Infeksi sekunder merupakan salah satu komplikasi prosedur bedah yang sangat
beresiko terjadi dan tentunya sulit untuk ditangani. Infeksi sekunder ini dapat terjadi
pada saat bedah, atau pada saat dirawat. Penting bagi dokter hewan, paramedik, serta
staf lainnya untuk memastikan infeksi sekunder tidak terjadi. Teknis bedah aseptis
dan steril merupakan cara untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi sekunder pada
saat bedah. Asepsis adalah kondisi dimana tidak ada mikroorganisme patogen, steril
merupakan kondisi bebas dari segala macam mikroorganisme. Maka dari itu teknik
sterilisasi merupakan teknik untuk ruang bedah, sementara prinsip aseptis digunakan
untuk seluruh rumah sakit.
Transmisi Mikroorganisme
Sumber mikroorganisme di suatu rumah sakit hewan adalah staf rumah sakit,
alat-alat yang terkontaminasi dan lingkungan. Transmisi dari staf rumah sakit dapat
melalui udara (airborne), droplet, dan kontak langsung. Transmisi kontak langsung
merupakan transmisi yang paling sering terjadi, berbeda dengan transmisi airborne dan
droplet, karena rendahnya kasus reverse zoonosis (transmisi penyakit dari manusia
kepada hewan).
Sumber Kontaminasi:
1. Hewan : Sumber mikroorganisme dari hewan termasuk kulit dan rambut,
nasofaring, dan ‘lubang’ lainnya seperti vulva atau anus.
2. Benda mati : Sumber utama mikroorganisme dari benda mati adalah fomites
dan udara. Fomites adalah segala benda mati yang dapat membawa
mikroorganisme infeksius. Fomites mencakup struktur bangunan rumah sakit
seperti dinding dan lantai, perabot, peralatan, implant, dan peralatan kebersihan.
Udara/airborne mengandung banyak sekali pratikel yang dapat berupa
mikroorganisme. Mikroorganisme dari udara 80-90% dapat menyebabkan
kontaminasi mikroba di luka operasi.
Prinsip teknik aseptis pada rumah sakit, lab, dan ruang bedah merupakan salah
satu prinsip yang digunakan untuk meminimalisir terjadinya infeksi sekunder ketika
operasi. Tujuan prinsip ini adalah untuk meminimalisir sumber kontaminasi dan untuk
menghambat transmisi mikroorganisme.
Teknik Sterilisasi
Seluruh prosedur operasi dilakukan dalam kondisi steril dan teknik sterilisasi
merupakan cara untuk mewujudkan kondisi tersebut. Hal ini bertujuan mencegah
transmisi mikroorganisme ke dalam tubuh ketika operasi atau prosedur invasif lain.
Prinsip sterilisasi mencakup:
1. Hanya menggunakan alat steril di dalam lingkungan yang steril
2. Personil yang steril harus menggunakan baju operasi (gown) dan sarung tangan
yang steril
3. Personil yang steril harus melakukan prosedur bedah di dalam lingkungan steril
(personil steril hanya dapat memegang alat steril di dalam area steril, dan
sebaliknya untuk yang tidak steril)
4. Kain duk steril digunakan untuk menciptakan area steril
5. Semua alat yang digunakan di area steril harus disterilisasi
6. Semua alat yang dibawa ke area steril harus dibuka, dibagikan, dan/atau
dipindahkan dengan prosedur yang dapat menjaga sterilitas dan integritas alat
7. Area steril harus selalu dijaga dan dimonitor
8. Staf bedah harus dilatih untuk mengetahui ketika mereka telah merusak prinsip
ini dan bagaimana mengatasinya
Kalau sterilitas suatu benda dipertanyakan, Benda tidak steril dan yang terkontaminasi
maka benda tersebut dianggap sudah dapat menjadi sumber kontaminasi silang
terkontaminasi
Meja steril hanya steril pada permukaan Benda yang menggantung di ujung meja
meja dianggap tidak steril karena benda tersebut di
luar dari pengawasan operator
Baju operasi adalah steril dari pertengahan Bagian belakang baju operasi tidak dianggap
dada hingga pinggang dan dari ujung jari steril
sarung tangan hingga 5 cm di atas sikut
