Konsep Epidemiologi
A. Pengertian Epidemiologi
Istilah dalam masalah kesehatan :
a. Epidemi : masalah kesehatan pada daerah tertentu.
b. Pandemi : epidemi dengan penyebarannya meluas.
c. Endemi : keadaan dimana masalah kesehatan frekuensinya pada suatu
wilayah tertentu menetap dalam waktu lama.
d. Sporadik : Masalah kesehatan pada wilayah tertentu dimana frekuensi
berubah-ubah menurut perubahan waktu.
e. Wabah : kejadian berjangkitnya suatu penyakit dalam masyarakat dengan
jumlah penderita meningkat secara nyata melebihi dari pada
keadaan
yang lazim pada waktu dan daerah tertentu, serta dapat
menimbulkan
malapetaka.
A. Transmisi Penyakit
Transmisi penyakit dikenal juga dengan penularan penyakit yang merupakan suatu
mekanisme dimana penyebab penyakit ditularkan dari seseorang kepada orang lain
atau dari reservoir ke hospes baru. Mekanisme penularan yang paling sering
terjadi adalah melalui beberapa organ tubuh. Ada beberapa cara transmisi penyakit
yaitu :
a) Kontak
Kontak terbagi atas dua, kontak langsung (cenderung terjadi di daerah perkotaan
karena jumlah penduduk yang padat), kontak tidak langsung (melalui benda-benda
yang terkontaminasi)
b) Inhalasi merupakan penularan melalui udara atau pernafasan. Penyakitnya sering
disebut “air borne infection”.
c) Melalui asupan makanan => penyakit saluran pencernaan, dimana dapat dibagi lagi
menjadi : Water Borne Disesase (Air), Port D’entry nya mulut & kulit, Food Borne
Disease (makanan), Milkborne Disease (susu).
d) Infeksi dapat ditularkan melalui tangan, makanan atau minuman.
e) Penetrasi pada kulit misalnya cacing tambang yang menembus kulit, gigitan vector
(malaria) dan melalui luka (tetanus).
f) Infeksi melalui plasenta yaitu infeksi melalui plasenta ibu yang menderita penyakit
ketika mengandung misalnya, syphilis dan toxoplasmosis.
Menurut John Bordon, model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi tiga
komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab (Agent) dan lingkungan
(Enviromet). Suatu penyakit dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antar
ketiga komponen tersebut. Model ini lebih di kenal dengan model triangle
epidemiologi atau triad epidemiologi yang menerangkan penyebab penyakit infeksi
sebab peran agent (yakni mikroba) mudah diisolasikan dengan jelas dari
lingkungan.
B. Morbiditas dan Mortalitas
a). Morbiditas
Semua gangguan pada fungsi dan struktur tubuh seseorang dianggap sebagai
penyakit. Morbiditas merupakan derajat sakit, cedera atau gangguan pada suatu
populasi. Morbiditas mengacu pada angka kesakitan yaitu jumlah orang yang
sakit dibandingkan dengan populasi tertentu yang sering kali merupakan
kelompok yang sehat atau kelompok yang beresiko. Setiap kejadian penyakit,
kondisi gangguan atau kesakitan dapat diukur dengan Angka Insidensi dan Angka
Prevalensi.
b). Mortalitas
Mortalitas adalah ukuran jumlah kematian pada suatu populasi, skala besar suatu
populasi, per dikali satuan. Mortalitas khusus mengekspresikan pada jumlah satuan
kematian per 1000 individu per tahun. Pada masyarakat Indonesia terdapat
beberapa hal yang sering mengakibatkan kematian seperti degenerasi organ vital,
status penyakit, Bunuh diri, Kecelakaan, Pembunuhan, Bencana Alam.
