga Metode Kritik, (Cet. III;
Jakarta: Erlangga, 2007), hlm. 32-33.
3
M. Zainuddin, Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam, (Jakarta: Lintas Pustaka, 2006), hlm. 53.
4
Miska Muhammad Amien, Epistemologi Islam (Cet. I; Jakarta: UI Press, 1983), hlm. 11.
6
(Terindra)
Bisa dirasakan
Bisa diraba
Bisa silihat

Semi Metafisik
(Dari tidak terindra, jadi
terindra)
Contoh pertama;
Rambut bila dibelah terus
melalui teknologi, akan
ketemu mosom, jenis
DNA.
Contoh kedua;
Hand body lotion yang
banyak ditemui toko-toko
swalayan, banyak
menngandung manfaat
salah satunya vitamin bagi
kesehatan kulit. Walau
secara kasat mata tidak
terlihat namun hal tersebut
bisa dilihat menggunakan
alat teknologi.

Metafisik Manfaat
(Tidak terindra)

7
Rasional Ide Etika Ekseketika

Sumber epistemologi Al Qur’an adalah ide


dalam Islam adalah (Semua yang ada di
rasionalitas akal. Banyak fikiran), karna bersifat Baik Buruk Indah Jelek
ayat-ayat Al Qur;an yang kulli semisal perintah salat
meyinggung manusia agar yang arti kata dalam Al
membina ilmu pengetahua Qur’an yaitu doa masih
melalui akalnya. QS Al bersifat kulli, hal ini tentu Pragmatis
Nahl (16): 11-12, QS Ali membutuhkan penjelasan
Imran (3): 190-191, QS Al lebih lanjut. Sumber
Ghasyiyah (88): 17-20, dan hukum umat islam yang Materi Metafisik
QS Al Baqarah (2): 164. kedua yakni, hadis telah
Ayat-ayat tersebut memberikan penjelasan
memerintahkan manusia bahwa salat adalah Surga Neraka
agar berpikir mengunakan membaca takbir, rukuk,
rasionalitas akalnya sujud, tasyahud awal,
tasyahud akhir hingga
salam.

8
Intuisi All Science

Katakanlah kita naik


sepeda motor dengan
kecapatan 80/Jam, tidak
disangka sangka jembatan
yang akan kita lalui ada
tulisan “Maaf sedang ada
perbaikan jembatan putus”.
Kemudiaan karnna sebab
itu, kita rem mendadak dan
dalam jiwa mengatakan
“Untung ngga lewat situ”.
Inilah yang disebut intuisi.

3. Perbandingan dengan 1 Kitab Tafsir


Epistemologi dan kuasa manusia itu dekat satu sama lain, alam ini tidak dapat
dikuasai kecuali dengan jalan mentaatinya, agar dapat taat pada alam manusia perlu
mengenalnya lebih dulu dan untuk mengetahui alam diperlukan obsevarsi, pengukuran,
penjelasan, dan pembuktian.5 Menurutnya pengetahuan tidak akan mengalami perkembangan
dan tidak akan bermakna kecuali ia mempunyai kekuatan yang dapat membantu manusia
meraih kehidupan yang lebbih baik, “ Knowledge is power, it is not opinion to be held, but a
work to be done, I am laboring to lay the foundation not of any sector of doctrine, but of
utility and power”.6 Dardiri dalam bukunya Humaniora, Filsafat dan Logika mengatakan,
ontologi adalah menyelidiki sifat dasar dari apa yang nyata secara fundamental dan cara yang
berbeda dimana entitas dari kategori-kategori yang logis berlainan objek-objek fsisis, hal
universal, abstraksi dapat dikatakan ada; dalam kerangka tradisional ontologi dianggap
sebagai teori mengenai prinsip-prinsip umum dari hal yang ada, sedangkan dalam hal
pemakiannya akhir-akhir ini, ontologi dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada. 7 Louis
O. Kattsoff dalam Elements of Filosophy mengatakan, Ontologi itu mencari ultimate reality
dan menceritakan di antara contoh pemikiran ontologi adalah pemikiran Thales, yang
berpendapat bahwa air adalah ultimate subtance yang mengeluarkan semua benda.8
Bramel berpendapat, aksiologi terbagi dalam tiga bagian. Pertama, moral conduct,
yaitu tindakan moral, bidang ini menimbulkan disiplin khusus, yakni etika. Kedua esthetic
expression, yaitu ekspresi keindahan. Ketiga, sosio political life, yaitu kehidupan sosial
politik.9 Dalam Encylopedia of Philosophy dijelaskan, aksiologi disamakan dengan Value
and Valuation dalam tiga bentuk.
5
Endang Saefuddin Anshari, Ilmu Filsafat dan Agama, (Surabaya: Bina Ilmu, 1985), hlm. 61.
6
Will Durant, The Story of Philosophy, (New York: Simon & Schuter, 1993), hlm. 99.
7
A. Dardiri, Humaniora, Filsafat, dan Logika, (Jakarta: Rajawali, Cet. I, 1986), hlm 17.
8
Lois O Katsoff, Element of Philosophy, (New York: The Roland Press Company, 1953), hlm. 178.
9
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1977), cet. 1, hlm. 106.
9
1. Nilai, yang digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam arti sempit seperti, baik,
menarik, dan bagus. Sedangkan dalam pengertian luas mencakup sebagai tambahan
pengguaan segala kritik pro dan kontra.
2. Nilai sebagai kata benda yang konkrit. Misal ketika kita berkata sebuah nilai, sering
kali dipakai untuk disandarkan kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya dia.
Kemudian dipakai untuk apa saja yang memiliki nilai baik atau tidak bernilai.
3. Nilai digunakan sebagai kata kerja ekspresi menilai, memberi nilai, dan dinilai.
Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti menghargai dan
mengevaluasi.10

