Anda di halaman 1dari 27

Topik 1.

Konsep Epidemiologi

A. Pengertian Epidemiologi 

Epidemiologi adalah studi tentang distribusi dan faktor-faktor yang menentukan


keadaan yang berhubungan dengan kesehatan atau kejadian-kejadian pada kelompok
penduduk tertentu. (Last, Beagehole et al,1993)
         Epidemiologi lebih difokuskan kepada frekuensi masalah kesehatan yaitu
banyaknya masalah kesehatan (kesakitan, kecelakaan) pada sekelompok manusia,
penyebaran masalah kesehatan, pengelompokkan masalah kesehatan menurut
keadaan tertentu, person (manusia), Place(tempat) dan Time (waktu), serta faktor-
faktor yang mempengaruhi suatu masalah kesehatan, baik yang menerangkan
frekuensi, penyebarannya maupun penyebab timbulnya masalah kesehatan.
            Subjek dan objek epidemiologi terdiri dari masalah kesehatan ( penyakit
menular, penyakit tidak menular, kecelakaan, bencana alam), masalah kesehatan
yang ditemukan pada sekelompok manusia, dalam merumuskan penyebab timbulnya
suatu masalah kesehatan dimanfaatkan data tentang frekuensi dan penyebaran
masalah kesehatan tesebut berupa Metode Lit epid (penyebab masalah dan timbulnya
masalah kesehatan).
            Epidemiologi akan menggambarkan penyakit secara komprehensif dan
dinamis, tidak hanya mencakup wabah tetapi juga antara periode terjadinya wabah
secara sporadis dan endemis. Tingkat kematian, kesakitan, ketidakmampuan, dan
status kesehatan masyarakat lebih diperhatikan dalam melakukan penelitian
epidemiologi.
            Kegunaan Studi Epidemiologi (Brownson and Petiti, 1998) antara lain :
menemukan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan (agent, host, dan
lingkungan) sebagai dasar (ilmiah) untuk tindakan penyakit, kecelakaan (injury) dan
promosi kesehatan, menentukan penyebab utama kesakitan, kecacatan, dan kematian
untuk menetapkan prioritas tindakan dan riset, mengidentifikasi kelompok penduduk
risiko tinggi dari suatu penyakit, sehingga tindakan dapat segera diprioritaskan,
mengevaluasi efektifitas program-program kesehatan dan upaya pelayanan dalam
rangka peningkatan kesehatan penduduk.
                 
B. Pendekatan epidemiologi yaitu :
a)     Epidemiologi Deskriptif yang mempelajari frekuensi, distribusi &
perkembangan masalah kesehatan pada populasi, meliputi :
1). WHAT (penyakit, masalah kesehatan),
2). WHO (Umur, Sex, Etnis, Status kawin, pekerjaan),
3). WHERE (Lokal, Nasional, Internasional),
4). WHEN (Sporadis, Endemis, Epidemis, Pandemi) &
5). WHY (Kenapa ada masalah/penyakit)
6). TIME dipengaruhi oleh : keberadaan penyebab pada waktu tertentu,

perubahan lingkungan, perubahan kriteria dan alat diagnosis serta kemajuan


IPTEK, perubahan pada penyakit karena usaha pencegahan &
penanggulangan.
 7). PLACE dipengaruhi oleh : iklim dan geografi, flora dan fauna, penyebaran dan
kepadatan penduduk, sistem pelayanan kesehatan, agama, adat istiadat.
8). PERSON dipengaruhi oleh : genetika tetap (jenis kelamin, ras), biologik
(umur, status gizi, kehamilan), perilaku individual (agama, kepercayaan,
mobilitas), sosial-ekonomi (pekerjaan, status perkawinan, pendidikan).
a) HOST (Umur, Sex, Pendidikan, Pekerjaan)

b) AGEN (Bakteri, Parasit, Virus, Keturunan)

c) ENVIRONTMEN (Fisik, Biologik, Sosio-ekonomi)


b)   Epidemiologi Analitik yang mempelajari faktor-faktor yg menentukan distribusi
hubungan sebab akibat masalah kesehatan .
·       Studi intervensi / experimental
Perbedaan Clinical dengan Community
Spesifikasi Klinis Masyarakat
Populasi Masyarakat
Tempat Individu Desa, Kecamatan
Alat RS, PUSKEMAS, Klinik Epidemiologi Biostatistik
Alat medis, Physical diagnos Pengumpulan data
Cara Diagnose Anamnesis Laboratorium Kesakitan / kematian
Obat, Rawat
Terapi Radiologi Imunisasi, Suluh, Sanitas

            
Istilah dalam masalah kesehatan :
a.    Epidemi    : masalah kesehatan pada daerah tertentu.
b.    Pandemi   : epidemi dengan penyebarannya meluas.
c.    Endemi       : keadaan dimana masalah kesehatan frekuensinya pada suatu
wilayah tertentu menetap dalam waktu lama.
d.   Sporadik      : Masalah kesehatan pada wilayah tertentu dimana frekuensi
berubah-ubah menurut perubahan waktu.
e.   Wabah       : kejadian berjangkitnya suatu penyakit dalam masyarakat dengan
jumlah penderita meningkat secara nyata melebihi dari pada
keadaan
yang lazim pada waktu dan daerah tertentu, serta dapat
menimbulkan
malapetaka.

