Anda di halaman 1dari 254

PENGANTAR EPIDEMIOLOGI

VETERINER
Abdul Zahid Ilyas
Laboratorium Epidemiologi

Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner


Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
1. Definisi

 Studi penyakit pada populasi dan faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian


penyakit tesebut

 Penyidikan tentang kesehatan dan penyakit dalam popluasi

 Studi mengenai pola penyakit yang ada di bawah kondisi lapangan

 Studi mengenai frekuensi, distribusi dan determinan dari kesehatan dan penyakit
dalam populasi
2. Unit Dasar dalam Studi Epidemiologi : POPULASI

 Pengertian Populasi Ilustrasi Ukuran Populasi:


 Kumpulan individu yang memiliki sifat-
sifat/karakteristik tertentu yang sama Daerah A

(jenis kelamin, breed, umur, dsb) Populasi sapi perah di


Daerah A
 Ukuran Populasi
Populasi sapi perah
 Relatif, tergantung pada kebutuhan dengan breed tertentu di
dan sejauh mana karakteristik yang Daerah A
diinginkan dari setiap individu yang Populasi sapi perah
akan membentuk populasi dengan breed dan umur
tertentu di Daerah A

Prinsip: makin spesifik karakteristik


individu, makin kecil ukuran populasi
 Struktur Populasi
 Contiguous Populations : populasi yang berdampingan, terjadi kontak antara
anggota satu populasi dengan anggota populasi yang lain (populasi manusia,
hewan kecil, dsb.)
 Separated Populations : populasi yang relatif terpisah, merupakan unit-unit
tersendiri seperti satu peternakan, kawanan ternak, flock, dsb.

 Komposisi Populasi
 Penting diketahui terutama jika hendak membandingkan tingkat
penyakit/kematian akibat penyakit tertentu pada dua atau lebih populasi yang
berbeda.
 Contoh komposisi: umur, breed, jenis kelamin, pola manajemen peternakan, dsb.

 Population at risk : kelompok individu yang berisiko terhadap penyakit yang disidik.
3. Tujuan

 Menentukan “asal-usul penyakit” yang penyebabnya (agen definitif) sudah diketahui


→ investigasi penyakit difokuskan untuk mengidentifikasi sumber-sumber infeksi.
 Menyidik dan mengendalikan penyakit yang penyebabnya pada awalnya tidak
diketahui → pengendalian penyakit didasarkan pada observasi epidemiologic
sebelum penyebabnya dapat diidentifisikasi.
 Contoh:
 Eradikasi Bovine pleuropneumonia di USA
 Lancici’s slaughter policy dalam pengendalian Rinderpest
 Observasi
Edward Jenner: efek protektif cowpox virus terhadap infeksi smallpox
pada manusia
 Memberikan informasi ekologi dan sejarah alamiah penyakit → mengkaji
agen penyakit dalam konteks ekosistem host-nya.
 Contoh:
 Relasi
struktur geologis ekosistem dan kasus defisiensi / eksesif mineral
pada ternak.
 Pengaruh lingkungan ekosistem terhadap survivability agen penyakit
dan host-nya (kasus Fasciola hepatica).
 Studi
ekologi host (tikus) dalam pengendalian leptospirosis pada
manusia.
 Pengaruh ecosystem’s climate terhadap distribusi geografis agen
infeksius melalui arthropoda.
 Perencanaan dan monitoring program pengendalian penyakit → observasi
data penyakit dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
penyakit pada populasi secara rutin.

 Perkiraan ekonomi dan biaya pengendalian penyakit → analisis ekonomi


menjadi bagian penting dalam perencanaan program kesehatan hewan.
 Ruang Lingkup dan Konsep Dasar
Epidemiologi
 Manajemen Data Epidemiologi
 Pengukuran Profil Penyakit pada Populasi
 Teknik Penarikan Contoh
 Pendekatan Epidemiologi dalam
4. Fokus Studi Investigasi Penyakit
 Screening Test / Uji Diagnostik
 Monitoring dan Surveilans
 Investigasi Wabah dan Kebijakan
Pengendalian Penyakit Hewan
 Ekonomi Penyakit Hewan
 Analisis Risiko
5. Sasaran  Pengendalian penyakit pada populasi
 Deskriptif (Descriptive Epidemiology):
Pengamatan dan pencatatan penyakit
dan factor yang diduga menjadi penyebab
penyakit.
 Analitik (Analitycal Epidemiology):
Analisis pengamatan dengan
menggunakan uji diagnostik dan statistik
6. Tipe yang cocok.
Investigasi  Eksperimental (Experimental Epidemiology):
Pengamatan dan analisis data dari
Epidemiologi kelompok hewan dan faktor-faktor risiko
yang berhubungan dengan kelompok
tersebut.
 Teoritik (Theoretical Epidemiology):
Penggunaan model matematik untuk
mensimulasikan pola alamiah kejadian
penyakit.
Fokus Klinik Epidemiologik
Single
Web Causation
• Kausa Causation
(Probability)
(definitif)

7. Kajian • Unit Kajian Individu Populasi

Epidemiologi • Sifat Spesifik Holistik

Vs Klinik • Sasaran Pengobatan


Pengendalian
penyakit pada
populasi

• Evans’ Postulates
• Landasan Koch’s
Postulates • Formulasi Jhon
Filosofi
Stuart Mill
8. Penentuan Penyebab Penyakit Infeksius

Akhir Abad 19 (Era Mikrobiologik) : Postulat Koch


1. Organisme harus ada pada setiap kasus penyakit
2. Organisme tidak terdapat pada penyakit lain atau jaringan normal
3. Organisme dapat diisolasi dari jaringan ke biakan murni
4. Organisme dapat menginduksi penyakit yang sama di bawah kondisi tertentu
Versi Epidemiologi

Logik Induktif : Jhon Stuart Mill


1. Method of Agreement
Jika sebuah faktor terdapat secara umum untuk sejumlah keadaan yang berbeda
dimana penyakit ada, maka faktor diduga menjadi penyebab penyakit

Populasi Karakteristik Penyakit X Logika Induktif

Daerah A a, b, c, d, n Ada
Faktor n diduga
Daerah B e, f, g, h, n Ada sebagai penyebab
penyakit X
Daerah C i, j, k, l, n Ada
2. Method of Difference
Jika keadaan dimana penyakit terjadi mirip dengan keadaan dimana
penyakit tidak terjadi, kecuali untuk faktor tertentu, maka faktor diduga
menjadi penyebab penyakit

Populasi Karakteristik Penyakit X Logika Induktif

Daerah A a, b, c, d Tidak Ada


Faktor n diduga
Daerah B a, b, c, d Tidak Ada sebagai penyebab
penyakit X
Daerah C a, b, c, d, n Ada
3. Method Of Concomitan Variation
Jika faktor dan penyakit memiliki “dose response” yang saling
berhubungan, maka faktor diduga menjadi penyebab penyakit

4. Method Of Analogy
Jika distribusi penyakit cukup serupa dengan penyakit yang telah dikenal,
maka penyakit yang telah dikenal diduga menjadi penyebab umum
pada penyakit yang lain

5. Method Of Residue
Jika sebuah faktor menjelaskan hanya X% dari kejadian penyakit, faktor
yang lain harus diidentifikasi untuk menjelaskan sisanya (100 – X%)
Postulat Evans (1978)

1) Proporsi individu yang sakit secara nyata lebih tinggi pada kelompok yang
terpapar kausa dugaan daripada yang tidak terpapar

2) Pemaparan terhadap kausa dugaan terdapat lebih umum pada kasus penyakit
daripada tanpa penyakit

3) Jumlah kasus baru penyakit secara nyata lebih tinggi pada kelompok yang
terpapar kausa dugaan daripada yang tidak terpapar

4) Penyakit akan mengikuti pemaparan terhadap kausa dugaan


… Postulat Evans (1978)

5) Spektrum respon host akan mengikuti pemaparan terhadap kausa dugaan

6) Eliminasi kausa dugaan akan menurunkan frekwensi kejadian penyakit

7) Pencegahan atau modifikasi respon host akan menurunkan atau menghilangkan


penyakit

8) Penyakit dapat direproduksi secara eksperimental


9. Pertanyaan Kunci dalam kajian epidemiologi
Terima Kasih
Laboratorium Epidemiologi
Divisi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Epidemiologi
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet
Fakultas Kedokteran Hewan IPB

KONSEP DASAR
EPIDEMIOLOGI

Bahan Kuliah
Mata Kuliah Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner
FKH IPB
Teori
Penyebab Kejadian Penyakit

1. Segitiga Epidemiologi (Epidemiologic triad)

LINGKUNGAN

PENYAKIT

HOST AGEN

2
Dari sudut pandang segitiga epidemiologi, inang,
agen, dan lingkungan dapat berada bersama
secara harmonis

Penyakit muncul hanya jika ada interaksi atau


perubahan keseimbangan diantara ketiga
elemen tersebut

Gangguan/manipulasi terhadap ikatan ke-3 faktor ini


dapat dimanfaatkan untuk mencegah atau
membantu pengendalian penyakit
3
Interaksi Agen, Host dan Lingkungan
2 mutasi agen
misal HIV (penyakit imunosupresif)
= host menjadi lebih sensitif 3
misal, corona alfa --> omicron
H A

A Papan H
L L
jungkat-jungkit

A H
misal ada bencana alam,
shgg imun host menjadi terdepres

A L
H
1
L A L
H

5 4
Dr. John Gordon
Teori
Penyebab Kejadian Penyakit

akan muncul tergantung dari


faktor lingkungan
(bio, soc, atau phy) diabetes, cancer, dll

Peranan inti
genetik pada
host penyakit
Menonjolkan
Genetic
Core peranan hubungan
antara host dengan
lingkungan
hidupnya

5
Teori
Penyebab Kejadian Penyakit

Faktor 8
Faktor 3
Faktor 9 Faktor 1
Faktor 4
Faktor 10 Penyakit
Faktor 5 X
Faktor 11
Faktor 6 Faktor 2
Faktor 12
Faktor 7

Penyakit tidak bergantung pada satu sebab yang berdiri sendiri


6
melainkan sebagai akibat dari serangkaian proses ‘sebab’ dan ‘akibat’
Contoh
Jaring Sebab Akibat
6 mata rantai ini merupakan
Agen Etiologis
faktor penting didalam
urutan penyebaran penyakit
Sumber/Reservoir

Cara keluar Satu mata rantai tidak ada


(hilang) penyakit
tidak akan timbul
Cara Transmisi
Pemberantasan penyakit
Cara Masuk Ditujukan pada pemotongan
mata rantai yang
Inang Rentan paling lemah

