Anda di halaman 1dari 75

HUBUNGAN KAUSALITAS

DALAM PENYIDIKAN
PENYEBAB PENYAKIT

drh. Rian Hari Suharto, M.Sc.


MK Epidemiologi Veteriner – PSKH FK Universitas Hasanuddin
Mata Kuliah Epidemiologi Veteriner

Tujuan instruksional Pokok


No. Subpokok bahasan Waktu Tanggal
khusus bahasan
9. Menjelaskan pola Hubungan 1. Postulat dasar dalam 2x50 21
hubungan kausalitas kausalitas penyidikan penyebab penyakit menit Oktober
antara faktor penyebab dalam secara epidemiologis 2022
dengan kejadian penyidikan 2. Pengujian hipotesis
penyakit penyebab 3. Derajat asosiasi antara faktor
penyakit dan penyakit: risiko relatif, rasio
ganjil, dan efek faktor
10. IDEM IDEM IDEM 2x50 28
menit Oktober
2022
Bagian 1. Postulat Dasar dalam
Penyidikan Penyebab Penyakit
secara Epidemiologis

 Macam-macam penyebab penyakit  Pengetahuan tambahan


 Perkembangan konsep penyebab penyakit  Kriteria Bradford Hill
 Postulat Koch  Model Rothman’s causal pie
 Segitiga epidemiologi  Model jejaring penyebab
 Postulat Evans
Apa yang menyebabkan
seekor hewan menjadi sakit?

?
Seekor hewan dapat menjadi sakit akibat
1. cacat genetik
2. proses degeneratif
diadopsi dari definisi
3. gangguan metabolisme penyakit hewan dalam
4. keracunan UU Peternakan dan Keswan
5. trauma fisik; dan
6. infestasi parasit dan infeksi mikroorganisme patogenik

Istilah
 Penyakit idiopatik = penyakit yang penyebabnya belum diketahui
 Penyakit iatrogenik = penyakit akibat intervensi medis
KONSEP TENTANG PENYEBAB PENYAKIT

Teori Teori Teori Teori kuman Penyebab


supranatural humoral miasma penyakit multifaktor

Masyarakat Peradaban Abad Zaman Epidemiologi


primitif Kuno Pertengahan modern tahun 1900-an
Penyebab penyakit menurut …

Teori supranatural Teori humoral Teori miasma Teori kuman penyakit


Roh jahat, kutukan Ketidakseimbangan Miasma (polusi, udara Patogen.
dewa, pengaruh benda- cairan tubuh, yaitu buruk, gas beracun) Teori ini dianut secara
benda langit, dsb. darah, empedu kuning, yang berasal dari luas sejak penemuan
Etimologi: empedu hitam, dan benda-benda kotor, berbagai bakteri
Influenza berasal dari dahak. seperti bangkai dan patogenik dan virus
bahasa Latin influentia, Konsep ini dikenal sejak materi organik lainnya pada abad ke-19.
yang diduga zaman Yunani Kuno dan yang membusuk.
Tokoh penting:
disebabkan oleh dihubungkan dengan Etimologi: Louis Pasteur,
pengaruh bintang empat unsur alam serta Malaria berasal dari Robert Koch.
(influence of the stars). empat temperamen bahasa Italia mala aria
manusia. ‘udara buruk’.
Postulat Koch (1884)
Robert Koch, seorang dokter Jerman, merancang empat
kriteria untuk menetapkan hubungan sebab-akibat antara
penyebab dan penyakit.
Koch menggunakan postulat ini untuk mendeskripsikan
penyebab tuberkulosis, yaitu Mycobacterium tuberculosis.
Ia mendapatkan penghargaan Nobel Fisiologi/Kedokteran
pada tahun 1905 atas temuan ini.

Bacaan lanjutan
Koch, R. (1884). "Die Aetiologie der Tuberkulose" [The etiology of tuberculosis].
Mittheilungen aus dem Kaiserlichen Gesundheitsamte (Reports from the
Imperial Office of Public Health). 2: 1–88.
Postulat Koch Hewan sakit Hewan sehat

erit-
suspek rosit
1. Suatu mikroorganisme (penyebab) harus ditemukan patogen
berlimpah pada semua organisme sakit, tetapi tidak
ditemukan pada organisme sehat. eritrosit

2. Mikroorganisme harus diisolasi dari organisme sakit spesimen


dikultur
dan ditumbuhkan dalam kultur/biakan murni.
tak ada
biakan patogen
patogen
3. Mikroorganisme yang dibiakkan akan menyebabkan
penyakit yang sama saat diinokulasikan ke hewan sehat
diinokulasi dengan
organisme sehat. Hewan sakit suspek patogen

4. Mikroorganisme harus diisolasi kembali dari inang suspek


patogen
eksperimental yang sakit dan dinyatakan identik kultur

dengan agen penyebab awal.


Kelemahan Postulat Koch
Meskipun postulat Koch dapat digunakan untuk mengidentifikasi mikroorganisme patogenik
sebagai penyebab spesifik suatu penyakit, tetapi pendekatan ini memiliki beberapa kelemahan,
di antaranya:

 Sejumlah individu bisa saja terinfeksi secara  Ada spesies patogen yang mengakibatkan
subklinis dan tidak menunjukkan tanda klinis berbagai penyakit. Sebaliknya, ada suatu
(asimtomatis). penyakit yang disebabkan oleh beberapa
 Beberapa mikroorganisme patogenik belum spesies patogen.
bisa diisolasi secara murni dan ditumbuhkan,  Postulat Koch tidak dapat digunakan untuk
terutama dengan teknologi saat itu. penyakit noninfeksius.
 Tidak semua individu rentan yang diinokulasi
organisme-penyebab akan terinfeksi dan
menunjukkan tanda penyakit.
Segitiga epidemiologi
Pada perkembangan selanjutnya, muncul pandangan bahwa suatu penyakit timbul akibat
interaksi yang sesuai antara inang, agen, dan lingkungan.