A. Transmisi Penyakit
Transmisi penyakit dikenal juga dengan penularan penyakit yang merupakan suatu
mekanisme dimana penyebab penyakit ditularkan dari seseorang kepada orang lain
atau dari reservoir ke hospes baru. Mekanisme penularan yang paling sering
terjadi adalah melalui beberapa organ tubuh. Ada beberapa cara transmisi penyakit
yaitu :

a)    Kontak
Kontak terbagi atas dua, kontak langsung (cenderung terjadi di daerah perkotaan
karena jumlah penduduk yang padat), kontak tidak langsung (melalui benda-benda
yang terkontaminasi)
b)   Inhalasi merupakan penularan melalui udara atau pernafasan. Penyakitnya sering
disebut “air borne infection”.
c)      Melalui asupan makanan => penyakit saluran pencernaan, dimana dapat dibagi lagi
menjadi : Water Borne Disesase (Air), Port D’entry nya mulut & kulit, Food Borne
Disease (makanan), Milkborne Disease (susu).
d)     Infeksi dapat ditularkan melalui tangan, makanan atau minuman.
e)      Penetrasi pada kulit misalnya cacing tambang yang menembus kulit, gigitan vector
(malaria) dan melalui luka (tetanus).
f)       Infeksi melalui plasenta yaitu infeksi melalui plasenta ibu yang menderita penyakit
ketika mengandung misalnya, syphilis dan toxoplasmosis.
Menurut John Bordon, model segitiga epidemiologi menggambarkan interaksi tiga
komponen penyakit yaitu Manusia (Host), penyebab (Agent) dan lingkungan
(Enviromet). Suatu penyakit dapat terjadi karena adanya ketidakseimbangan antar
ketiga komponen tersebut. Model ini lebih di kenal dengan model triangle
epidemiologi atau triad epidemiologi yang menerangkan penyebab penyakit infeksi
sebab peran agent (yakni mikroba) mudah diisolasikan dengan jelas dari
lingkungan.

B. Morbiditas dan  Mortalitas

a). Morbiditas
Semua gangguan pada fungsi dan struktur tubuh seseorang dianggap sebagai
penyakit. Morbiditas merupakan derajat sakit, cedera atau gangguan pada suatu
populasi. Morbiditas mengacu pada angka kesakitan yaitu jumlah orang yang
sakit dibandingkan dengan populasi tertentu yang sering kali merupakan
kelompok yang sehat atau kelompok yang beresiko. Setiap kejadian penyakit,
kondisi gangguan atau kesakitan dapat diukur dengan Angka Insidensi dan Angka
Prevalensi.
b). Mortalitas
Mortalitas adalah ukuran jumlah kematian pada suatu populasi, skala besar suatu
populasi, per dikali satuan. Mortalitas khusus mengekspresikan pada jumlah satuan
kematian per 1000 individu per tahun. Pada masyarakat Indonesia terdapat
beberapa hal yang sering mengakibatkan kematian seperti degenerasi organ vital,
status penyakit, Bunuh diri, Kecelakaan, Pembunuhan, Bencana Alam.

C. Penelitian Epidemiologi
Penelitian epidemiologi dapat dilakukan dengan cara :
a)      Penelitian Eksperimental yaitu intervensi atau perlakuan khusus pada obyek yang
diteliti baik secara keseluruhan sampel atau secara randomisasi (eksperimental
murni), atau dapat juga dilakukan secara non randomisasi (eksperimental semu).
b)      Penelitian observasional dapat dilihat dari peristiwa secara alami tanpa ada
perlakuan khusus terhadap kelompok yang diteliti.
c)      Penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui jumlah kasus baru dan lama dalam
periode tertentu dengan Who, When dan Where. Penelitian ini digunakan untuk
mengetahui sifat kejadian tersebut dalam masyarakat serta kecenderungannya
untuk masa mendatang.
d)     Penelitian analitik dapat dilakukan dalam mencari faktor penyebab serta hubungan
sebab akibat terjadinya penyakit maupun gangguan kesehatan lainnya.
e). Cross sectional study merupakan penelitian penyakit dan penyebab atau faktor
resiko. Penelitian ini bertujuan untuk mengamati hubungan antara faktor resiko
dengan akibat yg terjadi berupa penyakit atau keadaan kesehatan tertentu dalam
waktu yang bersamaan, ditanya masalahnya (akibat) sekaligus penyebabnya
(faktor resikonya).
f). Case controle study, didasarkan pada kejadian penyakit yang sudah ada sehingga
memungkinkan untuk menganalisa dua kelompok tertentu yakni kelompok kasus
yangg menderita penyakit atau terkena akibat yang diteliti, dibandingkan dengan
kelompok yang tidak menderita atau tidak terkena akibat.
g). Cohort study yaitu penelitian observasional analitik yang didasarkan pada
pengamatan sekelompok penduduk tertentu dalam jangka waktu tertentu. Dalam
hal ini kelompok penduduk yang diamati merupakan kelompok penduduk dengan
2 kategori tertentu yakni yang terpapar dan yang tidak terpapar terhadap faktor
yang dicurigai sebagai faktor penyebab.

