Disusun Oleh:
Athaya Salsabila 1102015038
Dyah Sri Kusumaningayu 1102015064
Ferina Intan Lusia P.S 1102015078
Hani Hanifah 1102014119
Isma Nurasyifa 1102015104
Lydia Annisa Putri Ayu 1102014150
Muhammad Falah Dzaki M 1102015146
Ramadhan 1102015186
Siti Muti’a 1102015227
Syifa Anisa Shabrina 1102015235
Uray Cassandra Ibnamuthi 1102015243
Pembimbing:
dr. Rafiyandi, Sp.OG
1
PENDAHULUAN
Indeks cairan amniotik (AFI) ≤5 cm di definisikan sebagai
oligohidramnion, awalnya diperkenalkan oleh Phelan et al. Tujuan membentuk
sekelompok wanita dengan oligohidramnion pada kehamilan aterm karena
penyebab, tatalaksana dan hasil yang berbeda pada oligohidramnion onset lambat
dibandingkan dengan oligohidramnion onset cepat.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa indeks cairan amniotik adalah
prediktor yang buruk dan beberapa penulis belum mengkonfirmasi hubungan
perinatal outcome yang buruk dengan oligohidramnion. Penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui oligohidramnion pada hasil perinatal dan hasilnya pada ibu
dengan kehamilan di atas 37 minggu. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mempelajari hasil perinatal pada oligohidramnion (AFI ≤ 5) dan mengetahui
insidensi hubungan faktor risiko tinggi ibu dengan oligohidramnion.
METODE
Studi kasus-kontrol prospektif ini dilakukan di Departemen Obstetri dan
Ginekologi di RS Acharya Vinoba Bhave, Sawangi, Wardha selama 24 bulan
(Agustus 2010 - Juli 2012). Semua kasus yang ada hingga periode penelitian telah
ditentukan untuk penelitian ini.
Penelitian ini terdiri dari analisis kehamilan pada 50 kasus dengan
diagnosis oligohidramnion (AFI ≤5cm ) dari USG setelah usia kehamilan 37
minggu dibandingkan dengan 50 kontrol tanpa oligohidramnion (AFI 5.1-20cm)
yang cocok untuk variabel lainnya seperti usia, paritas dan usia kehamilan. Kasus
dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah: usia
kehamilan 37 minggu, ketuban dengan indeks cairan ≤5 cm, membran utuh,
kehamilan tunggal dengan presentasi kepala, kehamilan diinduksi hipertensi.
Pasien yang dikeluarkan dari penelitian: usia kehamilan < 37 minggu, malformasi
janin, ketuban pecah, malpresentasi dan kehamilan multiple.
Setelah pemilihan terhadap kasus, Riwayat yang rinci seperti (Riwayat
kebidanan, Riwayat menstruasi, Riwayat kehamilan yang lalu, Riwayat keluarga,
dan Riwayat pribadi) diambil dan dilakukan pemeriksaan lengkap (pemeriksaan
2
umum, pemeriksaan sistemik, pemeriksaan abdominal dan pemeriksaan pelvik)
telah dilakukan. Bukti klinis oligohidramnion ditemukan dan dikonfirmasi denga
pemeriksaan USG. Berbagai hasil yang dicatat berupa usia kehamilan saat
persalinan, warna cairan ketuban, penelusuran FHR, cara persalinan, indikasi
untuk operasi Caesar atau persalinan instrumental, skor APGAR pada satu menit
dan lima menit, berat lahir, Riwayat masuk Neonatal Intensive Care Unit
(NICU) ), morbiditas perinatal dan mortalitas perinatal. Hasilnya dianalisis
menggunakan parameter seperti mean, standar deviasi dan uji chi square
HASIL
Penelitian ini dilakukan pada 50 wanita hamil dengan indeks cairan
ketuban ≤5 cm dan telah selesai 37 minggu kehamilan dan dibandingkan dengan
50 hamil wanita dengan indeks cairan ketuban antara 5 cm dan 20 cm.
Hasil yang dipilih menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam
keduanya kelompok. Di hadapan oligohidramnion, terjadinya NST non reaktif,
pewarnaan mekonium tebal, perkembangan gawat janin, tingkat LSCS, skor
Apgar 5 menit rendah, berat lahir rendah, perinatal morbiditas dan mortalitas lebih
banyak. Dalam penelitian kami, skor Apgar 5 menit rendah, morbiditas dan
mortalitas perinatal jumlahnya tinggi tetapi secara statistik perbedaan dalam
penelitian dan kelompok kontrol tidak signifikan.