8
memperbanyak dan harus punya jalan ke luar
menyebarkan

harus bisa menyebar

harus ada inang


baru yang rentan
= misal yang belum vaksin harus punya jalan masuk
9
• Agen
Fasciola hepatica, Fasciola giantica
• Sumber:
Siput Lymnaea rubiginosa
• Cara Keluar:
Melalui telur pada feses ternak terinfeksi
• Cara Transmisi:
Secara horisontal melalui pakan atau minum yang terkontaminasi metaserkaria.
• Cara Masuk:
Melalui pakan hijauan dan air minum yang tercemar
• Inang Rentan:
Hewan ternak berumur muda, lebih banyak terjadi pada sapi dan kerbau
PEMOTONGAN RANTAI INFEKSI
Covid-19

11
Riwayat Alamiah Penyakit
Natural History of Disease

• Perjalanan penyakit dalam tubuh tanpa adanya


intervensi pengobatan sampai berakhir
sembuh, karier atau menimbulkan kematian

• Dimulai dari adanya kelainan patologis atau


masuknya bibit penyakit

• Sampai ditemukannya kelainan patologis,


klinis, atau terjadinya kematian

12
TINGKATAN RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT

Eksposure/ Onset
Pamajanan Symptoms
onset setelah paparan

Periode Inkubasi

Perubahan Waktu
Patologis Diagnosis

Tingkat Tingkat Tingkat Tingkat Pemulihan,


Kerentanan Penyakit Subklinis Penyakit Klinis Cacat atau Mati
- hanya menyerang betina
- ayam muda
- dsb

13
Dinamika Penyakit

Waktu Pemunculan Resolusi


Infeksi symtom Infeksi
Non Penyakit
- Kebal
- Karier
Periode Periode - Mati
Rentan Inkubasi Symtomatik - Pulih

T I M E
Rentan Periode Periode Non Infeksius
Laten Infeksius - Dihilangkan
- Mati
Waktu Infeksi dapat Infeksi tidak - Pulih
Infeksi transimisi dapat transimisi

Dinamika Penularan

Garis waktu Riwayat Alamiah Infeksi dan Penyakit 14


FUNGSI RIWAYAT ALAMIAH PENYAKIT
DALAM PENCEGAHAN PENYAKIT

olahraga, vaksin 15
dilakukan pada masa klinis
Status dan Spektrum Penyakit dalam Populasi

Status Tidak
Terpapar
Paparan terpapar

Status Tidak
Terinfeksi Sembuh
Infeksi terinfeksi

Sub
Klinis
Klinis

Status
Penyakit Morbiditas Mortalitas

Ringan Berat Fatal


16
Penyakit Klinis VS Subklinis dalam Populasi

17
Penyakit Klinis VS Subklinis dalam Populasi
“ Fenomena Gunung Es ”

cost lossnya lebih


besar dibandingkan
dengan yg klinis

18
Kekebalan Kelompok – Herd Immunity

Keadaan dimana sebuah agen infektif tidak


dapat masuk atau menyebar di kalangan suatu
kelompok oleh karena sebagian besar dari
anggota kelompok imun terhadap penyebab
infeksi tersebut

Proporsi individu yang resisten di dalam populasi

19
Kekebalan Kelompok – Herd Immunity

20
Kekebalan Kelompok – Herd Immunity

21
TRANSMISSION AND
MAINTENANCE OF INFECTION

Penularan dan
Pemeliharaan Infeksi

22
PENULARAN PENYAKIT

Langsung
(Direct)
Transmisi
Horizontal
Tidak Langsung
(Indirect)
Transmisi
Penyakit

Herediter
Transmisi
Vertikal

Kongenital

23
PENULARAN PENYAKIT

24
Lingkungan
Eksternal

Host Host
Langsung
Terinfeksi Rentan

Vektor

Tidak
Langsung 25
Tipe Inang Penyakit

• Inang / host TUGAS!!!!!!!

• Inang definitif
• Inang akhir / Final host
• Inang primer / Primary host = natural host =
maintenance host
• Inang sekunder / Secondary host = aberrant host
• Inang paratenic = mechanical vector
• Inang intermediate
• Inang amplifier
• Reservoir (reservoir host) = source of infection

Carilah definisi masing-masing istilah tersebut…..

26
Vektor
Vektor

suatu benda hidup yang dapat menyebarkan


agen infeksius

vektor didefinisikan sebagai hewan invertebrata


(biasanya arthropoda) yang menularkan agen
infeksius kepada vertebrata

Untuk benda mati yang membawa agen biasanya


disebut sebagi “fomites”

27
Kontak fisik dengan
host yang terinfeksi

- Infeksi Rabies
- gigitan
- cakaran oleh host yang terinfeksi

Kontak dengan discharge


(sekresi, eksresi)

- Canine Distemper (urine – feces)


- Leptospirosis (urine)
- Coryza (nasal discharge)
28
VEKTOR

Vektor Biologis
Vektor Mekanik perkembangan /
perbanyakan / keduanya
Agen infeksius mengalami
Memindahkan agen sebagian siklus hidup atau
infeksius secara fisik perbanyakan sebelum
dipindahkan ke inang
tanpa memperbanyak agen infeksius

29
Developmental Propagative
Transmission Transmisson

fase perkembangan fase perbanyakan

cacing Dirofilaria immitis Yersinia pestis dalam


dalam nyamuk tubuh pinjal

Cyclopropagative
Transmission

Fase perbanyakan dan perkembangan

Parasit Babesia dalam


tubuh caplak
30
Infeksi yang ditansmisikan dari satu generasi ke
generasi berikutnya melalui infeksi embrio atau fetus

Herediter Kongenital

Dibawa dengan genom dari Diperoleh didalam


orang tuanya Kandungan (rahim/telur)

31
Rute INFEKSI
RUTE Infeksi

Rute infeksi agen adalah tempat atau tempat-tempat


yang menjadi jalan bagi agen infeksius untuk masuk ke
host dan tempat untuk meninggalkan host

Jenis Rute Infeksi :

1. Rute Oral
- Siklus transmisi fekal-oral
2. Rute Respirasi
3. Rute melalui kulit, kornea dan membran mukosa

32
Pintu Masuk dan Keluar
Bibit Penyakit

33
Metode Transmisi/Penularan
Ada 6 metode transmisi yang membawa agen infeksius
menjadi berkontak dengan tempat infeksi yaitu :

1 Ingestion
Salmonella spp

2 Aerial Transmission
Foot and Mouth Disease

Kontak
3 Rabies
Inokulasi
4 Trypanosoma melalui lalat tsetse

Transmisi Iatrogenik
5 rabies mll transplantasi kornea
tindakan medis

6 Coitus
African Swine Fever 34
PEMELIHARAAN INFEKSI

Transmisi (penularan) infeksi melibatkan beberapa


tingkatan baik ketika agen infeksi berada di dalam host
maupun ketika berada di lingkungan eksternal atau di
dalam tubuh vektor atau pada keduanya

Baik lingkungan internal maupun lingkungan eksternal


memberikan bahaya (hazard) terhadap agen infeksius

Bahaya lingkungan dalam host : mekanisme


pertahanan tubuh alami antara lain antibodi humoral,
fagosit, dll

Bahaya lingkungan eksternal host antara lain desikasi


(kekeringan) dan sinar ultraviolet 35
AGEN
INANG

Bahaya
Lingkungan Internal

AGEN

Bahaya
Lingkungan Eksternal

36
Penghindaran Tahap di Lingkungan Luar
Ex : melalui vertikal, venerial dan vektor

Bentuk resisten
Ex: Bacillus membentuk spora

Strategi Rapidly-in Rapidly-out


Ex : virus flu

Menetap di dalam tubuh inang


Ex : parasit intraseluler

Memperluas cakupan inang


Ex : Virus PMK
37
38
DISTRIBUSI TEMPORAL
Yaitu sebaran penyakit berdasarkan waktu
kejadiannya

Dikenal ada 4 pola umum :

1. Sporadik
2. Endemik
3. Epidemik
4. Pandemik

39
Sporadik
Kasus penyakit dalam periode waktu tertentu
(musim, tahun dan bisa lebih lama) sangat jarang
kejadiannya atau frekuensinya tidak teratur sehingga
kejadiannya tidak bisa diramalkan

40
hewan
manusia

Endemik atau Enzootik


Kejadian penyakit yang biasa terjadi dalam jumlah yang
relatif sama atau sedikit sekali terjadi penyimpangan dari
keadaan biasanya sehingga kejadiannya dapat
diperkirakan

41
Penyakit Epidemik atau Epizootik

Kejadian Penyakit yang luar biasa yaitu kasus


penyakit jauh melebihi dari biasa baik jumlahnya
maupun frekuensinya

Ada 2 tipe epidemik :

 Point Epidemik/Point Epizootik


Kejadian kenaikan kasus dan frekuensi penyakit yang luar
biasa yaitu dalam periode waktu yang singkat jumlah kasus
dan frekuensi penyakit meningkat sangat tajam

 Propagated Epidemik /Epizootik


Kejadian kenaikan kasus dan frekuensi penyakit dalam
periode waktu tertentu secara bertahap dan memerlukan
waktu relatif panjang
42
Epidemik

Point Epidemic Propagated Epidemic


43
Pandemik atau Panzootik

Dalam waktu yang relatif singkat perluasan daerah


penyebaran penyakit meliputi beberapa negara

44
45
Distribusi Spatial

 Sebaran penyakit berdasarkan tempat kejadiannya

 Ada tiga pola distribusi spasial:

- Regular
- Random
- Contagious

46
Pola Distribusi Spatial

Pola Pola Pola


Random Contagious Regular
47
48
John Snow
Manfaat peta dan analisis spasial
dalam wabah penyakit

kolera disebabkan oleh


aliran air yang tercemar

Hasil= bapak epidemiologi sedunia dan


menciptakan GIS (nnt cari sendiri apa itu)

Wabah Kolera di London, 1854


49
Distribusi Animal

 Sebaran penyakit berdasarkan hewan


yang terserang penyakit

 Hewan yang terserang digambarkan


berdasarkan karakteristik :
- Umur
- Jenis kelamin
- Breed
- dan lain-lain

50
51
Determinan Penyakit

 Berbagai karakteristik yang mempengaruhi kesehatan


populasi

 Faktor yang menyebabkan timbulnya suatu penyakit

 Faktor-faktor yang menimbulkan perubahan sehingga


mempengaruhi frekuensi penyakit dalam populasi

 Pengetahuan tentang determinan memberikan


kemudahan dalam identifikasi kategori hewan yang
secara khusus berisiko untuk terkena penyakit
sehingga merupakan faktor prasyarat (prerequisite)
untuk pencegahan penyakit
52
Klasifikasi Determinan Penyakit