C. Penelitian Epidemiologi
Penelitian epidemiologi dapat dilakukan dengan cara :
a) Penelitian Eksperimental yaitu intervensi atau perlakuan khusus pada obyek yang
diteliti baik secara keseluruhan sampel atau secara randomisasi (eksperimental
murni), atau dapat juga dilakukan secara non randomisasi (eksperimental semu).
b) Penelitian observasional dapat dilihat dari peristiwa secara alami tanpa ada
perlakuan khusus terhadap kelompok yang diteliti.
c) Penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui jumlah kasus baru dan lama dalam
periode tertentu dengan Who, When dan Where. Penelitian ini digunakan untuk
mengetahui sifat kejadian tersebut dalam masyarakat serta kecenderungannya
untuk masa mendatang.
d) Penelitian analitik dapat dilakukan dalam mencari faktor penyebab serta hubungan
sebab akibat terjadinya penyakit maupun gangguan kesehatan lainnya.
e). Cross sectional study merupakan penelitian penyakit dan penyebab atau faktor
resiko. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati hubungan antara faktor resiko
dengan akibat yg terjadi berupa penyakit atau keadaan kesehatan tertentu dalam
waktu yang bersamaan, ditanya masalahnya (akibat) sekaligus penyebabnya
(faktor resikonya).
f). Case controle study, didasarkan pada kejadian penyakit yang sudah ada sehingga
memungkinkan untuk menganalisa dua kelompok tertentu yakni kelompok kasus
yangg menderita penyakit atau terkena akibat yang diteliti, dibandingkan dengan
kelompok yang tidak menderita atau tidak terkena akibat.
g). Cohort study yaitu penelitian observasional analitik yang didasarkan pada
pengamatan sekelompok penduduk tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dalam
hal ini kelompok penduduk yang diamati merupakan kelompok penduduk dengan
2 kategori tertentu yakni yang terpapar dan yang tidak terpapar terhadap faktor
yang dicurigai sebagai faktor penyebab.
D. Pengukuran Epidemiologi
1. Incidence Rate
Incidence rate dari suatu penyakit tertentu adalah jumlah kasus baru yang terjadi di
kalangan penduduk selama periode waktu tertentu.
3. Prevalence Rate
Prevalence rate mengukur jumlah orang di kalangan penduduk yang menderita suatu
penyakit pada satu titik waktu tertentu.
4. Period Prevalence
Digunakan untuk penyakit yang sulit diketahui saat munculnya, misalnya pada
penyakit Kanker dan Kelainan Jiwa.
Peningkatan frekuensi suatu penyakit yang relatif besar dalam waktu yang cepat
sehingga jumlah penderita melampaui keadaan normal atau lebih tinggi daripada yang
diharapkan atau yang diperkirakan sebelumnya, pada waktu dan tempat tertentu, disebut
Keadaan Luar Biasa (KLB) (Noor, 2008).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, kejadian luar biasa adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada
terjadinya wabah.
Selain itu, Menteri Kesehatan RI (2010) membatasi pengertian wabah sebagai
berikut: “Kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu
dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka”.
Kejadian Luar Biasa : Persepsi Risiko Kesehatan. Pemerintah menetapkan status
wilayah yang terjangkit wabah penyakit berdasarkan perhitungan angka kesakitan
(morbidity) dan kematian (mortalitas). Bila di suatu wilayah ditemukan jumlah penderita
melebihi jumlah penderita di bulan yang sama pada tahun lalu di wilayah itu atau angka
kematiannya sudah melebihi 1%, status wilayah itu dinyatakan telah terjadi Kejadian Luar
Biasa (Sinaga, 2015).
B. Kriteria Kerja KLB
Kriteria kerja KLB telah diatur dalam Kep.Dirjen PPM dan PLP No. 451
I/PD.03.04/1997 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB,
yakni sebagai berikut:
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit atau kematian terus-menerus selama kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian atau kematian ≥ 2 kali dibandingkan dengan periode
sebelumnya.
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukan kenaikan ≥ 2 kali bila
dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukan kenaikan ≥ 2 kali
dibandingkan angka rata-rata perbulan dari tahun sebelumnya.
6. CFR suatu penyakit dalam tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih di banding
CFR periode sebelumnya.
7. Proposional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan ≥
2 kali dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu atau tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus: Kolera, DHF/DSS daerah endemis (setiap peningkatan
kasus dari periode sebelumnya) dan terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada
periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit tersebut.
