Anda di halaman 1dari 56

Manual CSL

SISTEM KARDIOVASKULER

Diberikan pada Mahasiswa Semester IV

Fakultas Kedokteran UNKHAIR

Disusun Oleh:

dr. Nurmala Dewi

SISTEM KARDIOVASKULER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KHAIRUN

TERNATE

2019
TATA TERTIB

I. Tata Tertib Umum

Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter FK UK harus mematuhi tata tertib


seperti di bawah ini :

1. Berpakaian, berpenampilan dan bertingkah laku yang baik dan sopan layaknya
seorang dokter. Tidak diperkenankan memakai pakaian ketat, berbahan jeans, baju
kaos (dengan/tanpa kerah), dan sandal.
2. Mahasiswa laki-laki wajib berambut pendek dan rapi.
3. Tidak diperkenankan merokok di lingkungan FK UK.
4. Menjaga ketertiban dan kebersihan di lingkungan FK UK.
5. Melaksanakan registrasi administrasi dan akademik semester yang akan berjalan.
6. Bila mahasiswa sakit :
a. Memberikan surat keterangan sakit ke bagian pendidikan, atau surat
keterangan dirawat bila dirawat.
b. Mencantumkan diagnosis klinis/ diagnosis kerja.
c. Di tanda tangani dokter yang memiliki SIP (Surat Ijin Praktek).
d. Alamat klinik/ rumah sakit/ Puskesmas jelas.
e. Diterima selambat-lambatnya 3 hari kemudian.
f. Bila tidak memenuhi ketentuan tersebut diatas, dianggap alpa (absen).
TATA-TERTIB KEGIATAN KETERAMPILAN KLINIK / CLINICAL SKILL
LABORATORY (CSL)

Sebelum pelatihan

1. Membaca Penuntun Belajar (manual) Keterampilan Klinik Sistem yang


bersangkutan dan bahan bacaan rujukan tentang keterampilan yang akan dilakukan.
Pada saat pelatihan

1. Datang 10 menit sebelum CSL dimulai.


2. Wajib mengikuti seluruh kegiatan CSL sesuai dengan jadwal rotasi yang telah
ditentukan.
3. Tidak diperkenankan memanjangkan kuku lebih dari 1 mm.
4. Mengenakan jas laboratorium yang bersih dan dikancing rapi pada setiap
kegiatan CSL. Bagi mahasiswi yang berjilbab, jilbabnya harus dimasukkan ke bagian
dalam jas laboratorium.
5. Buanglah sampah kering yang tidak terkontaminasi (kertas, batang korek api,
dan sebagainya) pada tempat sampah non medis. Sampah yang telah tercemar
(sampah medis), misalnya kapas lidi yang telah dipakai, harus dimasukkan ke tempat
sampah medis yang mengandung bahan desinfektan untuk didekontaminasi, dan
sampah tajam dimasukan pada tempat sampah tajam.
6. Berpartisipasi aktif pada semua kegiatan latihan.
7. Memperlakukan model seperti memperlakukan manusia atau bagian tubuh
manusia.
8. Bekerja dengan hati-hati.
9. Tidak diperkenankan menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin
setiap alat dan bahan yang ada pada ruang CSL.
10. Setiap selesai kegiatan CSL mahasiswa harus merapikan kembali alat dan
bahan yang telah digunakan.
SANKSI PELANGGARAN TATA TERTIB CSL

1. Bagi mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan CSL pada materi tertentu, maka
mahasiswa tersebut tidak diperkenankan mengikuti kegiatan CSL pada jadwal
berikutnya untuk materi tertentu tersebut.
2. Bagi mahasiswa yang mengikuti kegiatan CSL tidak sesuai dengan jadwal rotasinya
dianggap tidak hadir.
3. Bagi mahasiswa yang persentasi kehadiran CSLnya < 75 % dari seluruh jumlah tatap
muka CSL, maka mahasiswa tidak dapat mengikuti ujian CSL.
4. Kerusakan alat dan bahan yang ada pada ruang CSL yang terjadi karena ulah
mahasiswa, resikonya ditanggung oleh mahasiswa yang bersangkutan.
5. Bagi mahasiswa yang menghilangkan, mengambil atau meminjam tanpa ijin setiap
alat dan bahan yang ada pada ruang CSL akan mendapatkan sanksi tegas sesuai
dengan peraturan yang berlaku
6. Nilai ujian CSL menjadi prasyarat ikut ujian blok. Jika tidak lulus CSL maka tidak
diperkenankan ikut ujian blok kardiovaskuler.
PENGANTAR

Buku Panduan Skills Lab. Sistem Kardiovaskuler ini berisi beberapa


ketrampilan utama yaitu Anamnesis keluhan utama yang berhubungan dengan
keluhan sistem kardiovaskuler, dimana penggalian riwayat penyakit sudah lebih
spesifik mengarah ke sistem kardiovaskuler dan ketrampilan pemeriksaan fisik
meliputi : pemeriksaan fisik jantung, pengukuran tekanan vena jugularis, penilaian
denyut karotis, denyut extremitas, dan capillary refill time. Kemudian keterampilan
pemeriksaan penunjang yang berupa pemasangan dan interpretasi EKG secara
sederhana serta penilaian cardiac imaging, dan juga ketrampilan lain seperti resusitasi
dan pijat jantung luar. Diharapkan setelah selesai mengikuti kegiatan ketrampilan
klinik ini, mahasiswa mampu melakukan anamnesis lengkap dan pemeriksaan fisik
kardiovaskuler normal maupun tidak normal secara berurutan serta beberapa
keterampilan lainnya.
Buku panduan skills lab ini selain memuat panduan belajar masing-masing
keterampilan yang dilatihkan, juga memuat daftar tilik sebagai lembaran penilaian
dari koordinator/instruktur terhadap mahasiswa baik sebagai penilaian akhir maupun
dipakai membantu dalam menilai kemajuan tingkat ketrampilan yang dilatihkan.
Untuk mahasiswa, penilaian pada waktu latihan dapat dilakukan oleh temannya
sendiri melalui petunjuk buku panduan belajar dan juga dapat menggunakan daftar
tilik yang ada. Meskipun buku panduan ini belum di lengkapi ketrampilan medik
pemeriksaan fisik setiap keluhan/penyakit yang berhubungan dengan sistem
kardiovaskuler, tetapi didalam operasionalnya pemeriksaan fisik normal akan disertai
dengan pengenalan dan penentuan variasi abnormal bunyi jantung dan bunyi
tambahan (bising).
Mengingat Buku Panduan Skills Lab. Sistem Kardiovaskuler belum sempurna,
maka demi kemajuan dan kesempurnaan pendidikan keterampilan klinik ini, maka
diharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk penyempurnaan buku
ini. Terima kasih.
Ternate, Januari 2019

dr. Nurmala Dewi


CSL I
ANAMNESIS SISTEM KARDIOVASKULER

Pengertian
Sebelum kita melakukan pemeriksaan fisik, maka terlebih dahulu kita harus
melakukan komunikasi dokter (pemeriksa) dengan pasien (anamnesis). Kegiatan ini penting
sebagai awal dari pemeriksaan fisik dan dapat membantu pemeriksa dalam mengarahkan
diagnosis penyakit pada pasien. Begitu pentingnya anamnesis ini, maka kadang-kadang
belum kita lakukan pemeriksaan fisik maka diagnosis sudah dapat diperkirakan.

Tujuan pembelajaran :
Tujuan Umum:
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu melakukan anamnesis lengkap kardiovaskuler secara
berurutan.

Tujuan Khusus:
Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu:
1.Mempersiapkan pasien dalam rangka anamnesis
2.Melakukan komunisasi / anamnesis dengan pasien secara lengkap
3.Menentukan diagnosis dan diagnosis banding terkait keluhan utama

Media dan alat bantu pembelajaran :


a.Daftar panduan belajar untuk anamnesis
b.Status penderita pulpen, pensil.

Metode Pembelajaran
1.Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar
2.Ceramah
3.Diskusi
4.Parsipasi aktif dalam skills lab. (simulasi)
5.Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor
DESKRIPSI KEGIATAN
KEGIATAN WAKTU DESKRIPSI
1. Pengantar 20 menit
2. Bermain peran 30 menit 1.Mengatur posisi duduk
Tanya dan jawab mahasiswa
2. Dua orang dosen
(instruktur/co-instruktur)
3. memberikan contoh
bagaimana cara melakukan
anamnesis secara umum.
Satu orang dosen
instruktur) sebagai dokter
dan satu sebagai pasien.
Mahasiswa menyimak dan
mengamati
3.Memberikan kesempatan
kepada mahasiswa untuk
bertanya dan dosen
(instruktur) memberikan
penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
4.Selanjuntya kegiatan
dilanjutkan dengan
pemeriksaan fisik pada
manikin atau probandus
5.Mahasiswa dapat
memperhatikan dan
menanyakan hal-hal yang
belum dimengerti dan
dosen (instruktur)
menanggapinya

3. Praktek bermain peran 120 menit 1. Mahasiswa dibagi menjadi


dengan umpan balik pasang pasangan. Seorang
mentor diperlukan untuk
mengamati 2 pasangan
2. Setiap pasangan
berpraktek, satu orang
sebagai dokter (pemeriksa)
dan satu orang sebagai
pasien secara serentak
3. Mentor memberikan tema
khusus atau keluhan utama
kepada pasien dan
selanjutnya akan
ditanyakan oleh si
pemeriksa (dokter)
4.Mentor berkeliling diantara
mahasiwa dan melakukan
supervisi menggunakan
ceklist
5.Setiap mahasiswa paling
sedikit berlatih satu kali

4. Curah 30 menit 1. Curah pendapat/diskusi:


pendapat/diskusi apa yang dirasakan
mudah? Apa yang sulit?
Menanyakan bagaimana
perasaan mahasiswa yang
berperan sebagai pasien.
Apa yang dapat dilakukan
oleh dokter agar pasien
merasa lebih nyaman?
2. Dosen (instruktur)
menyimpulkan dengan
menjawab pertanyaan
terakhir dan memperjelas
hal hal yang masih belum
dimengerti?
Total waktu 200 menit