1. Determinan Primer dan Sekunder

2. Determinan Interinsik dan Eksterinsik

3. Determinan yang berhubungan dengan Agen,


Host dan Environment

53
Determinan Primer
Faktor yang
berpengaruh besar
terhadap kejadian
penyakit
Determinan Sekunder
Faktor yang menjadi
predisposisi penyakit
Determinan Intrinsik dan Ekstrinsik

Determinan Intrinsik-endogenous

 Faktor yang berasal dari dalam tubuh inang


 Sifat-sifat karakteristik fisik atau fisiologik hewan
 Misal : umur, kelamin dan status imunitas
Determinan Ekstrinsik-exogenous

 Faktor yang berasal dari luar tubuh inang


 Disebabkan oleh faktor lingkungan sekitar
 Misal : transportasi, kandang, makanan

55
56
Determinan berhubungan dengan
Agen, Inang dan Lingkungan

Determinan Inang :

 Genotipe
 Umur
 Jenis Kelamin
 Spesies dan breed (jenis dan bangsa)
 Dan lain sebagianya

57
Determinan Inang
1. Bangsa dan Jenis
Bangsa :
- Antraks dan Rabies
- Mareks, Gumboro,EDS
Jenis :
- Anjing: Distemper
- Kucing: Panleukopenia
- Sapi : Ramadewa/Jembrana tidak bisa menginfeksi sapi lain

2. Jenis Kelamin
- Betina : Brucellosis, Trichomonas foetus, Vibrio foetus

3. Umur
- Distemper pada anjing : < 2 tahun
- IBD pada unggas : < 3 bulan
yang masih memiliki bursa fabricius
58
Determinan berhubungan dengan
Agen, Inang dan Lingkungan

Determinan Agen:

 Patogenitas : menimbulkan reaksi

 Virulensi : derajat keganasan

 Antigenitas : Merangsang pertahanan tubuh


 Infektifitas: invasi dan menyesuaikan diri

59
Determinan berhubungan dengan
Agen, Inang dan Lingkungan

Determinan Lingkungan:

Lokasi : geologi, Vegetasi

Climate : Iklim mikro dan iklim makro

Peternakan : perkandangan, makanan, manajemen

Stres : penyapihan, kepadatan dan transportsi

60
Determinan Penyakit Mastitis

Cow pathogen
Anatomy
Resisten
Mekanisme atau Toksin
pertahanan rentan
intramamary Faktor virulensi
Peningkatan Resistensi
Tingkatan risiko
Lactation penyakit antimikrobial
Stres atau
Umur kerusakan Exposure and
ujung puting transmission

Management, climate, feeding,


housing, milking

lingkungan
KONSEP DASAR
EPIDEMIOLOGI

Laboratorium Epidemiologi
Divisi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Epidemiologi
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet
Fakultas Kedokteran Hewan IPB
62
Teknik Penarikan Contoh
Bahan Kuliah Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner (IPH 414)
FKH IPB

Oleh: Etih Sudarnika


Data
Penarikan
Sensus Contoh

Terencana Tak
Terencana

Acak Tak acak


SENSUS VS PENARIKAN CONTOH

Sensus:
• Mengumpulkan informasi dari setiap
individu di dalam populasi

Penarikan contoh:
• Menyeleksi sebagian kecil dari populasi
Mengapa dilakukan penarikan contoh?
• Biaya lebih rendah
• Waktu lebih singkat
• Tidak mungkin dilakukan pengumpulan data
pada seluruh anggota populasi
• Pengukuran kemungkinan akan lebih baik
dilakukan pada contoh daripada pada populasi
• Contoh yang representatif dapat memberikan
inferensia statistika mengenai populasi
Populasi Target
Populasi dimana akan dilakukan
generalisasi hasil penelitian yang
diperoleh

Misalnya:
• Populasi sapi laktasi di Kabupaten
Bogor
• Populasi peternak domba di Kabupaten
Sukabumi
• Populasi peternakan ayam komersial
Unit Penarikan Contoh
Unit dasar dimana prosedur penarikan contoh akan
dilakukan

• Individu: Ternak
• Kelompok: Flock, Farm, desa
• Komponen: Mata, kloakal
Kerangka Penarikan Contoh
Daftar lengkap seluruh unit
penarikan contoh dalam suatu
populasi

Misalnya:
• Katalog
• Peta
• Rekam medik
• Data sensus
Sampling

Tak Berpeluang berpeluang

Acak
Convenience sederhana
Purposive Sistematik
Snowball
Berstrata
Quota Sampling Cluster
Mana yang terbaik?

Pilihlah metode yang


memberikan tingkat akurasi
dan presisi terbesar dengan
biaya yang sama
Probability vs non-probability sampling
• Teknik sampling tidak-
berpeluang (non-probability
sampling) tidak dapat
digunakan untuk memilih
sampel yang terpercaya. Hasil
survei dengan menggunakan
non-probability sampling akan
bias hasilnya.
• Random sampling
menghasilkan sampel yang
representatif.
Convenience Sampling

• Data dikumpulkan dari kumpulan


responden yang tersedia.
• Peneliti memilih anggota hanya
berdasarkan kedekatan dan tidak
mempertimbangkan apakah
mereka mewakili seluruh populasi
atau tidak.
Purposive Sampling
• teknik pengambilan sampel di
mana peneliti mengandalkan
penilaiannya sendiri ketika
memilih anggota populasi
untuk berpartisipasi dalam
penelitian.
• Ditetapkan dengan menentukan
kriteria-kriteria tertentu yang
dianggap mewakili populasi.
Snowball Sampling

• Teknik pengambilan sampel dengan bantuan key-informan. Key-informan ini membantu atau
akan dapat berkembang berdasarkan petunjuk yang diberikan olehnya. Dalam hal ini, peneliti
hanya mengungkapkan kriteria sebagai persyaratan untuk dijadikan sampel.
• Merupakan salah satu cara yang dapat diandalkan dan sangat bermanfaat dalam menemukan
responden yang dimaksud sebagai sasaran penelitian melalui keterkaitan hubungan dalam suatu
jaringan, sehingga dapat tercapai besaran sampel yang diperlukan.
Quota Sampling
• Teknik pengambilan sample yang
dilakukan dengan cara menentukan
klasifikasi sesuai ciri khas tertentu
hingga mencapai kuota yang
diperlukan.
• peneliti akan membagi populasi total
dalam beberapa kategori yang
berbeda dan kemudian akan diambil
sample dari masing-masing kelompok.
Quota Sampling Tahapan:
1. Membagi populasi sesuai dengan
karakteristik masing-masing individu;
2. Setelah populasi dibagi dalam sub-
grup, peneliti melakukan identifikasi
terkait proporsi masing-masing
kelompok dengan pertimbangan
populasi secara keseluruhan. Tahap
ini akan berpengaruh pada proses
pengambilan sampel.
3. Melakukan analisis tingkat akhir
terkait perbandingan proporsi sub-
grup dengan total populasi.
Contoh Acak

Setiap anggota populasi


mempunyai peluang
yang sama untuk terpilih
sebagai contoh
Melakukan pengacakan:
• Pengacakan secara fisik:
Melakukan kegiatan pengacakan
secara fisik. Misal: mengaduk
gulungan kertas, melempar koin,
menggelindingkan dadu.
• Menggunakan bilangan acak
– Daftar bilangan teracak (DBT)
– Komputer
– Kalkulator
Contoh tak acak:
• Hasil tidak dapat
digeneralisasi
• Hasil kemungkinan bias

Contoh acak:
• Hasil merupakan generalisasi
terhadap populasi
• Hasil tidak berbias
Metode Sampling Acak (Probability
Sampling)
Acak sederhana (Simple Random Sampling)
• Melakukan pemilihan sejumlah
anggota populasi secara acak dari
seluruh anggota populasi yang ada.
• Harus tersedia sampling frame
• Setiap anggota populasi di dalam
kerangka penarikan contoh diberi
nomor 1, 2, 3, …, N, kemudian
contoh dipilih secara acak dari N
anggota populasi tersebut.
Pengacakan bisa menggunakan
daftar bilangan teracak (DBT),
kalkulator, komputer, dsb.
• Keuntungan:
Mudah
Sederhana
Representatif

• Kekurangan:
Kerangka penarikan
contoh harus tersedia
Sulit untuk populasi yang
besar
Acak Sistematik (Systematic Random Sampling)
• Penarikan sampel dilakukan
dengan selang tertentu;
• sampel pertama dipilih
secara acak dari individu-
individu yang terdapat pada
selang pertama;
• kemudian contoh berikutnya
diambil dengan selang
tertentu sampai terambil
sejumlah sampel yang telah
ditentukan.
Contoh dipilih pada interval (selang) tertetentu. Contoh yang
terpilih adalah pada setiap selang ke-k, adapun

Ukuran populasi
K=
Ukuran contoh yang diinginkan
Keuntungan:
Praktis
Tidak memerlukan
sampling frame

Kekurangan:
Hati-hati untuk populasi
yang bersifat periodik
Sulit untuk populasi yang
besar
Acak Berstrata (Stratified Random sampling)
• Populasi dibagi-bagi dalam
beberapa strata tergantung pada
tujuan kajian yang dilakukan.
• Starata yang digunakan biasanya
berkaitan dengan penyakit yang
diteliti, berdasarkan sifat-sifat
hospes (misal: ras), sifat
lingkungan (misal: skala usaha
peternakan), atau wilayah
geografis.
• Selanjutnya, sampel dipilih pada
setiap strata dengan
menggunakan p.c.a sederhana
atau sistematik.
• Alasan melakukan
stratifikasi:
1. Untuk menghitung
estimasi pada setiap
strata selain pada
populasi
2. Secara operasional lebih
mudah dilaksanakan
3. Mendapatkan hasil
dugaan yang lebih tepat
karena keragaman yang
rendah.
Keuntungan:
Contoh dapat menggambarkan
populasi keseluruhan
Keragaman kecil  galat kecil

Kekurangan:
Status unit penarikan contoh
harus diketahui sebelumnya
Acak Bergerombol (Cluster Random Sampling)
• Pemilihan sampel dilakukan bukan
pada individu ternak atau satuan
penarikan contoh, tetapi sekelompok
unit penarikan sampel
• Lalu sebagian atau seluruh anggota
kelompok tersebut dipilih sebagai
sampel.
• Pada umumnya sampel dipilih dua
tahap atau disebut two-stage
sampling, yaitu tahap pertama
memilih desa atau peternakan dan
tahap berikutnya adalah memilih
ternak di desa atau peternakan
terpilih.
Cluster Sampling vs Stratified Sampling