9. Beberapa penyakit yang dialami satu atau lebih penderita: keracunan makanan,
pestisida, tetanus, gizi buruk, dipteri. (Umaroh, 2015).
C. Klasifikasi KLB
Menurut Bustan (2002), Klasifikasi Kejadian Luar Biasa dibagi berdasarkan penyebab
dan sumbernya, yakni sebagai berikut:
1. Berdasarkan Penyebab
a. Toxin
- Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus, Vibrio,
Kholera, Eschorichia, Shigella
- Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum,
Clostridium perfringens
- Endotoxin
b. Infeksi
- Virus
- Bakteri
- Protozoa
- Cacing
c. Toxin Biologis
- Racun jamur
- Alfatoxin
- Plankton
- Racun ikan
- Racun tumbuh-tumbuhan
d. Toxin Kimia
- Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam
lain cyanida, nitrit, pestisida.
- Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya.
2. Berdasarkan Sumber
a. Sumber dari manusia
Misalnya: jalan napas, tangan, tinja, air seni, muntahan
seperti: Salmonella, Shigella, hepatitis.
b. Bersumber dari kegiatan manusia
Misalnya: toxin dari pembuatan tempe bongkrek, penyemprotan pencemaran
lingkungan.
c. Bersumber dari binatang
Misalnya: binatang peliharaan, rabies dan binatang mengerat.
d. Bersumber pada serangga (lalat, kecoak)
Misalnya: Salmonella, Staphylococcus, Streptococcus
e. Bersumber dari udara
Misalnya: Staphylococcus, Streptococcus virus
f. Bersumber dari permukaan benda-benda atau alat-alat
Misalnya: Salmonella
g. Bersumber dari makanan dan minuman
Misalnya: keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.
b. Diare
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan, di mana
sarana air bersih dan jamban yang tidak sehat serta perilaku manusia yang tidak sehat
merupakan faktor dominan penyebab penyakit tersebut. Kasus diare dapat
menyebabkan kematian terutama pada saat Kejadian Luar Biasa (KLB).
Pada tahun 2011 di Kabupaten Sambas terdapat 11.532 kasus dan mengalami
peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010. Persentase diare ditemukan dan
ditangani tahun 2011 adalah sebesar 22,75%.
Dengan demikian program penyehatan lingkungan dan kebersihan individu menjadi
sangat penting untuk mereduksi penyakit diare. Penyakit diare dapat dikorelasikan
dengan perbaikan hygiene sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam
kehidupan sehari - hari serta melibatkan kader dalam tatalaksana diare karena dengan
penanganan yang tepat dan cepat ditingkat rumah tangga, maka diharapkan dapat
mencegah terjadinya kasus dehidrasi berat yang dapat mengakibatkan kematian.
G. Penyelidikan KLB
Prinsip dasar penyelidikan wabah umumnya sama, pada penyakit menular dan
tidak menular, (khusus untuk penyakit menular ada beberapa terminologi yang harus
dipahami, yaitu: karier, kontak, masa penularan, menular, infeksi masa inkubasi,
subklinis, isolasi, karantina transmisi, reservoir, sumber penularan, vektor,
konvalesent, zoonosis, dan sebagainya) (Noor, 2008).
Sebelum melakukan penyelidikan, langkah awal yang harus dilakukan adalah
menentukan tujuan penyelidikan KLB. Menurut Weraman (2010), tujuan utama dari
suatu penyelidikan KLB adalah untuk mencegah meluasnya (penanggulangan) dan
terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian), sedangkan tujuan
khususnya dengan memastikan diagnosis penyakit, menetapkan KLB, dan
menentukan sumber dan cara penularan.
Menurut Noor (2008), terdapat 3 langkah dalam penyelidikan KLB, antara lain:
1. Garis Besar Pelacakan Wabah / Kejadian Luar Biasa
Keberhasilan suatu kegiatan pelacakan wabah sangat ditentukan oleh berbagai
kegiatan khusus. Pengumpulan data dan informasi secara seksama langsung di
lapangan/tempat kejadian, yang diikuti dengan analisis data yang teliti dengan
ketajaman penelitian merupakan landasan dari keberhasilan pelacakan. Menurut
Weraman (2010), pertimbangan penetapan pelacakannya selain didasarkan pada
perolehan informasi yang akurat juga harus mempertimbangkan hal-hal lain seperti
sumber daya yang ada (dana, sarana, dan tenaga), luas wilayah KLB, asal sumber
KLB, dan sifat penyakit.
