Manual CSL Kardiovaskuler 2018-2019
Manual CSL Kardiovaskuler 2018-2019
SISTEM KARDIOVASKULER
Disusun Oleh:
SISTEM KARDIOVASKULER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KHAIRUN
TERNATE
2019
TATA TERTIB
1. Berpakaian, berpenampilan dan bertingkah laku yang baik dan sopan layaknya
seorang dokter. Tidak diperkenankan memakai pakaian ketat, berbahan jeans, baju
kaos (dengan/tanpa kerah), dan sandal.
2. Mahasiswa laki-laki wajib berambut pendek dan rapi.
3. Tidak diperkenankan merokok di lingkungan FK UK.
4. Menjaga ketertiban dan kebersihan di lingkungan FK UK.
5. Melaksanakan registrasi administrasi dan akademik semester yang akan berjalan.
6. Bila mahasiswa sakit :
a. Memberikan surat keterangan sakit ke bagian pendidikan, atau surat
keterangan dirawat bila dirawat.
b. Mencantumkan diagnosis klinis/ diagnosis kerja.
c. Di tanda tangani dokter yang memiliki SIP (Surat Ijin Praktek).
d. Alamat klinik/ rumah sakit/ Puskesmas jelas.
e. Diterima selambat-lambatnya 3 hari kemudian.
f. Bila tidak memenuhi ketentuan tersebut diatas, dianggap alpa (absen).
TATA-TERTIB KEGIATAN KETERAMPILAN KLINIK / CLINICAL SKILL
LABORATORY (CSL)
Sebelum pelatihan
1. Bagi mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan CSL pada materi tertentu, maka
mahasiswa tersebut tidak diperkenankan mengikuti kegiatan CSL pada jadwal
berikutnya untuk materi tertentu tersebut.
2. Bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan CSL tidak sesuai dengan jadwal rotasinya
dianggap tidak hadir.
3. Bagi mahasiswa yang persentasi kehadiran CSLnya < 75 % dari seluruh jumlah tatap
muka CSL, maka mahasiswa tidak dapat mengikuti ujian CSL.
4. Kerusakan alat dan bahan yang ada pada ruang CSL yang terjadi karena ulah
mahasiswa, resikonya ditanggung oleh mahasiswa yang bersangkutan.
5. Bagi mahasiswa yang menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin setiap
alat dan bahan yang ada pada ruang CSL akan mendapatkan sanksi tegas sesuai
dengan peraturan yang berlaku
6. Nilai ujian CSL menjadi prasyarat ikut ujian blok. Jika tidak lulus CSL maka tidak
diperkenankan ikut ujian blok kardiovaskuler.
PENGANTAR
Pengertian
Sebelum kita melakukan pemeriksaan fisik, maka terlebih dahulu kita harus
melakukan komunikasi dokter (pemeriksa) dengan pasien (anamnesis). Kegiatan ini penting
sebagai awal dari pemeriksaan fisik dan dapat membantu pemeriksa dalam mengarahkan
diagnosis penyakit pada pasien. Begitu pentingnya anamnesis ini, maka kadang-kadang
belum kita lakukan pemeriksaan fisik maka diagnosis sudah dapat diperkirakan.
Tujuan pembelajaran :
Tujuan Umum:
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu melakukan anamnesis lengkap kardiovaskuler secara
berurutan.
Tujuan Khusus:
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu:
1.Mempersiapkan pasien dalam rangka anamnesis
2.Melakukan komunisasi / anamnesis dengan pasien secara lengkap
3.Menentukan diagnosis dan diagnosis banding terkait keluhan utama
Metode Pembelajaran
1.Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
2.Ceramah
3.Diskusi
4.Parsipasi aktif dalam skills lab. (simulasi)
5.Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor
DESKRIPSI KEGIATAN
KEGIATAN WAKTU DESKRIPSI
1. Pengantar 20 menit
2. Bermain peran 30 menit 1.Mengatur posisi duduk
Tanya dan jawab mahasiswa
2. Dua orang dosen
(instruktur/co-instruktur)
3. memberikan contoh
bagaimana cara melakukan
anamnesis secara umum.
Satu orang dosen
instruktur) sebagai dokter
dan satu sebagai pasien.
Mahasiswa menyimak dan
mengamati
3.Memberikan kesempatan
kepada mahasiswa untuk
bertanya dan dosen
(instruktur) memberikan
penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
4.Selanjuntya kegiatan
dilanjutkan dengan
pemeriksaan fisik pada
manikin atau probandus
5.Mahasiswa dapat
memperhatikan dan
menanyakan hal-hal yang
belum dimengerti dan
dosen (instruktur)
menanggapinya
PENUNTUN BELAJAR
ANAMNESIS KARDIOVASKULER
PEMERIKSAAN FISIK
(INSPEKSI, PALPASI, PERKUSI, AUSKULTASI)
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi
1. Inspeksi
a. Bentuk dada
Pada orang dewasa normal perbandingan diameter transversal terhadap diameter
anteroposterior adalah kurang lebih dua berbanding satu (2:1) dan simetris.
b. Bentuk abnormal dada akibat kelainan jantung
Voussure cardiaque (pectus carinatum) : penonjolan setempat yang lebar di daerah
precordium, diantara sternum dan apeks kordis. Kadang kadang memperlihatkan
pulsasi jantung.
c. Pulsasi
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah
pulsasi yang disebut iktus kordis pada ruangan sela iga 5, biasanya tampak disela iga
sedikit sebelah medial garis midklavikula kiri, sesuai dengan letak apeks kordis. Daerah
pulsasi mempunyai diameter ±2cm, dengan punctum maximum di tengah tengah
daerah tersebut.
