PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sapi perah merupakan ternak yang mampu menghasilkan produk susu sebagai
produk utamanya. Sapi perah mulai diperkenalkan pada rakyat Indonesia pada zaman
kolonialisasi Belanda di akhir abad ke 19. Ini berarti, sapi perah sudah dikenal oleh
rakyat Indonesia kurang lebih 125 tahun. Dilihat dari jumlah populasi yang ada,
jumlah populasi sapi perah sampai dengan tahun 2009 baru mencapai 370 ribuan.
Padahal agribisnis sapi perah sudah berjalan lebih dari satu abad (Subandriyo, 2009).
Alasan saya mengambil topik ini sebab konsumsi akan susu dari tahun ke
tahun terus meningkat. Peningkatan ini sejalan dengan makin meningkatnya tingkat
permintaan belum diikuti dengan peningkatan produksi karena banyak kendala yang
peningkatan produksi susu sapi perah dapat dilaksanakan melalui perbaikan makanan,
yaitu faktor lingkungan dan faktor perilaku manusia, misalnya adalah cara
penanganan makanan dan minuman yang sehat dan bergizi, termasuk juga yang
didalamnya penanganan susu sapi perah. Susu merupakan bahan pangan yang
mengandung kalori 66 kkal, protein 3,2 gr, lemak 3,7 gr, laktosa 4,6 gr, zat besi 0,1
mg, kalsium 120 mg, dan vitamin A 100 IU. Susu sangat penting untuk mendorong
pertumbuhan tubuh sejak kecil sampai dewasa. Di lain pihak susu merupakan bahan
pangan yang mudah sekali rusak dan dapat menjadi sumber penyakit bagi manusia
B. Rumusan Masalah
a. Apa saja faktor yang dapat mempengaruhi Produksi Susu Sapi Perah yang ada di
Kabupaten Enrekang?
b. Bagimana cara mengatasi masalah produksi susu pada sapi perah tersebut?
C. Tujuan Penulisan
a. Untuk mengetahui apa saja faktor yang dapat mempengaruhi Produksi Susu Sapi
b. Untuk mengetahui bagaimana cara mengatasi masalah Produksi Susu Sapi Perah
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sapi perah sangat sensitif terhadap lingkungan yang panas (stres panas) dapat
estradiol, penurunan konsentrasi LH, dan penurunan sekresi progesteron. Pengaruh lain
akibat stres panas menyebabkan kualitas susu terganggu, penurunan produktivitas susu
sebesar 35%-40%, lemak, dan persentase protein. Akibat stres panas juga dapat
meningkatkan skor sel somatik sebagai ambang batas yang menandai penurunan tajam
secara signifikan dalam parameter tersebut. Akibat lebih lanjut terjadinya adaptasi
metabolik stres panas yang ditimbulkan menyebabkan penurunan nafsu makan dan
Stres panas dapat juga dapat menyebabkan gangguan metabolisme dan menimbulkan
kematian. Pengaruh stres panas akan beresiko turunnya angka konsepsi (CR), efek pada
kesuburan, penurunan perkembangan embrio dan kelangsungan hidup embrio. Studi stres
panas lingkungan pada ternak sapi perah pada umumnya lebih dititikberatkan pada suhu
dan kelembaban udara. Interaksi suhu dan kelembaban udara disebut dengan indeks suhu-
kelembaban (THI) yang digunakan sebagai indeks untuk menilai tingkat stres panas pada
sapi perah. Indeks suhu dan kelembaban udara yang efektif atau nyaman merupakan faktor
lingkungan yang memengaruhi kesejahteraan dan kinerja sapi perah. Penelitian dilakukan
pemeliharaan terhadap efisiensi reproduksi sapi perah di Kabupaten Bogor (Makin, 2001).
Akibat lebih lanjut dari stres panas, menyebabkan konsumsi pakan berkurang yang
akan memengaruhi konsentrasi hormon dalam darah sebagai metabolisme utama dan
faktor pertumbuhan yang diperlukan untuk pertumbuhan folikel yang normal. Konsentrasi
hormon insulin-like growth factor-I (IGF-I) dan glukosa rendah selama periode post-
partum. Seperti diketahui, hormon insulin diperlukan untuk perkembangan normal folikel
dan kualitas oosit. Mekanisme kerja IGF-I bekerjasama dengan glukosa diperlukan untuk
bakar metabolik utama untuk ovarium. Glukosa juga terlibat langsung dalam modulasi
sekresi LH pada tingkat hipotalamus. Selanjutnya Celi & Gabai (2015) menyatakan efek
lebih lanjut stres panas dapat mengubah metabolisme dan berkembangnya Reactive
suhu, kelembaban udara dan manajemen pemeliharaan sapi perah berpengaruh nyata
terhadap efisiensi reproduksi, karena suhu dan kelembaban udara ikut berkontribusi besar
karena semakin tingginya kesadaran masyarakat akan susu untuk mencukupi kebutuhan
protein hewani dalam memenuhi gizi yang seimbang. Nugraga K dkk (2010) dalam
Percobaan yang pernah dilakukan oleh Findlay (1954) yang dikemukakan oleh
Williamson dan Pane (1976) menyatakan bahwa produksi air susu, lemak dan bahan solids
memproduksi air susu bagi ternak adalah 10°C dan temperatur kiritik adalah 21°C – 27 °C
diatas temperatur ini produksi susu pada sapi Friesen Holstien turun, karena sapi perah
lingkungan yaitu suhu, kelembaban udara dan manajemen pemeliharaan sapi perah
berpengaruh nyata terhadap efisiensi reproduksi, karena suhu dan kelembaban udara ikut
Rendahnya produksi susu sapi perah di Indonesia dapat disebabkan beberapa faktor,
yaitu genetik, pakan dan lingkungan. Manajemen pemerahan merupakan salah satu bagian
dari faktor lingkungan. Manajemen pemerahan dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap
Sapi perah dapat berkembang dengan baik dan berproduksi optimal pada daerah
dengan ketinggian 750m dpal sampai 1200m dpal. Temperatur udara yang nyaman bagi
ternak sapi perah adalah pada suhu antara 13°C sampai 18°C . Lebih lanjut, dinyatakan
bahwa kemampuan berproduksi sapi perah jenis Friesian Holstein menurut penelitian yang
rendah dan produksi susu akan mencapai hasil yang optimal pada daerah pemeliharaan
dengan lokasi ketinggian ≥ 750m dpal.Sehingga sapi perah di Indonesia berkembang pada
daerah-daerah lereng gunung yang mempunyai suhu udara yang tidak begitu panas, curah
BAB III
METODE PENELITIAN
Banyak lokasi-lokasi yang sangat ideal untuk pengembangan usaha sapi perah yang
tahun, apalagi bila dilakukan secara intensif dengan bekerja sama dengan petani setempat.