INANG AGEN
spesies, rumpun, jenis kelamin, dosis, virulensi, patogenisitas,
umur, perilaku, ukuran, bentuk, genotipe, dsb.
dan kekebalan tubuh, dsb.

LINGKUNGAN
iklim (suhu, kelembapan, curah hujan),
tempat tinggal, pakan, manajemen pemeliharaan, dsb.

Bacaan lanjutan: Frost, W.H. (1976). Some Conceptions of Epidemics in General. American Journal of Epidemiology, 103(2): 141–151.
Postulat Evans (1976)
Alfred S. Evans, epidemiolog AS, merumuskan sepuluh prinsip untuk menjelaskan konsep kausalitas
penyakit. Postulat Evans dapat digunakan baik untuk penyakit infeksius maupun penyakit noninfeksius.

1. Prevalensi penyakit pada kelompok yang terpapar A B


penyebab-diduga akan lebih tinggi secara signifikan
daripada kelompok kontrol yang tidak terlalu terpapar.

2. Paparan terhadap penyebab akan lebih sering ada


pada kelompok berpenyakit daripada kelompok
kontrol-tanpa-penyakit ketika semua faktor risiko lain
tetap konstan.

3. Insidensi penyakit pada kelompok yang terpapar ...


penyebab akan secara signifikan lebih tinggi daripada
kelompok yang tidak terpapar, sebagaimana yang Penyebab
terlihat dalam kajian prospektif. yang diduga
4. Secara temporal, penyakit akan muncul setelah
paparan terhadap penyebab dengan masa inkubasi masa inkubasi

yang berbentuk kurva distribusi normal. 4

5. Respons inang terhadap paparan penyebab


merupakan spektrum yang akan mengikuti gradien
biologis yang logis dari ringan sampai berat.

6. Respons inang yang dapat diukur (antibodi, sel kanker) 5


setelah terpapar penyebab akan muncul secara teratur
pada kelompok yang tidak memilikinya sebelum
paparan atau akan meningkat besar-besaran jika
respons tersebut telah ada sebelum paparan; pola ini
tidak akan terjadi pada kelompok yang tidak terpapar. 6

Sebelum Setelah
7. Pada percobaan reproduksi penyakit, insidensi akan
lebih tinggi pada kelompok yang terpapar penyebab
daripada kelompok yang tidak terpapar. 7
8. Eliminasi atau modifikasi penyebab atau vektor
pembawanya (misalnya pengendalian air atau udara
yang terkontaminasi atau penghilangan agen spesifik)
akan mengurangi insidensi penyakit.
8
X
9. Pencegahan atau modifikasi respons inang terhadap 9
paparan penyebab (seperti imunisasi dan pengobatan)
akan mengurangi atau menghilangkan penyakit.

10. Semua hal harus dapat dibuktikan secara biologis dan


epidemiologis. Bacaan lanjutan
Evans A.S. (1976). Causation and disease: the
Henle-Koch postulates revisited. The Yale Journal
of Biology and Medicine, 49(2): 175–195.
Kriteria Bradford Hill (1965)
Sir Austin Bradford Hill, ahli epidemiologi dan statistika Inggris, mengusulkan sembilan kriteria
untuk menyediakan bukti epidemiologis tentang hubungan sebab-akibat antara penyebab yang
diduga (misalnya merokok) dengan efek yang ditimbulkan (misalnya kanker paru).
Sembilan kriteria tersebut dijabarkan dalam prinsip berikut.

 Kekuatan (ukuran efek)  Plausibilitas


 Konsistensi (reproduksibilitas)  Koherensi
 Spesifisitas (hubungan dosis–respons)  Eksperimen
 Temporalitas  Analogi
 Gradien biologis

Bacaan lanjutan:
Hill, A.B. (1965). The Environment and Disease: Association or Causation?.
Proceedings of the Royal Society of Medicine. 58 (5): 295–300.
Rothman’s causal pie (1976)
Kenneth J. Rothman, epidemiolog AS, membuat model “pai penyebab“ yang digambarkan dengan
diagram pai. Munculnya suatu penyakit disebabkan oleh berbagai komponen individual.
Contoh: Suatu penyakit dapat disebabkan oleh lima komponen, yaitu A, B, C, D, dan E.
Tiga individu menderita penyakit tersebut; ketiganya memiliki komponen yang berbeda.

A B A B A E

C D D

individu 1 individu 2 individu 3

Sufficient cause: rangkaian penyebab yang kehadirannya mampu menimbulkan penyakit,


yaitu A-B-C, A-B-D, dan A-D-E.
Necessary cause : penyebab yang harus ada agar penyakit bisa muncul, yaitu A.

Bacaan lanjutan: Rothman, K.J. (1976). Causes. American Journal of Epidemiology, 104 (6): 587–592.
Faktor lingkungan Faktor inang

Perubahan Penurunan Tipe Rumput Pupuk Cuaca Estrus Disposisi Usia Laktasi
pakan musim asupan tanah tumbuh N dingin saraf
dingin ke pakan cepat
musim panas

Mg K N
tumbuhan tumbuhan tumbuhan Stres
rendah tinggi tinggi

Peningkatan Mg usus Rasio K/N Nonprotein Efek


laju pasase rendah usus tinggi usus tinggi endokrin
digesta

Penurunan penyerapan Mg Peningkatan hilangnya Mg

Magnesium darah turun


Model jejaring penyebab
(web of causation) Hipomagnesemia
Bagian 2. Asosiasi antara Faktor
dan Penyakit

 Jenis-jenis asosiasi
 Tabel kontigensi 2x2
 Pengujian hipotesis
 Penghitungan Chi-square secara manual
 Rumus Pearson Chi-square, Yate’s Corrected Chi-square, dan Fisher exact test
Dalam statistika, asosiasi adalah derajat ketergantungan antara dua variabel.