Pulsasi terjadi kurang lebih bersamaan dengan denyut sistolik pada arteri karotis
yang dapat diraba di bagian bawah leher. Iktus kordis terjadi karena kontraksi ventrikel
pada waktu sistolik yang disertai putaran kea rah depan dan sedikit medial. Jika iktus
kordis tersebut letaknya menggeser ke kiri dan tampaknya lebih melebar, maka dapat
diduga adanya pembesarn ventrikel kiri ke lateral.
Bila pada iktus kordis, saat sistolik terjadi retraksi kedalam dan pada waktu
diastolic terjadi pulsasi keluar, maka keadaan ini disebut iktus kordis negative terjadi
pada pericarditis adhesive. Kadang kadang dibagian lain daerah precordial pada orang
yang kurus terlihat retraksi sistolik yaitu terdapat retraksi sela iga yang sesuai dengan
sistolik jantung. Keadaan ini disebabkan letak jantung yang sangat berdekatan dengan
dinding toraks, sehingga pada sistolik ventrikel kanan menguncup sambal mengadakan
putaran ke dalam. Hal ini akan menarik sebagian dinding toraks didaerah precordium.
Bila terdapat pelebaran aorta thorakalis dalam rongga dada (aneurisma aorta) maka
akan tampak pulsasi di bagian lain dinding thoraks yang biasanya terdapat dikiri atau
kanan bagian atas sternum.
Kadang kadang tampak juga adanya pulsasi di manubrium sterni. Pulsasi yang kuat
didaerah sela iga 3 kiri dapat disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonaris, misalnya pada
ductus botalli persisten atau aneurisma arteri pulmonaris. Adanya pulsasi yang kuat
didaerah lekuk suprasternum mungkin disebabkan kuatnya denyut aorta atau meninggi
tekanan nadi didalamnya aorta. Pada keadaan hipertrofi ventrikel kanan, tampak pulsasi
yang kuat pada sela iga 4 digaris sternum atau daerah epigastrium.
Tanda roadbent menggambarkan adanya retraksi sistolik pada beberapa sela iga
terbawah dan dapat dilihat di bagian samping dan belakang dinding thoraks sampai
sekitar sela iga 11 pada garis aksilaris posterior dan kadang kadang disertai retraksi
sistolik dari ujung sternum. Keadaan ini terdapat pada pericarditis adhesive dimana
terjadi perlekatan pericarditis dengan jaringan sekitarnya. Hal yang sama terlihat juga
pada hipertrofi jantung tampak berdekatan.
Pada stenosis ismus aorta, terdapat peninggian tekanan darah dalam arteri
interkostalis, sehingga terjadi pelebaran dari arteri arteri tersebut, dan kadang kadang
dapat dilihat pulsasi arteri interkostalis pada dinding thoraks, terutama dapat terlihat di
daerah punggung. Keadaan ini dapat juga terjadi pada koarktasio yang berat, dimana
terlihat juga adanya pulsasi pada leher bawah dekat scapula.
2. Palpasi
Palpasi dapat dilakukan dengan melekatkan seluruh telapak tangan pada dinding
thoraks dengan tekanan yang lembut. Hal hal yang ditemukan pada ispeksi selanjutnya
dikonfirmasikan atau diperjelas dengan cara palpasi. Kadang kadang iktus kordis atau
pulsasi pulsasi pada dinding thoraks yang tidak ditemukan pada inspeksi, dapat ditemukan
secara palpasi dan dengan demikian akan lebih jelas lokalisasi punctum maximum pulsasi
tersebut, (terutama bila daerah pulsasi pulsasi, dengan palpasi harus pula dapat ditetapkan
kuat angkat, luas dan frekuensi dan kualitas dari pulsasi yang teraba).
Pulsasi ada yang bersifat menggelombang dibawah telapak tangan disebut
ventricular heaving. Biasanya pulsasi pada keadaan ini lebar dan terdapat pada keadaan
beban diastolic (diastolic overload), misalnya pada insufisiensi mitral dapat diraba di
daerah ventrikel kiri contoh lain adalah pada aneurisma ventrikel.
Pulsasi ada pula yang lebar dan bersifat pukulan pukulan serentak disebut
ventricular lift keadaan ini terjadi pada beban sistolik ventrikel kanan (misalnya pada
stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal, teraba di daerah ventrikel kanan). Bagian
paling lateral dari iktus kordis dapat dianggap sebagai batas jantung kiri secara kasar.
Dengan palpasi dapat pula ditentukan gesekan pericardial (pericandrial friction
rub) didaerah precordium, yang teraba sebagian gesekan atau fremitus yang singkro
dengan denyut jantung dan tidak berubah menurut pernapasan. Keadaan ini terdapat pada
pericarditis fibrinosa dimana terjadi gesekan gesekan pericardium visceral dan parietal
yang masing masing permukaannya menjadi kasar. Kalau diantara kedua pericardial
tersebut terdapat cairan, maka gesekan pericardial menghilang.
Pada palpasi mungkin juga diraba adanya fibrasi disamping pulsasi, yang disebut
sebagai getaran (thrill). Getaran tersebut seringkali terdapat pada kelainan katup yang
menyebabkan adanya aliran turbulen yang kasar dalam jantung atau dalam pembuluh
pembuluh darah besar, dan biasanya sesuai dengan adanya bising jantung yang kuat pada
tempat yang sama. Dalam hal ini harus ditentukan kapan getaran itu terjadi (sistolik atau
diastolic).
