Anda di halaman 1dari 7

Athiyah Ulya Arif

70600117009

Tugas Emergency dan Traumatology

1. Jelaskan perbedaan:
a. Preeclampsia  Preeklampsia adalah hipertensi yang disertai dengan proteinuria pada
ibu dengan usia kehamilan di atas 20 minggu, dengan catatan bahwa tidak semua ibu
dengan preeklampsia memperlihatkan edema
b. Hipertensi kronik  Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur
kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis 9 setelah umur
kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pascapersalinan
c. Superimposed preeclampsia  Superimposed Preeklampsia adalah hipertensi kronik
disertai tanda-tanda preeklampsi atau hipertensi kronik disertai proteinuria
d. Hipertensi gestasional  Hipertensi gestasional adalah hipertensi yang timbul pada
kehamilan di atas 20 minggu, tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang
setelah 3 bulan pascapersalinan atau kematian dengan tanda-tanda preeklampsi tetapi
tanpa proteinuria

2. Jelaskan tatalaksana preeclampsia ringan dan berat


a. Preeklampsia Ringan  Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan aliran
darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena pada ekstrimitas
bawah juga menurun dan reabsorpsi cairan di daerah tersebut juga bertambah. Selain itu
dengan istirahat di tempat tidur mengurangi kebutuhan volume darah yang beredar dan
juga dapat menurunkan tekanan darah dan kejadian edema. Apabila preeklampsia
tersebut tidak membaik dengan penanganan konservatif, maka dalam hal ini pengakhiran
kehamilan dilakukan walaupun janin masih prematur
b. Preeklampsia Berat  Segera berikan obat sedativa yang kuat untuk mencegah
timbulnya kejang. Apabila sesudah 12 – 24 jam bahaya akut sudah diatasi, tindakan
selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan kehamilan. Sebagai pengobatan
untuk mencegah timbulnya kejang dapat diberikan larutan sulfas magnesikus 40 %
sebanyak 10 ml disuntikan intramuskular pada bokong kiri dan kanan sebagai dosis
permulaan. Pemberian dapat diulang dengan dosis yang sama dalam rentang waktu 6 jam
menurut keadaan pasien. Tambahan sulfas magnesikus hanya dapat diberikan jika
diuresis pasien baik, refleks patella positif dan frekuensi pernafasan lebih dari 16
kali/menit. Obat ini memiliki efek menenangkan, menurunkan tekanan darah dan
meningkatkan diuresis. Selain sulfas magnesikus, pasien dengan preeklampsia dapat juga
diberikan klorpromazin dengan dosis 50 mg secara intramuskular ataupun diazepam 20
mg secara intramuskular