• Kelompok dipilih • Dilakukan sampling pada seluruh


• Dilakukan pemilihan anggota kelompok strata
kelompok atau seluruhnya • Keragaman dalam kelompok
• Keragaman dalam kelompok kecil, antar kelompok besar.
besar, antar kelompok kecil.
Acak Bergerombol (Cluster Random Sampling)
• Pemilihan cluster
dilakukan dengan teknik
probability proportional
to size (PPS). Jika
besaran populasi pada
setiap cluster sama,
dapat menggunakan
sampling acak
sederhana.
Mengapa menggunakan PPS?
Jika besaran populasi dari satuan
penarikan contoh bervariasi dan
satuan penarikan contoh dipilih secara
acak, maka kemungkinan suatu
anggota satuan penarikan contoh
dengan ukuran populasi yang besar
akan lebih kecil kemungkinannya
untuk terpilih dibandingkan dengan
yang ukuran populasinya kecil.
Acak Bergerombol (Cluster Random Sampling)
Ilustrasi:

Peluang terpilihnya 1
Desa Populasi Farm farm
1 200 1/200 or 0.5%
2 100 1/100 or 1%
3 500 1/500 or 0.2%

Dalam melakukan analisis harus dilakukan


pembobotan
Acak Bergerombol (Cluster Random Sampling)
Probability Proportional to Size (PPS)
1. Diperlukan daftar setiap gerombol dan besarannya
2. Hitunglah populasi kumulatifnya
3. Hitung sampling interval
4. Pilih sebuah bilangan acak antara 1 sampai sampling
interval
5. Gerombol pertama adalah dimana bilangan acak berada
berdasarkan data populasi kumulatif.
6. Lanjutkan dengan menambahkan sampling interval
secara kumulatif.
7. Jika gerombol terpilih dua kali, maka bagilah gerombol
menjadi 2 wilayah dengan ukuran populasi yang sama.
Keuntungan:
Sampling frame tidak mutlak
diperlukan

Kekurangan:
Galat besar
Besaran Sampel (Sample Size)
• Besaran sampel ≠ jumlah
sampel
• Besarannya ditentukan oleh:
• Tujuan survey
• Metode penarikan contoh
yang digunakan
• Tingkat ketelitian yang
diharapkan
• Tingkat ketepatan yang
diharapkan
Hubungan antara Besaran Sampel dan Besarnya Galat
(Error)

Galat (error)

Besaran sampel
Besaran sampel pada cross sectional
study (survey)
a.Besaran sampel untuk menduga
prevalensi penyakit
Metode sampling: Penarikan contoh acak
sederhana
Untuk populasi tak terhingga pada tingkat
kepercayaan 95%:
n = 4pq/L2
p = prevalensi dugaan
q=1–p
L = Kesalahan maksimum yang bisa
diterima
Pada populasi ‘kecil’ (terhingga)
1/n = 1/n* + 1/N
n = ukuran contoh
n*= ukuran contoh pada populasi tak hingga
N = ukuran populasi
b. Besaran sampel untuk menduga
keberadaan penyakit (detection of
disease)
n = [1-(1-a)1/D] [N-(D-1)/2]
n = ukuran contoh
D = Minimum jumlah hewan terinfeksi
yang terdeteksi  D/N=minimum
expected prevalence
N = ukuran populasi
a = tingkat kepercayaan
Prevalensi harapan minimum (minimum expected
prevalence)
Ilustrasi:
• Sebuah outbreak rinderpest pada sapi terjadi dalam suatu daerah yang
semula bebas. Empat desa tetangganya terkena juga, dan populasi semua
sapi di desa tersebut disembelih untuk membebaskan dari penyakit
tersebut. Semua desa dalam radius 10 km diperiksa secara klinis dan
serologis untuk mencari kemungkinan adanya infeksi rinderpest. Tak
seekorpun sapi divaksinasi, sehingga kalau ada rinderpest yang menyerang
desa-desa ini, maka penyebaran penyakitnya akan terjadi sangat cepat, dan
mempengaruhi sebagian besar ternak sapi di desa, mungkin lebih dari
50%. Sangat tidak umum kalau hanya 10% atau kurang hewan di desa
tersebut yang terinfeksi oleh penyakit menular seperti rinderpest.
• Maka prevalensi harapan minimum adalah 10%
c. Besaran sampel untuk menduga rataan
populasi

(tingkat kepercayaan 95%)


n = 4s2/L2
n = ukuran contoh
s = nilai simpangan baku dugaan
L = Tingkat kesalahan
Terima kasih
Divisi Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Epidemiologi
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner
Fakultas Kedokteran Hewan
IPB University
Jl. Agatis Kampus IPB Dramaga Bogor 16680
Tlp/fax: 0251-8628811
Email: epidemiologi_fkhipb@apps.ipb.ac.id
1

Pengukuran Kejadian
Penyakit
Oleh Drh. Abdul Zahid Ilyas, MSi

Laboratorium Epidemiologi dan Ekonomi Veteriner


Divisi Kesmavet dan Epidemiologi Veteriner
Dept. IPHK Fakultas Kedokteran Hewan IPB
2

Memberikan gambaran kuantitatif


Tujuan seberapa besar kejadian suatu
penyakit pada populasi
3
Populasi berisiko (population at risk)

 Semua individu yang berisiko terhadap kejadian penyakit di dalam


suatu kelompok yang diteliti
 Misalnya:
• Infeksi uterus → populasi berisikohanya betina
• Mastitis → populasi berisiko hanya betina produktif
4
Rasio, Proporsi, dan Rate

 Rasio:
• Perbandingan dua buah nilai (suatu nilai dibagi dengan nilai yang lain)
• Ratio =
𝑎
𝑏
→ a dan b mutually exlcusive

 Proporsi:
• Bentuk khusus dari rasio, yaitu nilai pembilangnya merupakan himpunan
bagian dari penyebutnya
𝑎
• Proporsi =
𝑎+𝑏
5
• Biasanya disajikan dalam persen
• Rasio dapat diubah menjadi proporsi

36
Jantan
(20%)
 Jika rasio jantan dan betina 1:4, maka proporsi
betina: 1/(1+4)= 20% & proporsi jantan: 4/(1+4)= 80%
144 Betina
(80%)
6

 Rate:
• Suatu rasio yang mengekspresikan suatu perubahan dalam nilai
pembilang terhadap penyebutnya
• Waktu selalu tercakup daam penyebut
𝒂
• Rate = 𝒙 → a termasuk dalam x; x mencerminkan waktu populasi
 ETC : Periode waktu studi/penelitian
 ITC : Periode waktu pengukuran penyakit
yang lamanya lebih pendek atau sama
dengan periode waktu studi
External Time
Component Ilustrasi:
(ETC) vs
Internal Time
Component
(ITC)

7
8
1. Prevalence (Crude Prevalence Proportion)
Jumlah individu sakit dalam suatu populasi pada
suatu titik waktu tertentu (tanpa membedakan
kasus lama atau kasus baru)
Tingkat 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
Kesakitan 𝑃𝑟𝑒𝑣𝑎𝑙𝑒𝑛𝑠𝑖 (𝑃) =
𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑦𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎

(Morbidity Ilustrasi:
Rate)  10 ekor dari 100 ekor sapi perah di satu
peternakan pada 1 Sept 2021 menderita
kelumpuhan, maka prevalensi kelumpuhan di
peternakan tersebut adalah = (10/100) x 100%
= 0.10 =10%
Ilustrasi Prevalensi 9
Survei: 1 September, 2021

N = 100 → 10 sapi menderita lumpuh:


- 4 kasus baru pada 1 September 2021
- 6 kasus lama yang terjadi sebelum 1 September 2021
10

2. Insidensi
Menggambarkan jumlah kasus baru
yang terjadi di dalam suatu populasi
Tingkat selama periode waktu tertentu.
Kesakitan
(Morbidity Mengukur pergerakan individu dari status
bebas penyakit ke status sakit.
Rate)
Dua tipe ukuran insidensi: Cumulative
Incidence dan Incidence Rate
11
Insidensi Kumulatif (Cumulative Incidence/CI)

 Disebut juga risk rate (Rr) : Estimasi langsung probabilitas kejadian penyakit selama
periode penelitian.
 Memiliki interpretasi terhadap individu dan populasi. Nilai 0-1, atau 0-100%.
 Prasyarat :
• Resiko setiap individu/hewan dihitung penuh sejak awal periode pengamatan
• Tidak ada penambahan individu selama pengamatan (jumlah resiko awal)

Jumlah kasus baru (individu sehat yang menjadi sakit)


𝑪𝑰 = 𝑹𝒓 =
Jumlah individu sehat pada awal pengamatan
12
Jika ada individu yang keluar dari populasi yang diamati:

Jml kasus baru (individu sehat yang menjadi sakit)


𝑪𝑰 =
Jml individu sehat pada awal pengamatan – ½(jml individu yg keluar)

Ilustrasi Cumulative Insidence:


 20 ekor sapi menderita mastitis di suatu peternakan selama satu bulan. Pada awal
bulan terdapat 100 ekor sapi produktif di peternakan tersebut dan semuanya
sehat, maka insidensi kumulatif = (20/100) = 0.2
 Dari ilustrasi di atas, jika 2 ekor dijual selama periode pengamatan, maka insidensi
kumulatif = 20/{100 - (½ x 2)} = 0.2
13
Tingkat Insidensi (Incidence Rate)

Jumlah kasus baru selama periode tertentu


𝑰=
Rataan populasi berisiko pada periode waktu tertentu x ITC

 Memiliki interpretasi untuk populasi bukan individu


 Dapat diukur per ekor-tahun, per ekor-bulan, dsb.
 Unit waktu pengukuran: internal time component
 Menentukan penyebut (Denominator) ada dua cara:
1. Eksak
Menjumlahkan periode waktu berisiko untuk setiap individu yang diamati
2. Perkiraan
(jml individu berisiko pada awal periode pengamatan+ jml individu berisiko pada akhir
periode pengamatan)/2 x ITC
Ilustrasi: 14
 3 ekor hewan diamati selama 1 th dan pada awalnya semuanya sehat. Selama
pengamatan 2 ekor sakit, yaitu 1 ekor pada hari ke-120 (0.33 tahun) dan 1 ekor
pada hari ke-240 (0.67 tahun), maka incidence rate-nya:

Cara 1:
= 2/(1+0.33+0.67)
= 2/2 = 1 kasus per ekor-tahun
Cara 2:
=2/{[(3+1)/2]x1}
=2/2 = 1kasus per ekor-tahun

Mengapa Cara 1 dan 2 hasilnya sama ?


