Anda di halaman 1dari 284

PENGANTAR EPIDEMIOLOGI

VETERINER
Abdul Zahid Ilyas
Laboratorium Epidemiologi

Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner


Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
1. Definisi

 Studi penyakit pada populasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian


penyakit tesebut

 Penyidikan tentang kesehatan dan penyakit dalam popluasi

 Studi mengenai pola penyakit yang ada di bawah kondisi lapangan

 Studi mengenai frekuensi, distribusi dan determinan dari kesehatan dan penyakit
dalam populasi
2. Unit Dasar dalam Studi Epidemiologi : POPULASI

 Pengertian Populasi Ilustrasi Ukuran Populasi:


 Kumpulan individu yang memiliki sifat-
sifat/karakteristik tertentu yang sama Daerah A

(jenis kelamin, breed, umur, dsb) Populasi sapi perah di


Daerah A
 Ukuran Populasi
Populasi sapi perah
 Relatif, tergantung pada kebutuhan dengan breed tertentu di
dan sejauh mana karakteristik yang Daerah A
diinginkan dari setiap individu yang Populasi sapi perah
akan membentuk populasi dengan breed dan umur
tertentu di Daerah A

Prinsip: makin spesifik karakteristik


individu, makin kecil ukuran populasi
 Struktur Populasi
 Contiguous Populations : populasi yang berdampingan, terjadi kontak antara
anggota satu populasi dengan anggota populasi yang lain (populasi manusia,
hewan kecil, dsb.)
 Separated Populations : populasi yang relatif terpisah, merupakan unit-unit
tersendiri seperti satu peternakan, kawanan ternak, flock, dsb.

 Komposisi Populasi
 Penting diketahui terutama jika hendak membandingkan tingkat
penyakit/kematian akibat penyakit tertentu pada dua atau lebih populasi yang
berbeda.
 Contoh komposisi: umur, breed, jenis kelamin, pola manajemen peternakan, dsb.

 Population at risk : kelompok individu yang berisiko terhadap penyakit yang disidik.
3. Tujuan

 Menentukan “asal-usul penyakit” yang penyebabnya (agen definitif) sudah diketahui


→ investigasi penyakit difokuskan untuk mengidentifikasi sumber-sumber infeksi.
 Menyidik dan mengendalikan penyakit yang penyebabnya pada awalnya tidak
diketahui → pengendalian penyakit didasarkan pada observasi epidemiologic
sebelum penyebabnya dapat diidentifisikasi.
 Contoh:
 Eradikasi Bovine pleuropneumonia di USA
 Lancici’s slaughter policy dalam pengendalian Rinderpest
 Observasi
Edward Jenner: efek protektif cowpox virus terhadap infeksi smallpox
pada manusia
 Memberikan informasi ekologi dan sejarah alamiah penyakit → mengkaji
agen penyakit dalam konteks ekosistem host-nya.
 Contoh:
 Relasi
struktur geologis ekosistem dan kasus defisiensi / eksesif mineral
pada ternak.
 Pengaruh lingkungan ekosistem terhadap survivability agen penyakit
dan host-nya (kasus Fasciola hepatica).
 Studi
ekologi host (tikus) dalam pengendalian leptospirosis pada
manusia.
 Pengaruh ecosystem’s climate terhadap distribusi geografis agen
infeksius melalui arthropoda.
 Perencanaan dan monitoring program pengendalian penyakit → observasi
data penyakit dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
penyakit pada populasi secara rutin.

 Perkiraan ekonomi dan biaya pengendalian penyakit → analisis ekonomi


menjadi bagian penting dalam perencanaan program kesehatan hewan.
 Ruang Lingkup dan Konsep Dasar
Epidemiologi
 Manajemen Data Epidemiologi
 Pengukuran Profil Penyakit pada Populasi
 Teknik Penarikan Contoh
 Pendekatan Epidemiologi dalam
4. Fokus Studi Investigasi Penyakit
 Screening Test / Uji Diagnostik
 Monitoring dan Surveilans
 Investigasi Wabah dan Kebijakan
Pengendalian Penyakit Hewan
 Ekonomi Penyakit Hewan
 Analisis Risiko
5. Sasaran  Pengendalian penyakit pada populasi
 Deskriptif (Descriptive Epidemiology):
Pengamatan dan pencatatan penyakit
dan factor yang diduga menjadi penyebab
penyakit.
 Analitik (Analitycal Epidemiology):
Analisis pengamatan dengan
menggunakan uji diagnostik dan statistik
6. Tipe yang cocok.
Investigasi  Eksperimental (Experimental Epidemiology):
Pengamatan dan analisis data dari
Epidemiologi kelompok hewan dan faktor-faktor risiko
yang berhubungan dengan kelompok
tersebut.
 Teoritik (Theoretical Epidemiology):
Penggunaan model matematik untuk
mensimulasikan pola alamiah kejadian
penyakit.
Fokus Klinik Epidemiologik
Single
Web Causation
• Kausa Causation
(Probability)
(definitif)

7. Kajian • Unit Kajian Individu Populasi

Epidemiologi • Sifat Spesifik Holistik

Vs Klinik • Sasaran Pengobatan


Pengendalian
penyakit pada
populasi

• Evans’ Postulates
• Landasan Koch’s
Postulates • Formulasi Jhon
Filosofi
Stuart Mill
8. Penentuan Penyebab Penyakit Infeksius

Akhir Abad 19 (Era Mikrobiologik) : Postulat Koch


1. Organisme harus ada pada setiap kasus penyakit
2. Organisme tidak terdapat pada penyakit lain atau jaringan normal
3. Organisme dapat diisolasi dari jaringan ke biakan murni
4. Organisme dapat menginduksi penyakit yang sama di bawah kondisi tertentu
Versi Epidemiologi

Logik Induktif : Jhon Stuart Mill


1. Method of Agreement
Jika sebuah faktor terdapat secara umum untuk sejumlah keadaan yang berbeda
dimana penyakit ada, maka faktor diduga menjadi penyebab penyakit

Populasi Karakteristik Penyakit X Logika Induktif

Daerah A a, b, c, d, n Ada
Faktor n diduga
Daerah B e, f, g, h, n Ada sebagai penyebab
penyakit X
Daerah C i, j, k, l, n Ada
2. Method of Difference
Jika keadaan dimana penyakit terjadi mirip dengan keadaan dimana
penyakit tidak terjadi, kecuali untuk faktor tertentu, maka faktor diduga
menjadi penyebab penyakit

Populasi Karakteristik Penyakit X Logika Induktif

Daerah A a, b, c, d Tidak Ada


Faktor n diduga
Daerah B a, b, c, d Tidak Ada sebagai penyebab
penyakit X
Daerah C a, b, c, d, n Ada
3. Method Of Concomitan Variation
Jika faktor dan penyakit memiliki “dose response” yang saling
berhubungan, maka faktor diduga menjadi penyebab penyakit

4. Method Of Analogy
Jika distribusi penyakit cukup serupa dengan penyakit yang telah dikenal,
maka penyakit yang telah dikenal diduga menjadi penyebab umum
pada penyakit yang lain

5. Method Of Residue
Jika sebuah faktor menjelaskan hanya X% dari kejadian penyakit, faktor
yang lain harus diidentifikasi untuk menjelaskan sisanya (100 – X%)
Postulat Evans (1978)

1) Proporsi individu yang sakit secara nyata lebih tinggi pada kelompok yang
terpapar kausa dugaan daripada yang tidak terpapar

2) Pemaparan terhadap kausa dugaan terdapat lebih umum pada kasus penyakit
daripada tanpa penyakit

3) Jumlah kasus baru penyakit secara nyata lebih tinggi pada kelompok yang
terpapar kausa dugaan daripada yang tidak terpapar

4) Penyakit akan mengikuti pemaparan terhadap kausa dugaan


… Postulat Evans (1978)

5) Spektrum respon host akan mengikuti pemaparan terhadap kausa dugaan

6) Eliminasi kausa dugaan akan menurunkan frekwensi kejadian penyakit

7) Pencegahan atau modifikasi respon host akan menurunkan atau menghilangkan


penyakit

8) Penyakit dapat direproduksi secara eksperimental


9. Pertanyaan Kunci dalam kajian epidemiologi
Terima Kasih
Laboratorium Epidemiologi
Divisi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Epidemiologi
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet
Fakultas Kedokteran Hewan IPB

KONSEP DASAR
EPIDEMIOLOGI

Bahan Kuliah
Mata Kuliah Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner
FKH IPB
Teori
Penyebab Kejadian Penyakit

1. Segitiga Epidemiologi (Epidemiologic triad)

LINGKUNGAN

PENYAKIT

HOST AGEN

2
Dari sudut pandang segitiga epidemiologi, inang,
agen, dan lingkungan dapat berada bersama
secara harmonis

Penyakit muncul hanya jika ada interaksi atau


perubahan keseimbangan diantara ketiga
elemen tersebut

Gangguan/manipulasi terhadap ikatan ke-3 faktor ini


dapat dimanfaatkan untuk mencegah atau
membantu pengendalian penyakit
3
Interaksi Agen, Host dan Lingkungan
2 3
H A

A Papan H
L L
jungkat-jungkit

A H

A L
H
1
L A L
H

5 4
Dr. John Gordon
Teori
Penyebab Kejadian Penyakit

Peranan inti
genetik pada
host penyakit
Menonjolkan
Genetic
Core peranan hubungan
antara host dengan
lingkungan
hidupnya

5
Teori
Penyebab Kejadian Penyakit

Faktor 8
Faktor 3
Faktor 9 Faktor 1
Faktor 4
Faktor 10 Penyakit
Faktor 5 X
Faktor 11
Faktor 6 Faktor 2
Faktor 12
Faktor 7

Penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri


6
melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses ‘sebab’ dan ‘akibat’
Contoh
Jaring Sebab Akibat
6 mata rantai ini merupakan
Agen Etiologis
faktor penting didalam
urutan penyebaran penyakit
Sumber/Reservoir

Cara keluar Satu mata rantai tidak ada


(hilang) penyakit
tidak akan timbul
Cara Transmisi
Pemberantasan penyakit
Cara Masuk Ditujukan pada pemotongan
mata rantai yang
Inang Rentan paling lemah

