Anda di halaman 1dari 11

‘ULÛM AL-QUR’AN DALAM KAJIAN ONTOLOGI,

EPISTEMOLOGI DAN AKSIOLOGI

I. PENDAHULUAN
Kajian tentang Al-Quran menempati posisi sentral dalam studi-studi
keislaman. Al-Quran di samping berfungsi sebagai huda (petunjuk), juga berfungsi
sebagai furqan (pembeda). Ia menjadi tolok ukur dan pembeda antara kebenaran dan
kebatilan.Dalam memahami Al-Qur’an diperlukan beberapa pendekatan keilmuan,
salah satunya adalah ‘Ulῡm al-Qur’an yang memiliki sub-sub bidang kajian guna
memahami  Al-Qur’an. Untuk mempelajari Al Quran secara menyeluruh, kaum
muslimin harus mengetahui ruang lingkup pembahasan ‘Ulῡm al-Qur’an serta
metode yang digunakan para Ulama dalam memperoleh ilmu-ilmu tersebut. dapat
ditelaah berdasarkan ilmu pengetahuan yang bertumpu pada tiga cabang filsafat yaitu
ontologi, epistemologi dan aksiologi. Hasil kajian pada masalah ini tentunya akan
semakin mempertebal keimanan seorang muslim terhadap Al-Quran sebagai kitab
sucinya dan dapat dijadikan landasan pokok dalam pengembangan ilmu-ilmu lainnya
Al-qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW.
lewat perantara malaikat Jibril. Al-Qur’an merupakan sumber ilmu bagi kaum
muslimin yang merupakan dasar-dasar hukum yang mencakup segala hal, baik
aqidah, ibadah, akhlak, mu’amalah dan sebagainya.
…dan Kami turunkan kitab (Al Quran) kepadamu untuk menjelaskan segala
sesuatu, sebagai petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang
yang berserah diri (muslim)1
Mempelajari isi Al-qur’an akan menambah perbendaharaan baru, memperluas
pandangan dan pengetahuan, meningkatkan perspektif baru dan selalu menemui hal-
hal yang selalu baru. Lebih jauh lagi, kita akan lebih yakin akan keunikan isinya yang
menunjukan Maha Besarnya Allah sebagai penciptanya.
…dan Sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah kitab (Al Quran)
kepada mereka, yang Kami jelaskan atas dasar pengetahuan, sebagai
petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.2
Mengingat Al-Qur’an sebagai pedoman hidup bagi manusia, oleh karena itu
harus dipelajari dan dikaji secara mendalam. Untuk dapat mengetahui isi kandungan
Al-Qur’an diperlukan sebuah ilmu yang mempelajari tentang Al-Qur’an secara detail,
1
Kementerian Agama,  Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 377
2
Ibid. h.212
yaitu ‘Ulῡm al-Qur’an. Pembahasan mengenai ‘Ulῡm al-Qur’an ini insya Allah akan
dibahas pada makalah ini.

II. PEMBAHASAN
A. ‘Ulûm al-Qur’an dalam Perspektif Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi
Ada tiga prasyarat utama bangunan sebuah ilmu, yaitu (1) apa hakikat ilmu
itu sesungguhnya atau apa yang ingin diketahui, (2) bagaimana cara mendapatkan
pengetahuan tersebut, dan (3) apa fungsi pengetahuan tersebut bagi manusia.
Pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan hal pertama berkenaan dengan
landasan ontologis, pertanyaan kedua berkenaan dengan landasan epistimologis,
dan pertanyaan ketiga berkaitan dengan landasan aksiologis.
‘Ulûm al-Qur’an juga memiliki struktur keilmuan seperti di atas, yaitu apa
yang ingin diketahui dari ‘ulûm al-Qur’an? Hal ini menjadi basis ontologis ‘ulûm
al-Qur’an. Bagaimana cara mendapatkan ‘ulûm al-Qur’an? Menjadi basis
epistimologis ‘ulûm al-Qur’an. Apa manfaat dari ‘ulûm al-Qur’an? menjadi basis
aksiologis ‘ulûm al-Qur’an.
1) Ontologi ‘Ulum al-Qur’an
Dalam sudut pandang ontologi, yaitu apa yang dipelajari oleh
‘ulum al-Qur’an. Dengan menganalisa pengertian ulum al-Qur’an baik
secara etimologi maupun terminologi maka tergambarlah objek yang akan
menjadi kajiannya.
Kata ulûm al-Qur’an berasal dari bahasa Arab, terdiri dari kata
‘ulûm dan al-Qur’an. Kata ‘ulûm merupakan bentuk jamak dari ilmu yang
secara etimologis berarti ilmu-ilmu.3 Menurut Manna’ al-Qaththan, ‘Ulûm
merupakan bentuk jama dari ‘Ilmu  yang berarti al-fahmu wa al-Idrâk
berarti faham dan  menguasai. Kemudian arti kata ini berubah menjadi
permasalahan yang beraneka ragam yang disusun secara ilmiah.4
Al-Qur’an secara etimologis  diambil dari   ‫ قران‬ ‫يقرا‬    ‫ قرا‬sewajan
dengan kata  ‫ فعال ن‬ berarti bacaan. Dalam pengertian ini kata  ‫ق==ران‬

