Anda di halaman 1dari 6

Nama : Ambrina Rosyadah

NIM : PO.71.20.1.19.005
Kelompok :6
Tingkat : 1A
Mata Kuliah : FARMAKOLOGI

Kasus Stroke Hemoragik :

Klien dengan nama Ny. Y umur 47th keluarga pasien mengatakan pasien pagi-pagi
naik sepeda, sesudah dijalan pasien gemetaran tangannya lalu lemas kemudian pasien
jatuh dan tidak sadarkan diri lalu pasien di tolong warga sekitar di bawa ke
puskesmas Salaman lalu Puskesmas Salaman merujuk pasien ke RSUD Tidar
Magelang untuk mendapatkan perawatan yang lebih intensif. Lalu pasien datang ke
IGD RSUD Tidar, dari IGD dipindahkan keruang unit stroke untuk mendapatkan
perawatan lebih lanjut.

Aspek Farmakologi

Stroke Haemoragik Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan


subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak
tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa
juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun.

a. Terapi Hemostatik

Perluasan perdarahan (hemoragik) yang terjadi setelah beberapa saat setelah serangan
sering kali ditemukan. Hal ini disebabkan oleh masih berlanjutnya proses perdarahan
akibat ruptur arteria serebral, terjadinya perdarahan ulang, maupun perdarahan
sekunder di jaringan sekitar hematom. Hal tersebut berakibat bertambahnya efek
masa, pergeseran garis tengah otak, meningkatnya tekanan intra kranial,
memburuknya defisit neurologik, sehingga meningkatkan mortalitas dan disabilitas.
Sehingga diperlukan terapi hemostatik untuk mencegahnya (Saiful, 2008). Contoh
obat yang digunakan adalah : eptacog alfa (recombinant activated factor VII [rFVIIa],
dan asam aminokaproid.

b) Terapi yang berkaitan dengan obat anti koagulan Obat anti koagulan dapat
berperan sebagai faktor pemicu yang menjadikan stroke hemoragik intraserebral
mengalami eksaserbasi atau semakin buruk. Implementasi dari hipotesis ini dalam
terapi stroke hemoragik intraserebral yang berkaitan dengan pemakain anti koagulan
adalah selain menghentikan pemakain obat anti koagulan dan memperbaikki
defisiensi faktor koagulasi secepat mungkin, juga terapi yang terkait dengan
penangan faktor resiko yang mendasari terjadinya stroke hemoragik intraserebral
(Saiful, 2008).

c) Terapi untuk vasospasme Beberapa hari setelah terjadi stroke hemoragik


subarakhnoid terjadi inflamasi pembuluh darah yang dikelilingi darah subarakhnoid
yang mengakibatkan penyempitan lumen pembuluh darah. Femona ini disebut
vasospasme dan menyerang 60%-70% penderita stroke hemoragik subarakhnoid dan
mengakibatkan iskemia simptomatis pada 50% kasus (Anggraeni, 2008). Pengatasan
untuk masalah ini, pasien dapat diberikan nimodipin (Anonim, 2007).

d) Antifibrinolitik Obat-obat anti fibrinolitik dapat mencegah perdarahan ulang. Obat-


obat yang sering dipakai adalah epsilon asam aminokaproid dengan dosis 36
gram/hari atau asam traneksamat dengan dosis 6-12 gram/hari (Anonim, 2007).

Kunci penanganan stroke haemoragik adalah menghentikan perdarahan,


penanganan tekanan tinggi intrakranial, serta identifikasi dan penanganan komplikasi
seperti kejang.

Penghentian Perdarahan
Identifikasi apakah pasien memiliki diasthesis perdarahan. Jika pasien menggunakan
antikoagulan, lakukan anticoagulant reversal.
Kontrol Tekanan Darah
Kontrol tekanan darah dengan cara menurunkan tekanan darah 15-20% bila tekanan
darah >180/>120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan bertambahnya volume darah di
intrakranial. Kontrol tekanan darah ini pada kondisi akut (24 jam pertama) sebaiknya
dilakukan secara bertahap. Penurunan tekanan darah sistolik <140 mmHG ditemukan
tidak memiliki manfaat dan bahkan menunjukkan tanda-tanda kerugian.