PENUNTUN BELAJAR
ANAMNESIS KARDIOVASKULER

NO LANGKAH KLINIK KASUS


1 Ucapkan salam, pemeriksa berdiri dan melakukan
jabat tangan serta dengan sopan memperkenalkan
diri
2 Mempersilahkan pasien duduk
3 Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan serta
menjamin kerahasiaan dari hasil anamnesis
4 Meminta persetujuan pasien atas anamnesis
5 Dengan sopan menanyakan identitas pasien (nama,
umur, alamat, pekerjaan, pendidikan)
6 Menanyakan KELUHAN UTAMA
dan menggali RIWAYAT PENYAKIT
SEKARANG
Tanyakan:
1. Onset dan durasi : timbul mendadak, kapan
dan sudah berapa lama
2. Sifat : terus menerus atau intermitten
3. Penjalaran: lengan/tangan, dagu, punggung,
atau menetap didada
4. Tanyakan KELUHAN PENYERTA
Atau gejala lain yang berhubungan:
- Jantung berdebar, sesak napas, batuk,
berkeringat, rasa tertindih beban berat, rasa
tercekik
- Mual, muntah, nyeri perut/ulu hati
kejang, pusing, obat lemah/lumpuh, nyeri
pada ekstremitas, edema/bengkak
- Pingsan, badan lemah/lelah
7. Menggali RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
berkaitan, untuk menilai apakah penyakit sekarang
berhubungan dengan yang lalu
8 Menggali RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
dan lingkungan dengan:
- Tanyakan apakah ada anggota keluarga yang
menderita/pernah seperti ini
- Mengenai penyakit menular, tanyakan seberapa
dekat/sering bertemu dengan anggota keluarga yang
sakit
9 Melakukan cek silang
10. Menjelaskan tentang prosedur pemeriksaan fisik
yang akan dilakukan serta meminta persetujuan
pasien

PEMERIKSAAN FISIK
(INSPEKSI, PALPASI, PERKUSI, AUSKULTASI)

Pemeriksaan fisik jantung terdiri dari:

1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi

1. Inspeksi
a. Bentuk dada
Pada orang dewasa normal perbandingan diameter transversal terhadap diameter
anteroposterior adalah kurang lebih dua berbanding satu (2:1) dan simetris.
b. Bentuk abnormal dada akibat kelainan jantung
Voussure cardiaque (pectus carinatum) : penonjolan setempat yang lebar di daerah
precordium, diantara sternum dan apeks kordis. Kadang kadang memperlihatkan
pulsasi jantung.
c. Pulsasi
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan mudah
pulsasi yang disebut iktus kordis pada ruangan sela iga 5, biasanya tampak disela iga
sedikit sebelah medial garis midklavikula kiri, sesuai dengan letak apeks kordis. Daerah
pulsasi mempunyai diameter ±2cm, dengan punctum maximum di tengah tengah
daerah tersebut.
Pulsasi terjadi kurang lebih bersamaan dengan denyut sistolik pada arteri karotis
yang dapat diraba di bagian bawah leher. Iktus kordis terjadi karena kontraksi ventrikel
pada waktu sistolik yang disertai putaran kea rah depan dan sedikit medial. Jika iktus
kordis tersebut letaknya menggeser ke kiri dan tampaknya lebih melebar, maka dapat
diduga adanya pembesarn ventrikel kiri ke lateral.
Bila pada iktus kordis, saat sistolik terjadi retraksi kedalam dan pada waktu
diastolic terjadi pulsasi keluar, maka keadaan ini disebut iktus kordis negative terjadi
pada pericarditis adhesive. Kadang kadang dibagian lain daerah precordial pada orang
yang kurus terlihat retraksi sistolik yaitu terdapat retraksi sela iga yang sesuai dengan
sistolik jantung. Keadaan ini disebabkan letak jantung yang sangat berdekatan dengan
dinding toraks, sehingga pada sistolik ventrikel kanan menguncup sambal mengadakan
putaran ke dalam. Hal ini akan menarik sebagian dinding toraks didaerah precordium.
Bila terdapat pelebaran aorta thorakalis dalam rongga dada (aneurisma aorta) maka
akan tampak pulsasi di bagian lain dinding thoraks yang biasanya terdapat dikiri atau
kanan bagian atas sternum.
Kadang kadang tampak juga adanya pulsasi di manubrium sterni. Pulsasi yang kuat
didaerah sela iga 3 kiri dapat disebabkan oleh dilatasi arteri pulmonaris, misalnya pada
ductus botalli persisten atau aneurisma arteri pulmonaris. Adanya pulsasi yang kuat
didaerah lekuk suprasternum mungkin disebabkan kuatnya denyut aorta atau meninggi
tekanan nadi didalamnya aorta. Pada keadaan hipertrofi ventrikel kanan, tampak pulsasi
yang kuat pada sela iga 4 digaris sternum atau daerah epigastrium.
Tanda roadbent menggambarkan adanya retraksi sistolik pada beberapa sela iga
terbawah dan dapat dilihat di bagian samping dan belakang dinding thoraks sampai
sekitar sela iga 11 pada garis aksilaris posterior dan kadang kadang disertai retraksi
sistolik dari ujung sternum. Keadaan ini terdapat pada pericarditis adhesive dimana
terjadi perlekatan pericarditis dengan jaringan sekitarnya. Hal yang sama terlihat juga
pada hipertrofi jantung tampak berdekatan.
Pada stenosis ismus aorta, terdapat peninggian tekanan darah dalam arteri
interkostalis, sehingga terjadi pelebaran dari arteri arteri tersebut, dan kadang kadang
dapat dilihat pulsasi arteri interkostalis pada dinding thoraks, terutama dapat terlihat di
daerah punggung. Keadaan ini dapat juga terjadi pada koarktasio yang berat, dimana
terlihat juga adanya pulsasi pada leher bawah dekat scapula.

2. Palpasi
Palpasi dapat dilakukan dengan melekatkan seluruh telapak tangan pada dinding
thoraks dengan tekanan yang lembut. Hal hal yang ditemukan pada ispeksi selanjutnya
dikonfirmasikan atau diperjelas dengan cara palpasi. Kadang kadang iktus kordis atau
pulsasi pulsasi pada dinding thoraks yang tidak ditemukan pada inspeksi, dapat ditemukan
secara palpasi dan dengan demikian akan lebih jelas lokalisasi punctum maximum pulsasi
tersebut, (terutama bila daerah pulsasi pulsasi, dengan palpasi harus pula dapat ditetapkan
kuat angkat, luas dan frekuensi dan kualitas dari pulsasi yang teraba).
Pulsasi ada yang bersifat menggelombang dibawah telapak tangan disebut
ventricular heaving. Biasanya pulsasi pada keadaan ini lebar dan terdapat pada keadaan
beban diastolic (diastolic overload), misalnya pada insufisiensi mitral dapat diraba di
daerah ventrikel kiri contoh lain adalah pada aneurisma ventrikel.
Pulsasi ada pula yang lebar dan bersifat pukulan pukulan serentak disebut
ventricular lift keadaan ini terjadi pada beban sistolik ventrikel kanan (misalnya pada
stenosis mitral dengan hipertensi pulmonal, teraba di daerah ventrikel kanan). Bagian
paling lateral dari iktus kordis dapat dianggap sebagai batas jantung kiri secara kasar.
Dengan palpasi dapat pula ditentukan gesekan pericardial (pericandrial friction
rub) didaerah precordium, yang teraba sebagian gesekan atau fremitus yang singkro
dengan denyut jantung dan tidak berubah menurut pernapasan. Keadaan ini terdapat pada
pericarditis fibrinosa dimana terjadi gesekan gesekan pericardium visceral dan parietal
yang masing masing permukaannya menjadi kasar. Kalau diantara kedua pericardial
tersebut terdapat cairan, maka gesekan pericardial menghilang.
Pada palpasi mungkin juga diraba adanya fibrasi disamping pulsasi, yang disebut
sebagai getaran (thrill). Getaran tersebut seringkali terdapat pada kelainan katup yang
menyebabkan adanya aliran turbulen yang kasar dalam jantung atau dalam pembuluh
pembuluh darah besar, dan biasanya sesuai dengan adanya bising jantung yang kuat pada
tempat yang sama. Dalam hal ini harus ditentukan kapan getaran itu terjadi (sistolik atau
diastolic).
Lokalisasi harus pula ditetapkan, misalnya getaran sistolik di basal yang terjadi
pada stenosis aorta dan lain lainya. Kadang kadang terdapat getaran sistolik di apeks pada
insufisiensi mitral.

3. Perkusi
Perkusi jantung dimaksudkan terutama untuk menentukan besar dan bentuk
jantung secara kasar. Perkusi sebaiknya dilakukan dengan melekatkan jari tengah tangan
kiri sebagai pleksimeter (landasan) pada dinding thoraks, letaknya tegak lurus pada arah
jalannya perkusi dari lateral ke medial menuju daerah precordial dan jari tengah kanan
sebagai palu perkusi dengan gerakan gerakan yang cukup luwes pada sendi pergelangan
tangan kanan. Kadang kadang perkusi dilakukan sepanjang ruang sela iga dengan landasan
sejajar dengan ruang sela iga dari lateral ke medial. Ini dikerjakan misalnya pada orang
kurus dengan sela iga yang cekung. Ketukan diatur dengan tidak boleh terlalu keras.
Ketukan ketukan harus tetap sehingga dapat membedakan perubahan bunyi ketukan,
umpamanya dari suara sonor menjadi redup. Perubahan bunyi ketukan tersebut diambil
sebagai batas batas jantung. Dengan cara ini dapat ditentukan daerah redup jantung.
Agar ada patokan patokan tertentu yang menjadi proyeksi jantung pada dinding
thoraks maka setiap melakukan perkusi jantung dibuat suatu kesepakatan sebagai berikut:
a. Untuk menentukan batas jantung kanan, tentukan lebih dulu batas paru hati pada
garis midclavicula kanan, kemudian ± 2 jari diatas tempat tersebut dilakukan perkusi
lagi ke arah sternum sampai terdengar perubahan suara sonor menjadi redup.
Perubahan yang normal terjadi pada tempat diantara garis midsternum dan sternum
kanan. Bila batas ini terdapat di sebelah kanan garis sternum kanan, mungkin sekali
hal ini disebabkan pembesaran ventrikel kanan atau atrium kanan.
b. Untuk mendapatkan batas jantung kiri ditentukan lebih dulu batas bawah paru kiri
pada garis aksilaris anterior kiri, ± 2 jari diatasnya dilakukan perkusi ke arah sternum
sampai terdengar perubahan bunyi ketukan dari sonor menjadi redup. Normal terdapat
ditempat sedikit sebelah medial dari garis midclavicula kiri. Bila batas ini ada di
sebelah kiri garis midclavicular, mungkin sekali ada pembesaran ventrikel kiri. Bila
ternyata batas paru bawah sebelah kiri sulit ditentukan dapat dilakukan perkusi dari
lateral kiri ke arah sternum setinggi tempat perkusi pada waktu menentukan batas
kanan jantung (± 2 jari diatas paru hati).
c. Untuk menggambarkan pinggang jantung dilakukan perkusi dari arah atas ke bawah
pada garis parasternum kiri. Batas normal terdapat ruang sela iga 3 kiri. Bila letaknya
lebih keatas mungkin karena adanya pembesaran atrium kiri (misalnya pada stenosis
mitral)

4. Auskultasi
Auskultasi merupakan bagian pemeriksaan fisik jantung yang sangat penting. Jantung
sebagai organ tubuh yang selalu berkontraksi untuk memompakan darah akan
menghasilkan bunyi, yang bisa kita deteksi dengan stetoskop. Dalam keadaan normal kita
dapat membedakan bunyi jantung I dan bunyi jantung II, bahkan bunyi jantung III dan IV.
Apabila ada kelainan structural jantung, misalnya, kelainan pada katup jantung atau sekat
jantung (septum interatrial atau septum interventricular), maka akan timbul turbulensi
aliran darah intrakardiak, yang dapat menimbulkan suara tambahan/bunyi jantung
abnormal.