3
Dr. Azyumardi Azra, Editor, Sejarah dan ‘Ulum al-Qur’an, Jakarta, Pustaka Firdaus, 2008,
h.39
4
Manna’ al-Qaththan, Mabâhis fî ‘Ulûm al-Qurân,  Riyadh, Manshûrât al-‘Ashr al-Hadîts,
1972, h,.  15
berarti       ‫ مقروء‬yaitu isim maf’ul ( objek ) dari ‫قرا‬.5 Hal ini sesuai dengan
firman Allah Swt dalam surat al-Qiyamah (75): 17-18:
Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di
dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.  Apabila kami Telah
selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu.” (QS. Al-
Qiyamah : 17-18).
Al-Qur’an secara terminologis terdapat beberapa pengertian 
sebagaimana di tuliskan Ash-Shidiqie sebagai berikut: 6
 Ahli Ushul Fikih menyatakan  Al-Qur’an adalah  nama
bagi keseluruhan Al-Qur’an dan nama untuk bagian-bagiannya.
 Ahli ilmu kalam menyatakan  Al-Qur’an adalah kalimat-
kalimat ghaib yang azali sejak dari awal al-Fatihah sampai akhir
an-Nas, yaitu lafaz-lafaz yang terlepas dari sifat kebendaan, baik
secara dirasakan, dikhayalkan  ataupun lain-lainnya  yang tersusun
pada sifat Allah yang qadim.
 As-Syuyuthy dalam kitab Al-Itman, Al-Qur’an adalah
kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad yang tidak dapat
ditandingi  oleh yang menantangnya walaupun sekedar satu ayat
saja, dan merupakan ibadah bagi yang membacanya.
 Asy-Syaukani dalam Al-Irsyad, Al-Qur’an adalah
kalamullah yang diturunkan kepada Muhammad yang
ditilawahkannya dengan lisan lagi mutawatir penukilannya.
Dengan melihat beberapa pengertian tentang Al-Qur’an, dapat
disimpulkan bahwa Al-Qur’an adalah kalam atau firman Allah yang
diturunkan kepada Muhammad Saw yang membacanya merupakan
ibadah. Hal ini dengan dasar Al-Qur’an merupakan informasi yang
langsung dari Allah dan diberikan kepada Nabi Muhammad Saw. Wahyu
Allah yang diberikan kepada selain dia tidak disebut Al-Qur’an, seperti
kepada Nabi Musa disebut kitab Taurat. Membacanya merupakan ibadah
sebagai pembeda antara Al-Qur’an dengan Al-Hadis, karena hadis keluar
dari Nabi, tetapi membacanya tidak termasuk ibadah.
Sedangkan pengertian ‘Ulum al-Qur’an dapat dikaji  dari berbagai
sumber
5
Ibid. h. 15 -16
6
Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, Semarang, Pustaka
Rizki Putra, 2010, h. 1
1. Menurut Manna’ al-Qaththan7