8
9
• Agen
Fasciola hepatica, Fasciola giantica
• Sumber:
Siput Lymnaea rubiginosa
• Cara Keluar:
Melalui telur pada feses ternak terinfeksi
• Cara Transmisi:
Secara horisontal melalui pakan atau minum yang terkontaminasi metaserkaria.
• Cara Masuk:
Melalui pakan hijauan dan air minum yang tercemar
• Inang Rentan:
Hewan ternak berumur muda, lebih banyak terjadi pada sapi dan kerbau
Riwayat Alamiah Penyakit
Natural History of Disease

• Perjalanan penyakit dalam tubuh tanpa adanya


intervensi pengobatan sampai berakhir
sembuh, karier atau menimbulkan kematian

• Dimulai dari adanya kelainan patologis atau


masuknya bibit penyakit

• Sampai ditemukannya kelainan patologis,


klinis, atau terjadinya kematian

11
TINGKATAN RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT

Eksposure/ Onset
Pamajanan Symptoms

Periode Inkubasi

Perubahan Waktu
Patologis Diagnosis

Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat Pemulihan,


Kerentanan Penyakit Subklinis Penyakit Klinis Cacat atau Mati

12
Dinamika Penyakit

Waktu Pemunculan Resolusi


Infeksi symtom Infeksi
Non Penyakit
- Kebal
- Karier
Periode Periode - Mati
Rentan Inkubasi Symtomatik - Pulih

T I M E
Rentan Periode Periode Non Infeksius
Laten Infeksius - Dihilangkan
- Mati
Waktu Infeksi dapat Infeksi tidak - Pulih
Infeksi transimisi dapat transimisi

Dinamika Penularan

Garis waktu Riwayat Alamiah Infeksi dan Penyakit 13


FUNGSI RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT
DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT

14
Status dan Spektrum Penyakit dalam Populasi

Status Tidak
Terpapar
Paparan terpapar

Status Tidak
Terinfeksi Sembuh
Infeksi terinfeksi

Sub
Klinis
Klinis

Status
Penyakit Morbiditas Mortalitas

Ringan Berat Fatal


15
Penyakit Klinis VS Subklinis dalam Populasi

16
Penyakit Klinis VS Subklinis dalam Populasi
“ Fenomena Gunung Es ”

17
Kekebalan Kelompok – Herd Immunity

Keadaan dimana sebuah agen infektif tidak


dapat masuk atau menyebar di kalangan suatu
kelompok oleh karena sebagian besar dari
anggota kelompok imun terhadap penyebab
infeksi tersebut

Proporsi individu yang resisten di dalam populasi

18
Kekebalan Kelompok – Herd Immunity

19
Kekebalan Kelompok – Herd Immunity

20
TRANSMISSION AND
MAINTENANCE OF INFECTION

Penularan dan
Pemeliharaan Infeksi

21
PENULARAN PENYAKIT

Langsung
(Direct)
Transmisi
Horizontal
Tidak Langsung
(Indirect)
Transmisi
Penyakit

Herediter
Transmisi
Vertikal

Kongenital

22
PENULARAN PENYAKIT

23
Lingkungan
Eksternal

Host Host
Langsung
Terinfeksi Rentan

Vektor

Tidak
Langsung 24
Tipe Inang Penyakit

• Inang / host
• Inang definitif
• Inang akhir / Final host
• Inang primer / Primary host = natural host =
maintenance host
• Inang sekunder / Secondary host = aberrant host
• Inang paratenic = mechanical vector
• Inang intermediate
• Inang amplifier
• Reservoir (reservoir host) = source of infection

Carilah definisi masing-masing istilah tersebut…..

25
Vektor
Vektor

suatu benda hidup yang dapat menyebarkan


agen infeksius

vektor didefinisikan sebagai hewan invertebrata


(biasanya arthropoda) yang menularkan agen
infeksius kepada vertebrata

Untuk benda mati yang membawa agen biasanya


disebut sebagi “fomites”

26
Kontak fisik dengan
host yang terinfeksi

- Infeksi Rabies

Kontak dengan discharge


(sekresi, eksresi)

- Canine Distemper (urine – feces)


- Leptospirosis (urine)
- Coryza (nasal discharge)
27
VEKTOR

Vektor Biologis
Vektor Mekanik
Agen infeksius mengalami
Memindahkan agen sebagian siklus hidup atau
infeksius secara fisik perbanyakan sebelum
dipindahkan ke inang

28
Developmental Propagative
Transmission Transmisson

fase perkembangan fase perbanyakan

cacing Dirofilaria immitis Yersinia pestis dalam


dalam nyamuk tubuh pinjal

Cyclopropagative
Transmission

Fase perbanyakan dan perkembangan

Parasit Babesia dalam


tubuh caplak
29
Infeksi yang ditansmisikan dari satu generasi ke
generasi berikutnya melalui infeksi embrio atau fetus

Herediter Kongenital

Dibawa dengan genom dari Diperoleh didalam


orang tuanya Kandungan (rahim/telur)

30
Rute INFEKSI
RUTE Infeksi

Rute infeksi agen adalah tempat atau tempat-tempat


yang menjadi jalan bagi agen infeksius untuk masuk ke
host dan tempat untuk meninggalkan host

Jenis Rute Infeksi :

1. Rute Oral
- Siklus transmisi fekal-oral
2. Rute Respirasi
3. Rute melalui kulit, kornea dan membran mukosa

31
Pintu Masuk dan Keluar
Bibit Penyakit

32
Metode Transmisi/Penularan
Ada 6 metode transmisi yang membawa agen infeksius
menjadi berkontak dengan tempat infeksi yaitu :

1 Ingestion
Salmonella spp

2 Aerial Transmission
Foot and Mouth Disease

Kontak
3 Rabies
Inokulasi
4 Trypanosoma melalui lalat tsetse

Transmisi Iatrogenik
5 rabies mll transplantasi kornea

6 Coitus
African Swine Fever 33
PEMELIHARAAN INFEKSI

Transmisi (penularan) infeksi melibatkan beberapa


tingkatan baik ketika agen infeksi berada di dalam host
maupun ketika berada di lingkungan eksternal atau di
dalam tubuh vektor atau pada keduanya

Baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternal


memberikan bahaya (hazard) terhadap agen infeksius

Bahaya lingkungan dalam host : mekanisme


pertahanan tubuh alami antara lain antibodi humoral,
fagosit, dll

Bahaya lingkungan eksternal host antara lain desikasi


(kekeringan) dan sinar ultraviolet 34
AGEN
INANG

Bahaya
Lingkungan Internal

AGEN

Bahaya
Lingkungan Eksternal

35
Penghindaran Tahap di Lingkungan Luar
Ex : melalui vertikal, venerial dan vektor

Bentuk resisten
Ex: Bacillus membentuk spora

Strategi Rapidly-in Rapidly-out


Ex : virus flu

Menetap di dalam tubuh inang


Ex : parasit intraseluler

Memperluas cakupan inang


Ex : Virus PMK
36
37
DISTRIBUSI TEMPORAL
Yaitu sebaran penyakit berdasarkan waktu
kejadiannya

Dikenal ada 4 pola umum :

1. Sporadik
2. Endemik
3. Epidemik
4. Pandemik

38
Sporadik
Kasus penyakit dalam periode waktu tertentu
(musim, tahun dan bisa lebih lama) sangat jarang
kejadiannya atau frekuensinya tidak teratur sehingga
kejadiannya tidak bisa diramalkan

39
Endemik atau Enzootik
Kejadian penyakit yang biasa terjadi dalam jumlah yang
relatif sama atau sedikit sekali terjadi penyimpangan dari
keadaan biasanya sehingga kejadiannya dapat
diperkirakan

40
Penyakit Epidemik atau Epizootik

Kejadian Penyakit yang luar biasa yaitu kasus


penyakit jauh melebihi dari biasa baik jumlahnya
maupun frekuensinya

Ada 2 tipe epidemik :

 Point Epidemik/Point Epizootik


Kejadian kenaikan kasus dan frekuensi penyakit yang luar
biasa yaitu dalam periode waktu yang singkat jumlah kasus
dan frekuensi penyakit meningkat sangat tajam

 Propagated Epidemik /Epizootik


Kejadian kenaikan kasus dan frekuensi penyakit dalam
periode waktu tertentu secara bertahap dan memerlukan
waktu relatif panjang
41
Epidemik

Point Epidemic Propagated Epidemic


42
Pandemik atau Panzootik

Dalam waktu yang relatif singkat perluasan daerah


penyebaran penyakit meliputi beberapa negara

43
44
Distribusi Spatial

 Sebaran penyakit berdasarkan tempat kejadiannya

 Ada tiga pola distribusi spasial:

- Regular
- Random
- Contagious

45
Pola Distribusi Spatial

Pola Pola Pola


Random Contagious Regular
46
47
John Snow
Manfaat peta dan analisis spasial
dalam wabah penyakit

Wabah Kolera di London, 1854


48
Distribusi Animal

 Sebaran penyakit berdasarkan hewan


yang terserang penyakit

 Hewan yang terserang digambarkan


berdasarkan karakteristik :
- Umur
- Jenis kelamin
- Breed
- dan lain-lain

49
50
Determinan Penyakit

 Berbagai karakteristik yang mempengaruhi kesehatan


populasi

 Faktor yang menyebabkan timbulnya suatu penyakit

 Faktor-faktor yang menimbulkan perubahan sehingga


mempengaruhi frekuensi penyakit dalam populasi

 Pengetahuan tentang determinan memberikan


kemudahan dalam identifikasi kategori hewan yang
secara khusus berisiko untuk terkena penyakit
sehingga merupakan faktor prasyarat (prerequisite)
untuk pencegahan penyakit
51
Klasifikasi Determinan Penyakit

1. Determinan Primer dan Sekunder

2. Determinan Interinsik dan Eksterinsik

3. Determinan yang berhubungan dengan Agen,


Host dan Environment

52
Determinan Primer
Faktor yang
berpengaruh besar
terhadap kejadian
penyakit
Determinan Sekunder
Faktor yang menjadi
predisposisi penyakit
Determinan Intrinsik dan Ekstrinsik

Determinan Intrinsik-endogenous

 Faktor yang berasal dari dalam tubuh inang


 Sifat-sifat karakteristik fisik atau fisiologik hewan
 Misal : umur, kelamin dan status imunitas
Determinan Ekstrinsik-exogenous

 Faktor yang berasal dari luar tubuh inang


 Disebabkan oleh faktor lingkungan sekitar
 Misal : transportasi, kandang, makanan