Kain yang menutupi alat di atas meja atau Kelembaban dapat membawa bakteri dari
pasien harus tahan dari kelembaban permukaan yang tidak steril ke area steril
Ketika benda steril menyentuh ujung dari Ketika dibuka, segel dari kemasan tidak
segel kemasan benda tersebut ketika dibuka, steril lagi
maka benda tersebut dianggap
terkontaminasi
Benda steril di dalam kemasan yang rusak Kontaminasi dapat terjadi dari kemasan yang
atau basah dianggap terkontaminasi rusak atau dari kelembaban yang memasuki
kemasan tersebut
Tangan tidak boleh dilipat ke arah ketiak dan Bagian sekitar ketiak baju operasi dianggap
harus diposisikan di depan tubuh, di atas tidak steril
pinggang
Apabila anggota operator memulai operasi Area bedah yang steril hany dari tinggi
dengan posisi duduk, maka anggota harus permukaan meja hingga dada anggota
tetap duduk hingga prosedur operasi telah operator; pergerakan duduk-berdiri ketika
selesai operasi dapat menyebabkan kontaminasi
silang
Glutaraldehid
Desinfektan tingkat tinggi, yang sangat umum digunakan. Zat ini memiliki
efisiensi yang cukup terhadap spora bakteri, tetapi harus dalam paparan waktu lama.
Zat ini bersifat asam di larutan aqueous, sehingga harus dibuat menjadi lebih basa agar
efisiensinya meningkat. Glutaraldehid bersifat iritan terhadap saluran pernapasan dan
menurunkan fungsi paru. Formulasi glutaraldehid dapat berupa glutaraldehyde-
phenol-sodium, potentiated acid glutaraldehyde, dan stabilized alkaline
glutaraldehyde. Zat ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi, sehingga tidak terlalu
efektif apabila digunakan pada alat-alat yang tidak kritis.
Ortho-phthalaldehyde (OPA)
Zat ini tidak terlalu iritan dan lebih efisien tanpa harus menyesuaikan pH. Zat
ini dapat mewarnai kulit dan jaringan.
Formaldehid (formalin)
Zat ini tersedia dalam larutan aqueous 37%. Formalin memiliki efisiensi yang
lebih rendah daripada glutaraldehid. Formalin juga berupa zat karsinogenik, sehingga
jarang digunakan untuk tujuan bedah.
Hidrogen peroksida
Zat ini merupakan desinfektan yang efektif terhadap sebagian besar
mikroorganisme. Mekanisme kerja zat ini adalah menghasilkan radikal bebas hidroksil
untuk mengganggu membrane dan asam nukleat. Konsentrasi hidrogen peroksida yang
tersedia di dalam pasaran tidak cukup untuk menghasilkan aktivitas antimikrobial.
Konsentrasi yang cukup efisien sebagai desinfektan adalah 7.5%. Zat ini merupakan
zat yang toksik terhadap membrane mukosa dan dapat melunturkan warna beberapa
metal.
Teknik Sterilisasi
Sterilisasi uap
Sterilisasi uap dapat membunuh mikroorganisme dengan cara koagulasi dan
denaturasi protein. Air berperan sebagai katalis terhadap reaksi kimia yang terlibat
dalam perusakan protein. Panas dipindahkan dari uap dengan proses kondensasi,
sehingga panas yang dihasilkan akan lembab. Sterilisasi uap memiliki keuntungan
yaitu relative murah, efisien (termasuk terhadap spora bakteri), tidak toksik, dan efektif
untuk material alat yang beragam. Mesin sterilisasi uap (autoklaf) beroperasi dengan
adanya keseimbangan antara uap, tekanan, suhu, dan waktu paparan uap. Tekanan
digunakan agar proses ini dapat terjadi di suhu yang tinggi. Terdapat tiga tipe sterilisasi
uap, yaitu:
1. Gravity-displacement sterilizer
Mesin autoklaf yang umumnya digunakan adalah gravity-displacement
sterilizer. Mesin ini menghasilkan uap dalam tekanan. Uap ini akan lebih ringan
daripada udara, sehingga akan tetap berada di bagian atas mesin dan
mengeluarkan udara dari katup di dasar mesin. Suhu yang umumnya digunakan
adalah 121℃ dalam 30 menit waktu paparan dan 15 hingga 30 menit untuk
pengeringan. Suhu lainnya adalah 132℃ dalam 15 menit waktu paparan dan 15
hingga 30 menit untuk pengeringan.