Dengan demikian maka dalam usaha pelacakan KLB, diperlukan langkah-langkah
yang merupakan pedoman dasar yang kemudian harus dikembangkan sendiri oleh
investigator (pelacak) dalam menjawab pertanyaan yang mungkin timbul dalam
kegiatan pelacakan tersebut. Walaupun penentuan langkah-langkah sangat
tergantung tim pelacak, namun prinsip dasar seperti penentuan diagnosis serta
penentuan adanya wabah harus mendapatkan perhatian lebih awal dan harus
ditetapkan sedini mungkin.
2. Analisis Situasi Awal
Pada tahap awal pelacakan suatu situasi yang diperkirakan KLB, diperlukan
sekurang - kurangnya empat kegiatan awal yan bersifat dasar dari pelacakan.
a. Penentuan / penegakan diagnosis
Penelitian/pengamatan klinis dan pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk
kepentingan diagnosis. Laporan awal yang diperoleh harus diamati secara tuntas
apakah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (perhatikan tingkat kebenarannya
yaitu kasus pasti: ada kepastian pemeriksaan laboratorium serologi, bakteriologi,
virologi atau parasitologi atau tanpa gejala klinis. Kasus mungkin: tanda/gejala
sesuai dengan penyakitnya tanpa dukungan laboratorium. Kasus tersangka:
tanda/gejala sesuai dengan penyakitnya tetapi pemeriksaan laboratorium negatif)
(Lapau, 2011). Seperti contohnya wabah penyakit demam berdarah dengue
(DBD), harus jelas diagnosis secara klinis maupun laboratorium. Hal ini
mengingat bahwa gejala DBD dapat didiagnosis secara tidak tepat, disamping itu,
pemeriksaan laboratorium terkadang tidak cukup hanya satu kali.
Dalam menegakkan diagnosis, harus ditetapkan kapan seseorang dapat dinyatakan
sebagai kasus. Hal ini sangat tergantung pada keadaan dan jenis masalah yang
sedang dihadapi. Seseorang dapat dinyatakan kasus hanya dengan gejala klinis
saja atau dengan pemeriksaan laboratorium saja atau keduanya. Misalnya wabah
diare, bila kita mengarah pada masalah diare secara umum maka diagnosisnya
hanya dengan gejala klinis saja. Tetapi bial masalah ini diarahkan khusus untuk
cholera Eltor, maka pemeriksaan laboratorium sangat menentukan disamping
gejala klinis dan analisis epidemiologi.
Weraman (2010) mengemukakan cara diagnosis penyakit pada KLB adalah
dengan mencocokkan gejala atau tanda penyakit yang terjadi pada individu. Pada
tahap ini paling tidak dapat dibuat distribusi frekuensi gejala klinis. Cara
penghitungan distribusi frekuensi dari tanda dan gejala yang ada pada kasus
antara lain:
1) Membuat daftar gejala yang ada pada kasus
2) Menghitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut
3) Menyusun urutan menurut frekuensinya
Selanjutnya melakukan uji hipotesis dengan menyelaraskan pola klinis,
laboratoris, dan pola epidemiologis dari kasus yang ditemukan dengan
pengetahuan tentang penyakit tersebut.
b. Penentuan adanya wabah
Langkah ini adalah saat tindakan deskriptif mulai berperan. Sebelumnya harus
dipastikan dulu bahwa memang benar terjadi epidemik (Magnus, 2010).
Penentuan adanya wabah dapat dilakukan dengan melakukan usaha
perbandingan keadaan jumlah kasus sebelumnya untuk melihat apakah terjadi
kenaikan frekuensi, artinya apakah jumlah kasus yang dihadapi jauh lebih
banyak dari sebelumnya, atau jumlah kasus lebih tinggi dari yang diperkirakan
sebelumnya.