BUNYI JANTUNG

Beberapa hal pada bunyi jantung yang harus diperhatikan adalah :


1. Lokalisasi dan asal bunyi jantung
2. Menentukan BJ I dan BJ II
3. Ada tidaknya BJ III dan BJ IV
4. Intensitas dan kualitas bunyi
5. Irama dan frekuensi BJ
6. Bunyi bunyi jantung yang lain yang menyertai BJ utama

1. Lokalisasi
Tempat auskultasi bunyi jantung (cara konvensional)
a. Pada iktus kordis untuk bunyi jantung I yang berasal dari katup mitral
b. Pada ruang sela iga 2 di tepi kiri sternum untuk BJ yang berasal dari katup pulmonal
c. Pada ruang sela iga 2 di tepi kanan sternum untuk BJ yang berasal dari katup aorta
d. Pada ruang sela iga 4 dan 5 di tepi kanan dan kiri sternum atau pada bagian ujung
sternum, untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup tricuspid.

2. Menentukan bunyi jantung I dan II

Pada orang sehat dapat didengar 2 macam bunyi jantung :

- Bunyi jantung I, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup mitral dan trikuspidal.


Bunyi ini adalah tanda mulainya fase sistole ventrikel.
- Bunyi jantung II, ditimbulkan oleh penutupan katup-katup aorta dan pulmonal dan
tanda dimulainya fase diastole ventrikel.
Bunyi jantung I di dengar bertepatan dengan terabanya pulsasi nadi pada arteri carotis.

3. Ada tidaknya bunyi jantung III dan bunyi jantung IV

Bunyi jantung ke 3 dengan intensitas rendah kadang-kadang terdengar pada akhir


pengisian cepat ventrikel, bernada rendah, paling jelas pada daerah apeks jantung.

Dalam keadaan normal ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Dalam keadaan
patologis ditemukan pada kelainan jantung yang berat misalnya payah jantung dan
myocarditis. Bunyi jantung 1, 2 dan 3 memberi bunyi seperti derap kuda, disebut sebagai
protodiastolik gallop.

Bunyi jantung ke 4 terjadi karena distensi ventrikel yang dipaksakan akibat kontraksi
atrium, paling jelas terdengar di apeks cordis, normal pada anak-anak dan pada orang
dewasa didapatkan dalam keadaan patologis yaitu pada A – V block dan hipertensi
sistemik.

4. Intensitas dan Kualitas Bunyi


Intensitas bunyi jantung sangat dipengaruhi oleh keadaan-keadaan sebagai berikut:

- Tebalnya dinding dada


- Adanya cairan dalam rongga pericard
Intensitas dari bunyi jantung harus ditentukan menurut pelannya atau kerasnya bunyi yang
terdengar. Bunyi jantung I pada umumnya lebih keras dari bunyi jantung II di daerah
apeks jantung, sedangkan di bagian basal bunyi jantung II lebih besar daripada bunyi
jantung I. Jadi bunyi jantung I di ictus (M I) lebih keras dari M 2, sedang didaerah basal P
2 lebih besar dari P 1, A 2 lebih besar dari A 1.

Hal ini karena :

M 1 : adalah merupakan bunyi jantung akibat penutupan mitral secara langsung.

M 2 : adalah penutupan katup aorta dan pulmonal yang dirambatkan.

P 1 : adalah bunyi M 1 yang dirambatkan

P 2 : adalah bunyi jantung akibat penutupan katup pulmonal secara langsung

A 1 : adalah penutupan mitral yang dirambatkan

A 2 : adalah penutupan katub aorta secara langsung

A 2 lebih besar dari A 1.

Kesimpulan : pada ictus cordis terdengar bunyi jantung I secara langsung sedang bunyi
jantung II hanya dirambatkan (tidka langsung)

Sebaliknya pada daerah basis jantung bunyi jantung ke 2 merupakan bunyi jantung
langsung sedang bunyi I hanya dirambatkan

Beberapa gangguan intensitas bunyi jantung.

- Intensitas bunyi jantung melemah pada :


* orang gemuk

* emfisema paru

* efusi perikard

* payah jantung akibat infark myocarditis

- Intensitas bunyi jantung I mengeras pada:

* demam

* morbus basedow (grave’s disease)

* orang kurus (dada tipis)

- Intensitas bunyi jantung A 2 meningkat pada :

* hipertensi sistemik

* insufisiensi aorta

- Intensitas bunyi jantung A 2 melemah pada :

* stenose aorta

* emfisema paru

* orang gemuk

- Intensitas P 2 mengeras pada :

* Atrial Septal Defect (ASD)

* Ventricular Septal Defect (VSD)

* Patent Ductus Arteriosus (PDA)

* Hipertensi Pulmonal

- Intensitas P 2 menurun pada :


* Stenose pulmonal
* Tetralogy Fallot, biasanya P 2 menghilang

Intensitas bunyi jantung satu dengan yang lainnya (yang berikutnya) harus dibandingkan.
Bila intensitas bunyi jantung tidak sama dan berubah ubah pada siklus-siklus berikutnya,
hal ini merupakan keadaan myocard yang memburuk.

Perhatikan pula kualitas bunyi jantung

Pada keadaan splitting (bunyi jantung yang pecah), yaitu bunyi jantung I pecah akibat
penutupan katup mitral dan trikuspid tidak bersamaan. Hal ini mungkin ditemukan pada
keadaan normal.

Bunyi jantung ke 2 yang pecah, dalam keadaan normal ditemukan pada waktu inspitasi di
mana P 2 lebih lambat dari A 2. Pada keadaan dimana splitting bunyi jantung tidak
menghilang pada respirasi (fixed splitting), maka keadaan ini biasanya patologis dan
ditemukan pada ASD dan Right Bundle branch Block (RBBB).

5. Irama dan frekuensi bunyi jantung

Irama dan frekuensi bunyi jantung harus dibandingkan dengan frekuensi nadi. Normal
irama jantung adalah teratur dan bila tidak teratur disebut arrhytmia cordis.

Frekuensi bunyi jantung harus ditentukan dalam semenit, kemudian dibandingkan dengan
frekuensi nadi. Bila frekuensi nadi dan bunyi jantung masing-masing lebih dari 100 kali
per menit disebut tachycardi dan bila frekuensi kurang dari 60 kali per menit disebut
bradycardia.

Kadang-kadang irama jantung berubah menurut respirasi. Pada waktu ekspirasi lebih
lambat, keadaan ini disebut sinus arrhytmia. Hal ini disebabkan perubahan rangsang
susunan saraf otonom pada S – A node sebagai pacu jantung.

Jika irama jantung sama sekali tidak teratur disebut fibrilasi. Adakalanya irama jantung
normal sekali-kali diselingi oleh suatu denyut jantung yang timbul lebih cepat disebut
extrasystole, yang disusul oleh fase diastole yang lebih panjang (compensatoir pause).
Opening snap, disebabkan oleh pembukaan katup mitral pada stenosa aorta, atau stenosa
pulmonal kadang-kadang didapatkan sistolik .... dalam fase sistole segera setelah bunyi
jantung I dan lebih jelas pada hypertensi sistemik.
6. Bunyi jantung lain yang menyertai bunyi jantung.

Bising Jantung (cardiac murmur)

Disebabkan :

- aliran darah bertambah cepat


- penyempitan di daerah katup atau pembuluh darah
- getaran dalam aliran darah oleh pembuluh yang tidak rata
- aliran darah dari ruangan yang sempit ke ruangan yang besar
- aliran darah dari ruangan yang besar ke ruangan yang sempit.

PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVASKULER

Pengertian
Pemeriksaan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-kelainan
dari suatu sistem atau suatu organ bagian tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba
(palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi)

Umumnya pemeriksaan ini dilakukan secara berurutan (inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi). Khusus untuk pemeriksaan abdomen, sebaiknya auskultasi dilakukan sebelum
palpasi.

Sebelum kita melakukan pemeriksaan fisik, maka terlebih dahulu kita harus melakukan
komunikasi dokter(pemeriksa) dengan pasien (anamnesis). Kegiatan ini penting sebagai awal
dari pemeriksaan fisik dan dapat membantu pemeriksa dalam mengarahkan diagnosis
penyakit pada pasien. Begitu pentingnya anamnesis ini, maka kadang-kadang belum kita
lakukan pemeriksaan fisik maka diagnosis sudah dapat diperkirakan.

Secara khusus pemeriksaan fisik kardiovaskuler dalam pelaksanaannya tidak beda jauh
dengan sistim lain yaitu secara berurutan dilakukan pemeriksaan melihat (inspeksi), meraba
(palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi).

Pemeriksaan fisik kardiovaskuler biasanya dimulai dengan diperiksa tekanan vena jugularis,
Palpasi denyut arteri ekstremitasdan akhirnya baru pemeriksaan jantung.

Dalam pemeriksaan selanjutnya pada jantung disamping ditemukan adanya hasil


pemeriksaan normal, juga bisa kita dapati kelainan-kelainan hasil pemeriksaan fisik yang
meliputi antara lain : batas jantung yang melebar, adanya berbagai variasi abnormal bunyi
jantung dan bunyi tambahan berupa bising (murmur).

Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik, maka pemeriksaan penunjang cukup membantu
pemeriksa dalam menegakkan diagnosis.

Indikasi :

Pemeriksaan fisik kardiovaskuler dilakukan untuk :


1. Kelengkapan dari rangkaian anamnesis yang dilakukan pada pasien
2. Mengetahui diagnosis penyakit dari seorang pasien
3. Membantu dokter dalam melakukan tindakan selanjutnya pada pasien
4. Mengetahui perkembangan serta kemajuan terapi pada pasien
Dipakai sebagai standar pelayanan dalam memberikan pelayanan paripurna terhadap pasien

Pemeriksaan fisik kardiovaskuler :

Tujuan pembelajaran :

Tujuan Umum :

Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik kardiovaskuler normal
maupun tidak normal secara berurutan.

Tujuan Khusus :

Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu:

1. Mempersiapkan pasien dalam rangka pemeriksaan fisik


2. Melakukan pemeriksaan Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi secara terperinci
3. Melakukan pemeriksaan sesuai prosedur yang ada
4. Mengenal dan menentukan variasi abnormal bunyi jantung dan bunyi tambahan
(bising)
Media dan alat bantu pembelajaran :

a. Daftar panduan belajar untuk pemeriksaan fisik kardiovaskuler


b. Stetoskop, lap, wastafel (air mengalir), probandus / manekin / Auscultation trainer dan
Smartscope / Amplifier speaker system / Dual head training stetoscope
c. Status penderita pulpen, pensil.