3. Bagaimana mekanisme terjadinya preeclampsia?


Pada awal kehamilan, sel sitotrofoblas menginvasi arterispiralis uterus, mengganti
lapisan endothelial dari arteri tersebut dengan merusak jaringan elastis medial, muskular, dan
neural secara berurutan. Sebelum trimester kedua kehamilan berakhir, arteri spiralis uteri
dilapisi oleh sitotrofoblas, dan sel endothelial tidak lagi ada pada bagian endometrium atau
bagian superfisial dari miometrium.
Proses remodeling arteri spiralis uteri menghasilkan pembentukan sistem arteriolar
yang rendah tahanan serta mengalami peningkatan suplai volume darah yang signifikan untuk
kebutuhan pertumbuhan janin. Pada preeklampsia, invasi arteri spiralis uteri hanya terbatas
pada bagian desidua proksimal, dengan 30% sampai dengan 50% arteri spiralis dari placental
bed luput dari proses remodeling trofoblas endovaskuler. Segmen miometrium dari arteri
tersebut secara anatomis masih intak dan tidak terdilatasi. Kegagalan dalam proses
remodeling vaskuler ini menghambat respon adekuat terhadap kebutuhan suplai darah janin
yang meningkat yang terjadi selama kehamilan.
Ekspresi integrin yang tidak sesuai oleh sitotrofoblas ekstravilli mungkin dapat
menjelaskan tidak sempurnanya remodeling arteri yang terjadi pada preeklampsia. Kegagalan
invasi trofoblas pada preeklampsia menyebabkan penurunan perfusi uteroplasenta, sehingga
menghasilkan plasenta yang mengalami iskemi progresif selama kehamilan.
Disfungsi endotel juga merupakan patogenesis awal terjadinya preeklampsia. Jaringan
endotel vaskuler memiliki beberapa fungsi penting, termasuk di antaranya adalah fungsi
pengontrolan tonus otot polos melalui pelepasan substansi vasokonstriktor dan vasodilator,
serta regulasi fungsi anti koagulan, anti platelet, fibrinolisis melalui pelepasan faktor yang
berbeda. Hal ini menyebabkan pelepasan faktor dari plasenta yang merupakan respon dari
iskemi menyebabkan disfungsi endotel pada sirkulasi maternal.
Selain itu, disfungsi endotel dapat disebabkan juga oleh faktor gangguan kesehatan
pada ibu yang sudah ada sebelumnya seperti hipertensi kronis, diabetes, dan hiperlipidemi.
Hal ini dapat menjadi faktor predisposisi atas kerusakan endotel maternal yang lebih lanjut.
4. Apa komplikasi preeclampsia?
- Solusio plasenta. Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu hamil yang menderita
hipertensi akut.
- Hipofibrinogenemia.
- Perdarahan otak. Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal.
- Kelainan mata. Kehilangan penglihatan untuk sementara yang berlangsung selama
seminggu dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina, hal ini merupakan
tanda gawat dan akan terjadi apopleksia serebri.
- Nekrosis hati. Nekrosis periportal hati pada pasien preeklampsia-eklampsia diakibatkan
vasospasmus arteriol umum. Kerusakan sel-sel hati dapat diketahui dengan pemeriksaan
faal hati.
- Sindroma HELLP, yaitu hemolysis, elevated liver enzymes dan low platelet.
- Kelainan ginjal. Kelainan ini berupa endoteliosis glomerulus berupa pembengkakan
sitoplasma sel endotelial tubulus ginjal tanpa kelainan struktur lainnya. Kelainan lain
yang dapat timbul ialah anuria sampai gagal ginjal.
- Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin.
- Kematian maternal. Kematian maternal yaitu acute vacular accident, kerusakan pusat
vital pada medula oblongata, trauma akibat konvulsi, perdarahan pasca partum atau
perdarahan solusio plasenta, dan kegagalan total organ vital (kegagalan fungsi liver,
kegagalan fungsi ginjal, dekompensasio kordis akut / cardiac arrest, kematian perinatal
janin intrauteri.
- Kematian perinatal janin intrauteri. Kematian perinatal janin intrauteri terdiri dari akibat
solusio plasenta, asfiksia berat intrauteri akibat vasokonstriksi berat, bila hasil konsepsi
tetap hidup dapat terjadi berat badan lahir rendah dan intrauterine growth retardatioan.
- Komplikasi lain berupa lidah tergigit, trauma dan fraktur karena terjatuh akibat kejang,
pneumonia aspirasi dan DIC.

5. Apa itu eklampsia, klasifikasi dan tatalaksananya!


a. Definisi  Eklampsia merupakan keadaan dimana ditemukan serangan kejang tibatiba
yang dapat disusul dengan koma pada wanita hamil, persalinan atau masa nifas yang
menunjukan gejala preeklampsia sebelumnya. Kejang disini bersifat grand mal dan
bukan diakibatkan oleh kelainan neurologis
b. Klasifikasi  Eklampsia dibedakan menjadi eklampsia gravidarum (antepartum),
eklampsia partuirentum (intrapartum), dan eklampsia puerperale (postpartum),
berdasarkan saat timbulnya serangan.
c. Penatalaksanaan
- Jika terjadi kejang maka langsung ABC
- Berikan obat anti kejang seperti diazepam, fenitoin, klormetiazol, dapat pula
diberikan MgSO4
- Berikan oksigen 4-6 liter per menit untuk mengatasi hipoksemia dan asidemia
- Pencegahan risiko aspirasi pneumonia dapat dilakukan dengan membaringkan pasien
pada sisi kiri dan setelah kejang, dapat dilakukan aspirasi mulut dan tenggorokan jika
perlu
- Perawatan pada penderika yang jatuh koma adalah mengusahakan agar jalan nafas
tetap terbuka, mencegah kemungkinan terjadinya aspirasi cairan lambung, perlu
diperhatikan pencegahan dekubitus, dan pemberikan nutrisi
- Monitoring kesdaaran dengan menggunakan GCS
- Berikan cairan infus dan monitoring produksi urin
- Jika keadaan telah stabil, beritahukan kepada pasien untuk melakukan proses
persalinan baik dengan persalinan normal maupun operasi caesar, tergantung kondisi
ibu dan usia kehamilannya.
- Jika usia kehamilan sudah cukup bulan, kondisi ibu memungkinkan untuk melahirkan
normal, dan tidak ada kondisi gawat janin maka persalinan normal pervaginam
diusahakan.Dapat diberikan induksi persalinan dengan suntikan atau infus oksitosin
untuk merangsang kontraksi rahim apabila belum terdapat kontraksi yang cukup
untuk melahirkan normal. Jika terdapat gawat janin dan kondisi ibu tidak
memungkinkan untuk persalinan normal, maka persalinan caesar segera dilakukan.
Jika usia kehamilan belum cukup bulan atau kurang dari 34 minggu, maka dapat
diberikan injeksi kortikosteroid untuk merangsang pematangan paru pada bayi.