‫ وجم==ع الق==ران‬ ‫ اسباب‬ ‫العلم الذي يتناول اال بحاث المتعلقة بالقران من حيث‬
‫والمنس==وخ= والمحكم والمتش==به‬  ‫وترتيب==ه ومعرف==ة المكى والم==دنى والناس==خ‬
‫غير ذلك مما له صلة بالقران‬ ‫الى‬
Ilmu yang mencakup pembahasan-pembahasan yang
berkaitan dengan al-Qur’an, dari sisi informasi tentang asbab an-
nuzulnya, kodifikasi dan tertib penulisan al-Qur’an, ayat-ayat yang
diturunkan di Mekkah dan ayat-ayat yang diturunkan di Madinah
dan hal-hal yang berkaitan dengan al-qur’an.
2. Menurut Az-Zarqani8
‫مب==احث تتعل==ق ب==القران الك==ريم من ناحي==ة نزول==ه وترتيتب==ه وجمع==ه وكتابت==ه‬
‫وقراءته وتفس==يره واعج==ازه وناس==خه ومنس==وخه ودف=ع= الش==به عنهونح=و= ذلك‬

Beberapa pembahasan yang berkaiatan dengan al-Qur’an


dari sisi turun, urutan penulisan, kodifikasi, cara membaca,
kemukjizatan, nasikh mansukh, dan penolakan hal-hal yang bisa
menimbulkan keraguan terhadapnnya, serta hal-hal lain.
Pengertian ulum dan Al-Qur’an jika digabung menjadi
‘ulûm al-Qur’an, maka secara etimologi adalah segala ilmu yang
berhubungan dengan al-Qur’an.  Dengan pengertian ulum Al-
Qur’an secara etimilogi, maka akan tercakup  di dalamnya berbagai
disiplin ilmu yang berhubungan dengan al-Qur’an,seperti ‘Ilmu
Tafsir al-Qur’an, Ilmu Qiraat, Ilmu Rasm al-Qur’an, ilmu I’jâz al-
Qur’an, ilmu Asbâb  an-Nuzûl, ilmu Nâsikh wa al-Mansûkh, ilmu
I’râb al-Qur’an, ilmu Ghârib al-Qur’an, Ulûm ad-Din, ilmu Lughah
dan lain-lain. Ilmu-ilmu tersebut merupakan sarana dan cara untuk
memahami al-Qur’an. Ulum al-Qur’an ini sering juga disebut ushul
al-Tafsir (dasar-dasar tafsir), karena membahas beberapa masalah
yang harus dikuasai  seorang mufasir sebagai sandaran dalam
menafsirkan al-Qur’an.9