54
55
Determinan berhubungan dengan
Agen, Inang dan Lingkungan

Determinan Inang :

 Genotipe
 Umur
 Jenis Kelamin
 Spesies dan breed (jenis dan bangsa)
 Dan lain sebagianya

56
Determinan Inang
1. Bangsa dan Jenis
Bangsa :
- Antraks dan Rabies
- Mareks, Gumboro,EDS
Jenis :
- Anjing: Distemper
- Kucing: Panleukopenia
- Sapi : Ramadewa/Jembrana

2. Jenis Kelamin
- Betina : Brucellosis, Trichomonas foetus, Vibrio foetus

3. Umur
- Distemper pada anjing : < 2 tahun
- IBD pada unggas : < 3 bulan
57
Determinan berhubungan dengan
Agen, Inang dan Lingkungan

Determinan Agen:

 Patogenitas : menimbulkan reaksi

 Virulensi : derajat keganasan

 Antigenitas : Merangsang pertahanan tubuh


 Infektifitas: invasi dan menyesuaikan diri

58
Determinan berhubungan dengan
Agen, Inang dan Lingkungan

Determinan Lingkungan:

Lokasi : geologi, Vegetasi

Climate : Iklim mikro dan iklim makro

Peternakan : perkandangan, makanan, manajemen

Stres : penyapihan, kepadatan dan transportsi

59
Determinan Penyakit Mastitis

Cow pathogen
Anatomy
Resisten
Mekanisme atau Toksin
pertahanan rentan
intramamary Faktor virulensi
Peningkatan Resistensi
Tingkatan risiko
Lactation penyakit antimikrobial
Stres atau
Umur kerusakan Exposure and
ujung puting transmission

Management, climate, feeding,


housing, milking

lingkungan
KONSEP DASAR
EPIDEMIOLOGI

Laboratorium Epidemiologi
Divisi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Epidemiologi
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet
Fakultas Kedokteran Hewan IPB
61
Teknik Penarikan Contoh
Bahan Kuliah Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner (IPH 414)
FKH IPB

Oleh: Etih Sudarnika


Data
Penarikan
Sensus Contoh

Terencana Tak
Terencana

Acak Tak acak


SENSUS VS PENARIKAN CONTOH

Sensus:
• Mengumpulkan informasi dari setiap
individu di dalam populasi

Penarikan contoh:
• Menyeleksi sebagian kecil dari populasi
Mengapa dilakukan penarikan contoh?
• Biaya lebih rendah
• Waktu lebih singkat
• Tidak mungkin dilakukan pengumpulan data
pada seluruh anggota populasi
• Pengukuran kemungkinan akan lebih baik
dilakukan pada contoh daripada pada populasi
• Contoh yang representatif dapat memberikan
inferensia statistika mengenai populasi
Populasi Target
Populasi dimana akan dilakukan
generalisasi hasil penelitian yang
diperoleh

Misalnya:
• Populasi sapi laktasi di Kabupaten
Bogor
• Populasi peternak domba di Kabupaten
Sukabumi
• Populasi peternakan ayam komersial
Unit Penarikan Contoh
Unit dasar dimana prosedur penarikan contoh akan
dilakukan

• Individu: Ternak
• Kelompok: Flock, Farm, desa
• Komponen: Mata, kloakal
Kerangka Penarikan Contoh
Daftar lengkap seluruh unit
penarikan contoh dalam suatu
populasi

Misalnya:
• Katalog
• Peta
• Rekam medik
• Data sensus
Sampling

Tak Berpeluang berpeluang

Acak
Convenience sederhana
Purposive Sistematik
Snowball
Berstrata
Quota Sampling Cluster
Mana yang terbaik?

Pilihlah metode yang


memberikan tingkat akurasi
dan presisi terbesar dengan
biaya yang sama
Probability vs non-probability sampling
• Teknik sampling tidak-
berpeluang (non-probability
sampling) tidak dapat
digunakan untuk memilih
sampel yang terpercaya. Hasil
survei dengan menggunakan
non-probability sampling akan
bias hasilnya.
• Random sampling
menghasilkan sampel yang
representatif.
Convenience Sampling

• Data dikumpulkan dari kumpulan


responden yang tersedia.
• Peneliti memilih anggota hanya
berdasarkan kedekatan dan tidak
mempertimbangkan apakah
mereka mewakili seluruh populasi
atau tidak.
Purposive Sampling
• teknik pengambilan sampel di
mana peneliti mengandalkan
penilaiannya sendiri ketika
memilih anggota populasi
untuk berpartisipasi dalam
penelitian.
• Ditetapkan dengan menentukan
kriteria-kriteria tertentu yang
dianggap mewakili populasi.
Snowball Sampling

• Teknik pengambilan sampel dengan bantuan key-informan. Key-informan ini membantu atau
akan dapat berkembang berdasarkan petunjuk yang diberikan olehnya. Dalam hal ini, peneliti
hanya mengungkapkan kriteria sebagai persyaratan untuk dijadikan sampel.
• Merupakan salah satu cara yang dapat diandalkan dan sangat bermanfaat dalam menemukan
responden yang dimaksud sebagai sasaran penelitian melalui keterkaitan hubungan dalam suatu
jaringan, sehingga dapat tercapai besaran sampel yang diperlukan.
Quota Sampling
• Teknik pengambilan sample yang
dilakukan dengan cara menentukan
klasifikasi sesuai ciri khas tertentu
hingga mencapai kuota yang
diperlukan.
• peneliti akan membagi populasi total
dalam beberapa kategori yang
berbeda dan kemudian akan diambil
sample dari masing-masing kelompok.
Quota Sampling Tahapan:
1. Membagi populasi sesuai dengan
karakteristik masing-masing individu;
2. Setelah populasi dibagi dalam sub-
grup, peneliti melakukan identifikasi
terkait proporsi masing-masing
kelompok dengan pertimbangan
populasi secara keseluruhan. Tahap
ini akan berpengaruh pada proses
pengambilan sampel.
3. Melakukan analisis tingkat akhir
terkait perbandingan proporsi sub-
grup dengan total populasi.
Contoh Acak

Setiap anggota populasi


mempunyai peluang
yang sama untuk terpilih
sebagai contoh
Melakukan pengacakan:
• Pengacakan secara fisik:
Melakukan kegiatan pengacakan
secara fisik. Misal: mengaduk
gulungan kertas, melempar koin,
menggelindingkan dadu.
• Menggunakan bilangan acak
– Daftar bilangan teracak (DBT)
– Komputer
– Kalkulator
Contoh tak acak:
• Hasil tidak dapat
digeneralisasi
• Hasil kemungkinan bias

Contoh acak:
• Hasil merupakan generalisasi
terhadap populasi
• Hasil tidak berbias
Metode Sampling Acak (Probability
Sampling)
Acak sederhana (Simple Random Sampling)
• Melakukan pemilihan sejumlah
anggota populasi secara acak dari
seluruh anggota populasi yang ada.
• Harus tersedia sampling frame
• Setiap anggota populasi di dalam
kerangka penarikan contoh diberi
nomor 1, 2, 3, …, N, kemudian
contoh dipilih secara acak dari N
anggota populasi tersebut.
Pengacakan bisa menggunakan
daftar bilangan teracak (DBT),
kalkulator, komputer, dsb.
• Keuntungan:
Mudah
Sederhana
Representatif

• Kekurangan:
Kerangka penarikan
contoh harus tersedia
Sulit untuk populasi yang
besar
Acak Sistematik (Systematic Random Sampling)
• Penarikan sampel dilakukan
dengan selang tertentu;
• sampel pertama dipilih
secara acak dari individu-
individu yang terdapat pada
selang pertama;
• kemudian contoh berikutnya
diambil dengan selang
tertentu sampai terambil
sejumlah sampel yang telah
ditentukan.
Contoh dipilih pada interval (selang) tertetentu. Contoh yang
terpilih adalah pada setiap selang ke-k, adapun

Ukuran populasi
K=
Ukuran contoh yang diinginkan
Keuntungan:
Praktis
Tidak memerlukan
sampling frame

Kekurangan:
Hati-hati untuk populasi
yang bersifat periodik
Sulit untuk populasi yang
besar
Acak Berstrata (Stratified Random sampling)
• Populasi dibagi-bagi dalam
beberapa strata tergantung pada
tujuan kajian yang dilakukan.
• Starata yang digunakan biasanya
berkaitan dengan penyakit yang
diteliti, berdasarkan sifat-sifat
hospes (misal: ras), sifat
lingkungan (misal: skala usaha
peternakan), atau wilayah
geografis.
• Selanjutnya, sampel dipilih pada
setiap strata dengan
menggunakan p.c.a sederhana
atau sistematik.
• Alasan melakukan
stratifikasi:
1. Untuk menghitung
estimasi pada setiap
strata selain pada
populasi
2. Secara operasional lebih
mudah dilaksanakan
3. Mendapatkan hasil
dugaan yang lebih tepat
karena keragaman yang
rendah.
Keuntungan:
Contoh dapat menggambarkan
populasi keseluruhan
Keragaman kecil  galat kecil

Kekurangan:
Status unit penarikan contoh
harus diketahui sebelumnya
Acak Bergerombol (Cluster Random Sampling)
• Pemilihan sampel dilakukan bukan
pada individu ternak atau satuan
penarikan contoh, tetapi sekelompok
unit penarikan sampel
• Lalu sebagian atau seluruh anggota
kelompok tersebut dipilih sebagai
sampel.
• Pada umumnya sampel dipilih dua
tahap atau disebut two-stage
sampling, yaitu tahap pertama
memilih desa atau peternakan dan
tahap berikutnya adalah memilih
ternak di desa atau peternakan
terpilih.
Cluster Sampling vs Stratified Sampling

• Kelompok dipilih • Dilakukan sampling pada seluruh


• Dilakukan pemilihan anggota kelompok strata
kelompok atau seluruhnya • Keragaman dalam kelompok
• Keragaman dalam kelompok kecil, antar kelompok besar.
besar, antar kelompok kecil.
Acak Bergerombol (Cluster Random Sampling)
• Pemilihan cluster
dilakukan dengan teknik
probability proportional
to size (PPS). Jika
besaran populasi pada
setiap cluster sama,
dapat menggunakan
sampling acak
sederhana.
Mengapa menggunakan PPS?
Jika besaran populasi dari satuan
penarikan contoh bervariasi dan
satuan penarikan contoh dipilih secara
acak, maka kemungkinan suatu
anggota satuan penarikan contoh
dengan ukuran populasi yang besar
akan lebih kecil kemungkinannya
untuk terpilih dibandingkan dengan
yang ukuran populasinya kecil.
Acak Bergerombol (Cluster Random Sampling)
Ilustrasi:

Peluang terpilihnya 1
Desa Populasi Farm farm
1 200 1/200 or 0.5%
2 100 1/100 or 1%
3 500 1/500 or 0.2%

Dalam melakukan analisis harus dilakukan


pembobotan
Acak Bergerombol (Cluster Random Sampling)
Probability Proportional to Size (PPS)
1. Diperlukan daftar setiap gerombol dan besarannya
2. Hitunglah populasi kumulatifnya
3. Hitung sampling interval
4. Pilih sebuah bilangan acak antara 1 sampai sampling
interval
5. Gerombol pertama adalah dimana bilangan acak berada
berdasarkan data populasi kumulatif.
6. Lanjutkan dengan menambahkan sampling interval
secara kumulatif.
7. Jika gerombol terpilih dua kali, maka bagilah gerombol
menjadi 2 wilayah dengan ukuran populasi yang sama.
Keuntungan:
Sampling frame tidak mutlak
diperlukan

Kekurangan:
Galat besar
Besaran Sampel (Sample Size)
• Besaran sampel ≠ jumlah
sampel
• Besarannya ditentukan oleh:
• Tujuan survey
• Metode penarikan contoh
yang digunakan
• Tingkat ketelitian yang
diharapkan
• Tingkat ketepatan yang
diharapkan
Hubungan antara Besaran Sampel dan Besarnya Galat
(Error)

Galat (error)

Besaran sampel
Besaran sampel pada cross sectional
study (survey)
a.Besaran sampel untuk menduga
prevalensi penyakit
Metode sampling: Penarikan contoh acak
sederhana
Untuk populasi tak terhingga pada tingkat
kepercayaan 95%:
n = 4pq/L2
p = prevalensi dugaan
q=1–p
L = Kesalahan maksimum yang bisa
diterima
Pada populasi ‘kecil’ (terhingga)
1/n = 1/n* + 1/N
n = ukuran contoh
n*= ukuran contoh pada populasi tak hingga
N = ukuran populasi
b. Besaran sampel untuk menduga
keberadaan penyakit (detection of
disease)
n = [1-(1-a)1/D] [N-(D-1)/2]
n = ukuran contoh
D = Minimum jumlah hewan terinfeksi
yang terdeteksi  D/N=minimum
expected prevalence
N = ukuran populasi
a = tingkat kepercayaan
Prevalensi harapan minimum (minimum expected
prevalence)
Ilustrasi:
• Sebuah outbreak rinderpest pada sapi terjadi dalam suatu daerah yang
semula bebas. Empat desa tetangganya terkena juga, dan populasi semua
sapi di desa tersebut disembelih untuk membebaskan dari penyakit
tersebut. Semua desa dalam radius 10 km diperiksa secara klinis dan
serologis untuk mencari kemungkinan adanya infeksi rinderpest. Tak
seekorpun sapi divaksinasi, sehingga kalau ada rinderpest yang menyerang
desa-desa ini, maka penyebaran penyakitnya akan terjadi sangat cepat, dan
mempengaruhi sebagian besar ternak sapi di desa, mungkin lebih dari
50%. Sangat tidak umum kalau hanya 10% atau kurang hewan di desa
tersebut yang terinfeksi oleh penyakit menular seperti rinderpest.
• Maka prevalensi harapan minimum adalah 10%
c. Besaran sampel untuk menduga rataan
populasi

(tingkat kepercayaan 95%)


n = 4s2/L2
n = ukuran contoh
s = nilai simpangan baku dugaan
L = Tingkat kesalahan
Terima kasih
Divisi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Epidemiologi
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan
IPB University
Jl. Agatis Kampus IPB Dramaga Bogor 16680
Tlp/fax: 0251-8628811
Email: epidemiologi_fkhipb@apps.ipb.ac.id
1

Pengukuran Kejadian
Penyakit
Oleh Drh. Abdul Zahid Ilyas, MSi

Laboratorium Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner


Divisi Kesmavet dan Epidemiologi Veteriner
Dept. IPHK Fakultas Kedokteran Hewan IPB
2

Memberikan gambaran kuantitatif


Tujuan seberapa besar kejadian suatu
penyakit pada populasi
3
Populasi berisiko (population at risk)

 Semua individu yang berisiko terhadap kejadian penyakit di dalam


suatu kelompok yang diteliti
 Misalnya:
• Infeksi uterus → populasi berisikohanya betina
• Mastitis → populasi berisiko hanya betina produktif
4
Rasio, Proporsi, dan Rate

 Rasio:
• Perbandingan dua buah nilai (suatu nilai dibagi dengan nilai yang lain)
• Ratio =
𝑎
𝑏
→ a dan b mutually exlusive

 Proporsi:
• Bentuk khusus dari rasio, yaitu nilai pembilangnya merupakan himpunan
bagian dari penyebutnya
𝑎
• Proporsi =
𝑎+𝑏
5
• Biasanya disajikan dalam persen
• Rasio dapat diubah menjadi proporsi

36
Jantan
(20%)
 Jika rasio jantan dan betina 1:4, maka proporsi
betina = 1/(1+4) = 20%.
144 Betina
(80%)
6

 Rate:
• Suatu rasio yang mengekspresikan suatu perubahan dalam nilai
pembilang terhadap penyebutnya
• Waktu selalu tercakup daam penyebut
𝒂
• Rate = 𝒙 → a termasuk dalam x; x mencerminkan waktu populasi
 ETC : Periode waktu studi/penelitian
 ITC : Periode waktu pengukuran penyakit
yang lamanya lebih pendek atau sama
dengan periode waktu studi
External Time
Component Ilustrasi:
(ETC) vs
Internal Time
Component
(ITC)

7
8
1. Prevalence (Crude Prevalence Proportion)
Jumlah individu sakit dalam suatu populasi pada
suatu titik waktu tertentu (tanpa membedakan
kasus lama atau kasus baru)
Tingkat 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
Kesakitan 𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 (𝑃) =
𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑦𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎

(Morbidity Ilustrasi:
Rate)  10 ekor dari 100 ekor sapi perah di satu
peternakan pada 1 Sept 2021 menderita
kelumpuhan, maka prevalensi kelumpuhan di
peternakan tersebut adalah = (10/100) x 100%
= 0.10 =10%
Ilustrasi Prevalensi 9
Survei: 1 September, 2021

N = 100 → 10 sapi menderita lumpuh:


- 4 kasus baru pada 1 September 2021
- 6 kasus lama yang terjadi sebelum 1 September 2021
10

2. Insidensi
Menggambarkan jumlah kasus baru
yang terjadi di dalam suatu populasi
Tingkat selama periode waktu tertentu.
Kesakitan
(Morbidity Mengukur pergerakan individu dari status
bebas penyakit ke status sakit.
Rate)
Dua tipe ukuran insidensi: Cumulative
Incidence dan Incidence Rate
11
Insidensi Kumulatif (Cumulative Incidence/CI)

 Disebut juga risk rate (Rr) : Estimasi langsung probabilitas kejadian penyakit selama
periode penelitian.
 Memiliki interpretasi terhadap individu dan populasi. Nilai 0-1, atau 0-100%.
 Prasyarat :
• Resiko setiap individu/hewan dihitung penuh sejak awal periode pengamatan
• Tidak ada penambahan individu selama pengamatan (jumlah resiko awal)

Jumlah kasus baru (individu sehat yang menjadi sakit)


𝑪𝑰 = 𝑹𝒓 =
Jumlah individu sehat pada awal pengamatan
12
Jika ada individu yang keluar dari populasi yang diamati:

Jml kasus baru (individu sehat yang menjadi sakit)


𝑪𝑰 =
Jml individu sehat pada awal pengamatan – ½(jml individu yg keluar)

Ilustrasi Cumulative Insidence:


 20 ekor sapi menderita mastitis di suatu peternakan selama satu bulan. Pada awal
bulan terdapat 100 ekor sapi produktif di peternakan tersebut dan semuanya
sehat, maka insidensi kumulatif = (20/100) = 0.2
 Dari ilustrasi di atas, jika 2 ekor dijual selama periode pengamatan, maka insidensi
kumulatif = 20/{100 - (½ x 2)} = 0.2
13
Tingkat Insidensi (Incidence Rate)

Jumlah kasus baru selama periode tertentu


𝑰=
Rataan populasi berisiko pada periode waktu tertentu x ITC

 Memiliki interpretasi untuk populasi bukan individu


 Dapat diukur per ekor-tahun, per ekor-bulan, dsb.
 Unit waktu pengukuran: internal time component
 Menentukan penyebut (Denominator) ada dua cara:
1. Eksak
Menjumlahkan periode waktu berisiko untuk setiap individu yang diamati
2. Perkiraan
(jml individu berisiko pada awal periode pengamatan+ jml individu berisiko pada akhir
periode pengamatan)/2 x ITC
Ilustrasi: 14
 3 ekor hewan diamati selama 1 th dan pada awalnya semuanya sehat. Selama
pengamatan 2 ekor sakit, yaitu 1 ekor pada hari ke-120 (0.33 tahun) dan 1 ekor
pada hari ke-240 (0.67 tahun), maka incidence rate-nya:

Cara 1:
= 2/(1+0.33+0.67)
= 2/2 = 1 kasus per ekor-tahun
Cara 2:
=2/{[(3+1)/2]x1}
=2/2 = 1kasus per ekor-tahun

Mengapa Cara 1 dan 2 hasilnya sama ?


15
Tingkat Serbuan (Attack Rate)

Hampir sama dengan insidensi, tetapi digunakan jika periode risiko terpapar penyakit
sangat singkat, misal: akibat keracunan makanan, air dsb.