C. KESIMPULAN
Salah satu bidang filsafat kontemporer adalah epistemology sebagai sumber
pengetahuan yang memiliki dua bagian; universal dan partikular, yang pertama diperoleh
melalui akal dan yang kedua melalui indra. Mengingat bahwa pengetahuan universal itu
produk dari proses akal yang mengabstrasikan pengetahuan partikular. Ibn Sina dalam
Burhan al Syifa mengungkapkan “Man faqada hissan faqada” ‘ilman” maksudnya ialah
manusia yang kehilangan salah satu indranya pasti akan kehilangan ilmu pengetahuan
universal, yang diperoleh darinya, sedang ontologi merupakan bagian pemahaman filsafat
yang muncul, di awal-awal sejarah perkembangan filsafat, yang berperan menyingkap realitas
hakiki dan menjangkau inti terdalam dalam setiap entitas wujud. Dalam aksiologi
berdasarkan pembagian di kalangan filsuf pasca era Aristoteles, masalah-masalah nilai, dan
etika dalam aksiologi, dikategorikan sebagai bagian dari filsafat praktis.11

10
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam,(Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 52.

11
Abolfazl Kiyashemshaki, Interaksi Filsafat Islam dan Irfan dalam Hikmah Muta’aliyah. Dalam jurnal Kanz
Philosophia A Journal for Islamic Philosophia and Mysticism, volume 4, number I, page, 61, June 2014.
10
DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Ammar. “Filsafat Islam dan Mendudukkan Problematika”, Dalam jurnal Bulletin IC-
ThuSI International Conference on Thoughts on Human Sciences, volume 3, number 5,
November 2016.

Pendidikan Islam dari Metode Rasional hingga Metode Kritik, Cet. III; Jakarta: Erlangga,
2007.

Zainuddin, M. Filsafat Ilmu Perspektif Pemikiran Islam, Jakarta: Lintas Pustaka, 2006.

Amien, Miska Muhammad. Epistemologi Islam Cet. I; Jakarta: UI Press, 1983.

Saefuddin, Endang. Ilmu Filsafat dan Agama, Surabaya: Bina Ilmu, 1985.

Durant, Will. The Story of Philosophy, New York: Simon & Schuter, 1993.

Dardiri, A. Humaniora, Filsafat, dan Logika, Jakarta: Rajawali, Cet. I, 1986.

Katsoff, Lois O. Element of Philosophy, New York: The Roland Press Company, 1953.

Jalaluddin dan Abdullah Idi. Filsafat Pendidikan, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1977.

Suharto, Toto. Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014.

Kiyashemshaki, Abolfazl. “Interaksi Filsafat Islam dan Irfan dalam Hikmah Muta’aliyah”.
Dalam jurnal Kanz Philosophia A Journal for Islamic Philosophia and Mysticism, volume 4,
number I, June 2014.

11
12

Anda mungkin juga menyukai