7
Manna’ al-Qathathan, Mabahits fi ‘Ulum al-ur’an, Mansyurat Al Ashr al-Hadits, 1973, h.
15-16
8
Muhammad ‘Abd al-‘Azim al-Zarqani, Manâhil al-‘Irfân, Dârl Fikr, Beirut,t.t. Jilid I, h.27
9
Manna’ al-Qathathan, Op.Cit, h. 16
Secara garis besar objek  kajiannya disimpulkan oleh Hatta
Syamsuddin, Lc, dalam Modul Ulum al-Qur’an sebagai berikut:10
a. Sejarah dan perkembangan ulum al-Qur’an,
meliputi  rintisan ulum al-Qur’an pada masa Rasulullah Saw,
sahabat, tabi’in, tabi it-tabi’in, dan  perkembangan
selanjutnya lengkap dengan nama-nama ulama dan
karangannya di bidang ulum al-Qur’an di setiap zaman dan
tempat.
b. Pengetahuan tentang al-Qur’an, meliputi
makna al-Qur’an, karakteristik al-Qur’an, nama-nama al-
Qur’an, wahyu turunnya al-Qur’an, Ayat Makkiyah dan
Madaniyah, asbab an-nuzul, dan sebagainya.
c. Metodologi penafsiran al-Qur’an,  meliputi
pengertian tafsir dan takwil, syarat-syarat mufassir dan adab-
adabnya, sejarah dan perkembangan ilmu tafsir, kaidah-
kaidah dalam penafsiran al-Qur’an, muhkam dan mutasyabih,
‘am dan khas, nasikh wa mansukh, dan sebagainya.
Dengan demikian kajian ulum al-Qur’an  adalah segala
ilmu yang erat kaitan dengan intisari ajaran al-Qur’an baik dari segi
penulisan, cara membaca, menafsirkan, asba an-Nuzul, nasikh
mansukh, kemukjizatan maupun ilmu-ilmu sebagai sanggahan
terhadap serangan atau yang melemahkan kemurnian al-Qur’an
baik ditinjau dari aspek keberadaannya sebagai al-Qur’an maupun
aspek pemahaman kandungannya sebagai pedoman dan petunjuk
bagi manusia atau berkaitan dengan ilmu-ilmu yang berhubungan
dengan aspek keperluan membahas al-Qur’an.
‘Ulûm al-Qur’an ini akan berkembang sesuai
perkembangan waktu yang semakin kompleks dan global. ‘Ulûm
al-Qur’an ada karena perkembangan masalah yang berhubungan
dengan al-Qur’an. Hal ini tidak terlepas dari fungsi al-Qur’an
sebagai pedoman hidup umat Islam.
Maka sebagai pedoman hidup dari segi al-Qur’annya tidak
bertambah, akan tetapi dari segi sarana yang  dapat membantu
10
Hatta Syamsuddin, Lc, Modul Ulum al-Qur’an,  Surakarta, Pesantren Ar Royan, 2008. h.6
memahami  al-Qur’an semakin hari semakin berkembang. Contoh
ketika Al-Qur’an masih berada di kalangan bangsa Arab, al-Qur’an
masih berupa tulisan yang tidak dilengkapi sakal.  Padahal sakal ini
sangat dibutuhkan bagi kalangan non Arab, untuk membantu cara
membaca, memahami al-Qur’an supaya tidak keliru.
2) Epistemologi ‘Ulûm al-Qur’an
Epistemologis dipahami sebagai sarana untuk meneliti prosedur-
prosedur metodologis yang dibangun oleh beragam asumsi dengan cara
mengkritisi serta mempertanyakan atau menguji kembali pengetahuan itu
sendiri.
Sejarah perkembangan ‘Ulum Al-Quran dapat pula ditinjau dari
sudut metode ‘Ulum Al-Quran. Walaupun disadari bahwa setiap fase
mempunyai metode yang berbeda dalam penggalian ‘Ulum Al-Qur’an.11
a. Fase Sebelum Kodifikasi Qabl ‘Ashr At-Tadwin
Pada Fase Sebelum Kodifikasi, ‘Ulum Al-Quran sudah
terasa semenjak Nabi Muhammad SAW masih ada. Setiap
Rasulullah selesai menerima wahyu ayat Al-Quran, beliau
menyampaikan wahyu itu kepada para sahabatnya. Rasulullah
SAW menjelaskan tafsiran-tafsiran ayat Al-Quran kepada mereka
dengan sabda, perbuatan, dan persetujuan beliau serta dengan
akhlak-akhlak dan sifat beliau.
b. Fase Kodifikasi
Pada fase ini, ‘Ulum Al-Quran dan kitab-kitab keilmuan
mulai dikodifikasi. Fenomena ini berlangsung ketika Khalifah Ali
bin Abi Thalib memerintahkan Abul Aswad Ad-Da’uli untuk
menulis ilmu nahwu. Setelah itu pengkodifikasian ilmu semakin
marak, terlebih-lebih pada masa pemerintahan bani Umayyah dan
Bani ‘Abasiyyah.
Dengan demikian pada fase inilah terjadi perkembangan
‘Ulum Al-Quran yang menghasilkan ‘Ulum Al-Quran yang
mempunyai ruang lingkup pembahasan yang luas. ‘Ulum Al-
Quran meliputi semua ilmu yang ada kaitanya dengan Al-Quran,
baik berupa ilmu-ilmu agama, seperti ilmu tafsir maupun ilmu-
11
Rosihan Anwar. Ulum Al-Quran, Pustaka Setia, Bandung, 2008, hlm. 17-23
ilmu bahasa Arab, seperti ilmu balaghah dan ilmu I’rab al-Quran.
Disamping itu, masih banyak lagi ilmu-ilmu yang tercakup di
dalamnya. Dalam kitab Al-Itqan, Assyuyuthi menguraikan
sebanyak 80 cabang ilmu.12 Dari tiap-tiap cabang terdapat
beberapa macam cabang ilmu lagi. Kemudian dia mengutip Abu
Bakar Ibnu al_Araby yang mengatakan bahwa ‘Ulum Al-Quran
terdiri dari 77450 ilmu. Hal ini didasarkan kepada jumlah kata
yang terdapat dalam al-Quran dengan dikalikan empat. Sebab,
setiap kata dalam al-Quran mengandung makna Dzohir, batin,
terbatas, dan tidak terbatas. Perhitungan ini masih dilihat dari
sudut mufrodatnya. Adapun jika dilihat dari sudut hubungan
kalimat-kalimatnya, maka jumlahnya menjadi tidak terhitung.13
Firman Allah:
Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis)
kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum
habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami
datangkan tambahan sebanyak itu (pula).14
Metodologi ‘Ulum Al-Quran pada fase kodifikasi ini,
secara umum terbagi atas dua bagian yaitu:15
1. Metode Transmisi (periwayatan).
Pada metode ini cara yang digunakan untuk
mendapatkan ilmu ini adalah berdasarkan periwayatan dari
orang-orang yang melihat dan mendengar langsung tentang
turunnya ayat Al-Quran yang dimaksud. Cabang- cabang
‘Ulum Al-Quran yang menggunakan metode ini adalah :
Asbab An-Nuzul, Makkiyyah dan Madaniyyah, Ilmu Qiraat,
ilmu Nasikh-Mansukh.