2. Prevacuum sterilizer
Mesin lainnya yang digunakan adalah tipe prevacuum. Mesin ini
memiliki fungsi yang serupa dengan yang sebelumnya, tetapi mesin ini
Sterilisasi plasma
Proses sterilisasi ini menggunakan energi elektromagnetik untuk menciptakan
fase plasma dari uap hidrogen peroksida, oksigen, atau asam perasetat/campuran
hidrogen peroksida. Mekanisme kerja metode ini adalah plasma yang mengandung
produk reaktif seperti radikal bebas yang akan men-deaktivasi proses selular.
Mesin sterilisasi plasma bekerja secara cepat dan efektif, tetapi relatif mahal.
Mesin ini berguna untuk barang-barang yang sensitif terhadap kelembaban dan panas,
tetapi tidak boleh digunakan untuk kain, cairan, atau material kayu.
Sterilisasi radiasi
Proses sterilisasi ini menggunakan iradiasi gamma. Penggunaan metode ini
sangat jarang karena mesin yang digunakan sangat mahal dan memiliki regulasi
keamanan untuk penggunaannya. Barang-barang yang dapat disterilisasi menggunakan
metode ini adalah benang jahit, dan beberapa implan. Akan tetapi, terdapat resiko
kerusakan oksidatif untuk implan dari materi polietilen, dan juga kerusakan obat-
obatan serta bone graft.
Indikator Sterilisasi
Penting untuk mengetahui dan memantau efisiensi dari sterilisasi. Operator dan
staf perlu mencatat adanya komplikasi dan infeksi sekunder, serta menggunakan
monitor sterilisasi. Monitor tersebut dapat berupa fisik, kimia, atau biologis. Indikator
fisik berkaitan dengan metode dan mesin sterilisasi yang digunakan dan membutuhkan
hasil grafik yang membuktikan waktu dan suhu yang dicapai saat sterilisasi.
Indikator kimia akan bereaksi terhadap parameter spesifik yang kritis pada
proses sterilisasi dengan indicator perubahan warna. Secara umum, indikator kimia
akan mengonfirmasi apakah kondisi sterilisasi telah dicapai, tetapi indikator ini tidak
dapat memastikan bahwa isi pak barang-barang telah tersterilisasi seutuhnya.
Indikator biologis merupakan indikator yang paling baik untuk mengetahui
apakah protokol sterilisasi sudah efektif. Monitor ini menggunakan kultur
mikroorganisme yang dievaluasi setelah proses sterilisasi. Secara ideal, monitor ini
dilakukan satu kali dalam satu minggu, namun monitor ini lebih mahal daripada
monitor yang lain dan perlu waktu yang lebih lama untuk dievaluasi kulturnya.
Terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi lamanya kondisi steril suatu
barang, yaitu aliran udara, suhu, kelembaban, dan paparan terhadap lingkungan. Pak
barang yang steril harus disimpan di dalam lingkungan dimana aliran udara, suhu, dan
kelembabannya telah diatur. Tempat penyimpanan harus kering dan terhindar dari sinar
matahari langsung, jauh dari sumber panas, dan bebas debu.
DAFTAR PUSTAKA
Fossum TW. 2013. Small Animal Surgery 4th Edition. Missouri (US): Elsevier Mosby.
Tobias KM, Johnston SA. 2012. Veterinary Surgery: Small Animal 2nd Volume.
Missouri (US): Elsevier Saunders.