Metode Pembelajaran

1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar


2. Ceramah
3. Diskusi
4. Parsipasi aktif dalam skills lab. (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor
PENUNTUN BELAJAR
PEMERIKSAAN FISIK KARDIOVAKULER

PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG

1. Inspeksi dan palpasi

NO LANGKAH KLINIK KASUS

1. Mengucapkan salam

2. Inform consent pada pasien untuk dilakukan pemerisaan fisik jantung

3. Cuci tangan 7 langkah

4. Melakukan inspeksi dari sisi kanan pasien dan dari arah kaki penderita untuk
menentukan apakah simetris atau tidak simetris

5. Kemudian lakukan inspeksi dari sisi sebelah kanan tempat tidur pada dinding
depan dada dengan cermat, perhatikan adanya pulsasi

6. Perhatikan daerah apex kordis, apakah iktus kordis nampak atau tidak nampak.
Dan nilai lokasi, diameter, amplitudo dan durasi iktus kordis

7. Mempalpasi iktus kordis pada lokasi aspek vertikal (biasanya sela iga 5 atau 4)
dan aspek horizontal (beberapa cm dari linea midsternalis atau midklavikularis)

8. Meraba iktus kordis dengan ujung jari-jari, kemudian ujung satu jari. Kemudian
nilai diameter iktus pada posisi supinasi, diameter impuls apeks kurang dari
2,5cm dan tidak melebihi 1 sela iga, sedikit lebih lebar pada posisi left lateral
decubitus. (Pelebaran iktus menunjukkan adanya pelebaran ventrikel kiri)

9. Nilai amplitudo iktus dengan palpasi. Amplitudo iktus normal pada palpasi terasa
lembut dan cepat.

10. Meraba iktus kordis sambil mendengarkan suara jantung untuk menentukan
durasinya. Menilai durasi impuls dengan mengamati gerakan stetoskop saat
melakukan auskultasi pada apeks atau dengarkan bunyi jantung dengan
stetosko[ sambil palpasi impuls apeks. Normalnya durasi impuls apeks adalah 2/3
durasi sistole atau sedikit kurang tapi tidak berlanjut sampai terdengar BJ2

11. Menilai adanya thrill (getaran karena adanya bising jantung)


2. Perkusi

NO LANGKAH KLINIK KASUS

1. Melakukan perkusi untuk menentukan batas jantung yaitu dengan menentukan


batas jantung relatif yang merupakan perpaduan bunyi pekak dan sonor

2. Menentukan batas jantung kanan relatif dengan perkusi dimulai dengan penentuan
batas paru hati, kemudian 2 jari diatasnya melakukan perkusi dari lateral ke
medial

3. Jari tengah yang dipakai sebagai plessimeter diletakkan sejajar dengan sternum
sampai terdengar perubahan bunyi ketok sonor menjadi pekak relatif (normal
batas jantung kanan relatif terletak pada linea sternalis kanan)

4. Batas jantung kiri relatif sesuai dengan iktus kordis yang normal, terletak pada
sela iga 5-6 linea medioclavicularis kiri

5. Bila iktus kordis tidak diketahui, maka batas kiri jantung ditentukan dengan
perkusi pada linea axillaris media ke bawah. Perubahan bunyi dari sonor ke
tympani merupakan batas paru-paru kiri. Dari Batas paru-paru kiri dapat
ditentukan batas jantung kiri relatif

5. Dari atas (fossa supra clavicula) dapat dilakukan perkusi ke bawah

6. Mencatat hasil perkusi untuk mentukan batas jantung


3. Auskultasi

NO LANGKAH KLINIK KASUS

1. Penderita diminta untuk rileks dan tenang

2. Penderita dalam posisi berbaring dengan sudut 30o

3. Dalam keadan tertentu penderita dapat dirubah posisinya (tidur miring, duduk)

4. Penderita diminta bernapas biasa

5. Pusatkan perhatian pertama pada suara dasar jantung, baru perhatikan adanya
suara tambahan

6. Mulailah Melakukan auskultasi pada beberapa tempat yang benar :

 Di daerah apeks / Iktus kordis untuk mendengar bunyi jantung yang berasal
dari katup mitral ( dengan corong stetoskop)
 Di daerah sela iga II kiri untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari
katup pulmonal (dengan membran)
 Di daerah sela iga II kanan untuk mendengan bunyi jantung berasal dari aorta
(dengan membran)
 Di daerah sela iga 4 dan 5 di tepi kanan dan kiri sternum atau
ujung sternum untuk mendengar bunyi jantung yang berasal dari katup
trikuspidal (corong stetoscop)
2. Perhatikan irama dan frekuensi suara jantung

3. Bedakan antara sistolik dan diastolik

4. Usahakan mendapat kesan intensitas suara jantung

5. Perhatikan adanya suara-suara tambahan atau suara yang pecah

6. Tentukan apakah suara tambahan (bising) sistolik atau diastolik

7. Tentukan daerah penjalaran bising dan tentukan titik maksimunnya

8. Catat hasil auskultasi


CSL III
PENGUKURAN JVP, PALPASI DENYUT ARTERI EKSTREMITAS, PENILAIAN
PENGISIAN ULANG KAPILER

Selain melakukan pemeriksaan fisik yang berupa inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi,
periksaan fisik yang menunjang kelainan kardiovaskuler antara lain dilakukan pemeriksaan
pulsasi denyut arteri ekstremitas, tekanan vena jugularis dan, penilaian pengisian ulang
kapiler.

Indikasi :

Pemeriksaan fisik kardiovaskuler dilakukan untuk :

1. Kelengkapan dari rangkaian anamnesis yang dilakukan pada pasien


2. Mengetahui diagnosis penyakit dari seorang pasien
3. Membantu dokter dalam melakukan tindakan selanjutnya pada pasien
4. Mengetahui perkembangan serta kemajuan terapi pada pasien
5. Dipakai sebagai standar pelayanan dalam memberikan pelayanan paripurna terhadap
pasien

Pemeriksaan fisik kardiovaskuler :

Tujuan pembelajaran :

Tujuan Umum :

Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu melakukan pemeriksaan fisik kardiovaskuler normal
maupun tidak normal secara berurutan.

Tujuan Khusus :

Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu:

1. Mempersiapkan pasien dalam rangka pemeriksaan fisik


2. Melakukan pemeriksaan pulsasi denyut arteri ekstremitas, tekanan vena jugularis dan
penilaian pengisian ulang kapiler secara terperinci
3. Melakukan pemeriksaan sesuai prosedur yang ada
Media dan alat bantu pembelajaran :

1. Daftar panduan belajar untuk pemeriksaan fisik kardiovaskuler


2. Stetoskop, lap, wastafel (air mengalir), probandus / manekin / Auscultation trainer dan
Smartscope / Amplifier speaker system / Dual head training stetoscope
3. Status penderita pulpen, pensil, stopwatch dan penggaris

Metode Pembelajaran

1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar


2. Ceramah
3. Diskusi
4. Parsipasi aktif dalam skills lab. (simulasi)
5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor
DESKRIPSI KEGIATAN

KEGIATAN WAKTU DESKRIPSI

1. Pengantar 20 menit Pengantar

2. Bermain peran 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa


tanya & jawab
2. Dua orang dosen (instruktor/co-instruktur) memberikan
contoh bagaimana cara melakukan anamnesis secara umum.
Satu orang dosen iInstruktur) sebagai dokter dan satu sebagai
pasien. Mahasiswa menyimak dan mengamati
3. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk bertanya
dan dosen (instruktur) memberikan penjelasan tentang aspek-
aspek yang penting
4. Selanjuntya kegiatan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik
pada manikin atau probandus
5. Mahasiswa dapat memperhatikan dan menanyakan hal-hal
yang belum dimengerti dan dosen (instruktur)
menanggapinya.

3. Praktek bermain 120 1. Mahasiswa dibagi menjadi pasangan-pasangan. Seorang


peran dengan umpan menit mentor diperlukan untuk mengamati 2 pasangan
balik
2. Setiap pasangan berpraktek, satu orang sebagai dokter
(pemeriksa) dan satu orang sebagai pasien secara serentak
3. Mentor memberikan tema khusus atau keluhan utama kepada
pasien dan selanjutnya akan ditanyakan oleh si pemeriksa
(dokter)
4. Mentor berkeliling diantara mahasiwa dan melakukan
supervisi menggunakan ceklis
5. Setiap mahasiswa paling sedikit berlatih satu kali

4.Curah pendapat/ 30 menit 1. Curah pendapat/diskusi : Apa yang dirasakan mudah ? Apa
diskusi yang sulit ? Menanyakan bagaimana perasaan mahasiswwa
yang berperan sebagai pasien. Apa yang dapat dilakukan
oleh dokter agar pasien merasa lebih nyaman ?
2. Dosen (instruktur) menyimpulkan dengan menjawab
pertanyaan terakhir dan memperjelas hal-hal yang masih
belum dimengerti

Total waktu 200


menit
PEMERIKSAAN DENYUT ARTERI SECARA PALPASI

Pengantar : Untuk mengetahui kondisi dan status kesehatan seseorang bisa dilakukan dengan
mendeteksi keadaan sistim kardiovaskuler melalui denyut jantung dan tekanan darahnya.
Denyut jantung akan diteruskan/dijalarkan ke dalam pembuluh darah arteri dikenal dengan
sebagai denyut arteri. Pemeriksa denyut arteri ini dapat dilakukan secara manual dengan
meraba pembuluh darah yang letaknya dekat permukaan kulit. Pembuluh darah yang dapat
diraba misalnya : A. Brakhialis, A. Radialis, A. poplitea pada belakang lutut, A. femoralis
pada lipat paha, A. dorsalis pedis dan A. tibialis posterior pada kaki. Denyut arteri juga
disebut denyut nadi dan merupakan manifestasi dari penjalaran perubahan-perubahan tekanan
pada waktu sistolik ventrikel. Pada praktek klinis denyut nadi dihubungkan dengan daya
kontraksi jantung saat systole ventrikel dan diadakan kriteria denyut nadi sebagai berikut :

1. Laju denyut nadi dibedakan dalam tipe cepat (pulsus frekuensi) dan tipe lambat (pulsus
rararus).

2. Ukuran denyut nadi yang dibedakan dalam tipe besar (pulsus magnus) dan tipe kecil
(pulsus parvus).

3. Gelombang denyut nadi yang dibedakan dalam tipe tajam atau runcing (pulsus celer) dan
landai (pulsus tardus).

4. Tegangan denyut nadi (tension) yang dibedakan dalam bentuk tegangan tinggi (pulsus
durus) dan tegangan rendah (pulsus molis).