Lokalisasi harus pula ditetapkan, misalnya getaran sistolik di basal yang terjadi
pada stenosis aorta dan lain lainya. Kadang kadang terdapat getaran sistolik di apeks pada
insufisiensi mitral.
3. Perkusi
Perkusi jantung dimaksudkan terutama untuk menentukan besar dan bentuk
jantung secara kasar. Perkusi sebaiknya dilakukan dengan melekatkan jari tengah tangan
kiri sebagai pleksimeter (landasan) pada dinding thoraks, letaknya tegak lurus pada arah
jalannya perkusi dari lateral ke medial menuju daerah precordial dan jari tengah kanan
sebagai palu perkusi dengan gerakan gerakan yang cukup luwes pada sendi pergelangan
tangan kanan. Kadang kadang perkusi dilakukan sepanjang ruang sela iga dengan landasan
sejajar dengan ruang sela iga dari lateral ke medial. Ini dikerjakan misalnya pada orang
kurus dengan sela iga yang cekung. Ketukan diatur dengan tidak boleh terlalu keras.
Ketukan ketukan harus tetap sehingga dapat membedakan perubahan bunyi ketukan,
umpamanya dari suara sonor menjadi redup. Perubahan bunyi ketukan tersebut diambil
sebagai batas batas jantung. Dengan cara ini dapat ditentukan daerah redup jantung.
Agar ada patokan patokan tertentu yang menjadi proyeksi jantung pada dinding
thoraks maka setiap melakukan perkusi jantung dibuat suatu kesepakatan sebagai berikut:
a. Untuk menentukan batas jantung kanan, tentukan lebih dulu batas paru hati pada
garis midclavicula kanan, kemudian ± 2 jari diatas tempat tersebut dilakukan perkusi
lagi ke arah sternum sampai terdengar perubahan suara sonor menjadi redup.
Perubahan yang normal terjadi pada tempat diantara garis midsternum dan sternum
kanan. Bila batas ini terdapat di sebelah kanan garis sternum kanan, mungkin sekali
hal ini disebabkan pembesaran ventrikel kanan atau atrium kanan.
b. Untuk mendapatkan batas jantung kiri ditentukan lebih dulu batas bawah paru kiri
pada garis aksilaris anterior kiri, ± 2 jari diatasnya dilakukan perkusi ke arah sternum
sampai terdengar perubahan bunyi ketukan dari sonor menjadi redup. Normal terdapat
ditempat sedikit sebelah medial dari garis midclavicula kiri. Bila batas ini ada di
sebelah kiri garis midclavicular, mungkin sekali ada pembesaran ventrikel kiri. Bila
ternyata batas paru bawah sebelah kiri sulit ditentukan dapat dilakukan perkusi dari
lateral kiri ke arah sternum setinggi tempat perkusi pada waktu menentukan batas
kanan jantung (± 2 jari diatas paru hati).
c. Untuk menggambarkan pinggang jantung dilakukan perkusi dari arah atas ke bawah
pada garis parasternum kiri. Batas normal terdapat ruang sela iga 3 kiri. Bila letaknya
lebih keatas mungkin karena adanya pembesaran atrium kiri (misalnya pada stenosis
mitral)
4. Auskultasi
Auskultasi merupakan bagian pemeriksaan fisik jantung yang sangat penting. Jantung
sebagai organ tubuh yang selalu berkontraksi untuk memompakan darah akan
menghasilkan bunyi, yang bisa kita deteksi dengan stetoskop. Dalam keadaan normal kita
dapat membedakan bunyi jantung I dan bunyi jantung II, bahkan bunyi jantung III dan IV.
Apabila ada kelainan structural jantung, misalnya, kelainan pada katup jantung atau sekat
jantung (septum interatrial atau septum interventricular), maka akan timbul turbulensi
aliran darah intrakardiak, yang dapat menimbulkan suara tambahan/bunyi jantung
abnormal.
BUNYI JANTUNG
1. Lokalisasi
Tempat auskultasi bunyi jantung (cara konvensional)
a. Pada iktus kordis untuk bunyi jantung I yang berasal dari katup mitral
b. Pada ruang sela iga 2 di tepi kiri sternum untuk BJ yang berasal dari katup pulmonal
c. Pada ruang sela iga 2 di tepi kanan sternum untuk BJ yang berasal dari katup aorta
d. Pada ruang sela iga 4 dan 5 di tepi kanan dan kiri sternum atau pada bagian ujung
sternum, untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup tricuspid.
Dalam keadaan normal ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Dalam keadaan
patologis ditemukan pada kelainan jantung yang berat misalnya payah jantung dan
myocarditis. Bunyi jantung 1, 2 dan 3 memberi bunyi seperti derap kuda, disebut sebagai
protodiastolik gallop.
Bunyi jantung ke 4 terjadi karena distensi ventrikel yang dipaksakan akibat kontraksi
atrium, paling jelas terdengar di apeks cordis, normal pada anak-anak dan pada orang
dewasa didapatkan dalam keadaan patologis yaitu pada A – V block dan hipertensi
sistemik.
Kesimpulan : pada ictus cordis terdengar bunyi jantung I secara langsung sedang bunyi
jantung II hanya dirambatkan (tidka langsung)
Sebaliknya pada daerah basis jantung bunyi jantung ke 2 merupakan bunyi jantung
langsung sedang bunyi I hanya dirambatkan
* emfisema paru
* efusi perikard
* demam
* hipertensi sistemik
* insufisiensi aorta
* stenose aorta
* emfisema paru
* orang gemuk
* Hipertensi Pulmonal
Intensitas bunyi jantung satu dengan yang lainnya (yang berikutnya) harus dibandingkan.