Selain itu perbandingan periode waktu yang terdekat serta periode tahun
sebelumnya untuk mengidentifikasi pola penyakit perlu dilakukan. Contohnya,
jika seseorang melihat jumlah kasus saat musim panas, pada umumnya kasus
campak lebih banyak terjadi daripada di musim lainnya. Di samping itu, juga
dapat memeriksa rate yang disesuaikan menurut usia, jenis kelamin, dan ras
untuk melihat apakah ada perbedaan subpopulasi yang mengalami penyakit dan
rate yang disesuaikan dapat menunjukkan penjelasan alternatif wabah yang
memang terjadi (Magnus, 2010).
c. Uraian keadaan wabah
Uraian keadaan wabah dapat diuraikan berdasarkan tiga unsur utama, yakni waktu,
tempat, dan orang. Sebelumnya membuat kurva epidemi terlebih dahulu dengan
menggambarkan penyebaran kasus menurut waktu mulainya timbul gejala penyakit.
Di samping itu, menggambarkan penyebaran sifat epidemi berdasarkan penyebaran
kasus menurut tempat/secara geografis (spot map epidemi). Selanjutnya melakukan
perhitungan epidemiologi seperti perhitungan angka kejadian penyakit pada populasi
dengan risiko seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, keterpaparan terhadap faktor
tertentu (misalnya makanan, minuman atau faktor penyebab lainnya) serta berbagai
sifat orang yang berguna dalam analisis.
3. Analisis Lanjutan
Setelah melakukan analisis awal dan menetapkan adanya situasi wabah, selanjutnya
ada beberapa pokok yang perlu diperhatikan pada tindak lanjut tersebut, yaitu:
a. Usaha penemuan kasus tambahan
1) Pelacakan ke rumah sakit dan dokter praktek umum setempat untuk mencari
kemungkinan penderita penyakit yang diteliti dan belum termasuk dalam
laporan.
2) Pelacakan dan pengawasan yang intensif terhadap orang-orang yang tanpa
gejala atau gejala ringan/tidak spesifik, tetapi memiliki potensi menderita atau
melakukan kontak dengan penderita, misalnya penyakit hepatitis.
b. Analisis lanjutan
Dilakukan dengan menambahkan informasi yang didapatkan dan laporan hasil
interpretasi tersebut.
c. Menegakkan hipotesis
Berdasarkan hasil analisis dari seluruh kegiatan, dibuatlah kesimpulan hasil analisis
yang bersifat hipotesis tentang keadaan yang diperkirakan. Kesimpulan dari semua
fakta yang telah ditemukan dan diketahui harus sesuai dengan apa yang tercantum
dalam hipotesis tersebut.
d. Tindakan pemadaman wabah dan tindak lanjut
Tindakan pemadaman wabah diambil berdasarkan hasil analisis dan sesuai dengan
keadaan wabah yang terjadi. Tindakan pemadaman wabah harus disertai dengan
berbagai kegiatan tindak lanjut (follow up) sampai keadaan normal kembali.
Biasanyma kegiatan tindak lanjut dan pengamatan dilakukan sekurang-kurangnya 2
kali masa tunas penyakit yang mewabah. Pada beberapa penyakit yang mempunyai
potensi menimbulkan KLB susulan, perlu disusun suatu program dalam bentuk
surveilans epidemiologi, terutama pada kelompok risiko tinggi.
Pada akhir setiap pelacakan wabah, harus dibuat laporan lengkap yang kemudian
dikirim kepada semua instansi terkait.
Menurut Hasmi (2011), langkah - langkah yang dapat dilakukan untuk
penyelidikan wabah atau KLB antara lain:
1. Menetapkan diagnosis
Melakukan pemeriksaan klinis dan laboratorium untuk memastikan diagnosa.
Selalu mempertimbangkan apakah laporan permulaan benar dan diperlukan
penetapan kriteria untuk menentukan seseorang kasus.
2. Menetapkan adanya suatu wabah
Menunjukkan adanya kelebihan suatu kasus pada waktu ini dibandingkan dengan
waktu - waktu sebelumnya.