Sinonim tak hanya


= terdedah penyakit, bisa
= terekspos juga status
= terpapar kesehatan
= terpajan tertentu

Variabel 1 Variabel 2
Apakah ada asosiasi?
Apakah populasi/sampel Apakah populasi/sampel
terpapar suatu faktor? menderita suatu penyakit?

Ya Tidak Ya Tidak
(F+) (F-) (D+) (D-)
Asosiasi antara
dua variabel

Secara statistik Secara statistik


tidak berasosiasi berasosiasi

Asosiasi Asosiasi
nonkausal kausal

Asosiasi kausal Asosiasi kausal


langsung tidak langsung
Apakah suatu faktor berasosiasi dengan penyakit?
Suatu faktor berasosiasi dengan penyakit jika

1 2
F F F
F F
F F F F F
F
F F
F F F F
Faktor terdapat lebih sering Tingkat penyakit lebih tinggi secara signifikan
pada kelompok hewan sakit daripada pada kelompok terpapar faktor daripada
kelompok hewan tidak sakit kelompok tidak terpapar faktor.
Catatan

Jika dua variabel memiliki asosiasi positif, asosiasi tersebut bisa merupakan
hubungan sebab-akibat dan bisa juga tidak. Contoh:

Hiperplasia
B
mukosa abomasum
Keberadaan
Haemonchus A
contortus
C Anemia

Ketiga variabel saling berasosiasi positif secara statistik.

A → B dan A → C merupakan asosiasi kausal (sebab-akibat),


sedangkan B – C merupakan asosiasi nonkausal.
Jika ternyata dua variabel memiliki asosiasi kausal (sebab-akibat),
kausalitas tersebut bisa terjadi secara langsung atau secara tidak langsung

Asosiasi kausal secara langsung Asosiasi kausal secara tidak langsung

Trauma fisik A B Memar A B C


Leptospirosis Hemolisis Hemoglobinuria

Infeksi Rabies pada


A A
Salmonella kelelawar
Rabies
C Enteritis C pada
Infeksi manusia
Rabies pada
Canine B B
rubah
parvovirus
Tabel kontingensi 2x2
Kedua variabel, yaitu faktor (F) dan penyakit (D) dapat dihitung frekuensinya dan ditabulasikan
secara silang dalam tabel 2x2.

D+ D- Jumlah
jumlah hewan yang
F+ a b a+b terpapar faktor tertentu

F- c d c+d jumlah hewan yang


tidak terpapar
Jumlah a+c b+d n faktor tertentu

jumlah hewan berpenyakit tertentu


atau dengan status kesehatan tertentu jumlah sampel/populasi
jumlah hewan tanpa penyakit tertentu yang dikaji
atau tanpa status kesehatan tertentu
Contoh: Data penelitian konsumsi pakan kering (faktor) dan penyakit saluran kencing bagian
bawah pada kucing (penyakit):

FLUTD+ FLUTD- Jumlah

Pakan kering 15 25 40

Pakan basah 10 50 60

Jumlah 25 75 100
Asosiasi antara faktor dan penyakit (berupa data kategorik) dibuktikan secara statistik
menggunakan uji Chi-square (χ2) – dibaca kai-kuadrat.

Hipotesis nol (H0) = tidak ada ketergantungan = tidak ada asosiasi antara F dan D
Hipotesis alternatif (H1) = ada ketergantungan = ada asosiasi antara F dan D

Bandingkan χ2 hitung dengan χ2 tabel.

Kondisi jika atau jika Kesimpulan


H0 diterima χ2 hitung < χ2 tabel p>α Tidak ada asosiasi antara F dan D
H0 ditolak χ2 hitung > χ2 tabel p<α Ada asosiasi antara F dan D

dihitung dengan rumus α = tingkat signifikansi, biasanya 0,05


3,841 p = nilai probabilitas
(df = 1; α = 0,05)
Tabel Chi-square
α
0,99 0,95 0,9 0,1 0,05 0,025 0,01 0,005

1 – 0,004 0,016 2,706 3,841 5,024 6,635 7,879

2 0,020 0,103 0,211 4,605 5,991 7,378 9,210 10,597


df
3 0,115 0,352 0,548 6,251 7,815 9,348 11,345 12,838

4 0,297 0,711 1,064 7,779 9,488 11,143 13,277 14,860

dst.

df = degree of freedom Tabel 2x2 Tabel 2x3


= (jumlah baris – 1) x (jumlah kolom – 1) df = (2 – 1) x (2 – 1) df = (2 – 1) x (3 – 1)
=1x1 =1x2
=1 =2
Jika χ2 hitung < 3,841, Jika χ2 hitung > 3,841,
tidak ada asosiasi ada asosiasi
antara F dan D antara F dan D

0 3,841 dst.
Observed,
nilai yang diamati

(O – E)2
χ2 = Σ E Expected,
nilai yang diharapkan

jumlah
Nilai yang diamati (observed = O) Nilai yang diharapkan (expected = E)

FLUTD+ FLUTD- Jumlah E = total nilai baris x total nilai kolom


total semua nilai
Pakan
15 25 40
kering
a = 40x25/100 = 10 b = 40x75/100 = 30
Pakan c = 60x25/100 = 15 d = 60x75/100 = 45
10 50 60
basah

Jumlah 25 75 100
FLUTD+ FLUTD- Jumlah

Pakan
10 30 40
kering

Pakan
15 45 60
basah

Jumlah 25 75 100
Cara mendapatkan χ2 hitung:

Observed Expected (O – E)2


Nilai O–E (O – E)2
(O) (E) E

a 15 10 5 25 2,5

b 25 30 -5 25 0,833

c 10 15 -5 25 1,677

d 50 45 5 25 0,556

Jumlah 5,556 χ2 hitung

χ2 tabel = 3,841

χ2 hitung > χ2 tabel


sehingga H0 ditolak
Artinya, ada asosiasi antara faktor (pakan kering) dengan penyakit (FLUTD)
Rumus untuk data tidak berpasangan

Nama Digunakan jika ... Rumus

Pearson’s Chi-square masing-masing sel pada (ad – bc)2 x n


χ2 =
tabel 2x2 nilainya lebih dari 5 (a + b) (c + d) (a + c) (b + d)

Yate’s corrected Chi-square satu sel pada tabel 2x2 (| ad – bc | – 0,5n)2 x n


χ2 =
nilainya kurang dari 5 (a + b) (c + d) (a + c) (b + d)

Fisher exact test jumlah data terbatas; P = (a + b)! (c + d)! (a + c)! (b + d)!
total nilai kurang dari 15 a!b!c!d!n!

Referensi:
Sumiarto dan Budiharta (2021). Epidemiologi Veteriner Analitik. Yogyakarta: UGM Press.
Contoh: Soal sebelumnya

FLUTD+ FLUTD- Jumlah Pearson’s Chi-square

Pakan χ2 = (ad – bc)2 x n


15 25 40 (a + b) (c + d) (a + c) (b + d)
kering

Pakan = (15x50 – 25x10)2 x 100


10 50 60
basah 40x60x25x75

Jumlah 25 75 100 = 5002 x 100


4.500.000

= 25.000.000
4.500.000

χ2 = 5,556 Ada asosiasi antara F dan D


Contoh 2:

Anestrus Anestrus Yate’s corrected Chi-square


Jumlah
+ -
χ2 = (| ad – bc | – 0,5n)2 x n
Tipe (a + b) (c + d) (a + c) (b + d)
2 9 11
usaha A
= (|2x200 – 9x45| – 0,5x256)2 x 256
Tipe 11x245x47x209
45 200 245
usaha B
= (5 – 128)2 x 256
Jumlah 47 209 256 26.472.985

= 3.873.024
26.472.985

χ2 = 0,146 Tidak ada asosiasi antara F dan D

Jika menggunakan Pearson’s Chi-square, hasilnya lebih kecil lagi: χ2 = 0,00024


Contoh 3:

Penyakit X + Penyakit X - Jumlah Fisher exact test

Konsumsi P = (a + b)! (c + d)! (a + c)! (b + d)!


5 2 7 a! b! c! d! n!
A

Konsumsi = 7!6!8!5!_
3 3 6
B 5!2!3!3!13!

Jumlah 8 5 13 P = 0,3263

Ptabel = α = 0,05

Karena Phitung > Ptabel


maka tidak ada asosiasi antara F dan D
Penentuan kolom faktor
Di suatu daerah, dari 300 ekor sapi yang telah divaksin penyakit mulut dan kuku (PMK),
12 ekor di antaranya positif penyakit tersebut. Sementara itu, dari 500 ekor sapi yang belum
divaksin, 100 di antaranya positif PMK. Apakah ada asosiasi antara status vaksinasi dengan PMK?

PMK+ PMK- Jumlah PMK+ PMK- Jumlah

Belum Sudah
100 400 500 12 288 300
vaksin vaksin

Sudah Belum
12 288 300 100 400 500
vaksin vaksin

Jumlah 112 688 800 Jumlah 112 688 800

Meskipun kolom F ditukar,


χ2 = 39,87 χ2 = 39,87
nilai χ2 tetap sama
Latihan soal
Sebanyak 36 ekor kucing diperiksa fesesnya untuk diagnosis helmintiasis (cacingan).
Apakah ada asosiasi antara jenis kelamin kucing dengan infeksi cacing?
No. JK Cacingan No. JK Cacingan No. JK Cacingan
1 Jantan Ya 13 Betina Tidak 25 Betina Tidak
2 Betina Tidak 14 Betina Ya 26 Jantan Ya
3 Jantan Ya 15 Jantan Tidak 27 Jantan Ya
4 Jantan Tidak 16 Jantan Ya 28 Jantan Tidak
5 Betina Tidak 17 Jantan Tidak 29 Betina Tidak
6 Jantan Tidak 18 Betina Tidak 30 Jantan Tidak
7 Betina Ya 19 Betina Ya 31 Betina Tidak
8 Betina Ya 20 Betina Tidak 32 Betina Ya
9 Betina Tidak 21 Betina Tidak 33 Jantan Tidak
10 Jantan Tidak 22 Jantan Ya 34 Betina Ya
11 Jantan Tidak 23 Jantan Tidak 35 Jantan Tidak
12 Betina Ya 24 Betina Tidak 36 Jantan Tidak
Tabel 2x2
Cacing+ Cacing- Jumlah (O – E)2
Nilai O E O–E (O – E)2
E
Jantan 6 12 18 Cara 1
a 6 6,5 -0,5 0,25 0,038
Betina 7 11 18
b 12 11,5 0,5 0,25 0,022
Jumlah 13 23 36
c 7 6,5 0,5 0,25 0,038

d 11 11,5 -0,5 0,25 0,022

Jumlah 0,120

Cara 2
Pearson’s Chi-square
Kesimpulan
χ2 = (ad – bc)2 x n
Tidak ada asosiasi antara
(a + b) (c + d) (a + c) (b + d)
jenis kelamin kucing dengan
infeksi cacing = (6x11 – 12x7)2 x 36 = 11.664 = 0,1204
13x23x18x18 96.876
Bagian 3. Derajat Asosiasi antara
Faktor dan Penyakit