6. Apa yang dimaksud dengan gawat janin


 Gawat janin adalah Denyut jantung janin (DJJ) kurang dari 100 per menit atau lebih dari
180 per menit. Gawat janin terjadi bila janin tidak menerima O2 yang cukup, sehingga akan
mengalami hipoksia. Situasi ini dapat terjadi (kronik) dalam jangka waktu yang lama atau
akut. Disebut gawat janin bila ditemukan denyut jantung janin diatas 160/menit atau dibawah
100/menit.
7. Apa tindakan anda bila terjadi gawat janin
 Cara pemantauan
a. Kasus resiko rendah – auskultasi DJJ selama persalinan :
- Setiap 15 menit kala I
- Setiap setelah his kala II
- Hitung selama satu menit setelah his selesai
b. Kasus resiko tinggi – gunakan pemantauan DJJ elektronik secara berkesinambungan
c. Hendaknya sarana untuk pemeriksaan pH darah janin disediakan
 Interpretasi data dan pengelolaan
a. Untuk memperbaiki aliran darah uterus : Pasien dibaringkan miring ke kiri, untuk
memperbaiki sirkulasi plasenta
b. Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan)
c. Berikan oksigen 6-8 L/menit
d. Untuk memperbaiki hipotensi ibu (setelah pemberian anastesi epidural) segera
berikan infus 1 L infus RL
e. Kecepatan infus cairan-cairan intravaskular hendaknya dinaikkan untuk
meningkatkan aliran darah dalam arteri uterina.
 Untuk memperbaiki aliran darah umbilikus
a. Pasien dibaringkan miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi plasenta.
b. Berikan ibu oksigen 6-8 L/menit
c. Perlu kehadirkan dokter spesialis anak. Biasanya resusitasi intrauterin tersebut diatas
dilakukan selama 20 menit.
 Tergantung terpenuhinya syarat-syarat, melahirkan janin dapat pervaginam atau
perabdominal.

8. Apa itu aftercoming head?


 Aftercoming head adalah melahirkan kepala yang tertinggal atau menyusul. Bila janin
masih hidup, lahirkan kepala dengan ekstraksi forcep (Cunam Piper). Selain Cunan Piper,
dpaat pula dilahirkan dengan teknik Prague Terbalik, teknik Naujoks, dan teknik Mauricau
9. Jelaskan dan gambarkan macam-macam letak sungsang

a. Presentasi bokong kaki sempurna (complete breech)


Yaitu letak sungsang dimana kedua kaki dan tangan menyilang sempurna dan di
samping bokong dapat diraba kedua kaki.
b. Presentasi bokong murni (frank breech)
Yaitu letak sungsang dimana kedua kaki terangkat ke atas sehingga ujung kaki
setinggi bahu atau kepala janin.
c. Presentasi bokong kaki tidak sempurna (incomplete breech)
Yaitu letak sungsang dimana hanya satu kaki di samping bokong, sedangkan kaki
yang lain terangkat ke atas.

10. Jelaskan batasan:


a. Kehamilan letak sungsang  Letak membujur dimana sumbu janin sejajar dengan
sumbu ibu. Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang
dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
b. Kehamilan letak lintang  Letak lintang di mana sumbu janin tegak lurus pada sumbu
ibu. Letak lintang ialah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan
kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Punggung janin
dapat berada di depan (dorsoanterior), di belakang (dorsoposterior), di atas
(dorsosuperior), atau di bawah (dorsoinferior).
DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo,S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.


2014

2. Wiknjosastro, H. Ilmu Kebidanan. Jakarta : EGC. 2006

3. Cunningham, F.G. Et all. William Obstetrics, 22nd edition. USA: McGRAW-HILL. 2006.
Obstetri William. Jakarta : EGC. 2005

4. Granger JP, Alexander BT, Llinas MT, Bennett WA, Khalil RA. Pathophysiology of
Hypertension During Preeclampsia Linking Placental Ischemia with Endothelial Dysfunction.
Hypertension. 2001;38(3):718-22.

5. Manuaba, IGB. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta. EGC. 2007

6. Angsar dkk. Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan Di Indonesia edisi kedua.
Himpunan Kedokteran Fetomaternal POGI: 2005

Anda mungkin juga menyukai