2. Metode Analogi (Ijtihad).


Pada metode ini cara yang digunakan untuk
mendapatkan ilmu ini adalah berdasarkan ijtihad jika tidak
ditemukannya riwayat baik dari Nabi maupun para sahabat.
12
Jalaluddin As-Suyuthi, Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Quran, Dar Al-Fikr, Beirut,t.t., Jilid I.
13
Muhammad ‘Abd al-‘Azim al-Zarqani, Op. Cit. h.23
14
Kementerian Agama Op. Cit. h. 417
15
Rosihon Anwar. Op.Cit. h.24
Oleh karena itu tidak ada keharusan mencari riwayat pada
setiap ayat. Hal ini disebabkan, Al-Quran diturunkan secara
berangsur-angsur mengikuti berbagai kejadian yang ada.
Sehingga seorang mufassir terkadang tidak menemukan
sebab, pengertian dan keterkaitan antara ayat yang satu
dengan yang lainnya.. Cabang- cabang ‘Ulum Al-Quran
yang menggunakan metode ini adalah : Asbab An-Nuzul,
Munasabah, Makkiyyah dan Madaniyyah, ilmu Nasikh-
Mansukh, ilmu I’jazul Quran

3) Aksiologis ‘Ulûm al-Qur’an


Aksiologi dalam filsafat ilmu berbicara tentang kegunaan dari
sebuah ilmu. Untuk apa ilmu itu dipelajari ? Apa nilai manfaat buat
kehidupan manusia?
Maka aksiologis ‘ulûm al-Qur’an tidak terlepas dari tujuan Al-
Qur’an itu sendiri. Al-Qur'an seperti diyakini kaum muslim merupakan
kitab hidayah, petunjuk bagi manusia dalam membedakan yang haq
dengan yang batil. Dalam berbagai versinya Al-Qur'an sendiri
menegaskan beberapa sifat dan ciri yang melekat dalam dirinya, di
antaranya bersifat transformatif. Yaitu membawa misi perubahan untuk
mengeluarkan manusia dari kegelapan-kegelapan (Zhulumât) di bidang
akidah, hukum, politik, ekonomi, sosial budaya dan lain-lain kepada
sebuah cahaya (Nûr) petunjuk Ilahi untuk menciptakan kebahagiaan dan
kesentosaan hidup manusia, dunia-akhirat. Dari prinsip yang diyakini
kaum muslim inilah usaha-usaha manusia muslim dikerahkan untuk
menggali format-format petunjuk yang dijanjikan bakal mendatangkan
kebahagiaan bagi manusia.
Dalam upaya penggalian prinsip dan nilai-nilai Qur'ani yang
berdimensi keilahian dan kemanusiaan itulah ‘ulûm al-Qur’an dihasilkan.
Sementara tujuan pokok Al-Qur’an seperti dipaparkan Quraish Shihab
adalah:16