 Kajian observasional  Derajat/kekuatan asosiasi


 Kajian kohort  Risk ratio (relative risk)
 Kajian kasus-kontrol  Odds ratio
 Kajian lintas seksional (potong-lintang)  Efek faktor
 Attributable risk
 Attributable fraction
proses ilmiah dalam menjawab
pertanyaan menggunakan Kajian (Studi) Epidemiologis
data dari populasi

membandingkan kelompok
dan menguji hipotesis
menggambarkan distribusi
Epidemiologi Epidemiologi (mengapa, bagaimana)
penyakit pada populasi
deskriptif analitik penyebab, faktor risiko, atau
(siapa, di mana, kapan)
determinan penyakit serta
keluarannya
 Survei
 Laporan kasus
 Serial kasus

tidak ada intervensi atau Kajian Kajian


perlakuan terhadap subjek observasional eksperimental

Istilah
 Kajian kohort  Uji klinis
 Kajian longitudinal: meneliti subjek berulang kali  Kajian kasus-kontrol  Uji komunitas
 Prospektif: ke arah masa depan  Kajian lintas seksional  Uji acak terkendali
 Retrospektif: ke arah masa lampau (potong lintang)
Hierarki bukti
Ada puluhan model piramida hierarki bukti yang diusulkan; struktur umumnya adalah sbb:

tinggi

Meta-analisis
Tinjauan sistematis

Uji acak terkendali

Kualitas Kajian kohort

Kajian lintas seksional, kasus-kontrol

Laporan kasus, serial kasus

rendah Opini pakar


Kajian lintas seksional
Kajian kohort Kajian kasus-kontrol
(potong lintang)

 dimulai dari menentukan  dimulai dari menentukan  dimulai dari menentukan


kelompok terpapar faktor (F+) kelompok kasus (D+) dan besaran sampel (n)
dan tidak terpapar faktor (F-); kelompok kontrol atau tanpa  identifikasi kelompok terpapar
semuanya tanpa penyakit kasus (D-) dan tidak terpapar faktor (F+, F-)
 observasi perkembangan  identifikasi kelompok terpapar serta kelompok berpenyakit
penyakit untuk mengidentifikasi dan tidak terpapar faktor (F+, F-) dan tidak berpenyakit (D+, D-)
kelompok berpenyakit dan dilakukan kemudian dilakukan pada waktu yang
tidak berpenyakit (D+, D-) sama

D+ D- Jml D+ D- Jml D+ D- Jml

F+ a+b F+ ? F+ ?

F- c+d F- ? F- ?

Jml ? ? Jml a+c b+d Jml ? ? n


Kajian lintas seksional
Kajian kohort Kajian kasus-kontrol
(potong lintang)

 paling berkualitas untuk  cocok untuk penyakit langka  penelitian yang paling mudah,
menentukan hubungan antara (prevalensi kecil) dan penyakit murah, dan singkat
F dan D dengan masa inkubasi yang  hanya memberikan prevalensi
 memberikan urutan kejadian panjang
 tidak memiliki dimensi waktu
dan insidensi  waktu penelitian cukup singkat
 sangat dipengaruhi cara
 membutuhkan waktu penelitian dan murah
penentuan sampel
yang lama dan biaya yang  Tidak menunjukkan urutan
mahal waktu antara F dan D
Pengukuran derajat asosiasi: Pengukuran derajat asosiasi: Pengukuran derajat asosiasi:
 Risk ratio/relative risk (RR)  Odds ratio (OR)  Risk ratio/relative risk (RR)
 Odds ratio (OR)  Odds ratio (OR)
A. Derajat/kekuatan asosiasi
1 3

RR RRpop
2 4
risk ratio/ population
relative risk relative risk ORpop
OR
odds ratio population
odds ratio

B. Efek/dampak faktor
5 7

AR PAR
6 population 8
attributable
attributable
risk
AF risk
PAF
population
attributable
attributable
fraction
fraction
Perbedaan risk dan odds
Risiko Odds
Peluang terjadinya suatu hal dibandingkan Peluang terjadinya suatu hal dibandingkan
peluang terjadinya semua hal. peluang terjadinya hal lainnya,

p p

p
q q

Contoh: Risiko munculnya angka 1 atau 2 pada Contoh: Odds munculnya angka 1 atau 2 pada
sekali lemparan dadu sekali lemparan dadu
= Peluang munculnya angka 1 atau 2 = Peluang munculnya angka 1 atau 2
Peluang munculnya angka 1, 2, 3, 4, 5, atau 6 Peluang munculnya angka 3, 4, 5, atau 6
= 2 = 0,33 = 2 = 0,5
6 4
Perbedaan risk ratio (RR) dan odds ratio (OR)
1. Risk ratio = relative risk = risiko relatif 2. Odds ratio = rasio ganjil(?)

= risiko penyakit pada kelompok terpapar = odds penyakit pada kelompok terpapar
risiko penyakit pada kelompok tidak terpapar odds penyakit pada kelompok tidak terpapar

= a / (a+b) = a/b = ad
c / (c+d) c/d bc

RR = 15/40 = 0,375 = 2,25 FLUTD+ FLUTD- Jumlah OR = 15/25 = 0,6 = 3


10/60 0,167 10/50 0,2
Pakan
15 25 40
kering
“Kucing yang diberi pakan “Kejadian FLUTD 3 kali lipat
Pakan
kering 2,25 kali lebih berisiko 10 50 60 lebih besar pada kucing yang
basah
FLUTD dibandingkan kucing diberi pakan kering
yang diberi pakan basah.” Jumlah 25 75 100 dibandingkan pakan basah.”
Apa yang terjadi jika kolom faktor ditukar?