Jml yang sakit selama waktu pemaparan


𝑨𝑹 =
Total individu yang terpapar
Ilustrasi Attack Rate:
• 46 dari 75 orang yang makan di suatu pesta menderita diare beberapa jam
kemudian setelah makan, maka Attack Rate = (46/75) x 100% = 61%
• Setelah diteliti lebih lanjut ditemukan bahwa 43 penderita diare berasal dari 54
orang yang mengkonsumsi olahan hati dan 3 penderita berasal dari 21 orang
yang tidak mengkonsumsi olahan hati, maka Attack Rate untuk yang
mengkonsumsi: (43/54) x 100% = 80%, Attack Rate untuk yang tidak mengkonsumsi:
(3/21) x 100% = 14.3%
16
Tingkat Kematian (Mortality Rate)

1. Crude Mortality (true) Rate:

Total individu mati pada periode wkt tertentu


=
Populasi berisiko pd periode wkt tertentu x ITC

2. Cause-spesific Mortality (true) Rate:

Total individu mati karena penyakit X pada periode wkt tertentu


=
Populasi berisiko pd periode wkt tertentu x ITC
17

3. Case Fatality Rate (Tingkat Kefatalan Kasus)

Total yg mati akibat penyakit X dalam periode waktu tertentu


=
Total hewan yang menderita penyakit X
18
Proportional Rates

1. Proportional Morbidity Rate:

Jumlah individu yang menderita penyakit X


=
Jumlah seluruh individu yang sakit

2. Proportional Mortality Rate:

Jumlah individu yang menderita penyakit X


=
Jumlah seluruh kematian
19
Ilustrasi Crude Mortality Rate, Crude-specific Mortality Rate, dan Case
Fatality Rate:
• Di suatu peternakan sapi perah, diketahui 40 ekor mati dalam satu tahun.
Total sapi perah pada awal tahun adalah 400 ekor, pertengahan tahun
420 ekor dan akhir tahun 390 ekor. Maka crude mortality rate adalah:
= 40/{(400+390)/2} = 40/395 = 0.101 (10.1%), atau
= 40/{(400+420+390)/3} = 40/403 = 0.099 (9.9%)

• Selanjutnya, diketahui bahwa 20 ekor diantaranya mati karena


babesiosis, maka mortality rate karena babesiosis adalah:
= 20/395 = 0.051 = 5.1%, atau
= 20/403 = 0.05 = 5%
• Dari ilustrasi di atas, misalnya terdapat 50 ekor yang menderita babesiosis 20
selama periode pengamatan, maka case fatality rate adalah:
20/50 = 0.4 = 40%

Ilustrasi Proportional Morbidiry Rate (PMR):


Selama 6 bulan pengamatan di peternakan sapi potong diperoleh data
kasus penyakit sebagai berikut.

Jenis Penyakit Kasus (ekor) PMR (%)


Septichemia epozootica 2 5
Cacingan 20 50
Bloat 10 25
Pink Eye 8 20
Total Kasus 40 100
21
Jenis Pengukuran Penyakit

1. Ukuran Kasar (Crude Measure)


 Menyajikan jumlah total penyakit/kematian tanpa memperhatikan susunan
populasi
 Ukuran yang diperoleh: prevalensi atau insidensi penyakit secara keseluruhan
2. Ukuran Spesifik (Specific Measure) 22
 Melukiskan kejadian penyakit berdasarkan kategori tertentu dari
populasi (umur, jenis kelamin, pekerjaan dan sebagainya)
 Ukuran yang diperoleh: prevalensi atau insidensi penyakit dalam setiap
kategori sifat hospes
 Sebagai bahan informasi penting dalam menetapkan strategi
pengendalian penyakit
3. Adjusment/Standardization of Rate 23
 Ukuran yang diperoleh setelah dilakukan penyesuaian populasi
terhadap susunan populasi yang dikaji
 Untuk menarik kesimpulan dengan benar mengenai perbandingan
suatu keadaan (penyakit, kematian dan sebagainya) pada dua
populasi yang berbeda
 Penyesuaian langsung (direct adjusment) dihitung dengan rumus :

sr1 x (S1/N) + sr2 x (S2/N) + … srn x (Sn/N)

Keterangan :
sr : Nilai spesifik pada populasi yang dipelajari
S : Jumlah kelompok spesifik dalam populasi standar
N : Jumlah total dalam populasi standar (N=S1+S2+…..Sn)
24
Ilustrasi: Crude Measure, Specific
Measure, dan Adjustment of Rate

 Selama rentang waktu 1 tahun dilakukan pengamatan terhadap insidensi masititis


subklinis di Peternakan Sapi Perah A dan Peternakan B. di Peternakan A ditemukan
40 dari 1000 ternak sapi perah yang mengalami masititis subklinis, sedangkan di
Peternakan B ditemukan 46 dari 600 ternak sapi perah yang mengalami penyakit
serupa. Bagaimana kesimpulan anda?
Tingkat Insidensi:
• Peternakan A = 40/1000 = 0.04 = 4%
• Peternakan B = 46/600 = 0.08 = 8%

Dimana masalah penyakit mastitis subklinis lebih serius?


 Selanjutnya, anda mendapatkan informasi lebih detail mengenai
25
komposisi populasi berdasarkan kategori periode laktasi dan jumlah kasus
penyakit pada setiap kategori pada kedua peternakan tsb. Datanya
diringkas sebagai berikut:

Peternakan Periode Laktasi (PL) Jml Ternak (ekor) Jml Kasus Insidensi
- PL Pertama 600 12 0.02
A - PL Kedua 200 8 0.04
- PL Ketiga 200 20 0.10
- PL Pertama 100 2 0.02
B - PL Kedua 100 4 0.04
- PL Ketiga 400 40 0.10

Apa kesimpulan anda berdasarkan informasi ini?


 Hitung Adjustment of Rate untuk menarik kesimpulan secara keseluruhan, 26
dengan cara memotret masalah tersebut pada populasi standar yang
sama. Misalnya, populasi standar untuk kedua peternakan tsb masing-
masing terdiri dari PL-Pertama 1000 ekor, PL-Kedua 500 ekor, dan PL-Ketiga
500 ekor.

Adjustment of Rate (per-100):


𝑆1 𝑆2 𝑆3
Peternakan A = 𝑆𝑟1 × + 𝑆𝑟2 × + 𝑆𝑟3 ×
𝑁 𝑁 𝑁
1000 500 500
=2× +4× + 10 ×
2000 2000 2000

= 1 + 1 + 2.5
= 4.5
Peternakan A = sama

Apa kesimpulan anda?


 Menghitung Adjustment of Rate juga bisa dilakukan dengan cara berikut 27
(tidak langsung):

Peternakan A:
Jumlah penyakit berdasarkan populasi standard:
- PL-Pertama = 0.02 x 1000 = 20
- PL-Kedua = 0.04 x 500 = 20
- PL-Ketiga = 0.10 x 500 = 50
Total Kasus = 90
Total Pop Standard = 2000
90
Insidensi = = 4.5 per-100
2000

Peternakan B: sama
28

Terima Kasih
1

Uji Diagnostik
(Uji Penapisan)

Abdul Zahid Ilyas

Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner


Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
2
Uji Diagnostik

A. Pengertian : Setiap prosedur yang dapat digunakan untuk mendeteksi


penyakit pada individu/seekor hewan

B.Tujuan : (1). Identifikasi presumptif status penyakit hewan


(2). Deteksi dini penyakit
(3). Estimasi kejadian penyakit pada populasi
(4). Merancang studi untuk menilai uji baru (menentukan
sensitivitas dan spesifisitas uji)
Syarat: 3
1.) Kaidah Statistik =
 Sampling Method
 Sample Size
Estimasi penyakit pada
populasi
2.) Uji Diagnostik =
 Akurat
 Presisi
C. Tipe Uji Diagnostik : 4
(1). Uji Patognomonik : Mendeteksi tanda/substansi/ respon/perubahan
jaringan yang merupakan prediktor absolut dari
kehadiran penyakit atau agen penyakit tertentu
(2). Uji Surrogate : Mendeteksi perubahan-perubahan sekunder
yang diharapkan dapat memprediksi kehadiran
atau ketiadaan penyakit/agen penyakit tertentu

D. Hasil Pengujian Surrogate :

(1). Seropositive : True positive (Positif Benar)


False positive (Positif Palsu)
(2). Seronegative : True Negative (Negatif Benar)
False Negative (Negatif Palsu)
E. Kriteria Kehandalan Uji Diagnostik : 5

(1). Repeatability : Kemampuan dari suatu uji untuk memberikan hasil yang konsisten

 Pemakai uji telah terlatih dengan baik dalam prosedur pengujian


 Peralatan uji terpelihara dengan baik dan sudah dikalibrasi
 Hasil uji diperiksa secara teratur terhadap kontrol positif dan negatif sebelum,
selama dan sesudah tiap seri pengukuran

(2). Accuracy : Kemampuan uji untuk mengidentifikasi individu/hewan yang


terinfeksi secara tepat

 Sensitivity (Se) : Probabilitas uji untuk mengidentifikasi hewan yang


terinfeksi secara tepat
 Specificity (Sp) : Probabilitas uji untuk mengidentifikasi hewan yang tidak
terinfeksi secara tepat
 Predictive Value : 6

(1) Positif Uji : Proporsi dari positif uji yang benar-benar terinfeksi
penyakit

(2) Negatif Uji : Proporsi dari negatif uji yang benar-benar tidak
terinfeksi penyakit
7
Ilustrasi Tabel 2 x 2 : Penurunan Rumus

Penyakit (D)

+ -
+ a b a+b
Hasil Uji (T)
- c d c+d
a+c b+d n

 Sensitivity P (T+│ D+) : a/(a+c)

 Specificity P (T-│ D-) : d/(b+d)


8
 Estimated Prevalence P (T+) : (a+b)/n
prevalensi yang didasarkan pada hasil
pengujian

 True Prevalence P (D+) : (a+c)/n


prevalensi yang didasarkan pada kondisi
penyakit hewan

 Predictive Value : - Positif Uji P (D+│T+) : a/(a+b)


- Negatif Uji P (D- │T-) : d/(c+d)
 False Positive P (T+ │D-) : b/(b+d) = 1- Sp 9
proporsi hewan tak sakit yang secara salah
dinyatakan positif oleh uji

 False Negative P (D+ │T-) : c/(a+c) = 1 - Se


proporsi hewan sakit yang secara salah
dinyatakan negatif oleh uji

 Akurasi : (a+d)/n
Proporsi hewan yang status penyakitnya
teridentifikasi secara tepat oleh uji

 Misklasifikasi : (b+c)/n
Proporsi hewan yang status penyakitnya tidak
teridentifikasi secara tepat oleh uji
F. Kesalahan dalam Pengujian 10

% Hewan
Ambang

d a

c b
Titer

a = tes + dari hewan sakit


b = tes + dari hewan tak sakit
c = tes - dari hewan sakit
d = tes - dari hewan tak sakit
G. Hubungan antara Sensitivitas dan Spesifisitas 11