Penanganan Tekanan Tinggi Intrakranial


Penanganan tekanan tinggi intrakranial dapat menggunakan mannitol bolus IV 0,25-1
gram / kg berat badan per 30 menit, dan dilanjutkan dengan 0.25 gram/kg berat badan
per 30 menit selama 3-5 hari. Penanganan juga dapat dilakukan dengan pembedahan.
Tindakan bedah dilakukan dengan mempertimbangkan usia pasien dan letak
perdarahan. Sebuah meta analisis mengenai penatalaksanaan bedah pada perdarahan
intraserebral supratentorial spontan menunjukkan hasil yang baik apabila operasi
dilakukan 8 jam saat iktus, hematoma 20-50 mL, Glasgow Coma Scale 9-12, dan usia
pasien 50-69 tahun. Pasien dengan hematoma tanpa perdarahan intraventrikular dapat
dilakukan tindakan bedah. Head Position in Stroke Trial (HeadpoST) merupakan
studi untuk melihat apakah terdapat perbedaan antara posisi kepala ≥30o dengan
posisi kepala terbaring pada pasien dengan stroke. Penelitian ini dilakukan pada
11000 pasien di 114 rumah sakit di 9 negara. Pada penelitian didapatkan hasil bahwa
tidak ada perbedaan keluaran pada kedua posisi kepala, akan tetapi pasien lebih
nyaman apabila pada posisi ≥30o.

Penanganan Kejang
Penanganan kejang dapat menggunakan diazepam 5-20 mg iv. Tata laksana untuk
keluhan umum lainnya sama dengan stroke iskemik.

Rehabilitasi
Pada pasien dengan stroke, dibutuhkan unit khusus yang terdiri berbagai disiplin ilmu
untuk keluaran pasien yang lebih baik. Terapi rehabilitasi ini dapat terdiri dari terapi
bicara, fisioterapi, konseling psikologi, dan terapi okupasi. Anggota tim tersebut
harus meliputi, dokter, perawat, pekerja sosial, psikolog, terapis okupasi, fisioterapis,
dan terapis bicara dan bahasa.[44]
Selain itu, pasien dapat diberikan edukasi mengenai pencegahan stroke sekunder,
yaitu untuk mencegah stroke berulang. Hal ini meliputi memperbaiki faktor risiko
seperti dislipidemia, tekanan darah tinggi, metabolisme glukosa terganggu, merokok,
sindroma metabolik, konsumsi alkohol, dan nutrisi.[36]

Manajement Stroke
a. Penatalaksanaan Medis
1) Menurunkan kerusakan iskemik serebral.
Tindakan awal difokuskan untuk menyelamatkan sebanyak mungkin area
iskemik dengan memberikan oksigen, glukosa dan aliran darah yang adekuat
dengan mengontrol atau memperbaiki disritmia serta tekanan darah.
2) Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 derajat menghindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan, pemberian dexamethason.
3) Pengobatan
a. Anti koagulan : Heparin untuk menurunkan kecenderungan perdarahan
pada fase akut.
b. Obat anti trombotik : pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa
trombolitik atau embolik.
c. Diuretika : untuk menurunkan edema serebral.
4) Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memperbaiki peredaran darah otak.

b. Penatalaksanaan Keperawatan
1) Posisi kepala dan badan 15-30 derajat. Posisi miring apabila muntah dan boleh
mulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat.
3) Tanda-tanda vital usahakan stabil.
4) Bedrest.
5) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
6) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau cairan suction yang berlebih.

Pemeriksaan Penunjang Menurut Muttaqin (2008), pemeriksaan penunjang yang


dapat dilakukan ialah sebagai berikut :

1. Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin
b. Pemeriksaan kimia darah lengkap
 Gula darah sewaktu
 Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim SGOT/SGPT/CPK
dan Profil lipid (trigliserid, LDL-HDL serta total lipid)
c. Pemeriksaan hemostasis (darah lengkap)
 Waktu protrombin
 APTT
 Kadar fibrinogen
 D-dimer
 INR
 Viskositas plasma

2. Foto Thorax Dapat memperlihatkan keadaan jantung. Serta mengidentifikasi


kelainan paru yang potensial mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk
prognosis.

3. Angiografi serebral Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik


seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
4. Lumbal pungsi Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran
lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil
pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu
hari-hari pertama.

5. CT scan. Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi


henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara pasti.
Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di
ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

6. MRI MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik


untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.

7. USG Doppler Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem


karotis).

8. EEG Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.

Anda mungkin juga menyukai