Sasaran Pembelajaran : Melakukan secara sempurna cara memeriksa denyut nadi

Metode : Pengarahan, demonstrasi, self-practice

Fasilitas : Meja periksa pasien beserta perlengkapannya

Referensi :

 Ganong W.F. 2005. Review of Medical Physiology. 22nd ed. McGraw Hill, LANGE
International edition, Boston.
PALPASI DENYUT ARTERI EKSTREMITAS
No PALPASI DENYUT ARTERI EKSTREMITAS KASUS
1 Pasien diminta berbaring
2 Pemeriksaan denyut arteri dilakukan pada : A. Brakhialis, A.
Radialis, A. poplitea pada belakang lutut, A. femoralis pada
lipat paha, A. dorsalis pedis dan A. tibialis posterior pada kaki

3 Dengan menggunakan ujung jadi ke 2, 3 dan 4 diletakkan


sejajar satu terhadap yang lain diatas arteri yang diperiksa
denyutnya.
4 Selanjutnya tentukan :
-Kecepatannya(rate)………………………jumlah denyut/menit
-Iramanya (rhythme)………….………… reguler/irreguler
-Ukurannya(size)…………………………
parvus/normal/tardus
-Tegangannya(tension)………………..… soft/normal/hard

5 Yang diperiksa adalah arteri dextra dan sinistra


6 Hitung denyut selama 1 menit
PEMERIKSAAN TEKANAN VENA JUGULARIS

PEMERIKSAAN TEKANAN VENA JUGULARIS Kasus


1 Penderita mula-mula disuruh berbaring tanpa bantal, bila titik
kolaps tidak nampak penderita disuruh pakai bantal
2 Membuat penderita berbaring dengan kepala membuat sudut 30
derajat,
3 Leher penderita harus diluruskan
4 Lakukan penekanan pada vena jugularis di bawah angulus
mandibula dan kemudian cari dan tentukan titik kolaps
5 Tentukan jaraknya berapa cm dari bidang yang melalui angulus
ludovici (patokan jarak dari vena cava superior + 5 cm
/selanjutnya disebut R cm)
6 Bila permukaan titik kolaps vena jugularis berada 5cm dibawah
bidang horizontal yang melalui angulus ludovici, maka tekanan
vena jugularis (CVP) sama dengan R-5 cm H20, sedang bila
titik kolapsnya berada 2 cm diatas berarti CVP R + 2 cm H20
7 Bila hasil CVP kiri dan kanan berbeda, maka diambil CVP yang
lebih rendah
PENILAIAN PENGISIAN ULANG KAPILER (CAPILLARY REFILL TIME)
PENGISIAN ULANG KAPILER (CAPILLARY REFILL TIME) Kasus
1 Cat kuku berwarna harus dihapus
2 Ekstremitas yang akan diuji harus diangkat ke tingkat sedikit di
atas jantung (mencegah refluks vena)
3 Uji pengisian kapiler sering dilakukan dengan menekan ujung
jari tangan atau ujung jari kaki sampai berwarna pucat
4 Dicatat waktu yang di butuhkan untuk warna kulit kembali
normal segera sesudah tekanan dilepaskan (normal CRT< 3 dtk)
CSL IV
PEMASANGAN EKG DAN INTERPRETASI

1. Pendahuluan
Elektrokardiografi (EKG) adalah pemantulan aktivitas listrik dari serat-serat otot jantung
secara goresan. Dalam perjalanan abad ini, perekaman EKG sebagai cara pemeriksaan
tidak invasif, sudah tidak dapat lagi dihilangkan dari klinik. Sejak di introduksinya
galvanometer berkawat yang diciptakan oleh EINTHOVEN dalam tahun 1903,
galvanometer berkawat ini merupakan suatu pemecahan rekor perangkat sangat peka dapat
merekam setiap perbedaan tegangan yang kecil sebesar milivolt.
Perbedaan tegangan ini terjadi pada luapan dan imbunnan dari serat-serat otot jantung.
Perbedaan tegangan ini dirambatkan ke permukaan tubuh dan diteruskan ke sandapan-
sandapan dan kawat ke perangkat penguat EKG. Aktivitas listrik mendahului
penguncupan sel otot.

Tidak ada perangkat pemeriksaan sederhana yang begitu banyak mengajar pada kita
mengenai fungsi otot jantung selain daripada EKG.

Dengan demikian masalah-masalah diagnostik penyakit jantung dapat dipecahkan dan


pada gilirannya pengobatan akan lebih sempurna.

Namun kita perlu diberi peringatan bahwa EKG itu walaupun memberikan banyak
masukkan, tetapi hal ini tak berarti tanpa salah. Keluhan dan pemeriksaan klinik penderita
tetap merupakan hal yang penting.

EKG seorang penderita dengan Angina Pectoris dan pengerasaan pembuluh darah koroner
dapat memberikan rekaman yang sama sekali normal oleh karena itu EKG harus selalu
dinilai dalam hubungannya dengan keluhan-keluhan dan keadaan klinis penderita.

Pada waktu sekarang, EKG sebagai perangkat elektronis sederhana sudah digunakan
secara luas pada praktek-praktek dokter keluarga, rumah-rumah perawatan, dalam
perusahaan, pabrik-pabrik atau tempat-tempat pekerjaan lainnya. Dengan demikian
pemeriksaan EKG dapat secara mudah dan langsung dilakukan pada penderita-penderita
yang dicurigai menderita penyakit jantung dan pembuluh darah yang banyak ditemukan
dan banyak menyebabkan kematian. Didalam bab ini akan dibicarakan beberapa aspek
penggunaan EKG umum dalam bidang kardiovaskuler.
1.1. Penggunaan Umum EKG

Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia, fungsi alat pacu
jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan jantung, IMA,
iskemik miokard, penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh obat-obatan seperti
digitalis, kinidin, kinine, dan berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan,
korpulmonale, emboli paru, mixedema.

1.1.1. Gambaran Elektrokardiografi Normal

Kertas EKG mempunyai garis-garis baik vertikal maupun horisontal berjarak 1 mm. Garis
yang lebih tebal mempunyai jarak 5 mm.
Mengenai “waktu” diukur sepanjang garis horisontal 1 mm = 0,04 detik atau 40 milidetik,
5 mm = 0,2 detik. “Voltage” listrik diukur sepanjang garis vertikal dan dinyatakan dalam
milimeter (10 mm = imV). Untuk praktisnya kecepatan pencatatan adalah 25 mm/detik.

1.1.2. Kompleks Elektrokardiografi Normal.

Huruf besar QRS menunjukkan gelombang-gelombang yang relatif besar (5mm) ; huruf
kecil (qrs) menunjukkan gelombang-gelombang kecil (dibawah 5 mm).

Gelombang P (P wave) : defleksi yang dihasilkan oleh depolarisasi atrium. Gelombang Q


(q) atau Q wave : defleksi negatif pertama yang dihasilkan oleh depolarisasi ventrikel dan
mendahului defleksi positif pertama (R).

Gelombang R (r) atau R wave : defleksi positif pertama dari depolarisasi ventrikel.

Gelombang S (s) atau S wave : defleksi negatif pertama dari depolarisasi ventrikel setelah
defleksi positif pertama R. Gelombang T (T wave) defleksi yang dihasilkan sesudah
gelombang QRS oleh repolarisasi ventrikel.

Gelombang U (U wave) : suatu defleksi (biasanya positif) terlihat setelah gelombang T


dan mendahului gelombang P berikutnya. Biasanya terjadi repolarisasi lambat pada sistem
konduksi inverventrikuler (Purkinje).

1.1.3. Nilai Interval Normal

Nilai R - R : jarak antara 2 gelombang R berturut-turut. Bila irama ventrikel teratur, interval
antara 2 gelombang R berturut-turut dibagi dalam 60 detik akan memberikan kecepatan
jantung permenit (heart rate). Bila irama ventrikel tidak terartur, jumlah gelombang R pada
suatu periode waktu (misalnya 10 detik) harus dihitung dan hasilnya dinayatakan dalam
jumlah permenit.

Contoh : bila 20 gelombang yang dihitung dalam suatu interval 10 detik, maka frekwensi
jantung adalah 120 per menit.

Interval P-P : pada sinus ritme interval P-P akan sama dengan interval R-R. Tetapi bila irama
ventrikel tidak teratur atau bila kecepatan atrium dan venrikel berbeda tetapi teratur, maka
interval P-P diukur dari titik yang sama pada 2 gelombang P berturut-turut dan frekwensi
atrial per menit dihitung seperti halnya frekwensi ventrikel.

Interval P-R : Pengukuran interval ini untuk mengetahui waktu konduksi atrio ventrikel.
Termasuk disini waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atrium dan sebagian depolarisasi
atrium, tambah perlambatan eksitasi daripada nodus atrio ventrikuler. Diukur mulai dari
permulaan gelombang P sampai permulaan kompleks QRS.

Sebenarnya lebih tepat interval ini disebut P-Q. Nilai normalnya : 0,12 - 0,20 detik.

Interval QRS : Interval ini adalah pengukuran seluruh waktu depolarisasi ventrikel. Diukur
dari permulaan gelombang Q (R bila tidak terlihat Q) sampai akhir gelombang S. Batas atas
nilai normalnya adalah 0,1 detik. Kadangkadang pada sandapan prekordial V2 atau V3,
interval ini mungkin 0,11 detik.

Interval Q-T : Interval ini diukur dari permulaan gelombang Q sampai akhir gelombang T.
Dengan ini diketahui lamanya sistole elektrik.

Interval Q-T normal tidak melebihi 0,42 detik pada pria dan 0,43 detik pada wanita.

Interval Q-U : pengukuran ini mulai dari awal gelombang Q sampai akhir gelombang U.
Tidak diketahui arti kliniknya.

1.1.4. Segmen Normal

Segmen P-R : adalah bagian dari akhir gelombang P sampai permulaan kompleks QRS.
Segmen ini normal adalah isoelektris.

RS-T junction (J) : adalah titik akhir dari kompleks QRS dan mulai segmen RS-T. Segmen
RS-T (segmen S-T), diukur mulai dari J sampai permulaan gelombang T. Segmen ini
biasanya isoelektris tetapi dapat bervaraisi antara 0,5 sampai + 2 mm pada sandapam
prekordial. Elevasi dan depresinya dibandingkan dengan bagian garis dasar (base line) antara
akhir gelombang T dan permulaan gelombang P (segmen T-P).

Gambar III.1 : Diagram dari kompleks, interval dan segmen elektrokardiografi.

1.2. Kelainan kompleks pada beberapa penyakit.


Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara kompleks EKG
normal dan yang ada kelainan. Tetapi kadang-kadang ditemukan adanya gambaran EKG
yang tidak khas dan membingungkan kita. Oleh karena itu sebagai patokan, maka berikut ini
disajikan kelainan kompleks P-QRS-T pada beberapa penyakit.

1.2.1.Kelainan gelombang P. Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya)


gelombang P pada irama dan kecepatan yang normal. Misalnya P mitrale yang ditandai
dengan gelombang P yang tinggi, lebar dan “not ched” pada sandapan I dan II : gelombang P
lebar dan bifasik pada VI dan V2. Gambaran ini menunjukkan adanya hipertrofi atrium kiri
terutama pada stenosis mitralis. Sedangkan P pulmonale ditandai dengan adanya gelombang
P yang tinggi, runcing pada sandapan II dan III, dan mungkin disertai gelombang P tinggi dan
bifasik pada sandapan VI dan V2. Ditemukan pada korpulmonale dan penyakit jantung
kogenital.

Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa kelainan tunggal
gelombang P misalnya “atrial premature beat” yang bisa ditemukan pada penyakit jantung
koroner (PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan kelainan pada semua
gelombang P disertai kelainan bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat
disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR), pada infark miokard.

Kelainan gelombang P lainnya berupa tidak adanya suatu gelombang P, kompleks QRS-T
timbul lebih cepat dari pada biasanya. Misalnya “ AV nodal premature beat” pada PJK,
intoksikasi digitalis, dimana bentuk kompleks QRS normal, dan terdapat masa istirahat
kompensatoir. Kelainan lain berupa ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis.

Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS adalah
normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang timbul akibat
intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH). Gelombang P
seluruhnya tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya kompleks QRS. Misalnya
ventrikel takikardi, fibrilasi atrium yang dapat timbul pada PJR. Penyakit jantung hipertensi
(PJH).

1.2.2. Kelainan interval P-R

1.2.2.1.Interval P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok konduksi AV.
Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang P diikuti P-R > 0,22 detik yang
bersifat tetap atau sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi digitalis, PJK,
idiopatik. Pada AV blok tingkat II yaitu gelombang P dalam irama dan kecepatan normal,
tetapi tidak diikuti kompleks QRS, dan seringkali disertai kelainan QRS, S - T dan T.

Interval P-R pada kompleks P-QRS-T mungkin normal atau memanjang, tetapi tetap
jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1., berarti terdapat 2 P dan hanya 1 QRS atau
3P&1QRS. Tipe lain dari blok jantung ini ialah fenomena Wenkebach. Pada blok jantung
tingkat III atau blok jantung komplit irama dan kecepatan gelombang P normal, irama
kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40 kali per menit) dari gelombang P. jadi
terdapat disosiasi komplit antara atrium dan ventrikel. Gambaran diatas ini dapat ditemukan
pada PJK, intoksikasi digitalis, IMA.

1.2.2.2. Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa kelainan
bentuk QRS. Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma WPW.

1.2.3. Kelainan gelombang Q.

Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2 mm (lebih 1/3
dari amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya miokard yang nekrosis.
Adanya gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan gambaran yang normal.

1.2.4. Kelainan gelombang R dan gelombang S. Dengan membandingkan gelombang R dan S


disandapan I dan III yaitu gelombang S di I dan R di III menunjukkan adanya “right axis
deviation”. Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kanan, stenosis mitral, penyakit
jantung bawaan, korpulmonale.

Sedangkan gelombang R di I dan S di III menunjukkan adanya “ left axis deviati on”.
Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Biasanya dengan menjumlahkan
voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S di V1 dan R di V5 atau S V1 + R V6 > 35 mm
atau gelombang R>27 mm di V5 atau V6 menunjukkan adanya LVH.

1.2.5. Kelainan kompleks QRS

1.2.5.1. Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan atau
“notched” dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan pada PJK, PJR
(Penyakit Jantung Rematik).
1.2.5.2. Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi
iramanya teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok komplit terutama
pada PJK, PJR, penyakit jantung bawaan.

1.2.5.3.Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu pada
sinus takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi ventrikel.
Ditemukan pada PJK (Penyakit JantungKoroner), PJH (Penyakit Jantung Hipertensi), PJR
(Penyakit Jantung Rematik), infark miokard, intoksikasi digitalis.

1.2.5.4. Irama QRS tidak tetap.

Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa, misalnya “ AV nodal premature
beat”, “ventricular premature beat”.

Ditemukan pada PJK dan intoksikasi digitalis.

Irama kompleks QRS sama sekali tidak teratur yaitu pada fibrilasi atrium dimana sering
ditemukan pada PJH, PJR, infark miokard dan intoksikasi digitalis.

1.2.6. Kelainan segmen S-T.

Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu, sebaiknya dianggap
normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri perekaman. Bukanlah suatu
kelainan, apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1 mm atau depresi tidak melebihi 0,5
mm, paling kurang pada sandapan standar. Secara klinik elevasi atau depresi segmen S-T
pada 3 sandapan standar, biasanya disertai deviasi yang sama pada sandapan yang sesuai,
menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Adanya elevasi segmen S-T merupakan petunjuk
adanya infark miokard akut atau perikarditis. Elevasi segmen S-T pada sandapan prekordial
menunjukkan adanya infark dinding anterior, sedangkan infark dinding inferior dapat
diketahui dengan adanya elevasi segmen S-T pada sandapan II, III, dan aVF. Untuk
perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan tampak elevasi di hampir
semua sandapan. Elevasi segmen S-T pada V4R ditemukan pada infark ventrikel kanan

1.2.7. Kelainan gelombang T.

Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel. Untuk itu
dikemukakan beberapa patokan yaitu :
 Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan.

 Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang R menyolok.


 Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.

 Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada sandapan I,II,
III.

Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam menginterpretasi
kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan seluruh gambaran klinik. Suatu
diagnosis khusus tidak dapat dibuat atas dasar perubahan - perubahan yang tidak khas.
Adanya gelombang T terbalik, simetris, runcing, disertai segmen S-T konveks keatas,
menandakan adanya iskemi miokard.

Kadang-kadang gelombang T sangat tinggi pada insufisiensi koroner. Pada keadaan dimana
defleksi QRS positif pada sandapan I, sedangkan gelombang T pada sandapan I terbalik atau
lebih rendah dari gelombang T di sandapan III menunjukkan adanya insufisiensi koroner.
Gelombang T yang tinggi dan tajam pada semua sandapan kecuali aVR dan aVL
menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T yang tinggi dan simentris dengan depresi
segmen S-T menunjukkan adanya infark dinding posterior.

1.2.8. Kelainan gelombang U. Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari
gelombang T pada sandapan yang sama terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.

PRINSIP MEMBACA EKG

Untuk membaca EKG secara mudah dan tepat, sebaiknya setiap EKG dibaca mengikuti
urutan petunjuk di bawah ini

1. IRAMA

Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS didahului oleh
sebuah gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak, maka berarti bukan irama sinus.

Bukan irama sinus dapat berupa suatu aritmia yang mungkin fibrilasi, blok AV derajat dua
atau tiga, irama jungsional, takikardia ventrikular, dan lain lain.
2. LAJU QRS (QRS RATE) Pada irama sinus, laju QRS normal berkisar antara 60 - 100
kali/min, kurang dari 60 kali disebut bradikardia sinus, lebih dari 100 kali disebut takikardia
sinus.

Laju QRS lebih dari 150 kali/min biasanya disebabkan oleh takikardia supraventrikular
(kompleks QRS sempit), atau takikardia ventrikular (kompleks QRS lebar).

Pada blok AV derajat tiga, selain laju QRS selalu harus dicantumkan juga laju gelombang P
(atrial rate).

EKG normal selalu regular. Irama yang tidak regular ditemukan pada fibrilasi atrium, atau
pada keadaan mana banyak ditemukan ekstrasistol (atrium maupun ventrikel), juga pada sick
sinus syndrome.

3. AKSIS. Aksis normal selalu terdapat antara -30° sampai +110°. Lebih dari -30° disebut
deviasi aksis kiri, lebih dari +110° disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari +180°
disebut aksis superior.

Kadang kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis undeterminable, misalnya pada
EKG dimana defleksi positif dan negatif pada kompleks QRS di semua sandapan sama
besarnya.

4. INTERVAL -PR Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik
disebut blok AV derajat satu. Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta
menunjukkan Wolff-Parkinson- White syndrome.

5. MORFOLOGI

5.1. Gelombang P Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada
Ppulmonal atau P-mitral.

5.2. Kompleks QRS

Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction (tentukan bagian


jantung mana yang mengalami infark melalui petunjuk sandapan yang terlibat).

Bagaimana amplitudo gelombang R dan S di sandapan prekordial.


Gelombang R yang tinggi di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan
(atau infark dinding posterior). Gelombang R yang tinggi di sandapan V5 dan V6 dengan
gelombang S yang dalam di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertofi ventrikel kiri.

Interval QRS yang lebih dari 0,1 detik harus dicari apakah ada right bundle branch block, left
bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.

5.3. segmen ST Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian mana
dari jantung yang mengalami infark). Depresi segmen ST menandakan iskemia.

5.4. Gelombang T, Gelombang T yang datar (flat T) menandakan iskemia. Gelombang T


terbalik (T-inverted) menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang
runcing menandakan hiperkalemia.

5.5. Gelombang U Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi
Gelombang U yang terbalik menunjukkan iskemia miokard yang berat.

KESIMPULAN Pemeriksaan EKG memegang peranan yang sangat penting dalam


membantu menegakkan diagnosis penyakit jantung. EKG disamping mampu mendeteksi
kelainan jantung secara pasti, juga keadaan (kelainan) diluar jantung, mis. Adanya gangguan
elektrolit terutama kalium dan kalsium. Disamping kemampuannya dalam mendeteksi secara
pasti dari kelainan jantung tetapi EKG harus diakui mempunyai banyak kelemahan juga.
EKG tidak dapat mendeteksi keparahan dari penyakit jantung secara menyeluruh, misalnya
tingkat kerusakan otot jantung dari serangan IMA. EKG juga tidak dapat mendeteksi
gangguan hemodinamik akibat suatu penyakit jantung. Dalam menegakkan diagnosis
penyakit jantung kita tidak dapat hanya menggantungkan pemeriksaan EKG saja.
PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAFI

Pengertian

Elektrokardiografi (EKG) merupakan pemeriksaan noninvasif yang paling sering digunakan


sebagai alat bantu diagnosis penyakit jantung. Alat ini sudah lama ditemukan, murah dan
aman digunakan tetapi peranannya sekarang belum dpat digantikan oleh alat lain.

Berbagai keadaan jantung dapat dideteksi dengan tepat oleh alat ini, baik kelainan berupa
kelainan elektris (mis. Aritmia), kelainan anatomis (mis. Hipertropi bilik dan serambi),
maupun kelainan lain (mis. Perikarditis).

Untuk pemeriksaan secara rutin biasanya dilakukan pengambilan 12 sandapan (lead) yaitu I,
II, III, aVR, AVL, aVF, v1-6. Tetapi kadang-kadang dilakukan cara lain untuk keperluan
tertentu, mis. Monitor terus menerus (24 jam sehari) yang digunakan untuk mendeteksi
adanya perubahan-perubahan di jantung penderita dalam keadaan darurat (mis. Di ICCU dan
bedah jantung). Untuk mengetahui perubahan EKG pada kegiatan sehari-hari dilakukan
rekaman secara terus menrus dengan alat monitor holter. Serial EKG untuk jangka waktu
tertentu dapat untuk menegakkan diagnosis infark miokard akut secara pasti. Untuk lebih
memastikan apakah seseorang menderita penyakit jantung koroner atau tidak sering
dilakukan uji latih jantung.

Penemuan yang terbaru dari Ekokardigrafi yang jauh lebih canggih dan mahal ternyata
peranannya tidak dapat menggantikan alat EKG yang jauh lebih sederhna. Dengan
menggabungkan kedua alat terssebut maka hasilnya sangat memuaskan.