16
Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, Mizan Media Utama, Bandung, 1994
a. Petunjuk akidah dan kepercayaan yang harus
dianut oleh manusia yang tersimpul dalam keimanan akan keesaan
Tuhan dan kepercayaan akan kepastian adanya hari pembalasan.
b. Petunjuk mengenai akhlak yang murni dengan
jalam menerangkan norma-norma keagamaan dan susila yang
harus diikuti oleh manusia dalam kehidupannya secara individual
atau kolektif.
c. Petunjuk mengenai syariat dan hukum dengan
jalan menerangkan dasar-dasar hukum yang harus diikuti oleh
manusia dalam hubungannya dengan Tuhan dan sesamanya.
Merujuk pada pengertian di atas, maka disiplin ‘ulûm al-Qur’an
memiliki urgensi yaitu untuk mengetahui isi kandungan Al-Qur'an dengan
memahami berbagai petunjuk dan informasi yang ada di dalamnya.
Melaksanakan ajaran Islam tidaklah akan berhasil kecuali dengan
memahami dan menghayati Al-Qur’an terlebih dahulu, serta berpedoman
atas nasihat dan petunjuk yang tercakup di dalamnya. Untuk itulah
diperlukan ‘ulûm al-Qur’an, yang merupakan kunci pemahaman kita
terhadap Al-Qur’an.
Seseorang yang membaca Al-Qur’an seharusnya mempelajari
aturan-aturan tentang hukum-hukum Al-Qur’an, sehingga dapat
memahami kehendak Allah SWT, dan apa yang menjadi kewajiban bagi
dirinya. Maka dengan cara itu niscaya pembaca akan mengetahui manfaat
dari bacaannya dan dapat mengamalkan apa yang telah dibaca.
Sehingga dapatlah  dikatakan bahwa tujuan mempelajari ulum al-
Qur’an ini adalah antara lain sebagai berikut:
a. Memperoleh keahlian dalam mengistimbath hukum
syara’ baik mengenai keyakinan atau I’tiqad , amalan, budi pekerti
maupun lainnya.
b. Memudahkan umat Islam dalam membaca, memahami
kandungan al-Qur’an.
c. Mengurangi perbedaan pemahaman-pemahaman yang
prinsipil.
d. Menggali kandungan yang terdapat dalam al-Qur’an
e. Menguatkan keimanan dan solidaritas terhadap ajaran
al-Qur’an.
f. Menjelaskan kelebihan-kelebihan al-Qur’an sebagai
wahyu Allah bila dibandingkan dengan kitab suci lainnya.
g. Mempersenjatai diri dari serangan yang melemahkan
al-Qur’an dari waktu ke waktu.

III. KESIMPULAN
Kajian ulum al-Qur’an  adalah segala ilmu yang erat kaitan dengan intisari
ajaran al-Qur’an baik dari segi penulisan, cara membaca, menafsirkan, asba an-Nuzul,
nasikh mansukh, kemukjizatan maupun ilmu-ilmu sebagai sanggahan terhadap
serangan atau yang melemahkan kemurnian al-Qur’an baik ditinjau dari aspek
keberadaannya sebagai al-Qur’an maupun aspek pemahaman kandungannya sebagai
pedoman dan petunjuk bagi manusia atau berkaitan dengan ilmu-ilmu yang
berhubungan dengan aspek keperluan membahas al-Qur’an.
Tujuan mempelajari ulum al-Qur’an ini antara lain untuk mengetahui
kandungan yang terdapat di dalam al-Qur’an, sehingga informasinya dapat dijadikan
pedoman dalam kehidupan untuk mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan di
akhirat.
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan, Manna’. (1972). Mabâhis fî ‘Ulûm al-Qurân. Riyadh :Manshûrât


al-‘Ashr al-Hadîts.
Al-Zarqani, Muhammad ‘Abd al-‘Azim, (t.t.) Manâhil al-‘Irfân, Dârl Fikr,
Beirut : Jilid I, h.27
As-Suyuthi, Jalaluddin, (t.t.)Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Quran, Dar Al-Fikr: Beirut.
Ash-Shiddieqy, Hasbi. (2010). Sejarah dan Pengantar Ilmu
al-Qur’an dan Tafsir, Semarang : Pustaka Rizki Putra.
Azra, Azyumardi. (2008) Editor, Sejarah dan ‘Ulum al-Qur’an, Jakarta:
Pustaka Firdaus.
Ibrahim, Ab Fadhil Muhammad. (1957).Al Burhân fî Ulûm al-Qur’ân, Kairo:
Daru at Turas.Jilid 1.
Kementerian Agama, (2011) Al-Qur’an dan Terjemahnya. Jakarta: Adhi
Aksara Abadi.
Shihab, Quraish. (1994). Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan Media
Utama
Syamsuddin, Hatta. (2008). Modul Ulum al-Qur’an,  Surakarta: Pesantren Ar
Royan.

Anda mungkin juga menyukai