FLUTD+ FLUTD- Jumlah FLUTD+ FLUTD- Jumlah

Pakan Pakan
15 25 40 10 50 60
kering basah

Pakan Pakan
10 50 60 15 25 40
basah kering

Jumlah 25 75 100 Jumlah 25 75 100

χ2 = 5,56 χ2 = 5,56
RR = 2,25 RR = 0,44
OR = 3 OR = 0,33

 Jika RR atau OR < 1 maka F diasosiasikan dengan penurunan D


 Jika RR atau OR = 1 maka F tidak berefek pada D
 Jika RR atau OR >1 maka F diasosiasikan dengan peningkatan D
Latihan soal

PMK+ PMK- Jumlah PMK+ PMK- Jumlah

Belum Sudah
100 400 500 12 288 300
vaksin vaksin

Sudah Belum
12 288 300 100 400 500
vaksin vaksin

Jumlah 112 688 800 Jumlah 112 688 800

χ2 = 38,87 χ2 = 38,87
RR = .... RR = ....
OR = .... OR = ....

Interpretasi RR? Interpretasi RR?


Interpretasi OR? Interpretasi OR?
Penting
Sebelum menghitung derajat (kekuatan) asosiasi dengan RR atau OR,
pastikan dulu apakah terdapat asosiasi antara faktor dengan penyakit

Cacing+ Cacing- Jumlah

Jantan 6 12 18

Betina 7 11 18

Jumlah 13 23 36

χ2 = 0,12

RR dan OR tidak dihitung


karena tidak ada asosiasi
antara F dan D
!
Selang kepercayaan 95% untuk RR dan OR
= confidence interval (CI)

RR dan OR yang diperoleh dari suatu kajian (sebuah tabel 2x2) belum tentu mencerminkan kondisi
yang sebenarnya dan jika kajiannya diulang, belum tentu menghasilkan angka yang serupa.
Oleh karena itu, nilai RR dan OR dapat dinyatakan dalam rentang angka – biasanya dengan CI 95%

CI 95% untuk RR CI 95% untuk OR

eln RR + 1,96 x √(1/a – 1/a+b + 1/c – 1/c+d) eln OR + 1,96 x √(1/a + 1/b + 1/c + 1/d)
 plus untuk batas atas
 minus untuk batas bawah
natural log
Penghitungan CI 95% ini biasanya dilakukan
di aplikasi statistika atau dengan rumus
bilangan Euler (~2,71828)
di Microsoft Excel atau Google Spreadsheet.
Tabel 2x2 χ2 dan P RR dan OR Diagram RR dan OR
RR
D+ D- Jml χ2 = 5,56 RR = 2,25
F+ 15 25 40 P = 0,02 (95% CI = 1,12 – 4,5) 0 1 2 3 4

F- 10 50 60 OR
Ada asosiasi OR = 3
Jml 25 75 100 0 1 2 3 4
(95% CI = 1,18 – 7,63)

D+ D- Jml χ2 = 39,867 RR = 5
P = 0,0000000003 (95% CI = 2,79 – 8,94) 0 1 2 3 4
F+ 100 400 500
F- 12 288 300
Ada asosiasi OR = 6
Jml 112 688 800 0 1 2 3 4
(95% CI = 3,24 – 11,13)

D+ D- Jml χ2 = 0,12 RR = 1,17 RR

F+ 7 11 18 P = 0,73 (95% CI = 0,49 – 2,79)


0 1 2 3 4
F- 6 12 18
Tidak ada asosiasi OR = 1,27 OR
Jml 13 23 36
(tidak signifikan) (95% CI = 0,33 – 4,98) 0 1 2 3 4
RR dan OR pada tingkat populasi
RR dan OR merupakan parameter yang paling sering digunakan untuk mengukur derajat asosiasi.
Meskipun demikian, ada dua parameter lain yang sesekali digunakan, yaitu RR populasi (RRpop)
dan OR populasi (ORpop).

1 2
RR = risiko penyakit pada kelompok terpapar OR = odds penyakit pada kelompok terpapar
risiko penyakit pada kelompok tidak terpapar odds penyakit pada kelompok tidak terpapar

RRpop = risiko penyakit pada populasi ORpop = odds penyakit pada populasi
risiko penyakit pada kelompok tidak terpapar odds penyakit pada kelompok tidak terpapar

3 4
3. Population risk ratio = RRpop 4. Population odds ratio = ORpop

= risiko penyakit pada populasi = odds penyakit pada populasi


risiko penyakit pada kelompok tidak terpapar odds penyakit pada kelompok tidak terpapar

= (a+c) / n = (a+c) / (b+d) = (a+c) d


c / (c+d) c/d (b+d) c

RRpop ORpop
= 25/100 = 0,25 = 1,5 FLUTD+ FLUTD- Jumlah
= 25/75 = 0,33 = 1,67
10/60 0,167 10/50 0,2
Pakan
15 25 40
kering
“Populasi kucing 1,5 kali lebih “Kejadian FLUTD pada
Pakan
berisiko mengalami FLUTD 10 50 60 populasi kucing 1,67 kali lipat
basah
akibat pemberian pakan lebih besar akibat pemberian
kering.” Jumlah 25 75 100 pakan kering.”
Risiko FLUTD+ FLUTD- Jumlah Odds

Pakan
15/40 = 0,375 15 25 40 15/25 = 0,6
kering

10/60 = 0,167 Pakan 10/50 = 0,2


10 50 60
basah

25/100 = 0,25 Jumlah 25 75 100 25/175 = 0,33

1 2
RR = 0,375 = 2,25 Risiko FLUTD kucing pakan OR = 0,6 = 3 Kejadian FLUTD kucing pakan
0,167 kering dibanding pakan basah 0,2 kering dibanding pakan basah