Yang harus disadari adalah bahwa EKG merupakan suatu test laboratorium, bukan
merupakan alat diagnosis yang mutlak. Orang sakit jantung bisa mempunyai gambaran EKG
normal, sedang orang sehat dapat mempunyai gambaran abnormal.
Indikasi :

Pemeriksaan Elektrokardiografi dilakukan untuk mengetahui :

1. Adanya kelainan-kelainan irama jantung

2. Adanya kelainan-kelainan miokard seperti infark

3. Adanya pengaruh obat-obat jantung terutama digitalis

4. Gangguan-gangguan elektrolit

5. Adanya perikarditis

6. Pembesaran jantung

Tujuan pembelajaran :

- Tujuan Umum :

Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu :

1. Melakukan penyadapan aktifitas otot jantung secara runtut dan benar

2. Mengenal elektrokardiogram otot jantung normal dan intrpretasinya

- Tujuan Khusus :

Setelah kegiatan ini mahasiswa mampu :

a. Berhubungan dengan alat dan pasien :


1. Mempersiapkan pasien dan alat

2. Meletakkan elektroda pada tempat penekanan

3. Melaksanakan penyadapan

4. Membuat elektrokardiogram dan keterangannya

5. Merawat EKG setelah pemeriksaan

b. Berhubungan dengan pembacaan EKG :

1. Mengenal gelombang dan interpretasinya pada elektrokardiogram normal

2. Mengenal gangguan irama jantung

3. Mengenal pembesaran jantung

4. Mengenal kelainan iskemik jantung

Media dan alat bantu pembelajaran :

a. Daftar panduan belajar untuk pemeriksaan EKG

b. Alat EKG beserta kelengkapannya , probandus / manekin

c. Kertas interpretasi EKG, pulpen, pensil.

Metode Pembelajaran

1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar

2. Ceramah

3. Diskusi

4. Parsipasi aktif dalam skills lab. (simulasi)

5. Evaluasi melalui check list/daftar tilik dengan sistim skor


DESKRIPSI KEGIATAN

KEGIATAN WAKTU DESKRIPSI


1.Pengantar 20 menit Pengantar
2.Bermain peran Tanya 30 menit 1. Mengatur posisi duduk mahasiswa
2. Satu orang dosen (instruktor/co instruktur)
dan jawab
memberikan contoh bagaimana cara melakukan
perekaman EKG pada probandus/manikin.
Mahasiswa menyimak dan mengamati
3. Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
bertanya dan dosen (instruktur) memberikan
penjelasan tentang aspek-aspek yang penting
4. Selanjuntya kegiatan dilanjutkan dengan
pemeriksaan EKG pada manikin atau probandus
5. Mahasiswa dapat memperhatikan dan menanyakan
hal-hal yang belum dimengerti dan dosen (instruktur)
menanggapinya.

3.Praktek bermain 120 1. Mahasiswa dibagi menjadi pasangan-pasangan.


Seorang mentor diperlukan untuk mengamati 2
peran dengan umpan menit
pasangan
balik 2. Setiap pasangan berpraktek, satu orang sebagai
dokter (pemeriksa) dan satu orang sebagai pasien
secara serentak
3. Mentor berkeliling diantara mahasiwa dan
melakukan supervisi menggunakan ceklis
4. Setiap mahasiswa paling sedikit berlatih satu kali

4.Curah 30 menit 1. Curah pendapat/diskusi : Apa yang dirasakan


mudah ? Apa yang sulit ? Menanyakan bagaimana
pendapat/diskusi
perasaan mahasiswa yang berperan sebagai pasien.
Apa yang
dapat dilakukan oleh dokter agar pasien merasa lebih
nyaman ?
2. Dosen (instruktur) menyimpulkan dengan
menjawab pertanyaan terakhir dan memperjelas hal-
hal yang masih
belum dimengerti
Total waktu 200
menit

PENUNTUN BELAJAR
PEMERIKSAAN ELEKTROKARDIOGRAFI

A.MELAKUKAN REKAMAN EKG

NO LANGKAH KLINIK KASUS


a. Melakukan persiapan alat antara lain : 1 2 3
1 Alat EKG lengkap dan siap pakai
2 Kapas alkohol dalam tempatnya
3 Kapas / kasa lembab

b. Mempersiapkan pasien

1 Pertama-tama pemeriksaan melakukan penejelasan kepada


pasien/keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan

2 Menyuruh pasien untuk tidur terlentang datar

c. Urutan perekaman EKG


1 Melakukan cuci tangan
2 Membuka dan melonggarkan pakaian pasien bagian atas. Bila
pasiennya memakai jam tangan, gelang dan logam lain dilepas.

3 Membersihkan kotoran dan lemak menggunakan kapas pada


daerah dada, kedua pergelangan tangan dan kedua tungkai
dilokasi pemasangan manset elektroda

4 Mengoleskan jelly EKG pada permukaan elektroda. Bila tidak


ada jelly, gunakan kapas basah

5 Memasang manset elektroda pada kedua pergelangan tangan dan


kedua tungkai

6 Memasang arde
7 Menghidupkan monitor EKG
8 Menyambung kabel EKG pada kedua pergelangan tangan dan
kedua tungkai pasien, untuk rekam ekstremitas lead (lead I, II,
III, aVR, aVF, AVL) dengan cara sebagai berikut :
- Warna merah pada tangan kanan
- Warna kuning pada tangan kiri
- Warna hitam pada kaki kanan
- Warna hijau pada kaki kiri

9 Memasang elektroda dada untuk rekaman precordial lead :


- Sela iga ke 4 pada garis sternal kanan = V1
- Sela iga ke 4 pada garis sternal kiri= V2
- Terletak diantara V2 & V4 adalah= V3
- Ruang iga ke 5 pada garis tengah klavikula = V4
- Garis aksila depan sejajar dengan V4 = V5
- Garis aksila tengah sejajar dengan V4 = V6
- Garis aksila belakang sejajar dengan V4= V7
- Garis skapula belakang sejajar dengan V4 = V8
- Batas kiri dari kolumna vertebra sejajar dengan V4 = V9
- Lokasi sama dengan V3 tetapi pada sebelah kanan = V3R
- V7 ->V3R kadang diperlukan
Pada umumnya perekaman hanya 12 lead yaitu lead I, II, III,
aVR, aVF, aVL, V1-V6

10 Melakukan kalibrasi 10 mm dengan keadaan 25 mm/volt/detik

11 Membuat rekaman secara berurutan sesuai dengan


pilihan lead yang terdapat pada mesin EKG

12 Melakukan kalibrasi kembali setelah perekaman selesai


13 Memberi identitas pasien hasil rekaman : nama, umur, tanggal
dan jam rekaman serta nomor lead dan nama pembuat rekaman
EKG

14 Merapikan alat-alat

15 Melakukan cuci tangan kembali

B.INTERPRETASI HASIL REKAMAN EKG


N LANGKAH KLINIK KASU
O S
1 2 3
1 Melihat hasil rekaman EKG dengan memperhatikan identitas
pasien

2 Menetukan apakah rekaman ini sudah sesuai dengan


standar dan layak di interpretasi

3 Melakukan penilaian secara sistematis yaitu :


a. Menentukan irama jantung dan pembuluh darah
b. Menetapkan frekuensi jantung
c. Menentukan Arah aksis (sumbu) elektris jantung
d. Menentukan bentuk gelombang P
e. Menentukan bentuk gelombang QRS
f. Menentukan posisi segment ST
g. Menentukan bentuk gelombang T
h. Menentukan bentuk gelombang U

4 Melakukan interpretasi EKG secara keseluruhan

5 Menyerahkan hasil rekaman EKG kepada yang berkepentingan

CSL V
RESUSITASI
PIJAT JANTUNG LUAR

Pengertian : Melakukan pijatan jantung luar untuk mengatasi henti napas dan henti jantung.

TIU : setelah pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mengetahui cara melakukan bantuan
hidup dasar

TIK : setelah pembelajaran ini mahasiswa diharapkan

1. Mampu melakukan penilaian pada pasien henti napas dan henti jantung.

2. Mampu melakukan bantuan napas pada pasien dengan henti napas.

3. Mampu melakukan pijatan jantung luar pada penderita henti jantung.

Media dan alat pembelajaran:

1. Buku panduan peserta skill lab

2. Video dan slide Cara melakukan bantuan hidup dasar

3. Boneka manikin dewasa

Indikasi : Dilakukan pada`penderita henti napas dan atau henti jantung apapun sebabnya.
Metode Pembelajaran Demonstrasi kompetensi sesuai dengan penuntun belajar

KEGIATAN WAKTU DESKRIPSI


1.Pengantar 20 menit 1. Perkenalan, mengatur posisi duduk
mahasiswa
2. Penjelasan singkat tentang prosedur
kerja, peran masing-masing mahasiswa
dan alokasi waktu.
2.Demonstrasi singkat tentang cara 30 menit 1.Seluruh mahasiswa melihat demonstrasi
pijat jantung/RJP oleh instruktur cara RJP oleh Instruktur pada model
2. Diskusi singkat bila ada yang kurang
dimengerti.
3.Praktek cara pijat jantung/RJP 120 menit 1. Satu orang mahasiswa mempraktekkan
cara RJP. Mahasiswa lainnya menyimak
dan mengoreksi bila ada yang kurang.
2.Instruktur memperhatikan dan
memberikan bimbingan bila mahasiswa
kurang sempurna melakukan praktek.
3.Instruktur berkeliling diantara
mahasiswa dan melakukan supervisi
menggunakan ceklis/daftar tilik.
4.Diskusi 30 menit 1. Diskusi tentang kesan mahasiswa
terhadap praktek cara RJP: apa yang
dirasa mudah, apa yang sulit.
2. Mahasiswa memberikan saran atau
koreksi tentang jalannya praktek hari itu.
Instruktur mendengar dan memberikan
jawaban.
3. Instruktur mejelaskan penilaian umum
tentang jalannya praktek RJP : apakah
secara umum berjalan baik, apakah ada
sebagaian mahasiswa yang masih
kurang. Bila perlu mengumumkan hasil
masing-masing mahasiswa.
Total waktu 200 menit
LANGKAH LANGKAH KEGIATAN KETERANGAN
Persiapan awal
Periksa semua kelengkapan alat
Tindakan oleh satu orang penolong
1. Pastikan kondisi lingkungan tempat pertolongan aman buat
korban dan penolong
2. Atur posisi pasien dan letakkan pada dasar yang keras
3. Pada korban tidak sadar pastikan penderita tidak sadar dengan
cara memanggil, menepuk punggung, menggoyang atau mencubit
4. Minta segera pertolongan dengan cara berteriak (atau aktifkan
sistem emergensi unit jika pasien tidak sadar dan pastikan
tersedianya AED Automatic External Defibrillator)
5. Nilai pernapasan dan denyut nadi karotis secara bersamaan
kurang dari 10 detik
6. Bila tidak bernapas atau bernapas tidak normal tapi nadi teraba
maka bebaskan jalan napas, posisikan kepala dengan posisi head till
chin lift (menekan dahi dan mengangkat dagu) dan berikan napas
buatan 1kali/5-6 detik atau 10-12 kali/menit pelan dan penuh sambil
melihat pengembangan dada, nilai ulang tiap dua menit. Bila napas
spontan normal dan nadi teraba maka pertahankan sambil
menunggu pertolongan Bila nadi tidak teraba maka segera lakukan
RJP
7. Bila tidak teraba lakukan pijatan jantung luar 30 kali pada titik
tumpu yaitu 2 jari diatas processus xyphoideus. Kemudian
dilanjutkan dengan napas buatan sebanyak 2 kali tiupan.
8. Letakkan satu tangan pada titik tekan, tangan lain di atas
punggung tangan pertama.
9. Kedua lengan lurus dan tegak lurus pada sternum. Kedua lutut
penolong merapat, lutut menempel bahu korban.
10. Tekan ke bawah kurang lebih 5 cm pada orang dewasa , dengan
cara menjatuhkan berat badan ke sternum korban .
11. Kompresi secara ritmik & teratur 100-120 kali/menit Lakukan
evaluasi tiap akhir siklus kelima terhadap napas, denyut jantug,
kesadaran dan reaksi pupil.
12. Bila napas dan denyut belum teraba lanjutkan RJP hingga
korban membaik
13. Jika terdapat AED maka lakukan penilaian apakah perlu
dilakukan shock atau tidak
14. Jika napas kembali spontan dan denyut nadi teraba maka
posisikan dengan posisi pemulihan (recovery position) / posisi
mantap
a. fleksikan salah satu siku dengan telapak tangan menopang pipi
pada sisi yang berlawanan
b. fleksikan lutut pada sisi yang sama dengan siku yang difleksikan
sebelumnya
c. balikkan pasien ke arah sisi yang berlawanan