% Hewan

d a

c b
Titer

 Batas ambang bergeser ke kiri : uji makin sensitif


 Batas ambang bergeser ke kanan : uji makin spesifik
Contoh Pengujian : 12

Contoh (1).Hasil penggunaan uji diagnostik dengan Sensitivity = 90%,


Specificity = 90%, Sampel = 1000 dan True Prevalence = 10%

Sakit

+ - Total

Uji + 90 90 180
- 10 810 820
Total 100 900 1000

 Estimated prevalence = 180/1000 = 18%


 Nilai prediktif positif uji = 90/180 = 50%
 Nilai prediktif negatif uji = 810/820 = 98%
Contoh (2). Hasil uji diagnostik dengan Sensitivity = 90%, Specificity = 13
90%, Sampel 1000 dan True Prevalence = 1%

Sakit

+ - Total

Uji + 9 99 108
- 1 891 892
Total 10 990 1000

 Estimated prevalence = 108/1000 = 10,8%


 Nilai prediktif positif uji = 9/108 = 8,3%
 Nilai prediktif negatif uji = 891/892 = 99,9%
H. Faktor yang Mempengaruhi Nilai Prediktif : 14

 Sensitivitas
 Spesifitas
 True Prevalence

I. Faktor Koreksi :
Jika Se dan Sp diketahui maka True Prevalence dapat dihitung berdasarkan
prevalensi studi (estimated prevalence)

(Estimated Prevalence + Specificity −1)


True Prevalence =
(Specificity + Sensitivity −1)

(0,108 + 0,90 − 1)
Dari Contoh 2 : TP = = 𝟏%
(0,90 + 0,90 − 1)
J. Bagaimana Mengatasi Permasalahan dalam Uji Diagnostik ? 15

Contoh (3) : Hasil uji diagnostik dengan Sensitivity= 95%, Specificity= 85%, True
Prevalence = 1% dan populasi 10.000

Penyakit
+ - Total
+ 95 1485 1580
Uji I
- 5 8415 8420
Total 100 9900 10000

• Nilai Prediktif Positif Uji = 95/1580 = 6%


• Estimated Prevalence = 1580/10000 = 15.8%
Contoh (4) : Aplikasi uji diagnostik dengan Sensitivity = 95%, Specificity = 98%
16
terhadap kelompok positif uji pada Contoh (3).

Penyakit

+ - Total
+ 90 30 120
Uji II
- 5 1455 1460
Total 95 1485 1580

 Nilai Prediktif Positif Uji = 90/120 = 75%


 Estimated Prevalence = 120/10000 = 1,2%
 Sensitivitas keseluruhan = (100-10)/100 = 90%
 Spesifisitas keseluruhan = (8415 +1455)/9900 = 99,7%
K. Interpretasi Pengujian Ganda 17

Interpretasi Paralel :

- Jika salah satu atau kedua uji menyatakan positif maka hewan dianggap
positif terhadap penyakit
- Meningkatkan sensitivitas dan nilai prediktif negatif uji dibandingkan dengan
uji tunggal

Interpretasi Serial :

- Jika hasil setiap uji (dua atau lebih) menyatakan positif maka hewan baru
dianggap positif terhadap penyakit
- Meningkatkan spesifisitas dan nilai prediktif positif uji dibandingkan dengan uji
tunggal
Ilustrasi: 18

TEST I TEST II Interpretasi Paralel


+ - +
Sensitivitas meningkat →
- + +
NP (-) meningkat
+ + +
- - -

TEST I TEST II Interpretasi Serial


+ - -
Sensitivitas meningkat →
- + -
NP (+) meningkat
+ + +
- - -
Contoh (5) : Interpretasi serial dan paralel dalam kombinasi uji diagnostik 19

Uji I Uji II Sakit Tak Sakit


+ - 30 70
- + 50 80
+ + 70 30
- - 50 7620
200 7800

Sensitivitas Spesifisitas
Interpretasi Paralel : 150/200 = 75% 7620/7800 = 97.7%
Interpretasi Serial : 70/200 = 35% 7770/7800 = 99,6%

Catatan : Uji I : Sensitivitas 50% ; Spesifisitas 98,7%


Uji II : Sensitivitas 60% ; Spesifisitas 98,6%
Penjelasan Contoh (5)
20

Awal :
Sakit

+ -
+ 100 100 200
Uji I
- 100 7700 7800
Se = 100/200 = 50%
200 7800 Sp = 7700/7800 = 98.7%

Sakit
+ -
+ 120 110 230 Se = 120/200 = 60%
Uji II Sp = 7690/7800 = 98.6%
- 80 7690 7770
200 7800 8000
Interpretasi Paralel : 21

Sakit
+ -
+ 150 180 330
Uji
(I & II) - 50 7620 7670 Se = 150/200 = 75%
200 7800 8000 Sp = 7620/7800 = 97,7%

Interpretasi Serial :
Sakit
+ -
+ 70 30 100
Uji
(I & II) - 130 7770 7900 Se = 70/200 = 35%
200 7800 8000 Sp = 7770/7800 = 99,6%
22

Terima Kasih
Summarizing and
Presenting of
Epidemiological Data

Etih Sudarnika
Division of Veterinary Public Health and Epidemiology
Faculty of Veterinary Medicine
IPB University
 After studying this lesson you will be able to:
 Construct a frequency distribution
 Calculate and interpret measures of central location and measures
of spread and confidence interval (for mean)
 Prepare and interpret one, two, or three variable tables and
composite tables (including creating class intervals)
 Prepare and interpret line graphs, histograms, polygons, bar
charts, pie charts, dot plots and box plots
 Identify when to use each type of table and graph
What should
I do????
Summarizing Data
 Create line listing
 The line listing is one type of epidemiologic database, and
is organized like a spreadsheet with rows and columns
 Each row is called a record or observation and
represents one case of disease
 Each column is called a variable and contains
information about one characteristic of the individual,
such as race, age, vaccination status, etc.
 The type of values influence the way in which the
variables can be summarized
 Types of variables
 A nominal-scale variable is one whose values are categories
Qualitative without any numerical ranking
 An ordinal-scale variable has values that can be ranked but are
not necessarily evenly spaced
 An interval-scale variable is measured on a scale of equally

Quantitative spaced units, but without a true zero point


 A ratio-scale variable is an interval variable with a true zero
point
Scale Example Values

Nominal sex Male/female


“categorical” or
“qualitative” Biosecurity Good/modera
Ordinal
level te/poor
heating Any value of
Interval
temperature temperature
“numerical” or
“quantitative” Any value of
total plate
Ratio total plate
count
count
 A frequency distribution displays the values a
variable can take and the number of animals/farms
or records with each value.
Number of slaughtered cattle per day per district/city

Number of cattle Frequency


<=25 2
26 - 50 14
51 - 75 27
76 - 100 50
101 - 125 112
126 - 150 78
151 - 175 63
176 - 200 12
> 200 5
Level of farmer’s
Number Percent
education

No school 12 8
Elementary school 43 29
Junior high school 65 43

Senior high school 17 11


University 13 9
Total 150 100
Type of poultry
Number Percent
farm

Layer 22 18
Broiler 78 65
Breeding 3 3

Hatchery 17 14
Total 120 100
 Knowing the type of variable helps you decide how to
summarize the data
Methods for Summarizing Different Types of Variables
Measure of
Measure of
Scale Ratio or Proportion Central
Spread
Location
Nominal yes no no
Ordinal yes no no
Interval yes, but might need to yes yes
group first
Ratio yes, but might need to yes yes
group first
 A measure of central location provides a single value
that summarizes an entire distribution of data.
 Include: mode, median, mean, and geometric
mean
 Selecting the best measure to use for a given
distribution depends largely on two factors:
 The shape or skewness of the distribution
 The intended use of the measure.
 The value that occurs most often in a set of data
 It can be determined simply by tallying the number

of times each value occurs


Example:
0, 0, 1, 1, 2, 2, 2, 3, 3, 3, 3, 3, 3, 4, 4, 4, 4
Mode: 3
 Properties and uses of the mode:
 The preferred measure of central location for addressing
which value is the most popular or the most common
 The mode is used almost exclusively as a “descriptive”
measure. It is almost never used in statistical manipulations
or analyses.
 The mode is not typically affected by one or two extreme
values (outliers)
 The middle value of a set of data that has been put into rank
order (the 50th percentile of the distribution)
 Middle position: (n+1)/2

Example:
 2, 0, 3, 1, 0, 1, 2, 2, 4, 8, 1, 3, 3, 12, 1, 6, 2, 5, 1
1. Arrange the observations in increasing order.
0, 0, 1, 1, 1, 1, 1, 2, 2, 2, 2, 3, 3, 3, 4, 5, 6, 8, 12
2. Find the middle position of the distribution with 19 observations.
Middle position = (19 + 1) ⁄ 2 = 10
3. Identify the value at the middle position.
0, 0, 1, 1, 1, 1, 1, 2, 2, *2*, 2, 3, 3, 3, 4, 5, 6, 8, 12
Counting from the left or right to the 10th position, the value is 2. So
the median = 2
 Properties and uses of the median:
 The median is a good descriptive measure, particularly
for data that are skewed, because it is the central point
of the distribution
 The median is relatively easy to identify
 The median, like the mode, is not generally affected by
one or two extreme values (outliers)
 The median has less-than-ideal statistical properties.
Therefore, it is not often used in statistical
manipulations and analyses.
 The value that is closest to all the other values in a
distribution.
 Method for calculating the mean
 Step 1. Add all of the observed values in the distribution.
 Step 2. Divide the sum by the number of observations.
 Because of this centering property, the mean is sometimes
called the center of gravity of a frequency distribution. If
the frequency distribution is plotted on a graph, and the
graph is balanced on a fulcrum, the point at which the
distribution would balance would be the mean.
 The arithmetic mean is the best descriptive measure for
data that are normally distributed.
 On the other hand, the mean is not the measure of choice
for data that are severely skewed or have extreme values
in one direction or another.
 The mean or average of a set of data measured on a
logarithmic scale.
 The geometric mean is used when the logarithms of the
observations are distributed normally (symmetrically)
rather than the observations themselves.
 To calculate the geometric mean, you need a scientific
calculator with log and yx keys.
 There are two methods for calculating the geometric
mean.
 Take the logarithm of each value.
 Calculate the mean of the log values by summing the log values,

then dividing by the number of observations.