15
Tingkat Serbuan (Attack Rate)

Hampir sama dengan insidensi, tetapi digunakan jika periode risiko terpapar penyakit
sangat singkat, misal: akibat keracunan makanan, air dsb.

Jml yang sakit selama waktu pemaparan


𝑨𝑹 =
Total individu yang terpapar
Ilustrasi Attack Rate:
• 46 dari 75 orang yang makan di suatu pesta menderita diare beberapa jam
kemudian setelah makan, maka Attack Rate = (46/75) x 100% = 61%
• Setelah diteliti lebih lanjut ditemukan bahwa 43 penderita diare berasal dari 54
orang yang mengkonsumsi olahan hati dan 3 penderita berasal dari 21 orang
yang tidak mengkonsumsi olahan hati, maka Attack Rate untuk yang
mengkonsumsi: (43/54) x 100% = 80%, Attack Rate untuk yang tidak mengkonsumsi:
(3/21) x 100% = 14.3%
16
Tingkat Kematian (Mortality Rate)

1. Crude Mortality (true) Rate:

Total individu mati pada periode wkt tertentu


=
Populasi berisiko pd periode wkt tertentu x ITC

2. Cause-spesific Mortality (true) Rate:

Total individu mati karena penyakit X pada periode wkt tertentu


=
Populasi berisiko pd periode wkt tertentu x ITC
17

3. Case Fatality Rate (Tingkat Kefatalan Kasus)

Total yg mati akibat penyakit X dalam periode waktu tertentu


=
Total hewan yang menderita penyakit X
18
Proportional Rates

1. Proportional Morbidity Rate:

Jumlah individu yang menderita penyakit X


=
Jumlah seluruh individu yang sakit

2. Proportional Mortality Rate:

Jumlah individu yang menderita penyakit X


=
Jumlah seluruh kematian
19
Ilustrasi Crude Mortality Rate, Crude-specific Mortality Rate, dan Case
Fatality Rate:
• Di suatu peternakan sapi perah, diketahui 40 ekor mati dalam satu tahun.
Total sapi perah pada awal tahun adalah 400 ekor, pertengahan tahun
420 ekor dan akhir tahun 390 ekor. Maka crude mortality rate adalah:
= 40/{(400+390)/2} = 40/395 = 0.101 (10.1%), atau
= 40/{(400+420+390)/3} = 40/403 = 0.099 (9.9%)

• Selanjutnya, diketahui bahwa 20 ekor diantaranya mati karena


babesiosis, maka mortality rate karena babesiosis adalah:
= 20/395 = 0.051 = 5.1%, atau
= 20/403 = 0.05 = 5%
• Dari ilustrasi di atas, misalnya terdapat 50 ekor yang menderita babesiosis 20
selama periode pengamatan, maka case fatality rate adalah:
20/50 = 0.4 = 40%

Ilustrasi Proportional Morbidiry Rate (PMR):


Selama 6 bulan pengamatan di peternakan sapi potong diperoleh data
kasus penyakit sebagai berikut.

Jenis Penyakit Kasus (ekor) PMR (%)


Septichemia epozootica 2 5
Cacingan 20 50
Bloat 10 25
Pink Eye 8 20
Total Kasus 40 100
21
Jenis Pengukuran Penyakit

1. Ukuran Kasar (Crude Measure)


 Menyajikan jumlah total penyakit/kematian tanpa memperhatikan susunan
populasi
 Ukuran yang diperoleh: prevalensi atau insidensi penyakit secara keseluruhan
2. Ukuran Spesifik (Specific Measure) 22
 Melukiskan kejadian penyakit berdasarkan kategori tertentu dari
populasi (umur, jenis kelamin, pekerjaan dan sebagainya)
 Ukuran yang diperoleh: prevalensi atau insidensi penyakit dalam setiap
kategori sifat hospes
 Sebagai bahan informasi penting dalam menetapkan strategi
pengendalian penyakit
3. Adjusment/Standardization of Rate 23
 Ukuran yang diperoleh setelah dilakukan penyesuaian populasi
terhadap susunan populasi yang dikaji
 Untuk menarik kesimpulan dengan benar mengenai perbandingan
suatu keadaan (penyakit, kematian dan sebagainya) pada dua
populasi yang berbeda
 Penyesuaian langsung (direct adjusment) dihitung dengan rumus :

sr1 x (S1/N) + sr2 x (S2/N) + … srn x (Sn/N)

Keterangan :
sr : Nilai spesifik pada populasi yang dipelajari
S : Jumlah kelompok spesifik dalam populasi standar
N : Jumlah total dalam populasi standar (N=S1+S2+…..Sn)
24
Ilustrasi: Crude Measure, Specific
Measure, dan Adjustment of Rate

 Selama rentang waktu 1 tahun dilakukan pengamatan terhadap insidensi masititis


subklinis di Peternakan Sapi Perah A dan Peternakan B. di Peternakan A ditemukan
40 dari 1000 ternak sapi perah yang mengalami masititis subklinis, sedangkan di
Peternakan B ditemukan 46 dari 600 ternak sapi perah yang mengalami penyakit
serupa. Bagaimana kesimpulan anda?
Tingkat Insidensi:
• Peternakan A = 40/1000 = 0.04 = 4%
• Peternakan B = 46/600 = 0.08 = 8%

Dimana masalah penyakit mastitis subklinis lebih serius?


 Selanjutnya, anda mendapatkan informasi lebih detail mengenai
25
komposisi populasi berdasarkan kategori periode laktasi dan jumlah kasus
penyakit pada setiap kategori pada kedua peternakan tsb. Datanya
diringkas sebagai berikut:

Peternakan Periode Laktasi (PL) Jml Ternak (ekor) Jml Kasus Insidensi
- PL Pertama 600 12 0.02
A - PL Kedua 200 8 0.04
- PL Ketiga 200 20 0.10
- PL Pertama 100 2 0.02
B - PL Kedua 100 4 0.04
- PL Ketiga 400 40 0.10

Apa kesimpulan anda berdasarkan informasi ini?


 Hitung Adjustment of Rate untuk menarik kesimpulan secara keseluruhan, 26
dengan cara memotret masalah tersebut pada populasi standar yang
sama. Misalnya, populasi standar untuk kedua peternakan tsb masing-
masing terdiri dari PL-Pertama 1000 ekor, PL-Kedua 500 ekor, dan PL-Ketiga
500 ekor.

Adjustment of Rate (per-100):


𝑆1 𝑆2 𝑆3
Peternakan A = 𝑆𝑟1 × + 𝑆𝑟2 × + 𝑆𝑟3 ×
𝑁 𝑁 𝑁
1000 500 500
=2× +4× + 10 ×
2000 2000 2000

= 1 + 1 + 2.5
= 4.5
Peternakan A = sama

Apa kesimpulan anda?


 Menghitung Adjustment of Rate juga bisa dilakukan dengan cara berikut 27
(tidak langsung):

Peternakan A:
Jumlah penyakit berdasarkan populasi standard:
- PL-Pertama = 0.02 x 1000 = 20
- PL-Kedua = 0.04 x 500 = 20
- PL-Ketiga = 0.10 x 500 = 50
Total Kasus = 90
Total Pop Standard = 2000
90
Insidensi = = 4.5 per-100
2000

Peternakan B: sama
28

Terima Kasih
1

Uji Diagnostik
(Screening Test)

Abdul Zahid Ilyas

Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner


Sekolah Kedokteran Hewan dan Biomedis - Institut Pertanian Bogor
2
Uji Diagnostik

A. Pengertian : Setiap prosedur yang dapat digunakan untuk mendeteksi


penyakit pada individu/seekor hewan

B.Tujuan : (1). Identifikasi presumptif status penyakit hewan


(2). Deteksi dini penyakit
(3). Estimasi kejadian penyakit pada populasi
(4). Merancang studi untuk menilai uji baru (menentukan
sensitivitas dan spesifisitas uji)
Syarat: 3
1.) Kaidah Statistik =
 Sampling Method
 Sample Size
Estimasi penyakit pada
populasi
2.) Uji Diagnostik =
 Akurasi
 Presisi
C. Tipe Uji Diagnostik : 4
(1). Uji Patognomonik : Mendeteksi tanda/substansi/ respon/perubahan
jaringan yang merupakan prediktor absolut dari
kehadiran penyakit atau agen penyakit tertentu
(2). Uji Surrogate : Mendeteksi perubahan-perubahan sekunder
yang diharapkan dapat memprediksi kehadiran
atau ketiadaan penyakit/agen penyakit tertentu

D. Hasil Pengujian Surrogate :

(1). Seropositive : True positive (Positif Sejati)


False positive (Positif Palsu)
(2). Seronegative : True Negative (Negatif Benar)
False Negative (Negatif Palsu)
5
Contoh False Positive:
- Vaksinasi
- Maternal antibodies
- Non-specific inhibitors
- Non-specific aglutinin
- Group cross-reaction → Ab Yersinia enterocolitica + Ag Brucella

Contoh False Negative:


- Toleransi alamiah terhadap antigen → Paparan foetus oleh BVD
- Improper timing
- Unsuitable test → ASF tak bisa dideteksi dengan CFT
E. Kriteria Kehandalan Uji Diagnostik : 6

(1). Repeatability : Kemampuan dari suatu uji untuk memberikan hasil yang konsisten

 Pemakai uji telah terlatih dengan baik dalam prosedur pengujian


 Peralatan uji terpelihara dengan baik dan sudah dikalibrasi
 Hasil uji diperiksa secara teratur terhadap kontrol positif dan negatif sebelum,
selama dan sesudah tiap seri pengukuran

(2). Accuracy : Kemampuan uji untuk mengidentifikasi individu/hewan yang


terinfeksi secara tepat

 Sensitivity (Se) : Probabilitas uji untuk mengidentifikasi hewan yang


terinfeksi secara tepat
 Specificity (Sp) : Probabilitas uji untuk mengidentifikasi hewan yang tidak
terinfeksi secara tepat
 Predictive Value : 7

(1) Positif Uji : Proporsi dari positif uji yang benar-benar terinfeksi
penyakit

(2) Negatif Uji : Proporsi dari negatif uji yang benar-benar tidak
terinfeksi penyakit
8
Ilustrasi Tabel 2 x 2 : Penurunan Rumus

Penyakit (D)