Bila intensitas bunyi jantung tidak sama dan berubah ubah pada siklus-siklus berikutnya,
hal ini merupakan keadaan myocard yang memburuk.
Pada keadaan splitting (bunyi jantung yang pecah), yaitu bunyi jantung I pecah akibat
penutupan katup mitral dan trikuspid tidak bersamaan. Hal ini mungkin ditemukan pada
keadaan normal.
Bunyi jantung ke 2 yang pecah, dalam keadaan normal ditemukan pada waktu inspitasi di
mana P 2 lebih lambat dari A 2. Pada keadaan dimana splitting bunyi jantung tidak
menghilang pada respirasi (fixed splitting), maka keadaan ini biasanya patologis dan
ditemukan pada ASD dan Right Bundle branch Block (RBBB).
Irama dan frekuensi bunyi jantung harus dibandingkan dengan frekuensi nadi. Normal
irama jantung adalah teratur dan bila tidak teratur disebut arrhytmia cordis.
Frekuensi bunyi jantung harus ditentukan dalam semenit, kemudian dibandingkan dengan
frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi jantung masing-masing lebih dari 100 kali
per menit disebut tachycardi dan bila frekuensi kurang dari 60 kali per menit disebut
bradycardia.
Kadang-kadang irama jantung berubah menurut respirasi. Pada waktu ekspirasi lebih
lambat, keadaan ini disebut sinus arrhytmia. Hal ini disebabkan perubahan rangsang
susunan saraf otonom pada S – A node sebagai pacu jantung.
Jika irama jantung sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi. Adakalanya irama jantung
normal sekali-kali diselingi oleh suatu denyut jantung yang timbul lebih cepat disebut
extrasystole, yang disusul oleh fase diastole yang lebih panjang (compensatoir pause).
Opening snap, disebabkan oleh pembukaan katup mitral pada stenosa aorta, atau stenosa
pulmonal kadang-kadang didapatkan sistolik .... dalam fase sistole segera setelah bunyi
jantung I dan lebih jelas pada hypertensi sistemik.
6. Bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung.
Disebabkan :
Pengertian
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan
dari suatu sistem atau suatu organ bagian tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba
(palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi)
Umumnya pemeriksaan ini dilakukan secara berurutan (inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi). Khusus untuk pemeriksaan abdomen, sebaiknya auskultasi dilakukan sebelum
palpasi.
Sebelum kita melakukan pemeriksaan fisik, maka terlebih dahulu kita harus melakukan
komunikasi dokter(pemeriksa) dengan pasien (anamnesis). Kegiatan ini penting sebagai awal
dari pemeriksaan fisik dan dapat membantu pemeriksa dalam mengarahkan diagnosis
penyakit pada pasien. Begitu pentingnya anamnesis ini, maka kadang-kadang belum kita
lakukan pemeriksaan fisik maka diagnosis sudah dapat diperkirakan.
Secara khusus pemeriksaan fisik kardiovaskuler dalam pelaksanaannya tidak beda jauh
dengan sistim lain yaitu secara berurutan dilakukan pemeriksaan melihat (inspeksi), meraba
(palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi).
Pemeriksaan fisik kardiovaskuler biasanya dimulai dengan diperiksa tekanan vena jugularis,
Palpasi denyut arteri ekstremitasdan akhirnya baru pemeriksaan jantung.
Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka pemeriksaan penunjang cukup membantu
pemeriksa dalam menegakkan diagnosis.
Indikasi :
Tujuan pembelajaran :
Tujuan Umum :
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik kardiovaskuler normal
maupun tidak normal secara berurutan.
Tujuan Khusus :
Metode Pembelajaran
1. Mengucapkan salam
4. Melakukan inspeksi dari sisi kanan pasien dan dari arah kaki penderita untuk
menentukan apakah simetris atau tidak simetris
5. Kemudian lakukan inspeksi dari sisi sebelah kanan tempat tidur pada dinding
depan dada dengan cermat, perhatikan adanya pulsasi
6. Perhatikan daerah apex kordis, apakah iktus kordis nampak atau tidak nampak.
Dan nilai lokasi, diameter, amplitudo dan durasi iktus kordis
7. Mempalpasi iktus kordis pada lokasi aspek vertikal (biasanya sela iga 5 atau 4)
dan aspek horizontal (beberapa cm dari linea midsternalis atau midklavikularis)
8. Meraba iktus kordis dengan ujung jari-jari, kemudian ujung satu jari. Kemudian
nilai diameter iktus pada posisi supinasi, diameter impuls apeks kurang dari
2,5cm dan tidak melebihi 1 sela iga, sedikit lebih lebar pada posisi left lateral
decubitus. (Pelebaran iktus menunjukkan adanya pelebaran ventrikel kiri)
9. Nilai amplitudo iktus dengan palpasi. Amplitudo iktus normal pada palpasi terasa
lembut dan cepat.