Tindakan oleh dua orang penolong


1. Langkah 1- 15 diatas tetap dilakukan oleh penolong pertama
hingga penolong kedua datang
2. Saat penolong pertama melakukan evaluasi, penolong kedua
mengambil posisi untuk menggantikan pijat jantung.
3. Bila denyut nadi belum teraba, penolong pertama memberikan
napas buatan dua kali secara perlahan sampai dada terlihat
pengembang, disusul penolong kedua memberikan pijat jantung
sebanyak 30 kali.
RESUSITASI CAIRAN
(KANULASI VENA PERIFER)

Pengertian : Melakukan tatalaksana awal resusitasi cairan akses intravena (pemasangan


infus) untuk kegawatdaruratan jantung pada vena yang letaknya superficial di lengan,
tungkai, leher, atau kepala dengan kateter intravena.

TIU : setelah pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mengetahui cara melakukan resusitasi
cairan

TIK : setelah pembelajaran ini mahasiswa diharapkan

1. Mengetahui indikasi pemasangan kateter intravena (infus)

2. Mampu menjelaskan maksud pemasangan infus kepada pasien dan menjelaskan


prosedurnya

3. Mampu menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan untuk pemasangan infus

4. Mampu melakukan penusukan vena dengan benar

5. Mampu melakukan fiksasi kateter vena dengan benara

Media dan alat pembelajaran:

1. Buku panduan peserta skill lab 9. Kateter IV (Anak dan Dewasa)

2. Video dan slide kanulasi intravena 10. Gause / Pembalut steril

3. Boneka manikin dewasa 11. Salep antibiotik

4. Torniket 12. Plester


5. Sarung tangan 13. Lidokain 2 %

6. Larutan desinfektan (alkohol, povidon iodine) 14. Sabun

7. Spoit 1 cc 15. Handuk kering

8. Infus set atau transfusi set

Indikasi :

- Untuk pemberian cairan


- Sebagai akses untuk obat-obat intravena
- Bagian dari tindakan resusitasi
- Akan dilakukan operasi
- Pemberian nutrisi parenteral perifer

Metode Pembelajaran

Demonstrasi kompetensi sesuai dengan penuntun belajar


PENUNTUN BELAJAR
RESUSITASI CAIRAN (AKSES INTRAVENA)

Langkah-langkah/Kegiatan Keterangan tambahan


Persiapan awal prapemasangan
1. Memeriksa kartu atau status medical
recor pasien (tentang diagnosis penyakit,
riwayat alergi, adanya gangguan
perdarahan, dll)
2.Memeriksa semua kelengkapan alat 1. Periksa apakah infus/transfuse set sudah
dihubungkan dengan cairan
2. Pastikan bahwa dalam selang tersebut
tidak terdapat udara
3. Siapkan 3 nomor kateter IV yang
diperkirakan mampu dipasang
3. Menjelaskan prosedur pada pasien atau Ciptakan suasana menyenangkan dengan
keluarga pasien dan meminta inform mengucapkan salam, bila perlu saat
consent menyapa, meraba, atau menyalami pasien
Tindakan pemasangan kateter IV
4. Identifikasi dan melakukan penilaian 1. Pilihlah tempat yang paling distal untuk
terhadap vena yang akan dipilih menjaga potensial yang lebih proximal.
2. Lebih baik memilih ekstremitas yang non-
dominan
3. Pilih daerah dorsal manus
4. Jangan menginsersi daerah pergelangan
atau antekubiti
5. Cuci tangan dengan sabun antimikroba
6. Memakai sarung tangan
7. Memasang torniket Bila diperlukan, asisten dapat diperbantukan
untuk imobilisasi pasien
1.Pertama-tama aliran darah vena diperas
terlebih dahulu ke bagian distal atau dapat
pula dengan cara lengan diletakkan lebih
rendah di bawah level jantung.
2.Tempat pemasangan torniket sebaiknya
pada pertengahan lengan ( antara
pergelangan tangan dan siku ) atau
pertengahan tungkai bawah sedikit
dibawahnya.
3.Pemasangan torniket jangan terlalu kuat
tapi juga jangan terlalu lunak. Apabila
menggunakan selang karet sebagai torniket,
tidak boleh diikat dengan simpul mati tetapi
harus dengan simpul hidup agar lebih
mudah dilepaskan .
4.Bila torniket sudah dipasang tetapi vena
belum terbendung, dapat dilakukan tepukan
pada vena dengan telapak tangan atau
dilakukan pemanasan/penghangatan vena
dengan menggunakan has/handuk hangat
yang telah direndam dalam air hangat
supaya terjadi vasodilatasi vena.
8. Membersihkan tempat insersi dengan Setelah kulit dibersihkan, harus diterapkan
desinfektan (alcohol) dengan 1 kali usapan “notouch”
atau dengan gerakan melingkar dari tengah
ke samping dan biarkan sampai kering
9. Tangan kiri menggenggam area di bawah Bila yang diinsersi daerah dorsal manus
tempat penusukan, gunakan ibujari untuk penderita dapat disuruh untuk menggenggam
menstabilisasi vena dan jaringan lunak. tangannya.
10. Memposisikan bevel kateter IV
menghadap ke atas, pegang diantara ibu jari
dan jari telunjuk
11. Memegang kateter dengan membentuk Pendekatan yang dapat dilakukan dalam
sudut 45 diatas permukaan kulit dan menusuk vena yaitu :
jaringan dibawahnya menuju vena tapi tidak  Secara sentral : tusukan langsung
menembus vena mengenai vena . Cara ini tidak terlalu baik
karena apabila tusukan terlalu dalam dapat
mengenai jaringan di bawah vena dan
menyebabkan ekstravasasi apabila vena
bocor.
 Secara paravena : tusukan dari samping
vena dulu, baru kemudian jarum di arahkan
masuk kedalam vena. Cara ini merupakan
cara yang terbaik untuk mencapai vena.
12. Posisikan kateter lebih rendah hingga
hampir sejajar dengan permukaan kulit dan
gerakkan ujung jarum melewati vena secara
langsung
13. Dorong kateter memasuki vena dengan Apabila terasa sensasi resistensi yang segera
pelan, pastikan adanya aliran balik vena. diikuti oleh penetrasi yang mulus, maka hal
itu menandakan kateter telah memasuki
vena.
14. Dorong kateter beserta mandrinnya Jauhnya dorongan yang dilakukan
kirakira sejauh 3-5 mm lagi untuk bergantung pada ukuran dan kedalaman vena
memastikan kateter telah memasuki lumen dan ukuran kateter
vena
15. Tarik mandrin keluar, dorong kateter Jangan memasukkan kembali mandrin ke
sampai pangkalnya menyentuh kulit dalam kateter karena dapat merobek kateter
tersebut
16. Buang mandrin bekas pakai ke dalam Pastikan mandrin tersebut telah masuk ke
pembungkus kateter tadi dalam pembungkus kateter sampai terdengar
bunyi ”klik” dan buang di tempat yang aman
17. Lepaskan torniket
18. Hubungkan kateter dengan Bila tersedia dapat dihubungkan dengan
infuse/transfuse set ”Threeway stop cock”
19. Bilas dengan saline/cairan IV dan
bersihkan bila ada sisa darah, kemudian
keringkan dengan gaus steril agar plester
dapat melekat dengan baik
Fiksasi katetera IV
20. Rekatkan 1 plester lebar 5 mm secara Gunakan 2 lembar plester , satu untuk fiksasi
menyilang sedemikian rupa sehingga kateter I.V dan yang satunya untuk fiksasi
berbentuk huruf V di bawah pangkal kateter slang infus set.
hingga menutupi tempat insersi kateter Panjang plester yang digunakan ukurannya
tersebut. sekitar 15-20 cm, jangan terlalu lebar atau
terlalu kecil ( lebarnya sekitar 0,5 mm ).
Bentuk fiksasi dibuat seperti bentuk V , agar
keduanya tidak mudah lepas .

21. Rekatkan 1 plester untuk memfiksasi Selang infus jangan dilengkungkan baru
infuse/transfuse set secara menyilang difiksasi ke kulit karena akan membatasi kita
berbentuk huruf V bila akan menambah suntikan ke dalam vena
melalui karet infus.
Tindakan pasca pemasangan
22. Imobilisasi ekstremitas dengan papan Jangan gunakan gause atau bahan lainnya
pengalas bila ada indikasi Misalnya : bila sebagai pembalut di atas tempat insersi
diinsersikan di daerah sendi, pada anak-
anak/bayi
23. Instruksi pada pasien :
 Hindari gerakan-gerakan lengan yang
tidak perlu
 Segera beritahu perawat/ dokter bila
lengan membengkak, nyeri, atau jika terjadi
kebocoran dari tempat insersi
24. Label bahan pembalut dengan tanggal,
ukuran kateter dan inisial yang memasang
infuse.
Tulis juga distatus penderita tentang:
a. tanggal pemasangan,
b. ukuran kateter
c. inisial yang memasang infuse.
d. Tempat insersi
e. Toleransi pasien dan respon terhadap
terapi.

Anda mungkin juga menyukai