+ -
+ a b a+b
Hasil Uji (T)
- c d c+d
a+c b+d n

 Sensitivity P (T+│ D+) : a/(a+c)

 Specificity P (T-│ D-) : d/(b+d)


9
 Estimated Prevalence P (T+) : (a+b)/n
prevalensi yang didasarkan pada hasil
pengujian

 True Prevalence P (D+) : (a+c)/n


prevalensi yang didasarkan pada kondisi
penyakit hewan

 Predictive Value : - Positif Uji P (D+│T+) : a/(a+b)


- Negatif Uji P (D- │T-) : d/(c+d)
 False Positive P (T+ │D-) : b/(b+d) = 1- Sp 10
proporsi hewan tak sakit yang secara salah
dinyatakan positif oleh uji

 False Negative P (D+ │T-) : c/(a+c) = 1 - Se


proporsi hewan sakit yang secara salah
dinyatakan negatif oleh uji

 Akurasi : (a+d)/n
Proporsi hewan yang status penyakitnya
teridentifikasi secara tepat oleh uji

 Misklasifikasi : (b+c)/n
Proporsi hewan yang status penyakitnya tidak
teridentifikasi secara tepat oleh uji
F. Kesalahan dalam Pengujian 11

% Hewan
Ambang

d a

c b
Titer

a = tes + dari hewan sakit


b = tes + dari hewan tak sakit
c = tes - dari hewan sakit
d = tes - dari hewan tak sakit
G. Hubungan antara Sensitivitas dan Spesifisitas 12

% Hewan

d a

c b
Titer

 Batas ambang bergeser ke kiri : uji makin sensitif


 Batas ambang bergeser ke kanan : uji makin spesifik
Contoh Pengujian : 13

Contoh (1).Hasil penggunaan uji diagnostik dengan Sensitivity = 90%,


Specificity = 90%, Sampel = 1000 dan True Prevalence = 10%

Sakit

+ - Total

Uji + 90 90 180
- 10 810 820
Total 100 900 1000

 Estimated prevalence = 180/1000 = 18%


 Nilai prediktif positif uji = 90/180 = 50%
 Nilai prediktif negatif uji = 810/820 = 98%
Contoh (2). Hasil uji diagnostik dengan Sensitivity = 90%, Specificity = 14
90%, Sampel 1000 dan True Prevalence = 1%

Sakit

+ - Total

Uji + 9 99 108
- 1 891 892
Total 10 990 1000

 Estimated prevalence = 108/1000 = 10,8%


 Nilai prediktif positif uji = 9/108 = 8,3%
 Nilai prediktif negatif uji = 891/892 = 99,9%
H. Faktor yang Mempengaruhi Nilai Prediktif : 15

 Sensitivitas
 Spesifitas
 True Prevalence

I. Faktor Koreksi :
Jika Se dan Sp diketahui maka True Prevalence dapat dihitung berdasarkan
prevalensi studi (estimated prevalence)

(Estimated Prevalence + Specificity −1)


True Prevalence =
(Specificity + Sensitivity −1)

(0,108 + 0,90 − 1)
Dari Contoh 2 : TP = = 𝟏%
(0,90 + 0,90 − 1)
J. Bagaimana Mengatasi Permasalahan dalam Uji Diagnostik ? 16

Contoh (3) : Hasil uji diagnostik dengan Sensitivity= 95%, Specificity= 85%, True
Prevalence = 1% dan populasi 10.000

Penyakit
+ - Total
+ 95 1485 1580
Uji I
- 5 8415 8420
Total 100 9900 10000

• Nilai Prediktif Positif Uji = 95/1580 = 6%


• Estimated Prevalence = 1580/10000 = 15.8%
Contoh (4) : Aplikasi uji diagnostik dengan Sensitivity = 95%, Specificity = 98%
17
terhadap kelompok positif uji pada Contoh (3).

Penyakit

+ - Total
+ 90 30 120
Uji II
- 5 1455 1460
Total 95 1485 1580

 Nilai Prediktif Positif Uji = 90/120 = 75%


 Estimated Prevalence = 120/10000 = 1,2%
 Sensitivitas keseluruhan = (100-10)/100 = 90%
 Spesifisitas keseluruhan = (8415 +1455)/9900 = 99,7%
K. Interpretasi Pengujian Ganda 18

Interpretasi Paralel :

- Jika salah satu atau kedua uji menyatakan positif maka hewan dianggap
positif terhadap penyakit
- Meningkatkan sensitivitas dan nilai prediktif negatif uji dibandingkan dengan
uji tunggal

Interpretasi Serial :

- Jika hasil setiap uji (dua atau lebih) menyatakan positif maka hewan baru
dianggap positif terhadap penyakit
- Meningkatkan spesifisitas dan nilai prediktif positif uji dibandingkan dengan uji
tunggal
Ilustrasi: 19

TEST I TEST II Interpretasi Paralel


+ - +
Sensitivitas meningkat →
- + +
NP (-) meningkat
+ + +
- - -

TEST I TEST II Interpretasi Serial


+ - -
Sensitivitas meningkat →
- + -
NP (+) meningkat
+ + +
- - -
Contoh (5) : Interpretasi serial dan paralel dalam kombinasi uji diagnostik 20

Uji I Uji II Sakit Tak Sakit


+ - 30 70
- + 50 80
+ + 70 30
- - 50 7620
200 7800

Sensitivitas Spesifisitas
Interpretasi Paralel : 150/200 = 75% 7620/7800 = 97.7%
Interpretasi Serial : 70/200 = 35% 7770/7800 = 99,6%

Catatan : Uji I : Sensitivitas 50% ; Spesifisitas 98,7%


Uji II : Sensitivitas 60% ; Spesifisitas 98,6%
Penjelasan Contoh (5)
21

Awal :
Sakit

+ -
+ 100 100 200
Uji I
- 100 7700 7800
Se = 100/200 = 50%
200 7800 Sp = 7700/7800 = 98.7%

Sakit
+ -
+ 120 110 230 Se = 120/200 = 60%
Uji II Sp = 7690/7800 = 98.6%
- 80 7690 7770
200 7800 8000
Interpretasi Paralel : 22

Sakit
+ -
+ 150 180 330
Uji
(I & II) - 50 7620 7670 Se = 150/200 = 75%
200 7800 8000 Sp = 7620/7800 = 97,7%

Interpretasi Serial :
Sakit
+ -
+ 70 30 100
Uji
(I & II) - 130 7770 7900 Se = 70/200 = 35%
200 7800 8000 Sp = 7770/7800 = 99,6%
23

Terima Kasih
Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesmavet
Fakultas Kedokteran Hewan

Statistika Deskriptif

Etih Sudarnika
Divisi Kesmavet dan Epidemiologi, FKH IPB
Tipe Data

Data

Kategorik Numerik

Ordinal Interval Rasio


Nominal
Mengorganisasi data

 Membuat line listing


➢ Line listing adalah suatu jenis database epidemiologi, yang
terdiri atas baris dan kolom.
➢ Baris → record atau observasi → 1 pengamatan
➢ Kolom → variable: informasi setiap pengamatan, seperti ras,
umur, status vaksinasi, dll.
Jenis variabel

Skala Pengukuran Contoh Nilai

Nominal Jenis kelamin Jantan/betina


“kategorik” atau
“kualitatif” Tingkat Baik/sedang/
Ordinal
biosekuriti buruk
Interval Suhu Suatu nilai
“numerik” atau
“kuantitatif” total plate
Rasio Suatu nilai
count
Peringkasan Data
Metode Peringkasan Data
 Pengetahuan mengenai jenis variable akan mengarahkan
pemilihan analisis data yang digunakan

Ukuran Ukuran
Skala Proporsi
Pemusatan Penyebaran
Nominal Ya tidak tidak
Ordinal ya tidak tidak
Interval Ya, tetapi harus Ya Ya
dikategorikan dahulu
Rasio Ya, tetapi harus Ya Ya
dikategorikan dahulu
Ukuran Pemusatan
 Menggambarkan lokasi pemusatan data
 modus, median, rata-rata, dan rata-rata
geometrik
 Memilih ukuran terbaik untuk digunakan pada
distribusi tertentu sangat bergantung pada dua
faktor:
➢ Bentuk atau kemiringan distribusinya
➢ Tujuan penggunaan.
Modus
 Nilai yang paling banyak muncul dari suatu set data
 Ditentukan hanya dengan menghitung berapa kali setiap
nilai muncul
Contoh:
0, 0, 1, 1, 2, 2, 2, 3, 3, 3, 3, 3, 3, 4, 4, 4, 4
Modus: 3
Modus
➢ Menunjukkan nilai mana yang paling umum
➢ Merupakan ukuran "deskriptif". Tidak digunakan dalam
manipulasi atau analisis statistik.
➢ Tidak terpengaruh oleh nilai ekstrim (pencilan)
Median
 Nilai tengah dari sekumpulan data yang telah diurutkan
(persentil ke-50)
 Posisi median: (n+1)/2

Contoh:
 2, 0, 3, 1, 0, 1, 2, 2, 4, 8, 1, 3, 3, 12, 1, 6, 2, 5, 1
1. Urutkan.
0, 0, 1, 1, 1, 1, 1, 2, 2, 2, 2, 3, 3, 3, 4, 5, 6, 8, 12
2. Tentukan posisinya, yaitu urutan ke-: (19 + 1) ⁄ 2 = 10
3. Tentukan nilai pada posisi tersebut.
0, 0, 1, 1, 1, 1, 1, 2, 2, *2*, 2, 3, 3, 3, 4, 5, 6, 8, 12
median = 2
Median
➢ Median adalah ukuran deskriptif yang baik, terutama untuk data
yang tidak simetris, karena merupakan titik pusat distribusi.
➢ Median relatif mudah diidentifikasi.
➢ Median, seperti modus, umumnya tidak dipengaruhi oleh nilai
ekstrim (pencilan)
➢ Jarang digunakan dalam manipulasi dan analisis statistik.
Rata-rata
 Nilai yang paling dekat dengan semua nilai lain dalam
sebuah distribusi.
 Metode untuk menghitung rata-rata:
➢ Langkah 1. Tambahkan semua nilai yang diamati dalam distribusi.
➢ Langkah 2. Bagilah jumlah tersebut dengan jumlah pengamatan.
Rata-rata
 Karena sifat pemusatannya, rataan disebut juga pusat
gravitasi dari suatu distribusi frekuensi. Jika distribusi
frekuensi diplot pada grafik, dan grafik diseimbangkan pada
titik tumpu, rata-rata merupakan titik di mana distribusi
akan seimbang.
 Rata-rata adalah ukuran deskriptif terbaik untuk data yang
terdistribusi normal.
 Tidak baik untuk data yang tidak simetris atau memiliki
nilai ekstrim.
Rata-rata Geometrik
 Rata-rata sekumpulan data yang diukur pada skala
logaritmik.
 Untuk menghitung rata-rata geometris, Anda memerlukan
kalkulator ilmiah dengan tombol log dan yx.
Rata-rata Geometrik
 Ada dua metode untuk menghitung rata-rata geometris.
➢ Hitung logaritma setiap nilai.
➢ Hitung rata-rata nilai log dengan menjumlahkan nilai log, lalu
membaginya dengan jumlah pengamatan.
➢ Ambil antilog nilai log rata-rata untuk mendapatkan mean
geometris.
Rata-rata Geometrik
Contoh:
Hitunglah nilai rata-rata geometric dari data berikut ini:
10, 10, 100, 100, 100, 100, 10,000, 100,000, 100,000, 1,000,000