10. Meraba iktus kordis sambil mendengarkan suara jantung untuk menentukan
durasinya. Menilai durasi impuls dengan mengamati gerakan stetoskop saat
melakukan auskultasi pada apeks atau dengarkan bunyi jantung dengan
stetosko[ sambil palpasi impuls apeks. Normalnya durasi impuls apeks adalah 2/3
durasi sistole atau sedikit kurang tapi tidak berlanjut sampai terdengar BJ2
2. Menentukan batas jantung kanan relatif dengan perkusi dimulai dengan penentuan
batas paru hati, kemudian 2 jari diatasnya melakukan perkusi dari lateral ke
medial
3. Jari tengah yang dipakai sebagai plessimeter diletakkan sejajar dengan sternum
sampai terdengar perubahan bunyi ketok sonor menjadi pekak relatif (normal
batas jantung kanan relatif terletak pada linea sternalis kanan)
4. Batas jantung kiri relatif sesuai dengan iktus kordis yang normal, terletak pada
sela iga 5-6 linea medioclavicularis kiri
5. Bila iktus kordis tidak diketahui, maka batas kiri jantung ditentukan dengan
perkusi pada linea axillaris media ke bawah. Perubahan bunyi dari sonor ke
tympani merupakan batas paru-paru kiri. Dari Batas paru-paru kiri dapat
ditentukan batas jantung kiri relatif
3. Dalam keadan tertentu penderita dapat dirubah posisinya (tidur miring, duduk)
5. Pusatkan perhatian pertama pada suara dasar jantung, baru perhatikan adanya
suara tambahan
Di daerah apeks / Iktus kordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal
dari katup mitral ( dengan corong stetoskop)
Di daerah sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari
katup pulmonal (dengan membran)
Di daerah sela iga II kanan untuk mendengan bunyi jantung berasal dari aorta
(dengan membran)
Di daerah sela iga 4 dan 5 di tepi kanan dan kiri sternum atau
ujung sternum untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
trikuspidal (corong stetoscop)
2. Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung
Selain melakukan pemeriksaan fisik yang berupa inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi,
periksaan fisik yang menunjang kelainan kardiovaskuler antara lain dilakukan pemeriksaan
pulsasi denyut arteri ekstremitas, tekanan vena jugularis dan, penilaian pengisian ulang
kapiler.
Indikasi :
Tujuan pembelajaran :
Tujuan Umum :
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik kardiovaskuler normal
maupun tidak normal secara berurutan.
Tujuan Khusus :
Metode Pembelajaran
4.Curah pendapat/ 30 menit 1. Curah pendapat/diskusi : Apa yang dirasakan mudah ? Apa
diskusi yang sulit ? Menanyakan bagaimana perasaan mahasiswwa
yang berperan sebagai pasien. Apa yang dapat dilakukan
oleh dokter agar pasien merasa lebih nyaman ?
2. Dosen (instruktur) menyimpulkan dengan menjawab
pertanyaan terakhir dan memperjelas hal-hal yang masih
belum dimengerti
Pengantar : Untuk mengetahui kondisi dan status kesehatan seseorang bisa dilakukan dengan
mendeteksi keadaan sistim kardiovaskuler melalui denyut jantung dan tekanan darahnya.
Denyut jantung akan diteruskan/dijalarkan ke dalam pembuluh darah arteri dikenal dengan
sebagai denyut arteri. Pemeriksa denyut arteri ini dapat dilakukan secara manual dengan
meraba pembuluh darah yang letaknya dekat permukaan kulit. Pembuluh darah yang dapat
diraba misalnya : A. Brakhialis, A. Radialis, A. poplitea pada belakang lutut, A. femoralis
pada lipat paha, A. dorsalis pedis dan A. tibialis posterior pada kaki. Denyut arteri juga
disebut denyut nadi dan merupakan manifestasi dari penjalaran perubahan-perubahan tekanan
pada waktu sistolik ventrikel. Pada praktek klinis denyut nadi dihubungkan dengan daya
kontraksi jantung saat systole ventrikel dan diadakan kriteria denyut nadi sebagai berikut :
1. Laju denyut nadi dibedakan dalam tipe cepat (pulsus frekuensi) dan tipe lambat (pulsus
rararus).
2. Ukuran denyut nadi yang dibedakan dalam tipe besar (pulsus magnus) dan tipe kecil
(pulsus parvus).
3. Gelombang denyut nadi yang dibedakan dalam tipe tajam atau runcing (pulsus celer) dan
landai (pulsus tardus).
4. Tegangan denyut nadi (tension) yang dibedakan dalam bentuk tegangan tinggi (pulsus
durus) dan tegangan rendah (pulsus molis).
Referensi :
Ganong W.F. 2005. Review of Medical Physiology. 22nd ed. McGraw Hill, LANGE
International edition, Boston.
PALPASI DENYUT ARTERI EKSTREMITAS
No PALPASI DENYUT ARTERI EKSTREMITAS KASUS
1 Pasien diminta berbaring
2 Pemeriksaan denyut arteri dilakukan pada : A. Brakhialis, A.
Radialis, A. poplitea pada belakang lutut, A. femoralis pada
lipat paha, A. dorsalis pedis dan A. tibialis posterior pada kaki
1. Pendahuluan
Elektrokardiografi (EKG) adalah pemantulan aktivitas listrik dari serat-serat otot jantung
secara goresan. Dalam perjalanan abad ini, perekaman EKG sebagai cara pemeriksaan
tidak invasif, sudah tidak dapat lagi dihilangkan dari klinik. Sejak di introduksinya
galvanometer berkawat yang diciptakan oleh EINTHOVEN dalam tahun 1903,
galvanometer berkawat ini merupakan suatu pemecahan rekor perangkat sangat peka dapat
merekam setiap perbedaan tegangan yang kecil sebesar milivolt.
Perbedaan tegangan ini terjadi pada luapan dan imbunnan dari serat-serat otot jantung.
Perbedaan tegangan ini dirambatkan ke permukaan tubuh dan diteruskan ke sandapan-
sandapan dan kawat ke perangkat penguat EKG. Aktivitas listrik mendahului
penguncupan sel otot.
Tidak ada perangkat pemeriksaan sederhana yang begitu banyak mengajar pada kita
mengenai fungsi otot jantung selain daripada EKG.