DISKUSI
Berbagai hasilnya dapat dibandingkan dengan hasil penelitian yang telah
dilakukan di india dan luar negeri. Volume cairan amnion akan berkurang seiring
dengan meningkatnya umur kehamilan diatas 40 minggu.
Hipertensi yang disebabkan karen insufisiensi plasenta kronik bisa
menyebabkan oligohidramnion. Dalam kelompok oligohidramnion 8,0% memiliki
preeklampsia ringan atau berat dibandingkan dengan 38,46% dan 31% dari
kelompok orang dengan oligohidramnion pada penelitian Chandra p Et al dan
Sriya, et al solutio plasenta terlihat 7,69% pada peneliatian Chandra et al dan pada
penelitian ini berjumlah 2%. Gawat janin berjumlah 42% di penelitian ini dan
3
36,11% pada penelitian Sriya et al, 48% pada penelitian Casey at al, dan 80%
pada penelitian Guin et al. Tingkat tes non-reaktif, non-stres tinggi pada wanita
dengan AFI <5 cm. Tingkat NST non reaktif dalam penelitian ini adalah 38%
Angka kejadian cairan ketuban meconium yang keruh tinggi pada wanita
dengan AFI <5 cm. Cairan mekonium yang tebal dan keruh berjumlah 46% pada
penelitian ini. Berbagai penelitian menunjukkan tingkat laju LSCS yang berbeda
pada wanita hamil dengan indeks cairan ketuban <5 cm. LSCS yang dilakukan
pada penelitian ini berjumlah 64% yang dibandingkan dengan situasi dalam
penelitian lain.
Grubb dan Paul15 tidak mengamati hubungan tersebut [tidak ada
peningkatan yang signifikan dalam intervensi untuk gawat janin, baik operasi
caesar atau operasi vagina pada pasien dengan oligohidramnion (AFIs dari 20mm
hingga 49mm) bila dibandingkan dengan mereka dengan volume cairan amniotik
normal (AFI 50mm atau lebih )]. Begitu juga dengan Chauhan et al16,17 tidak
menemukan peningkatan risiko kelahiran sesar untuk gawat janin atau skor
APGAR rendah pada pasien dengan oligohidramnion (Tabel 2).
Skor APGAR <7 dalam persentase kelompok studi adalah 30% pada 1
menit dan 16% pada 5 menit. yang sebanding dengan penelitian lain. Berat lahir
rata-rata pada keolmpok oligohidramnion yaitu kurang . Terjadinya BBLR yaitu
62,0% yang sebanding dengan penelitian India lainnya (Chandra P et al 61,53%
dan Sriya R et al. 58,38%). Tingginya insiden berat badan lahir rendah mungkin
disebabkan karena insufisiensi plasenta kronis yang menyebabkan pembatasan
pertumbuhan janin.
42% bayi baru lahir dirawat di NICU dengan berbagai morbiditas seperti
penyakit kuning, septikemia, IUGR, refleks mengisap yang buruk, asfiksia lahir
dll. Insiden anomali kongenital dalam peneliatian ini adalah 6% dan 8,5% dalam
penelitian oleh Guin et al 2011 pada kelompok oligohidramnion (Tabel 3).
Tabel 2: Perbandingan beberapa kasus dalam penelitian yang berbeda
berdasarkan komplikasi antepartum, pola NST, warna minuman keras dan
persentase LSCS.
4
Chandra P Casey Sriya R Umber Guin et Visvalingam
Penelitian saat
et al 10 et al 5 et al 11 et al 12 al 13 G. et al 14
(2000) (2000) (2001) (2009) (2012) ini (2012)
(2011)
Komplikasi sebelum lahir
Gangguan
38.46% 31.00% 3.5 % 8.0%
hipertensi
Solutio Placenta 7.69% 2%
Gawat Janun 48% 36.11% 80 % 42%
NST Non Reaktif 69.23% 41.55% 52.7% 38%
Cairan mekonium yang
keruh dan tebal 23.7% 38.88% 6% 46%
KESIMPULAN
Cairan ketuban yang ≤5 cm yan terdeteksi setelah 37 minggu kehamilan
merupakan indikator perinatal yang buruk. Pada kasus oligohidramnion, kerjadian
NST nonreaktif, cairan mekonium yang kental, perkembangan fetal distress, laju
5
LSCS, skor Apgar 5 menit yang rendah, BBLR, morbiditas dan mortalitas
perinatal dan banyak lagi. Penenuan AFI dapat dgunakan sebagai metode
tambahan untuk pengawasan janin. Metode ini dapat membantu mengidentifikasi
janin yang memiliki risiko perinatal yang buruk. Penentuan AFI merupakan
screening yang penting untuk memprediksi fetal distress dalam persalinan yang
membutuhkan operasi caesar.