log10(xi) = 1, 1, 2, 2, 2, 2, 4, 5, 5, 6
Rata-rata log10(xi) = (1+1+2+2+2+2+4+5+5+6) / 10 = 30 / 10 = 3
1. Antilog10(3) = 103 = 1,000.
2. Rata-rata geometrik = 1,000.
Rata-rata Geometrik
 Rata-rata geometrik adalah ukuran pilihan untuk variabel
yang diukur pada skala eksponensial atau logaritmik,
seperti titer antibodi.
 Rata-rata geometrik sering digunakan untuk sampel
lingkungan, ketika level dapat berkisar pada beberapa kali
lipat. Misalnya, tingkat koliform dalam sampel yang diambil
dari suatu badan air dapat berkisar dari kurang dari 100
hingga lebih dari 100.000.
Memilih ukuran yang tepat

 Modus, median, rata-rata, dan rata-rata geometrik - adalah


nilai tunggal yang digunakan untuk mewakili semua nilai
yang diamati dari suatu distribusi.
 Setiap ukuran memiliki kelebihan dan kekurangan.
Pemilihan ukuran yang paling tepat memerlukan penilaian
berdasarkan karakteristik data (misalnya, terdistribusi
normal atau miring, dengan atau tanpa pencilan, skala
aritmatika atau log) dan alasan untuk menghitung ukuran
(misalnya, untuk tujuan deskriptif atau analitik) .
Ukuran Penyebaran
 Menjelaskan penyebaran (atau variasi) nilai
dalam suatu distribusi.
 Ukuran penyebaran meliputi range, jarak
antarkuartil dan deviasi standar.
Range
 Selisih antara nilai maksimum dan minimum
 Step 1. Tentukan nilai maksimum dan minimum
 Step 2. range = maksimum - minimum
Jarak antarkuartil
 Merepresentasikan bagian tengah distribusi, dari persentil
ke-25 (Kuartil 1) hingga persentil ke-75 (kuartil 3).
 Kisaran interkuartil mencakup kira-kira setengah dari
kumpulan pengamatan, dan menyisakan seperempat
pengamatan di setiap sisi.
Menghitung Jarak antarkuartil
 Langkah 1. urutkan nilai pengamatan.
 Langkah 2. Temukan posisi kuartil ke-1 dan ke-3 dengan rumus
berikut. Bagilah jumlah tersebut dengan jumlah observasi. Posisi
kuartil ke-1 (Q1) = persentil ke-25 = (n + 1) ⁄ 4. Posisi kuartil ke-3 (Q3)
= persentil ke-75 = 3 (n + 1) ⁄ 4 = 3 × Q1
 Langkah 3. Identifikasi nilai kuartil ke-1 dan ke-3.
 Jika kuartil terletak pada suatu pengamatan (yaitu, jika posisinya
adalah bilangan bulat), nilai kuartil adalah nilai pengamatan itu.
Misalnya, jika posisi kuartil adalah 20, nilainya adalah nilai observasi
ke-20.
 Jika kuartil terletak di antara pengamatan, nilai kuartil adalah nilai
pengamatan yang lebih rendah ditambah pecahan yang ditentukan dari
selisih pengamatan. Misalnya, jika posisi kuartil adalah 20¼, itu
terletak di antara pengamatan ke-20 dan ke-21, dan nilainya adalah
nilai pengamatan ke-20, ditambah ¼ selisih antara nilai pengamatan
ke-20 dan ke-21.
 Langkah 4. Hitung rentang interkuartil sebagai Q3 dikurangi Q1.
Deviasi standar
 Deviasi standar adalah ukuran penyebaran yang paling
umum digunakan dengan nilai rata-rata.
Menghitung Deviasi standar
 Langkah 1. Hitung nilai rata-rata.
 Langkah 2. Kurangi rata-rata dari setiap observasi.
Kuadratkan selisihnya.
 Langkah 3. Jumlahkan selisih kuadrat.
 Langkah 4. Bagilah jumlah selisih kuadrat dengan n - 1.
 Langkah 5. Ambil akar kuadrat dari nilai yang diperoleh
pada Langkah 4. Hasilnya adalah deviasi standar.
Standard error of the mean
 The standard error of the mean mengacu pada keragaman
yang mungkin kita harapkan dalam suatu sampel berulang
yang diambil dari populasi yang sama.
 Rataan sampel yang kita peroleh hanyalah salah satu dari
rataan sampel yang jumlahnya tak terbatas. Standard error
of mean mengukur variasi dalam rata-rata sampel tersebut.
Menghitung standard error of the mean

 Step 1. Hitung deviasi standar.


 Step 2. Bagi deviasi setandar dengan akar
besaran sampel (n).
Selang kepercayaan

Menggambarkan penduga rataan


dengan suatu selang nilai

Menggambarkan peluang nilai rataan


populasi terdapat pada selang nilai tersebut.
Ilustrasi 1:
Dari suatu survey untuk menduga
rataan produksi susu di peternakan
sapi perah rakyat di Kabupaten X
diperoleh hasil bahwa rataannya
adalah 10 - 15 liter dengan tingkat
kepercayaan 95%.
Artinya adalah jika penelitian tersebut
diulang 100 kali, maka peluang
diperoleh rataan terletak pada selang
tersebut adalah 95%
Penghitungan selang kepercayaan
untuk data kuantitatif

 Informasi yang diperlukan untuk penghitungan:


➢ Rataan sampel (perkiraan dari rataan
populasi)
➢ Galat baku (Standard error) dari rataan
sampel
➢ Nilai-t pada derajat bebas n-1
Galat Baku (Standard error/SE)

 Galat baku dihitung dengan:


➢ Membagi simpangan baku contoh dengan akar
kuadrat dari jumlah pengamatan sampel (n).

SE = s / n
Bagaimana menghitung selang
kepercayaan untuk rataan?
x  t / 2, SE
atau

x  t / 2 , s / n
Data Kualitatif (Data Kategori)

 Ringkasan data
➢ Proporsi contoh (p) sebagai penduga
proporsi populasi
 Cara menghitung p:
➢ Hitung jumlah dengan karakteristik yang
dipilih (x) lalu bagi dengan jumlah total
(n).
➢ Mis., # ayam positif AI → x
➢ skor/jumlah total unggas yang diamati →
n
Simpangan baku untuk p:

p(1 − p)
n
Selang kepercayaan untuk p

 Seperti apa penyebarannya?


➢ Hampir terdistribusi secara normal jika ukuran
sampel (n) besar. (npq>5)
 Bagaimana menghitung selang
kepercayaan?
p  z / 2 SE
atau
p (1 − p )
p  z / 2
n
Untuk data yang kompleks, grafik dan bagan
dapat membantu ahli epidemiologi
memvisualisasikan pola dan tren dan
mengidentifikasi variasi dari tren tersebut.

Tabel dan Tabel dan grafik dapat menjadi alat yang


berguna untuk membantu memverifikasi dan
Grafik menganalisis data.

Tabel dan grafik berfungsi sebagai alat bantu


visual
Pembuatan Tabel
 Tabel yang dirancang untuk
menyajikan data kepada orang
lain harus sesederhana
mungkin
 Dua atau tiga tabel kecil,
masing-masing berfokus pada
aspek data yang berbeda, lebih
mudah dipahami daripada satu
tabel besar yang berisi banyak
detail atau variabel.
Membuat Tabel
 Gunakan judul yang jelas dan ringkas yang menjelaskan orang, tempat, dan
waktu
 Awali judul dengan nomor tabel
 Beri label setiap baris dan setiap kolom dan sertakan satuan pengukuran
untuk data (misalnya, tahun, mm Hg, mg/dl, laju per 100.000)
 Tampilkan total untuk baris dan kolom, jika diperlukan. Jika Anda
menunjukkan persentase (%), berikan juga totalnya (selalu 100).
 Identifikasi data yang hilang atau tidak diketahui baik di dalam tabel atau
dalam catatan kaki di bawah tabel
 Jelaskan kode, singkatan, atau simbol apa pun dalam catatan kaki
 Catat pengecualian dalam catatan kaki (misalnya, 1 kasus dan 2 kontrol
dengan riwayat keluarga yang tidak diketahui dikeluarkan dari analisis ini)
 Catat sumber data di bawah tabel atau di catatan kaki jika data tidak asli.
No Jenis Poultry Jumlah

1 Breeding Farm 3

2 Hatchery 2

Tabel 3 Broiler sector 2 6

1 variabel 4 Layer sector 2 10

5 Broiler sector 3 35

6 Layer sector 3 5

7 Ayam kampung sector 3 8

Jumlah 69
No Jenis Poultry Jumlah Persentase

1 Breeding Farm 3 4.3%

2 Hatchery 2 2.9%

3 Broiler sector 2 6 8.7%


Tabel
1 variabel 4 Layer sector 2 10 14.5%

5 Broiler sector 3 35 50.7%

6 Layer sector 3 5 7.2%

7 Ayam kampung sector 3 8 11.6%

Jumlah 69 100.0%
Sapi Sapi
Kambing/Domba Kerbau
Tahun Perah Potong
(ekor) (ekor)
(ekor) (ekor)
2000 5000 500 1200 120
2001 5500 375 1250 100
Lebih dari 1 2002 5500 400 2500 121
2003 4500 450 3000 150
variabel 2004 5500 455 3550 122
2005 6000 500 4650 145
2006 6500 600 4500 155
2007 6800 675 4000 155
2008 7500 700 4675 160
2009 8100 750 4870 175
Tidak Terinfeksi
Biosekuriti Terinfeksi AI Total
AI