Namun kita perlu diberi peringatan bahwa EKG itu walaupun memberikan banyak
masukkan, tetapi hal ini tak berarti tanpa salah. Keluhan dan pemeriksaan klinik penderita
tetap merupakan hal yang penting.
EKG seorang penderita dengan Angina Pectoris dan pengerasaan pembuluh darah koroner
dapat memberikan rekaman yang sama sekali normal oleh karena itu EKG harus selalu
dinilai dalam hubungannya dengan keluhan-keluhan dan keadaan klinis penderita.
Pada waktu sekarang, EKG sebagai perangkat elektronis sederhana sudah digunakan
secara luas pada praktek-praktek dokter keluarga, rumah-rumah perawatan, dalam
perusahaan, pabrik-pabrik atau tempat-tempat pekerjaan lainnya. Dengan demikian
pemeriksaan EKG dapat secara mudah dan langsung dilakukan pada penderita-penderita
yang dicurigai menderita penyakit jantung dan pembuluh darah yang banyak ditemukan
dan banyak menyebabkan kematian. Didalam bab ini akan dibicarakan beberapa aspek
penggunaan EKG umum dalam bidang kardiovaskuler.
1.1. Penggunaan Umum EKG
Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia, fungsi alat pacu
jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan jantung, IMA,
iskemik miokard, penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh obat-obatan seperti
digitalis, kinidin, kinine, dan berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan,
korpulmonale, emboli paru, mixedema.
Kertas EKG mempunyai garis-garis baik vertikal maupun horisontal berjarak 1 mm. Garis
yang lebih tebal mempunyai jarak 5 mm.
Mengenai “waktu” diukur sepanjang garis horisontal 1 mm = 0,04 detik atau 40 milidetik,
5 mm = 0,2 detik. “Voltage” listrik diukur sepanjang garis vertikal dan dinyatakan dalam
milimeter (10 mm = imV). Untuk praktisnya kecepatan pencatatan adalah 25 mm/detik.
Huruf besar QRS menunjukkan gelombang-gelombang yang relatif besar (5mm) ; huruf
kecil (qrs) menunjukkan gelombang-gelombang kecil (dibawah 5 mm).
Gelombang R (r) atau R wave : defleksi positif pertama dari depolarisasi ventrikel.
Gelombang S (s) atau S wave : defleksi negatif pertama dari depolarisasi ventrikel setelah
defleksi positif pertama R. Gelombang T (T wave) defleksi yang dihasilkan sesudah
gelombang QRS oleh repolarisasi ventrikel.
Nilai R - R : jarak antara 2 gelombang R berturut-turut. Bila irama ventrikel teratur, interval
antara 2 gelombang R berturut-turut dibagi dalam 60 detik akan memberikan kecepatan
jantung permenit (heart rate). Bila irama ventrikel tidak terartur, jumlah gelombang R pada
suatu periode waktu (misalnya 10 detik) harus dihitung dan hasilnya dinayatakan dalam
jumlah permenit.
Contoh : bila 20 gelombang yang dihitung dalam suatu interval 10 detik, maka frekwensi
jantung adalah 120 per menit.
Interval P-P : pada sinus ritme interval P-P akan sama dengan interval R-R. Tetapi bila irama
ventrikel tidak teratur atau bila kecepatan atrium dan venrikel berbeda tetapi teratur, maka
interval P-P diukur dari titik yang sama pada 2 gelombang P berturut-turut dan frekwensi
atrial per menit dihitung seperti halnya frekwensi ventrikel.
Interval P-R : Pengukuran interval ini untuk mengetahui waktu konduksi atrio ventrikel.
Termasuk disini waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atrium dan sebagian depolarisasi
atrium, tambah perlambatan eksitasi daripada nodus atrio ventrikuler. Diukur mulai dari
permulaan gelombang P sampai permulaan kompleks QRS.
Sebenarnya lebih tepat interval ini disebut P-Q. Nilai normalnya : 0,12 - 0,20 detik.
Interval QRS : Interval ini adalah pengukuran seluruh waktu depolarisasi ventrikel. Diukur
dari permulaan gelombang Q (R bila tidak terlihat Q) sampai akhir gelombang S. Batas atas
nilai normalnya adalah 0,1 detik. Kadangkadang pada sandapan prekordial V2 atau V3,
interval ini mungkin 0,11 detik.
Interval Q-T : Interval ini diukur dari permulaan gelombang Q sampai akhir gelombang T.
Dengan ini diketahui lamanya sistole elektrik.
Interval Q-T normal tidak melebihi 0,42 detik pada pria dan 0,43 detik pada wanita.
Interval Q-U : pengukuran ini mulai dari awal gelombang Q sampai akhir gelombang U.
Tidak diketahui arti kliniknya.
Segmen P-R : adalah bagian dari akhir gelombang P sampai permulaan kompleks QRS.
Segmen ini normal adalah isoelektris.
RS-T junction (J) : adalah titik akhir dari kompleks QRS dan mulai segmen RS-T. Segmen
RS-T (segmen S-T), diukur mulai dari J sampai permulaan gelombang T. Segmen ini
biasanya isoelektris tetapi dapat bervaraisi antara 0,5 sampai + 2 mm pada sandapam
prekordial. Elevasi dan depresinya dibandingkan dengan bagian garis dasar (base line) antara
akhir gelombang T dan permulaan gelombang P (segmen T-P).
Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa kelainan tunggal
gelombang P misalnya “atrial premature beat” yang bisa ditemukan pada penyakit jantung
koroner (PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan kelainan pada semua
gelombang P disertai kelainan bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat
disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR), pada infark miokard.
Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu gelombang P, kompleks QRS-T
timbul lebih cepat dari pada biasanya. Misalnya “ AV nodal premature beat” pada PJK,
intoksikasi digitalis, dimana bentuk kompleks QRS normal, dan terdapat masa istirahat
kompensatoir. Kelainan lain berupa ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis.
Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS adalah
normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang timbul akibat
intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH). Gelombang P
seluruhnya tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya kompleks QRS. Misalnya
ventrikel takikardi, fibrilasi atrium yang dapat timbul pada PJR. Penyakit jantung hipertensi
(PJH).
1.2.2.1.Interval P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok konduksi AV.
Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang P diikuti P-R > 0,22 detik yang
bersifat tetap atau sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK,
idiopatik. Pada AV blok tingkat II yaitu gelombang P dalam irama dan kecepatan normal,
tetapi tidak diikuti kompleks QRS, dan seringkali disertai kelainan QRS, S - T dan T.
Interval P-R pada kompleks P-QRS-T mungkin normal atau memanjang, tetapi tetap
jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1., berarti terdapat 2 P dan hanya 1 QRS atau
3P&1QRS. Tipe lain dari blok jantung ini ialah fenomena Wenkebach. Pada blok jantung
tingkat III atau blok jantung komplit irama dan kecepatan gelombang P normal, irama
kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40 kali per menit) dari gelombang P. jadi
terdapat disosiasi komplit antara atrium dan ventrikel. Gambaran diatas ini dapat ditemukan
pada PJK, intoksikasi digitalis, IMA.
1.2.2.2. Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa kelainan
bentuk QRS. Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma WPW.
Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2 mm (lebih 1/3
dari amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya miokard yang nekrosis.
Adanya gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan gambaran yang normal.
Sedangkan gelombang R di I dan S di III menunjukkan adanya “ left axis deviati on”.
Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Biasanya dengan menjumlahkan
voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S di V1 dan R di V5 atau S V1 + R V6 > 35 mm
atau gelombang R>27 mm di V5 atau V6 menunjukkan adanya LVH.
1.2.5.1. Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan atau
“notched” dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan pada PJK, PJR
(Penyakit Jantung Rematik).
1.2.5.2. Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi
iramanya teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok komplit terutama
pada PJK, PJR, penyakit jantung bawaan.
1.2.5.3.Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu pada
sinus takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi ventrikel.
Ditemukan pada PJK (Penyakit JantungKoroner), PJH (Penyakit Jantung Hipertensi), PJR
(Penyakit Jantung Rematik), infark miokard, intoksikasi digitalis.
Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa, misalnya “ AV nodal premature
beat”, “ventricular premature beat”.
Irama kompleks QRS sama sekali tidak teratur yaitu pada fibrilasi atrium dimana sering
ditemukan pada PJH, PJR, infark miokard dan intoksikasi digitalis.
Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu, sebaiknya dianggap
normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri perekaman. Bukanlah suatu
kelainan, apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1 mm atau depresi tidak melebihi 0,5
mm, paling kurang pada sandapan standar. Secara klinik elevasi atau depresi segmen S-T
pada 3 sandapan standar, biasanya disertai deviasi yang sama pada sandapan yang sesuai,
menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Adanya elevasi segmen S-T merupakan petunjuk
adanya infark miokard akut atau perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan prekordial
menunjukkan adanya infark dinding anterior, sedangkan infark dinding inferior dapat
diketahui dengan adanya elevasi segmen S-T pada sandapan II, III, dan aVF. Untuk
perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan tampak elevasi di hampir
semua sandapan. Elevasi segmen S-T pada V4R ditemukan pada infark ventrikel kanan
Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel. Untuk itu
dikemukakan beberapa patokan yaitu :
Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan.
Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada sandapan I,II,
III.
Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam menginterpretasi
kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan seluruh gambaran klinik. Suatu
diagnosis khusus tidak dapat dibuat atas dasar perubahan - perubahan yang tidak khas.
Adanya gelombang T terbalik, simetris, runcing, disertai segmen S-T konveks keatas,
menandakan adanya iskemi miokard.
Kadang-kadang gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner. Pada keadaan dimana
defleksi QRS positif pada sandapan I, sedangkan gelombang T pada sandapan I terbalik atau
lebih rendah dari gelombang T di sandapan III menunjukkan adanya insufisiensi koroner.
Gelombang T yang tinggi dan tajam pada semua sandapan kecuali aVR dan aVL
menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T yang tinggi dan simentris dengan depresi
segmen S-T menunjukkan adanya infark dinding posterior.
1.2.8. Kelainan gelombang U. Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari
gelombang T pada sandapan yang sama terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.
Untuk membaca EKG secara mudah dan tepat, sebaiknya setiap EKG dibaca mengikuti
urutan petunjuk di bawah ini
1. IRAMA
Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS didahului oleh
sebuah gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak, maka berarti bukan irama sinus.
Bukan irama sinus dapat berupa suatu aritmia yang mungkin fibrilasi, blok AV derajat dua
atau tiga, irama jungsional, takikardia ventrikular, dan lain lain.
2. LAJU QRS (QRS RATE) Pada irama sinus, laju QRS normal berkisar antara 60 - 100
kali/min, kurang dari 60 kali disebut bradikardia sinus, lebih dari 100 kali disebut takikardia
sinus.
Laju QRS lebih dari 150 kali/min biasanya disebabkan oleh takikardia supraventrikular
(kompleks QRS sempit), atau takikardia ventrikular (kompleks QRS lebar).
Pada blok AV derajat tiga, selain laju QRS selalu harus dicantumkan juga laju gelombang P
(atrial rate).
