Anda di halaman 1dari 3

Cekungan

Cekungan sedimen merupakan depresi yang memiliki kemampuan untuk menjadi tempat
terakumulasinya endapan sedimen. Mekanisme yang menghasilkan subsidence yang cukup untuk
membentuk cekungan adalah proses penipisan kerak, pembebanan tektonik, pembebanan
subkristal, aliran astenosferik, dan densifikasi krustal (Dickinson, 1993). Pembentukan cekungan
sedimen erat hubungannya dengan gerakan kerak dari proses tektonik yang dialami lempeng.
Ingersol dan Busby (1995) menunjukan bahwa cekungan sedimen dapat terbentuk dalam 4
(empat) tataan tektonik: divergen, intraplate, konvergen, dan transform.
Cekungan Sumatera Selatan terletak di sebelah timur Pegunungan Barisan dan meluas ke daerah
lepas pantai dan dianggap sebagai suatu cekungan foreland atau back-arc. Di sebelah utara,
Cekungan Sumatera Selatan berbatasan dengan Pegunungan Tigapuluh dan Pegunungan
Duabelas. Di sebelah timur berbatasan dengan Paparan Sunda, di sebelah selatan berbatasan
dengan Tinggian Lampung dan di sebelah barat berbatasan dengan Pegunungan Barisan. Di
sebelah barat berbatasan dengan daerah jambi dan cekugan Bangka-Belitung.
Struktur yang terdapat dalam Cekungan Sumatera Selatan merupakan akibat dari
3 aktivitas tektonik utama yaitu:
– Orogenesa Mesozoikum Tengah
– Tektonisme Kapur Akhir-Eosen
– Orogenesa Plio-Pleistosen.

2 aktivitas pertama menyebabkan Half graben sysem, horst, dan sesar blok pada cekungan
sumatera selatan. Aktivitas terakhir, rogenesa Plio-Pleistosen menghasilkan adanya struktur barat
laut-tenggara dan depresi ke arah timur laut (de Coster,1974). Perkembangan struktur maupun
evolusi cekungan sejak Tersier merupakan hasil interaksi dari ke empat arah struktur utama
yaitu, berarah timur laut-barat daya (Pola Jambi), berarah barat laut-tenggara (Pola Sumatra), dan
berarah utaraselatan (Pola Sunda). Hal inilah yang membuat struktur geologi di daerah Cekungan
Sumatra Selatan lebih kompleks dibandingkan cekungan lain di daerah Sumatra seperti
Cekungan Sumatera Bagian Tengah , Bagian Utara,dan Lainnya.

Cekungan Sumatra Selatan terbentuk selama ekstensi timur-barat pada akhir pra-Tersier sampai
awal Tersier (Daly et al., 1987). Geologi Cekungan Sumatera Selatan adalah suatu hasil kegiatan
tektonik yang berkaitan erat dengan penunjaman Lempeng Hindia-Australia, yang bergerak ke
arah utara hingga timur laut terhadap Lempeng Eurasia yang relatif diam. Zona penunjaman
lempeng meliputi daerah sebelah barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa. Beberapa
lempeng kecil (micro-plate) yang berada di antara zona interaksi tersebut turut bergerak dan
menghasilkan zona konvergensi dalam berbagai bentuk dan arah.
PERISTIWA TEKTONIK CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

Tiga peristiwa tektonik yang berperan pada perkembangan Cekungan Sumatera Selatan dan
proses sedimentasinya, yaitu :
1. Tektonik pertama
Tektonik pertama ini berupa gerak tensional pada Kapur Akhir sampai Tersier Awal yang
menghasilkan sesar-sesar bongkah (graben) berarah timur lautbarat daya atau utara-selatan.
Sedimentasi mengisi cekungan atau graben di atas batuan dasar bersamaan dengan kegiatan
gunung api.
2. Tektonik kedua
Tektonik ini berlangsung pada Miosen Tengah-Akhir (Intra Miosen) menyebabkan
pengangkatan tepi-tepi cekungan dan diikuti pengendapan bahan-bahan klastika.
3. Tektonik Ketiga
Tektonik berupa gerak kompresional pada Plio-Plistosen menyebabkan sebagian Formasi
Airbenakat dan Formasi Muaraenim telah menjadi tinggian tererosi, sedangkan pada daerah yang
relatif turun diendapkan Formasi Kasai. Selanjutnya, terjadi pengangkatan dan perlipatan utama
di seluruh daerah cekungan yang mengakhiri pengendapan Tersier di Cekungan Sumatera
Selatan.

Moving Average
Adalah metode yang digunakan untuk memperkirakan harga regional data Gayaberat. Moving
average dilakukan dengan cara merata-ratakan nilai anomalinya. Hasil dari perata-rataan ini
adalah berupa anomali regional. Sedangkan anomali residunya didapat dengan mengurangkan
data Bouger Anomali tersebut dengan anomali regionalnya.
Proses pemisahan anomali regional dengan residual dilakukan dalam domain frekuensi. Secara
prinsip matematis, proses ini memungkinkan untuk melakukan pemisahan anomali ini karena
objek-objek bawah permukaan akan memunculkan respon gayaberat secara spasial dengan
frekuensi tinggi dan rendah. Karena respon gayaberat berada di domain jarak, maka memerlukan
teknik konversi data dari domain jarak ke frekuensi. Teknik konversi ini menggunakan proses
transformasi Fourier yang digambarkan secara sederhana melalui persamaan berikut ini :

(2)
Nilai F(k) adalah fungsi spektrum dalam domain frekuensi dengan k adalah bilangan
gelombang, sedangkan f(x) adalah fungsi spektrum dalam domain waktu dengan x adalah jarak.

SVD

SVD dari suatu anomali gayaberat permukaan adalah sama dengan negatif dari second
horizontal derivative (SHD). Anomali yang disebabkan oleh struktur cekungan mempunyai nilai
harga mutlak minimal SVD selalu lebih besar daripada harga maksimalnya. Sedangkan anomali
yang disebabkan struktur intrusi berlaku sebaliknya, harga mutlak minimalnya lebih kecil dari
harga maksimalnya sehingga analisa struktur pada SVD

Second Vertical Derivative (SVD) dilakukan untuk memunculkan efek dangkal dari pengaruh
regionalnya dan untuk menentukan batas-batas struktur yang ada di daerah penelitian, sehingga
filter ini dapat menyelesaikan anomali residual yang tidak mampu dipisahkan dengan metode
pemisahan regional-residual yang ada.

Anda mungkin juga menyukai