 Take the antilog of the mean of the log values to get the

geometric mean.
Example:
Calculate the geometric mean from the following set of data.
10, 10, 100, 100, 100, 100, 10,000, 100,000, 100,000, 1,000,000

Because these values are all multiples of 10, it makes sense to use logs of base 10.
Take the log (in this case, to base 10) of each value.
log10(xi) = 1, 1, 2, 2, 2, 2, 4, 5, 5, 6
Calculate the mean of the log values by summing and dividing by the number of
observations (in this case, 10).
Mean of log10(xi) = (1+1+2+2+2+2+4+5+5+6) / 10 = 30 / 10 = 3
1. Take the antilog of the mean of the log values to get the geometric mean.
2. Antilog10(3) = 103 = 1,000.
3. The geometric mean of the set of data is 1,000.
Properties and uses of the geometric mean
 The geometric mean is the measure of choice for

variables measured on an exponential or logarithmic


scale, such as dilutional titers or assays.
 The geometric mean is often used for environmental

samples, when levels can range over several orders of


magnitude. For example, levels of coliforms in samples
taken from a body of water can range from less than 100
to more than 100,000.
 Mode, median, mean, and geometric mean — is a single
value that is used to represent all of the observed values
of a distribution.
 Each measure has its advantages and limitations. The
selection of the most appropriate measure requires
judgment based on the characteristics of the data (e.g.,
normally distributed or skewed, with or without
outliers, arithmetic or log scale) and the reason for
calculating the measure (e.g., for descriptive or analytic
purposes).
 Describe the dispersion (or variation) of
values from that peak in the distribution.
 Measures of spread include the range,
interquartile range and standard
deviation.
 The difference between its largest (maximum) value
and its smallest (minimum) value.
 Step 1. Identify the smallest (minimum) observation
and the largest (maximum) observation.
 Step 2. Subtract the minimum from the maximum
value.
 Represents the central portion of the distribution, from
the 25th percentile (Quartile 1) to the 75th percentile
(quartile 3).
 The interquartile range includes approximately one half
of the observations in the set, leaving one quarter of the
observations on each side.
 Step 1. Arrange the observations in increasing order.
 Step 2. Find the position of the 1st and 3rd quartiles with the following
formulas. Divide the sum by the number of observations.Position of
1st quartile (Q1) = 25th percentile = (n + 1) ⁄ 4
Position of 3rd quartile (Q3) = 75th percentile = 3(n + 1) ⁄ 4 = 3 × Q1
 Step 3. Identify the value of the 1st and 3rd quartiles.
 If a quartile lies on an observation (i.e., if its position is a whole number),
the value of the quartile is the value of that observation. For example, if the
position of a quartile is 20, its value is the value of the 20th observation.
 If a quartile lies between observations, the value of the quartile is the
value of the lower observation plus the specified fraction of the difference
between the observations. For example, if the position of a quartile is 20¼,
it lies between the 20th and 21st observations, and its value is the value of
the 20th observation, plus ¼ the difference between the value of the
20th and 21st observations.
 Step 4. Calculate the interquartile range as Q3 minus Q1.
 The standard deviation is the measure of spread used
most commonly with the mean (arithmetic mean).
 Step 1. Calculate the arithmetic mean.
 Step 2. Subtract the mean from each observation.
Square the difference.
 Step 3. Sum the squared differences.
 Step 4. Divide the sum of the squared differences by n
− 1.
 Step 5. Take the square root of the value obtained in
Step 4. The result is the standard deviation.
 The standard error of the mean refers to variability we
might expect in the means of repeated samples taken
from the same population.
 The mean for your sample is just one of an infinite
number of other sample means. The standard error
quantifies the variation in those sample means.
 Step 1. Calculate the standard deviation.
 Step 2. Divide the standard deviation by the
square root of the number of observations
(n).
The Confidence interval

 Picture the estimation of population


parameter with an interval around it.

Example: 95% confidence interval


Probability of trapping the population mean is 95
times out of 100 when used in repeated sampling
from the population – By chance 5% of the calculated
intervals will not trap the population mean
Example:
From a survey to estimate the average of
milk production in dairy farms in District
X, the results were obtained that the
average was 10-15 liters with a 95%
confidence level.
This means that if the research is
repeated 100 times, then 95 out of 100
times that the average milk production
will be in the interval between 10 and 15
liters.
Confidence Interval for the Mean

 Needed information for


calculation:
 Sample mean (an estimate of the
population mean)
 Standard error of the sample mean

 Appropriate t-value with n-1


“degrees of freedom”
Standard error of the mean (SEM)

 Calculation of SEM:
 standard error is equal to the sample standard
deviation/square root of the sample size

SEM  s / n
How to calculate the confidence interval for the mean?
x  t / 2, SE
or

x  t / 2, s / n
If n ≥ 30, at the 95% confidence level:

x  2s / n
Data Kualitatif (Data Kategori)
 Ringkasan data
 Proporsi contoh (p) sebagai penduga proporsi
populasi
 Cara menghitung p:
 Hitung jumlah dengan karakteristik yang
dipilih (x) lalu bagi dengan jumlah total (n).
 Mis., # ayam positif AI  x
 jumlah total unggas yang diamati  n
Galat baku untuk p:

p(1  p)
n
Confidence Interval for p

• What's the spread like?


– Almost normally distributed if the sample size
(n) is large (npq>5).
• Confidence interval for p:
p(1  p)
p  z / 2
n
Calculating Using Microsoft Excel

 On the tab Data 


select Data Analysis
 Select Descriptive
Statistics
Calculating Using Statistical Software:

 Open source
software:
 Epi Info
 Epi tools

 Statulator

 Dan lain-lain
Presenting Data
 Data analysis is an important component of
epidemiology practice.
 In examining data, one must first determine the data
type in order to select the appropriate display format.
 This lesson will focus on creating effective and attractive
tables and graphs
 A table is a set of data arranged in rows and columns.
 Tables are useful for demonstrating patterns, exceptions,
differences, and other relationships.
 Use a clear and concise title that describes animal, place and
time — what, where, and when — of the data in the table.
 Label each row and each column and include the units of
measurement for the data (for example, years, mm Hg, mg/dl,
rate per 100,000).
 Show totals for rows and columns, where appropriate. If you
show percentages (%), also give their total (always 100).
 Identify missing or unknown data either within the table or in
a footnote below the table.
 Explain any codes, abbreviations, or symbols in a footnote.
 Note exclusions in a footnote (e.g., 1 case and 2 controls with
unknown farms history were excluded from this analysis).
 Note the source of the data below the table or in a footnote if
the data are not original.
 A graph (used here interchangeably with chart)
displays numeric data in visual form
 A graph can display patterns, trends, aberrations,
similarities, and differences in the data that may not be
evident in tables
 A graph can be an essential tool for analyzing and trying
to make sense of data
 A graph is often an effective way to present data to
others less familiar with the data.
 The guidelines for categorizing data for tables also apply
 Ensure that a graphic can stand alone by clear labeling of title,
source, axes, scales, and legends
 Clearly identify variables portrayed (legends or keys), including
units of measure
 Minimize number of lines on a graph
 Generally, portray frequency on the vertical scale, starting at zero,
and classification variable on horizontal scale
 Ensure that scales for each axis are appropriate for data presented
 Define any abbreviations or symbols
 Specify any data excluded
 Shows patterns or trends over some variable, often time
 In epidemiology, this type of graph is used to show long
series of data and to compare several series
 Line graphs can display numbers, rates, proportions, or
other quantitative measures on the y-axis. Generally, the
x-axis for these graphs is used to portray the time period
of data occurrence, collection, or reporting (e.g., days,
weeks, months, or years)
Figure 1. The evolution of the quantity of pigmeat produced (2010 = 100) in
the study countries and in Germany and Denmark. Romania was not included
in the export graph because of visualization reasons. Sources: Eurostat, the
European Commission.
 A histogram is a graph of the frequency distribution of
a continuous variable, based on class intervals
 The area of each column is proportional to the number
of observations in that interval
 An epidemic curve is a histogram that displays the
number of cases of disease during an outbreak or
epidemic by times of onset. The y-axis represents the
number of cases; the x-axis represents date and/or
time of onset of illness.
Presentation of data with graphs
Histogram
Body
Bobotweight
badanofanak
a three-week-old
pedet calfminggu
babi umur tiga
16

Frekuensi 14

Frequency
12

10

0
2.55 - 3.05 3.55 - 4.05 4.55 - 5.05 5.55 - 6.05
3.05 - 3.55 4.05 - 4.55 5.05 - 5.55 6.05 - 6.55

Body weight
Bobot badan (kg)
(kg)
 A polygon, like a histogram, is the graph of a frequency
distribution
 In a polygon, the number of observations within an
interval is marked with a single point placed at the
midpoint of the interval. Each point is then connected to
the next with a straight line
 A frequency polygon contains the same area under the
line as does a histogram of the same data
POLYGON
Body weight
Bobot of a three-week-old
pedet
badan anak calf
babi umur tiga minggu