RRpop = 0,25 = 1,5 Risiko FLUTD populasi kucing ORpop = 0,33 = 1,67 Kejadian FLUTD populasi kucing
0,167 akibat pemberian pakan kering 0,2 akibat pemberian pakan kering

3 4
Efek faktor

Selain kekuatan asosiasi,


dampak atau efek kehadiran suatu faktor terhadap penyakit juga dapat diukur;
biasanya dalam bentuk attributable risk (AR) dan attributable fraction (AF)

serta population attributable risk (PAR) dan population attributable fraction (PAF)

Interpretasi efek faktor:


 Seberapa banyak kasus penyakit yang diatribusikan (dianggap disebabkan
oleh) paparan faktor? atau
 Seberapa banyak kasus penyakit yang dapat dieliminasi (atau diturunkan)
jika kita mengeliminasi paparan faktor?
5. Attributable Risk (AR)

Attributable risk (disebut juga excess risk atau risk difference) adalah bagian dari kasus penyakit
pada kelompok terpapar faktor yang diatribusikan kepada paparan faktor. Angka ini diperoleh
dari selisih antara risiko penyakit pada kelompok terpapar dengan kelompok tidak terpapar.

AR = risiko penyakit pada – risiko penyakit pada


kelompok terpapar kelompok tidak terpapar

= a / a+b – c / c+d

Nilai AR berkisar dari –1 hingga 1


 Jika AR > 0, paparan faktor menaikkan tingkat penyakit
 Jika AR < 0, paparan faktor menurunkan tingkat penyakit
Contoh 1
FLUTD+ FLUTD- Jumlah Risiko

Pakan
15 25 40 15/40 = 0,375
kering

Pakan 10/60 = 0,167


10 50 60
basah

Jumlah 25 75 100 25/100 = 0,25

AR = risiko pada (F+) – risiko pada (F-)


= 0,375 – 0,167
AR = 0,208 = 20,8 dari 100 (F+)

“Sebanyak 0,208 (20,8 dari 100) kasus FLUTD pada kelompok kucing-pakan kering
yang diatribusikan pada faktor pakan kering.”
Diagram untuk contoh 1
dst

0,4
0,375 = 37,5 dari 100
0,208 = 20,8 dari 100 Risiko penyakit (FLUTD) pada kelompok
0,3 Peningkatan kasus penyakit pada kelompok F+ terpapar faktor (kucing-pakan kering)
yang diatribusikan pada paparan faktor

0,2 0,167 = 16,7 dari 100


Risiko penyakit (FLUTD) pada kelompok tidak
terpapar faktor (kucing-pakan basah)
0,1

0
Ilustrasi untuk contoh 1

FLUTD pada kucing-pakan kering FLUTD pada kucing-pakan basah


37,5 dari 100 16,7 dari 100

vs

20,8 dari 100


FLUTD pada kucing-pakan kering
yang diatribusikan pada faktor pakan kering
Contoh 2
PMK+ PMK- Jumlah Risiko

Sudah
12 288 300 12/300 = 0,04
vaksin

Belum
100 400 500 100/500 = 0,2
vaksin

Jumlah 112 688 800 112/800 = 0,14

AR = risiko pada (F+) – risiko pada (F-)


= 0,04 – 0,2
AR = –0,16 = 16 dari 100 (F+)

“Sebanyak 0,16 (16 dari 100) penurunan kasus PMK pada kelompok sapi yang sudah divaksin
diatribusikan pada faktor vaksinasi.”
Diagram untuk contoh 2
dst

0,4

0,3

0,2 0,2 = 20 dari 100


–0,16 = 16 dari 100 Risiko penyakit (PMK) pada kelompok
Penurunan kasus penyakit pada kelompok F+ tidak terpapar faktor (belum divaksin)
0,1 yang diatribusikan pada paparan faktor

0,04 = 4 dari 100


Risiko penyakit (PMK) pada kelompok
0
terpapar faktor (sudah divaksin)
Ilustrasi untuk contoh 2

PMK pada sapi sudah vaksin PMK pada sapi belum vaksin
4 dari 100 20 dari 100

vs

16 dari 100
Penurunan PMK pada sapi sudah vaksin
yang diatribusikan pada faktor vaksinasi
6. Attributable Fraction (AF)

Attributable fraction (disebut juga attributable risk fraction) adalah persentase dari
kasus penyakit pada kelompok terpapar yang diatribusikan kepada paparan faktor.

AF = attributable risk (AR) x 100% AF = RR – 1 x 100%


atau
risiko penyakit pada RR
kelompok terpapar
= a / a+b – c / c+d x 100%
a / a+b

AF adalah AR yang dipersentasekan


Contoh 1
FLUTD+ FLUTD- Jumlah Risiko

Pakan
15 25 40 15/40 = 0,375
kering

Pakan 10/60 = 0,167


10 50 60
basah

Jumlah 25 75 100 25/100 = 0,25

AF = AR / risiko pada (F+) x 100%


= 0,208 / 0,375 x 100%
AF = 55,56% (F+)

“Sebanyak 55,56% peningkatan kasus FLUTD pada kelompok kucing-pakan kering


diatribusikan pada faktor pakan kering.”
Ilustrasi untuk contoh 1

FLUTD pada kucing-pakan kering FLUTD pada kucing-pakan basah


37,5 dari 100 16,7 dari 100

vs

20,8 dari 100 = 55,5%


Persentase FLUTD pada kucing-pakan kering = Persentase penurunan FLUTD pada
yang diatribusikan pada faktor pakan kering kucing-pakan kering jika pakan kering
tidak diberikan
Contoh 2
PMK+ PMK- Jumlah Risiko

Sudah
12 288 300 12/300 = 0,04
vaksin

Belum
100 400 500 100/500 = 0,2
vaksin

Jumlah 112 688 800 112/800 = 0,14

AF = AR / risiko pada (F+) x 100%


= –0,16 / 0,04 x 100%
AF = –400% (F+)