3. Menguraikan wabah dalam hubungannya dengan orang, waktu, tempat. Membuat
kurva epidemik, membuat spot map dan tabulasi penyebaran kasus menurut sifat
orang, umur, jenis kelamin, pekerjaan dan lain - lain.
4. Merumuskan dan menguji hipotesa terjadinya wabah. Menunjukkan bentuk wabah,
apakah dari orang ke orang atau berasal dari satu sumber. Berdasarkan pengetahuan
yang didapat, kemudian menentukan siapa yang mempunyai risiko tertinggi untuk
mendapatkan serangan penyakit. Mempertimbangkan kemungkinan - kemungkinan
sumber - sumber dari mana penyakit berasal. Membandingkan kasus - kasus dan
penduduk lainnya yang tidak terserang (kontrol) dari segi pemaparan terhadap
sumber yang tersangka. Melakukan uji statistik untuk menentukan sumber
penularan yang mungkin. Bila memungkinkan mengusahakan pemeriksaan
laboratorium untuk memastikan hasil penyelidikan epidemiologi.
5. Mencari kemungkinan adanya kasus - kasus lain yang belum diketahui dan
membuat uraian deskriptif bagi mereka seperti yang sudah dilakukan sebelumnya.
6. Menganalisis data.
7. Menentukan apakah fakta - fakta yang telah dikumpulkan mendukung hipotesa
terjadinya wabah.
8. Membuat laporan penyelidikan wabah yang memuat pembahasan mengenai faktor -
faktor yang menyebabkan wabah, penilaian terhadap usaha - usaha pemberantasan
yang telah dilakukan dan rekomendasi - rekomendasi untuk pencegahan di waktu
mendatang.
H. Contoh Kasus KLB
Menurut Heukelbach (2016), Virus Zika (ZIKV) yang sebelumnya tidak
diketahui oleh sebagian besar dokter, profesional kesehatan masyarakat, dan
pembuat kebijakan di seluruh dunia, kini menyebar dengan
cepat di Amerika berasal dari wabah di Brazil. Pada 1 Februari 2016, Organisasi
Kesehatan Dunia mengumumkan Kesehatan Darurat Masyarakat Peduli
Internasional, mengingat meningkatnya jumlah kasus infeksi ZIKV dan hubungan
sebab akibat diduga kuat antara infeksi dan neurologis gangguan ZIKV dan anomali
kongenital, yang telah meningkat baru - baru ini di Brazil. Pada akhir Januari 2016,
telah ada 18 negara di benua Amerika dengan kasus asli dikonfirmasi virus Zika.
Virus ZIKV dari famili Flaviviridae yang ditularkan ke manusia oleh gigitan
dari nyamuk dari genus Aedes. Virus ini terkait dengan flaviviruses lainnya seperti
virus demam kuning (YFV), virus dengue (DENV), dan virus ensefalitis Jepang,
namun sebagian besar mirip dengan virus Spondweni. ZIKV diisolasi untuk pertama
kalinya pada tahun 1947 dari monyet rhesus sentinel di hutan Zika dari Uganda
selama studi demam hutan. Modus utama penularan dianggap Vectorial meskipun
laporan sebelumnya telah menunjukkan bahwa virus dapat ditularkan dengan cara
lain termasuk pekerjaan, perinatal, dan hubungan seksual (Heukelbach, 2016).
Ada kasus manusia periodik dilaporkan dari Afrika dan Asia dalam beberapa
dekade intervensi,tapi itu tidak sampai 2007 bahwa epidemi besar dilaporkan, pada
Yap Island, Negara Federasi Mikronesia. Infeksi Zika yang kemudian diidentifikasi
di bagian lain di Asia, dengan pergeseran ke arah Amerika diramalkan oleh wabah
di Pulau Paskah Mei 2014. Pada Maret 2015, kasus yang diidentifikasi di Bahia,
Brazil, dengan penyebaran yang cepat berikutnya melalui beberapa negara Brazil,
dan negara - negara lain di Amerika Selatan dan Karibia : per Januari 2016, kasus
lokal menular telah dilaporkan oleh Pan American Health Organisasi di Puerto
Rico dan 19 negara / wilayah di Amerika (Lednicky, 2016).