EKG normal selalu regular. Irama yang tidak regular ditemukan pada fibrilasi atrium, atau
pada keadaan mana banyak ditemukan ekstrasistol (atrium maupun ventrikel), juga pada sick
sinus syndrome.
3. AKSIS. Aksis normal selalu terdapat antara -30° sampai +110°. Lebih dari -30° disebut
deviasi aksis kiri, lebih dari +110° disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari +180°
disebut aksis superior.
Kadang kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis undeterminable, misalnya pada
EKG dimana defleksi positif dan negatif pada kompleks QRS di semua sandapan sama
besarnya.
4. INTERVAL -PR Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik
disebut blok AV derajat satu. Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta
menunjukkan Wolff-Parkinson- White syndrome.
5. MORFOLOGI
5.1. Gelombang P Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada
Ppulmonal atau P-mitral.
Interval QRS yang lebih dari 0,1 detik harus dicari apakah ada right bundle branch block, left
bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.
5.3. segmen ST Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian mana
dari jantung yang mengalami infark). Depresi segmen ST menandakan iskemia.
5.5. Gelombang U Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi
Gelombang U yang terbalik menunjukkan iskemia miokard yang berat.
Pengertian
Berbagai keadaan jantung dapat dideteksi dengan tepat oleh alat ini, baik kelainan berupa
kelainan elektris (mis. Aritmia), kelainan anatomis (mis. Hipertropi bilik dan serambi),
maupun kelainan lain (mis. Perikarditis).
Untuk pemeriksaan secara rutin biasanya dilakukan pengambilan 12 sandapan (lead) yaitu I,
II, III, aVR, AVL, aVF, v1-6. Tetapi kadang-kadang dilakukan cara lain untuk keperluan
tertentu, mis. Monitor terus menerus (24 jam sehari) yang digunakan untuk mendeteksi
adanya perubahan-perubahan di jantung penderita dalam keadaan darurat (mis. Di ICCU dan
bedah jantung). Untuk mengetahui perubahan EKG pada kegiatan sehari-hari dilakukan
rekaman secara terus menrus dengan alat monitor holter. Serial EKG untuk jangka waktu
tertentu dapat untuk menegakkan diagnosis infark miokard akut secara pasti. Untuk lebih
memastikan apakah seseorang menderita penyakit jantung koroner atau tidak sering
dilakukan uji latih jantung.
Penemuan yang terbaru dari Ekokardigrafi yang jauh lebih canggih dan mahal ternyata
peranannya tidak dapat menggantikan alat EKG yang jauh lebih sederhna. Dengan
menggabungkan kedua alat terssebut maka hasilnya sangat memuaskan.
Yang harus disadari adalah bahwa EKG merupakan suatu test laboratorium, bukan
merupakan alat diagnosis yang mutlak. Orang sakit jantung bisa mempunyai gambaran EKG
normal, sedang orang sehat dapat mempunyai gambaran abnormal.
Indikasi :
4. Gangguan-gangguan elektrolit
5. Adanya perikarditis
6. Pembesaran jantung
Tujuan pembelajaran :
- Tujuan Umum :
- Tujuan Khusus :
3. Melaksanakan penyadapan
Metode Pembelajaran
2. Ceramah
3. Diskusi
PENUNTUN BELAJAR
PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAFI
b. Mempersiapkan pasien
6 Memasang arde
7 Menghidupkan monitor EKG
8 Menyambung kabel EKG pada kedua pergelangan tangan dan
kedua tungkai pasien, untuk rekam ekstremitas lead (lead I, II,
III, aVR, aVF, AVL) dengan cara sebagai berikut :
- Warna merah pada tangan kanan
- Warna kuning pada tangan kiri
- Warna hitam pada kaki kanan
- Warna hijau pada kaki kiri
14 Merapikan alat-alat
CSL V
RESUSITASI
PIJAT JANTUNG LUAR
Pengertian : Melakukan pijatan jantung luar untuk mengatasi henti napas dan henti jantung.
TIU : setelah pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mengetahui cara melakukan bantuan
hidup dasar
1. Mampu melakukan penilaian pada pasien henti napas dan henti jantung.
Indikasi : Dilakukan pada`penderita henti napas dan atau henti jantung apapun sebabnya.
Metode Pembelajaran Demonstrasi kompetensi sesuai dengan penuntun belajar
TIU : setelah pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mengetahui cara melakukan resusitasi
cairan
Indikasi :
Metode Pembelajaran
21. Rekatkan 1 plester untuk memfiksasi Selang infus jangan dilengkungkan baru
infuse/transfuse set secara menyilang difiksasi ke kulit karena akan membatasi kita
berbentuk huruf V bila akan menambah suntikan ke dalam vena
melalui karet infus.
Tindakan pasca pemasangan
22. Imobilisasi ekstremitas dengan papan Jangan gunakan gause atau bahan lainnya
pengalas bila ada indikasi Misalnya : bila sebagai pembalut di atas tempat insersi
diinsersikan di daerah sendi, pada anak-
anak/bayi
23. Instruksi pada pasien :
Hindari gerakan-gerakan lengan yang
tidak perlu
Segera beritahu perawat/ dokter bila
lengan membengkak, nyeri, atau jika terjadi
kebocoran dari tempat insersi
24. Label bahan pembalut dengan tanggal,
ukuran kateter dan inisial yang memasang
infuse.
Tulis juga distatus penderita tentang:
a. tanggal pemasangan,
b. ukuran kateter
c. inisial yang memasang infuse.
d. Tempat insersi
e. Toleransi pasien dan respon terhadap
terapi.