Usaha sapi perah juga akan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam
Enrekang adalah adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selatan,
Indonesia. Ibukota kabupaten ini terletak di Kota Enrekang ± 236 Km sebelah utara
kelurahan/desa, yaitu 17 kelurahan dan 112 desa, dengan luas wilayah sebesar 1.786,01
Km². Terletak pada koordinat antara 3o 14’ 36” sampai 03o 50’ 00” Lintang Selatan dan
119o 40’ 53” sampai 120o 06’ 33” Bujur Timur. Batas wilayah kabupaten ini adalah
sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tana Toraja, sebelah selatan dengan
Kabupaten Luwu, sebelah timur dengan Kabupaten Sidrap dan sebelah barat dengan
Kabupaten Pinrang.
Kabupaten Enrekang adalah daerah pertanian, dan menghasilkan banyak produk yang
bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak. Usaha peternakan sapi perah di Kabupaten
Enrekang cukup strategis untuk prospek pengembangan peternakan sapi perah yang lebih
baik lagi, dimana Kabupaten Enrekang memiliki iklim yang cukup dingin. Selain
cuacanya yang cukup dingin Kabupaten Enrekang juga memiliki lokasi yang cukup luas
untuk membuka suatu usaha peternakan sapi perah, sehingga tidak mengganggu
Kabupaten Enrekang Suhu terendah adalah 16°C sampai sekitar 32°C berkisar antara
16,4°C - 23,9°C, dengan kelembaban udara pada tahun 2010 ratarata setinggi 84,66
Kabupaten ini pada umumnya mempunyai wilayah Topografi yang bervariasi berupa
permukaan laut serta tidak mempunyai wilayah pantai. Secara umum keadaan Topografi
wilayah didominasi oleh perbukitan/pegunungan yaitu sekitar 84,96% dari luas wilayah
Kabupaten Enrekang sedangkan yang datar hanya 15,04%. Musim yang terjadi di
Kabupaten Enrekang ini hampir sama dengan musim yang ada di daerah lain yang ada di
Propinsi Sulawesi Selatan yaitu musim hujan dan musim kemarau dimana musim hujan
terjadi pada bulan November - Juli sedangkan musim kemarau terjadi pada bulan Agustus
Penelitian ini dilaksanakan pada usaha peternakan sapi perah rakyat yang terletak di
Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan. Metode yang digunakan dalam penelitian
ini adalah metode survey yaitu sebagai suatu cara melakukan pengamatan dimana
kepada responden baik secara lisan maupun tertulis, dalam arti bahwa informasi
Data yang dihimpun pada penelitian ini terdiri dari data primer dan data skunder. Data
primer diperoleh dari wawancara langsung dengan pemilik peternakan sapi perah yang
meliputi keadaan usaha sapi perah yang terdiri dari jumlah sapi perah yang dipelihara,
tatalaksana pemeliharaan sapi perah dan produksi susu. Data sekunder diperoleh dari
catatan Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan.
Data sekunder berupa monografi desa, jumlah ternak dan peternak sapi perah, serta
BAB IV
2. Jadwal Kegiatan
kecamatan Maiwa
dinas peternakan
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan dari penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu
sapi perah di Kabupaten Enrekang adalah suhu, jumlah pakan dan interval pemerahan,
sedangkan jumlah air minum, umur ternak dan luas kandang tidak mempengaruhi.
Berdasarkan hasil penelitian untuk meningkatkan produksi susu sapi perah harus
diperhatikan jumlah pakan yang diberikan pada ternak sapi perah. Interval pemerahan juga
Firman, A dan R. Tawaf. 2008. Manajemen Agribisnis Peternakan: Teori dan Contoh
Makin, M. 2011. Tata Laksana Peternakan Sapi Perah. Edisi Pertama. Penerbit Graha Ilmu
: Yogyakarta.
Rianto, E. dan Purbowati, E. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penerbar Swadaya :
Jakarta
Subandriyo dan Adiyarto. 2009. Sejarah Perkembangan Peterna-kan Sapi Perah. Dalam
Buku Profil Usaha Peternakan Sapi Perah di Indonesia. Pusat Penelitian dan
Setiadi MA. 2005. The role of reproductive health management on dairy and beef cattle
Surjowardojo, P., Suyadi, L. Hakim, dan Aulani’am. 2008. Ekspresi produksi susu pada