“Sebanyak 400% penurunan kasus PMK pada kelompok sapi yang sudah divaksin
diatribusikan pada faktor vaksinasi.”
Ilustrasi untuk contoh 2

PMK pada sapi sudah vaksin PMK pada sapi belum vaksin
4 dari 100 20 dari 100

vs

16 dari 100 = 400%


Persentase penurunan PMK pada sapi sudah vaksin
yang diatribusikan pada faktor vaksinasi
Efek faktor pada tingkat populasi

Sama seperti RR dan OR,


AR dan AF juga dapat dihitung pada tingkat populasi
5 6
AR = risiko penyakit pada – risiko penyakit pada AF = attributable risk (AR) x 100%
kelompok terpapar kelompok tidak terpapar risiko penyakit pada kelompok terpapar

= a / a+b – c / c+d = a / a+b – c / c+d x 100%


a / a+b

7 8
PAR = risiko penyakit pada – risiko penyakit pada PAF = population attributable risk (PAR) x 100%
populasi kelompok tidak terpapar risiko penyakit pada populasi

= a+c / n – c / c+d = a+c / n – c / c+d x 100%


a+c / n
Contoh 1 : FLUTD+ FLUTD- Jumlah Risiko

Pakan
15 25 40 15/40 = 0,375
kering

Pakan 10/60 = 0,167


10 50 60
basah

5 Jumlah 25 75 100 25/100 = 0,25 6


AR = 0,375 – 0,167 Kasus FLUTD pada kucing AF = 0,208 x 100% = 55,6%
= 0,208 dengan pakan kering 0,375
= 20,8 dari 100 yang diatribusikan pada
faktor pakan kering Persentase FLUTD pada kucing dengan pakan
kering yang diatribusikan pada faktor pakan kering

7 8
PAR = 0,25 – 0,167 Kasus FLUTD pada populasi PAF = 0,083 x 100% = 33,3%
= 0,083 kucing yang diatribusikan pada 0,25
= 8,3 dari 100 faktor pakan kering; atau
Penurunan FLUTD pada populasi Persentase FLUTD pada populasi kucing yang
jika pakan kering tidak diberikan diatribusikan pada faktor pakan kering
Ilustrasi untuk contoh 1

FLUTD pada populasi kucing FLUTD pada kucing-pakan basah


25 dari 100 16,7 dari 100

vs

PAR PAF

8,3 dari 100 = 33,5%


Tingkat/persentase FLUTD populasi kucing = Persentase penurunan FLUTD pada
yang diatribusikan pada faktor pakan kering populasi kucing jika pakan kering tidak
diberikan
Contoh 2 : PMK+ PMK- Jumlah Risiko

Sudah
12 288 300 12/300 = 0,04
vaksin

Belum
100 400 500 100/500 = 0,2
vaksin

Jumlah 112 688 800 112/800 = 0,14


5 6
AR = 0,04 – 0,2 Kasus PMK pada sapi AF = –0,16 x 100% = –400%
= –0,16 sudah divaksin 0,04
= –16 dari 100 yang diatribusikan pada
faktor vaksinasi Persentase penurunan PMK pada sapi sudah
divaksin yang diatribusikan pada faktor vaksinasi

7 8
PAR = 0,14 – 0,2 Kasus PMK pada populasi PAF = –0,06 x 100% = –42%
= –0,06 sapi yang diatribusikan pada 0,14
= –6 dari 100 faktor vaksinasi; atau
Penurunan PMK pada populasi Persentase penurunan PMK pada populasi sapi
sapi jika sudah divaksin yang diatribusikan pada faktor vaksinasi
Ilustrasi untuk contoh 2

PMK pada populasi sapi PMK pada sapi belum vaksin


14 dari 100 20 dari 100

vs

PAR PAF

–6 dari 100 = – 42%


Tingkat/persentase PMK pada populasi sapi = Persentase penurunan PMK pada
yang diatribusikan pada faktor vaksinasi populasi sapi jika sudah vaksinasi
Rangkuman
Aspek Pengukuran Singkatan Rumus

Kekuatan Relative risk RR a/(a + b) / (c/c+d)


asosiasi
Odds ratio OR (a/b) / (c/d)

Population relative risk RRpop (a+c)/n / (c/c+d)

Population odds ratio ORpop (a+c/b+d) / (c/d)

Efek Attributable rate AR (a/a+b) – (c/c+d)


faktor
Attributable fraction AF AR / (a/a+b) atau (RR – 1) / RR

Population attributable rate PAR [(a + c)/n] – [c/(c + d)] atau [(a + b)/n] x AR

Population attributable fraction PAF PAR/[(a + c)/n]


Bacaan Lanjutan
 Martin, S.W.; Meek, A.H.; dan Willeberg, P. (1987). Veterinary Epidemiology: Principles and
Methods. Iowa: Iowa State University Press. ISBN 978-081-381-856-6.
 Smith, R.D. (2019). Veterinary Clinical Epidemiology: From Patient to Population, 4th edition.
Florida: CRC Press. ISBN 978-113-839-242-7.
 Sumiarto, B. dan Budiharta, S. (2018). Epidemiologi Veteriner Analitik. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. ISBN 978-602-386-301-3.
 Thelle, Dag S. dan Laake, Petter (2015). Research in Medical and Biological Science. Chapter
9: Epidemiology. Elsevier. hlm. 275–320. doi:10.1016/b978-0-12-799943-2.00009-4. ISBN
978-0-12-799943-2.
 Thrusfield, M. dan Christley, R. (2018). Veterinary Epidemiology, 4th edition. New Jersey:
Wiley-Blackwell. ISBN 978-111-828-028-7.

Anda mungkin juga menyukai