16
14
12

frekuensi
Frequency 10
8
6
4
2
0
2.3 2.8 3.3 3.8 4.3 4.8 5.3 5.8 6.3 6.8

Body
Bobotweight (kg)
badan (kg)
A polygon differs from a line graph in several ways:
 A polygon (or histogram) is used to display the entire

frequency distribution (counts) of a continuous variable


 A line graph is used to plot a series of observed data

points (counts or rates), usually over time


 A polygon must be closed at both ends because the area

under the curve is representative of the data


 A line graph simply plots the data points.
 A bar chart uses bars of equal width to display
comparative data
 Comparison of categories is based on the fact that the
length of the bar is proportional to the frequency of the
event in that category
A bar chart differs from a histogram:
 Appropriate data for bar charts include

qualitative/categorical data (e.g., race or


cause of death)
 A histogram shows frequency of a

quantitative/numerical variable
(e.g.,number of production, total plate
count)
 Arrange the categories that define the bars or groups of bars in a natural
order, such as alphabetical or increasing age, or in an order that will
produce increasing or decreasing bar lengths.
 Choose whether to display the bars vertically or horizontally.
 Make all of the bars the same width.
 Make the length of bars in proportion to the frequency of the event. Do
not use a scale break, because the reader could easily misinterpret the
relative size of different categories.
 Show no more than five bars within a group of bars, if possible.
 Leave a space between adjacent groups of bars but not between bars
within a group.
 Within a group, code different variables by differences in bar color,
shading, cross hatching, etc. and include a legend that interprets your
code.
Figure 3. The composition of different serogroups. The O:4(B) serogroup
consists of S. Derby, S. Typhimurium and S.I 4, [5],12:i:-; the O:3,10(E1)
serogroup consists of serovar London, Anatum and Uganda. The O:7(C1)
serogroup consists of S. Livingstone, S. Rissen, S. Infantis and S. Mbandaka. The
O:B (C2–C3) serogroup consists of S. Goldcoast.
Figure 1. The distribution of different serovars among four cities in Jiangsu province,
China. (A) The distribution of eleven serovars of Salmonella isolates. The dominant
serovars are Derby, London and Livingstone. (B) The map of Jiangsu province with
four cities (Zhenjiang, Changzhou, Wuxi, and Suzhou) which were examined in
current investigations. The number below the city name indicates the numbers of
isolates collected from individual city.
 A scatter diagram (or “scattergram”) is a graph that
portrays the relationship between two quantitative
variables, with the x-axis representing one variable
and the y-axis representing the other
 To interpret a scatter diagram, look at the overall
pattern made by the plotted points. A fairly compact
pattern of points from the lower left to the upper
right indicates a positive correlation, in which one
variable increases as the other increases. A compact
pattern from the upper left to lower right indicates a
negative or inverse correlation, in which one variable
decreases as the other increases. Widely scattered
points or a relatively flat pattern indicates little
correlation.
 Pie graphs are used for proportional assessment by
comparing data elements as percentages or counts
against other data elements and against the sum of
the data elements
 Conventionally, pie charts begin at 12 o’clock.
 The wedges should be labeled and arranged from largest
to smallest, proceeding clockwise, although the “other”
or “unknown” may be last.
 Shading may be used to distinguish between slices but is
not always necessary.
 Because the eye cannot accurately gauge the area of the
slices, the chart should indicate what percentage each
slice represents either inside or near each slice.
Figure 4. The distribution of Multilocus-sequence typing (MLST) type among
105 Salmonella isolates. Over half of these strains were ST40 and ST155 types.
We also found 13 new sequence types in 17 strains. The new sequence types
were named as MLST New 1–13 accordingly.
 A dot plot uses dots to show the relationship between a
categorical variable on the x-axis and a continuous
variable on the y-axis.
 A dot is positioned at the appropriate place for each
observation.
 The dot plot displays not only the clustering and spread
of observations for each category of the x-axis variable
but also differences in the patterns between categories.
 Shows the relationship between a continuous and a categorical
variable.
 the data are summarized by using “box-and-whiskers”.
 The “box” represents values of the middle 50% (or interquartile
range) of the data points, and the “whiskers” extend to the
minimum and maximum values that the data assume.
 The median is usually marked with a horizontal line inside the box.
 A box plot can use to show and compare the central location
(median), dispersion (interquartile range and range), and skewness
Bobot badan (kg)

Body weight (kg)

2
3
4
5
6
7
8

Jenis ras
Breed
BOX PLOT

B
F I G U R E 2 (a) The WFA+-M2BP value in patients with F3 in the CHC group
was significantly higher than that in the CHB group (P<.001). (b) The WFA+-
M2BP value in patients with F2 in the CHB group was
not significantly higher than that in the CHC group (P=.677)
Thank you
Divisi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Epidemiologi
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan
IPB University
Jl. Agatis Kampus IPB Dramaga Bogor 16680
Tlp/fax: 0251-8628811
Email: epidemiologi_fkhipb@apps.ipb.ac.id
PENYAJIAN DATA

Etih Sudarnika
Laboratorium Epidemiologi
Fakultas Kedokteran Hewan IPB
????

Proses Pengumpulan
Data
Pencatatan Data Numerik
Variable

ID Nama Spesies Hasil Uji Vaksinasi


HI
1 Ahmad Ayam 1 0
broiler
2 Abdullah Itik 0 1
3 Hasan Ayam 0 1
kampung
Record
Pembersihan Data
• Penting dilakukan sebelum data
dianalisis
• Diperiksa apakah ada data yang tidak
sesuai, salah ketik, atau salah
kategorisasi
• Dilakukan dengan mengeksplorasi
data: diagram dahan daun, box plot,
tabel distribusi frekuensi, crosstab
Data kuantitatif (numerik)
 Dihasilkan dengan cara mengukur atau mencacah.
 Data yang diperoleh dengan mengukur
 Misalnya berat badan, umur
 Data bersifat kontinu
 Tidak ada “gap” antar nilai data
 Data yang diperoleh dengan mencacah
 Misalnya Jumlah unggas
 Data bersifat diskret, data integer (bilangan bulat
positif)
Data Kualitatif (Data kategori)
 Nilainya berupa kategori

Dua tipe :
• Nominal
• Urutan tidak diperhatikan
• Misalnya:
Ras, sex
• Ordinal
• Urutan diperhatikan
• Misalnya:
Tingkat biosekuriti
Data kuantitatif dan kualitatif dirangkum,
dianalisa dan disajikan secara grafis dalam
berbagai tampilan
Diringkas

Data:
Dianalisis
Kuantitatif
Kualitatif Disajikan dalam
bentuk grafik
atau tabel
Statistik Ringkasan Data (Summary
Statistics)

Untuk Data Kuantitatif:


• Rataan
• Median
• Simpangan Baku
Cara Menghitung:
• Manual
• Kalkulator
• Komputer: Excel, SPSS, dll.
Statistika Inferensia
Polulasi

Statistika
Inferensia
Contoh
Statistika Inferensia
Proses penarikan kesimpulan terhadap
suatu populasi berdasarkan pengamatan
terhadap contoh yang ditarik dari
populasi tersebut

Akurasi ?
Presisi ?
Statistika Inferensia

• Pendugaan parameter
• Pengujian hipotesis
Tiga hal penting yang harus diperhatikan pada
peubah acak

• Bagaimana pemusatannya?
• Bagaimana keragamannya?
• Bagaimana bentuk
sebarannya?
• Apakah simetrik?
• Menjulur ke kiri
• Menjulur ke kanan?
• Atau pola lainnya?
 Kurva berbentuk
genta
 Simetri sempurna
sekitar rataan
 Luasan yang sama
dibawah kurva
 Rataan contoh adalah peubah
acak.
 Tiga pertanyaan menyangkut
peubah acak:
 Bagaimana pemusatannya?

 Bagaimana keragamannya?

 Bagaimana bentuk
sebarannya?
 Galat baku dihitung dengan:
 Membagi simpangan baku contoh dengan akar
kuadrat dari jumlah pengamatan sampel (n).

SE  s / n
Menggambarkan penduga rataan
dengan suatu selang nilai

Menggambarkan peluang nilai


rataan populasi terdapat pada selang
nilai tersebut.
Ilustrasi 1:
Dari suatu survey untuk menduga rataan
produksi susu di peternakan sapi perah
rakyat di Kabupaten X diperoleh hasil
bahwa rataannya adalah 10 - 15 liter
dengan tingkat kepercayaan 95%.
Artinya adalah jika penelitian tersebut
diulang 100 kali, maka peluang
diperoleh rataan terletak pada selang
tersebut adalah 95%
 Informasi yang diperlukan untuk
penghitungan:
 Rataan sampel (perkiraan dari
rataan populasi)
 Standard error dari rataan
sampel
 Nilai-t pada derajat bebas n-1
Bagaimana menghitung selang
kepercayaan untuk rataan?
x  t / 2, SE
atau

x  t / 2, s / n
 Ringkasan data
 Proporsi contoh (p) sebagai penduga
proporsi populasi
 Cara menghitung p:
 Hitung jumlah dengan karakteristik yang
dipilih (x) lalu bagi dengan jumlah total
(n).
 Mis., # ayam positif AI  x
 skor/jumlah total unggas yang diamati 
n
 Proporsi sampel (p) adalah variabel acak
 Tiga pertanyaan terkait:
 Bagaimana pemusatannya?
 Diduga dengan proporsi contoh
 Bagaimana keragamannya?
 Bagaimana bentuk sebarannya?
Simpangan baku untuk p:

p(1  p)
n
 Seperti apa penyebarannya?
 Hampir terdistribusi secara normal jika jumlah
sampel (n) besar. (npq>5)
 Bagaimana menghitung selang
kepercayaan?
p  z / 2 SE
atau
p (1  p )
p  z / 2
n
PEMBANDINGAN DUA POPULASI

• Contoh berpasangan
• Contoh tidak berpasangan
H0: d= = 0
d
t
( sd / n )
d = rataan beda pasangan contoh
sd = simpangan baku beda pasangan contoh
n = ukuran contoh
Keputusan: Jika thitung > ttabel  tolak H0
Beda Dua Nilai Tengah
1, 2 tidak diketahui, 1 = 2
H0 : 1 = 2
x1  x2
t 
1 1
sp 
n1 n2

( n  1) s 2
 ( n  1) s 2
s 2p  1 1 2 2

n1  n2  2
Keputusan: Jika thitung > ttabel  tolak H0
Beda dua proporsi
H0 : p1 = p2
( p1  p2 )
Z 
1 1
p (1  p )(  )
n1 n2

x1  x2
p 
n1  n2

Keputusan: Jika zhitung > ztabel  tolak H0


PERAGAAN DENGAN GRAFIK
HISTOGRAM
pedetbabi umur tiga minggu
Bobot badan anak
16
Frekuensi

14

12

10

0
2.55 - 3.05 3.55 - 4.05 4.55 - 5.05 5.55 - 6.05
3.05 - 3.55 4.05 - 4.55 5.05 - 5.55 6.05 - 6.55

Bobot badan (kg)


POLIGON
Bobot badan anak babi umur tiga minggu
pedet

16
14
12
frekuensi

10
8
6
4
2
0
2.3 2.8 3.3 3.8 4.3 4.8 5.3 5.8 6.3 6.8
Bobot badan (kg)
Bobot badan pedet umur tiga minggu

Bobot badan anak babi umur tiga minggu


pedet

2% 2% 2% 2.8 kg
10% 10%
3.3 kg
16% 3.8 kg
4.3 kg
4.8 kg
27% 5.3 kg
5.8 kg
31%
6.3 kg
BOX PLOT
8

2
A B

Jenis ras

Anda mungkin juga menyukai