Buruk 75 15 90
Tabel
Kontingensi Sedang 60 40 100

Baik 5 100 105

140 155 295


Characteristics Frequency (%)
Age (years)
15-24 28 (14.0)
25-34 60 (30.0)
35-44 63 (31.5)
45-54 33 (16.5)
≥55 9 (4.5)
Not answer 7 (3.5)
Tabel Formal Education
Elementary school 66 (33.0)
Gabungan Junior high school 55 (27.5)
Senior high school 65 (32.5)
University 11 (5.5)
Not answer 3 (1.5)
Sex
Male 20 (10.0)
Female 170 (90.0)
have participated in the rabies campaign in the last one
year
1 time 61 (30.5)
2 time 11 (5.5)
3 time or more 6 (3.0)
Never 122 (61.0)
Characteristics Frequency (%)
Age (years)
Cangkang Tabel 15-24
25-34
------ (……)
------ (……)
35-44 ------ (……)

• Menunjukkan 45-54
≥55
------ (……)
------ (……)
bagaimana data Not answer
Formal Education
------ (……)

akan diatur dan Elementary school ------ (……)


Junior high school ------ (……)
ditampilkan. Senior high school ------ (……)
University ------ (……)
• Merupakan tabel Not answer ------ (……)

yang sudah Sex


Male ------ (……)
lengkap kecuali Female
have participated in the rabies campaign in the
------ (……)

datanya. last one year


1 time ------ (……)
2 time ------ (……)
3 time or more ------ (……)
Never ------ (……)
Data numerik
Jumlah sapi yang dipotong di RPH per hari
Jumlah sapi Frekuensi
<=25 2
26 - 50 14
51 - 75 27
76 - 100 50
101 - 125 112
126 - 150 78
151 - 175 63
176 - 200 12
> 200 5
Variabel Ordinal

Tingkat
Jumlah Persen
Pendidikan

Tidak sekolah 12 8
SD 43 29
SMP 65 43

SMA 17 11
Universitas 13 9
Total 150 100
Variabel Nominal

Jenis Unit Usaha


Jumlah Persen
Unggas

Layer 22 18
Broiler 78 65
Breeding 3 3

Hatchery 17 14
Total 120 100
Pembuatan Grafik
• Grafik menampilkan data numerik dalam bentuk
visual
Grafik • Grafik dapat menampilkan pola, tren,
penyimpangan, persamaan, dan perbedaan
dalam data yang mungkin tidak terlihat dalam
tabel
• Grafik dapat menjadi alat penting untuk
menganalisis dan memahami data
• Grafik sering kali merupakan cara yang efektif
untuk menyajikan data kepada orang lain yang
kurang memahami data tersebut.
• Pastikan bahwa grafik dapat berdiri sendiri dengan
memberi label yang jelas pada judul, sumber, sumbu,
skala, dan legenda;
Membuat • Identifikasi variabel digambarkan dengan jelas
Grafik (legenda, judul sumbu, dll), termasuk satuan ukuran;
• Minimalkan jumlah garis pada grafik
• Umumnya menggambarkan frekuensi pada skala
vertikal, dimulai dari nol, dan variabel klasifikasi pada
skala horizontal
• Pastikan skala untuk setiap sumbu sesuai untuk data
yang disajikan
• Beri keterangan singkatan atau simbol apa pun
• Beri keterangan jika ada data apa yang dikecualikan
• Menunjukkan pola atau tren pada beberapa
variabel, seringkali waktu;
• Secara epidemiologi, grafik jenis ini digunakan
Grafik Garis untuk menampilkan beberapa data series dan
untuk membandingkan data series tersebut;
• Grafik garis dapat menampilkan angka,
kecepatan, proporsi, atau ukuran kuantitatif
lainnya pada sumbu y.
• Umumnya, sumbu x untuk grafik ini digunakan
untuk menggambarkan periode waktu terjadinya,
pengumpulan, atau pelaporan data (misalnya,
hari, minggu, bulan, atau tahun)
 Histogram adalah grafik distribusi frekuensi suatu
variabel kontinu, berdasarkan interval kelas
 Luas setiap kolom sebanding dengan jumlah
pengamatan dalam interval tersebut
 Kurva epidemi adalah histogram yang menampilkan
jumlah kasus penyakit selama wabah atau epidemi
berdasarkan waktu onset
 Sumbu y mewakili jumlah kasus; sumbu x mewakili
tanggal dan / atau waktu onset penyakit
Histogram
Bobot
Bobot badan
badan anakumur
pedet babi3umur tiga(kg)
minggu minggu
16

Frekuensi
14

12

10

0
2.55 - 3.05 3.55 - 4.05 4.55 - 5.05 5.55 - 6.05
3.05 - 3.55 4.05 - 4.55 5.05 - 5.55 6.05 - 6.55

Bobotbadan
Bobot badan (kg)
(kg)
 Poligon, seperti histogram, adalah grafik distribusi
frekuensi;
 Dalam poligon, jumlah pengamatan dalam suatu
interval ditandai dengan satu titik yang ditempatkan
di titik tengah interval;
 Setiap titik kemudian dihubungkan ke titik
berikutnya dengan garis lurus;
 Poligon frekuensi berisi area yang sama di bawah
garis seperti halnya histogram dari data yang sama
POLIGON
Bobot
Bobotbadan
badananak babiumur
pedet
pedet umur 3
tiga minggu
minggu
16
14
12

frekuensi
10
8
6
4
2
0
2.3 2.8 3.3 3.8 4.3 4.8 5.3 5.8 6.3 6.8
Bobot badan (kg)
Perbedaan Poligon dengan grafik garis:
 Poligon (atau histogram) digunakan untuk menampilkan

seluruh distribusi frekuensi (jumlah) variabel kontinu


 Grafik garis digunakan untuk memplot serangkaian titik

data yang diamati (jumlah), biasanya dari waktu ke waktu


 Poligon harus ditutup di kedua ujungnya karena area di

bawah kurva mewakili data


 Grafik garis hanya memplot titik data.
 Diagram batang menggunakan batang dengan lebar
yang sama untuk menampilkan data komparatif
 Perbandingan kategori didasarkan pada fakta
bahwa panjang batang proporsional dengan
frekuensi kejadian dalam kategori tersebut
Perbedaan diagram batang dengan histogram:
 Data yang sesuai untuk diagram batang

adalah data kualitatif/ kategorikal


(misalnya, ras, kelompok umur)
 Histogram menunjukkan frekuensi variabel
kuantitatif/ numerik (misalnya, jumlah
produksi, TPC)
 Susun kategori yang menentukan batang atau kelompok batang dalam urutan alami,
seperti alfabetis atau urutan umur;
 Pilih apakah akan menampilkan batang secara vertikal atau horizontal.
 Buat semua batang memiliki lebar yang sama;
 Buatlah panjang batang itu sebanding dengan frekuensinya.
 Jangan gunakan pemisah skala, karena pembaca dapat dengan mudah salah
menafsirkan ukuran relatif dari kategori yang berbeda;
 Tampilkan tidak lebih dari lima batang dalam sekelompok batang jika
memungkinkan;
 Beri ruang di antara grup batang yang berdekatan tetapi tidak di antara batang
dalam grup.
 Dalam sebuah grup, buat kode variabel yang berbeda dengan perbedaan warna
batang, bayangan, arsir silang, dll.
 Sertakan legenda.
Kasus penyakit pada ruminansia besar yang dilaporkan perhari di Kabupaten Lamongan,
Jawa Timur
 Diagram pencar adalah grafik yang menggambarkan
hubungan antara dua variabel kuantitatif, dengan sumbu x
mewakili satu variabel dan sumbu y mewakili variabel
lainnya;
 Untuk menginterpretasikan diagram pencar, lihat pola
keseluruhan yang dibuat oleh titik-titik yang diplot;
 Pola titik-titik yang cukup padat dari kiri bawah ke kanan
atas menunjukkan korelasi positif, di mana satu variabel
meningkat seiring dengan peningkatan yang lain;
 Pola kompak dari kiri atas ke kanan bawah menunjukkan
korelasi negatif atau terbalik, di mana satu variabel
berkurang seiring bertambahnya variabel lainnya;
 Titik-titik yang tersebar luas atau pola yang relatif datar
menunjukkan korelasi yang rendah.
 Grafik lingkaran digunakan untuk penilaian
proporsional dengan membandingkan elemen data
sebagai persentase atau jumlah terhadap elemen data
lainnya dan terhadap total elemen data.
 Secara konvensional, diagram lingkaran dimulai pada pukul
12;
 Irisan harus diberi label dan disusun dari yang terbesar ke
terkecil, berjalan searah jarum jam, meskipun “lainnya” atau
“tidak diketahui” mungkin yang terakhir;
 Arsiran dapat digunakan untuk membedakan antara irisan
tetapi tidak selalu diperlukan;
 Karena mata tidak dapat secara akurat mengukur area
irisan, grafik harus menunjukkan persentase yang diwakili
oleh setiap irisan baik di dalam atau di dekat setiap irisan.
Jumlah laporan penyakit yang sudah terkonfirmasi di i-SIKHNAS tahun 2020
 Plot titik menggunakan titik-titik untuk menunjukkan
hubungan antara variabel kategori pada sumbu x dan
variabel kontinu pada sumbu y.
 Sebuah titik diposisikan di tempat yang sesuai untuk
setiap pengamatan.
 Plot titik tidak hanya menampilkan pengelompokan
dan penyebaran pengamatan untuk setiap kategori
variabel sumbu x tetapi juga perbedaan pola antar
kategori.
Jumlah sapi
potong
yang
dimiliki
 Menunjukkan hubungan antara variabel kontinu dan
kategori;
 data diringkas dengan menggunakan “kotak dan garis”;
 "Kotak" mewakili nilai dari 50% tengah (atau jarak
antarkuartil) dari titik data, dan “garis" meluas ke nilai
minimum dan nilai maksimum yang diasumsikan data;
 Median biasanya ditandai dengan garis horizontal di dalam
kotak;
 Box plots dapat digunakan untuk menunjukkan dan
membandingkan median, dispersi (range dan jarak
antarkuartil), dan kemiringan
BOX PLOT
8
Bobot badan (kg)

2
A B

Jenis ras
Jumlah laporan sindrom harian di i-SIKHNAS per tahun
“Visualization gives you answers to
questions you didn’t know you had.”
– Ben Schneiderman

Laboratorium Epidemiologi
Divisi Kesmavet dan Epidemiologi
Departemen IPHK, FKH IPB
Jl Agatis Kampus IPB Dramaga Bogor 16680
Telp.: 0251-8628811
E-mail: epidemiologi_fkhipb@apps.ipb.ac.id

Anda mungkin juga menyukai