A. Ringkasan
Kejadian luar biasa adalah peningkatan frekuensi penyakit sehingga jumlah
penderita melampaui keadaan normal yang diperkirakan sebelumnya, pada waktu
dan tempat tertentu. Terdapat 9 kriteria kerja kejadian luar biasa
menurut Kep.Dirjen PPM dan PLP No. 451 I/PD.03.04/1997. Klasifikasi Kejadian
Luar Biasa dibagi berdasarkan penyebabnya yaitu ; Toksin, infeksi, toksin biologis,
dan toksin kimia. Sedangkan berdasarkan sumbernya yaitu ; Sumber dari manusia,
kegiatan manusia, binatang, serangga, udara, permukaan benda, makanan dan
minuman. Ada 18 penyakit yang dapat menimbulkan kejadian luar biasa yaitu ;
kolera, pes, demam kuning, demam bolak - balik, tifus, demam berdarah dengue,
campak, polio, difteri, pertusis, rabies, malaria, influenza, hepatitis, tifus perut,
meningitis, ensefalitis, antraks. Faktor yang memengaruhi kejadian luar biasa
adalah Herd Imunity yang rendah, patogenesis, dan lingkungan yang buruk.
Langkah dalam penanggulangan kejadian luar biasa dapat dilakukan dengan kajian
epidemiologi, peringatan kewaspadaan dini, peningkatan kewaspadan dan
kesiapsiagaan, dan tindakan penanggulangan dengan cepat dan tepat. Adapun
langkah dalam penyelidikan kejadian luar biasa yaitu ; menetapkan diagnosis,
menetapkan suatu wabah, menguraikan wabah dalam hubungannya dengan waktu
dan tempat, merumuskan dan menghipotesa terjadinya wabah, mencari
kemungkinan adanya kasus - kasus lain yang belum diketahui dan membuat uraian
deskriptif bagi mereka seperti yang sudah dilakukan sebelumnya, menganalisis
data, menentukan faktor - faktor yang mendukung, serta membuat laporan
penyelidikanwabah
Daftar Pustaka
Umaroh, A.K., Badar, K., Dwi, A. 2015. “Kejadian Luar Biasa (KLB) BDB Berdasarkan
Time, Place, Person di Puskesmas Boyolali (2011-2013)”. University Research
Colloquinum. ISSN 2407-9189. Semarang: Kesehatan Masyarakat FIK UMS.
IR=
2. Suatu daerah terdapat 2 keluarga yang mengalami TBC. Dari 10 anggota keluarga A,
hanya 1 orang yang menderita TB untuk pertama kali, dua bulan kemudian 5 orang
terdiagnosa penyakit yang sama dan 1 orang dinyatakan kebal pada penyakit tersebut.
Pada keluarga B, terdiri dari 8 orang anggota keluarga dimana terdapt 2 orang yang
menderita TB untuk pertama kalinya, dua bulan kemudian 1 orang juga dinyatakan
kebal terhadap penyakit ini. Berapa angka ’attact rate’ dan ’secondary attact rate’ pada
kasus diatas?
AR=
SR =
3. Ada 4000 wanita dengan usia 55 tahun melakukan ’check up’ kesehatan dan
ditemukan 200 wanita mengalami tekanan darah tinggi.
Berapa ’prevalence rate’ pada wanita yang mengalami tekanan darah tinggi?
4. Suatu kantor dengan jumlah karyawan sebanyak 1000 orang, 150 diantaranya tidak
masuk kantor sejak 2 bulan yang lalu karena flu babi, dan selanjutnya pada hari ini
200 orang terpaksa pulang juga karena mengalami gejala-gejala flu babi. Berapa
angka ’periode prevalence rate’ pada kasus di atas?
Periode PR=
5. Suatu sekolah dengan murid sebanyak 200 orang kemaren 10 orang menderita
penyakit gigi dan hari ini 5 orang. Berapa angka ’point prevalence rate’ pada kasus
diatas?
Point PR=