D.  Pengukuran Epidemiologi
1. Incidence Rate
Incidence rate dari suatu penyakit tertentu adalah jumlah kasus baru yang terjadi di
kalangan penduduk selama periode waktu tertentu.

                         Jumlah kasus baru suatu penyakit selama periode tertentu


Incidence Rate = ------------------------------------------------------------------ x 1000
                                     Populasi yang mempunyai resiko
2. Attack Rate
Jumlah penderita baru suatu  penyakit yang ditemukan pada suatu
saat  dibandingkan dengan jumlah penduduk yang mungkin terkena penyakit
tersebut pada saat yang sama.
                          Jumlah kasus selama epidemi
Attack Rate = --------------------------------------------- x 1000
                    Populasi yang mempunyai resiko-resiko

3. Prevalence Rate
Prevalence rate mengukur jumlah orang di kalangan penduduk yang menderita suatu
penyakit pada satu titik waktu tertentu.

                             Jumlah kasus2 penyakit yg ada pada satu titik waktu


Prevalence Rate = -------------------------------------------------------------------- x 1000
                              Jumlah penduduk seluruhnya

4. Period Prevalence
Digunakan untuk penyakit yang sulit diketahui saat munculnya, misalnya pada
penyakit Kanker dan Kelainan Jiwa.

                              Jumlah kasus penyakit selama periode


Period Prevalence = ---------------------------------------------- x 1000
                             Penduduk rata-rata dari periode tersebut
                                         (mid period population)

5. Crude Death Rate (CDR)


                              Jumlah kematian di kalangan penduduk
                                  di suatu daerah dalam 1 tahun
Crude Death Rate = ---------------------------------------------- -------- x 1000
                                Jumlah penduduk rata-rata (pertengahan
                                tahun, di daerah & tahun yang sama)
6. Age Specific Death Rate (Angka Kematian pada Umur Tertentu)
Sebagai contoh : age specific death rate pada golongan umur 20-30 tahun

                                            Jumlah kematian antara umur 20-30 tahun


                                             di suatu daerah dalam waktu 1 tahun
Age Specific Death Rate = ------------------------------------------------------- x 1000
                                           Jumlah penduduk berumur antara 20-30 tahun
                                            pada daerah dan tahun yang sama

7. Cause Disease Specific Death Rate (Angka Kematian Akibat Penyakit


Tertentu)
Sebagai contoh kematian karena TB :
                                                        Jumlah kematian karena TBC di
                                                        1 daerah dalam waktu 1 tahun
Cause (TB) Specific Death Rate = ------------------------------------------------ -x 1000
                                                       Jumlah penduduk rata-rata (pertengahan
                                                        tahun) pada daerah dan tahun yang sama

E.  Peran perawatan dalam epidemiologi


Perawat sebagai tenaga kesehatan memiliki peranan yang sangat penting dalam
epidemiologi, hal ini dapat dilihat dalam penerapan community health
nursing (CHN) atau keperawatan kesehatan masyarakat, yang merupakan ilmu
pengetahuan epidemiologi sebagai alat meneliti dan mengobservasi pada pekerjaan
dan sebagai dasar untuk intervensi dan evaluasi literatur riset epidemiologi.
Metode epidemiologi dapat digunakan sebagai standard kesehatan, disajikan sebagai alat
untuk memperkirakan kebutuhan masyarakat. Kemudian metode epidemiologi juga dapat
digunakan untuk melakukan monitoring perubahan status kesehatan masyarakat, evaluasi
pengaruh program pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan.
Perawat menggunakan hasil riset/studi epidemiologi sebagai informasi awal dalam
membuat kerangka acuan untuk perencanaan dan evaluasi program intervensi masyarakat,
mendeteksi segera dan pengobatan penyakit, serta meminimalkan kecacatan, karena riset
epidemiologi dapat memunculkan badan pengetahuan (body of knowledge) termasuk
riwayat asal penyakit, pola terjadinya penyakit, dan faktor-faktor resiko tinggi terjadinya
penyakit. Adapun program yang dapat dilakukan perawat berdasarkan riset epidemiologi
adalah Program utama pencegahan difokuskan pada menjaga jarak perantara penyakit dari
host/tuan rumah yang rentan, pengurangan kelangsungan hidup agent, penambahan
resistensi host dan mengubah kejadian hubungan host, agent, dan lingkungan. Kedua,
program mengurangi resiko dan screening, ketiga : strategi mencegah pada pribadi perawat
dengan body of knowlwdge yang berasal dari riset epidemiologi, sebagai dasar untuk
pengkajian individu dan kebutuhan kesehatan keluarga dan intervensi perencanaan
perawatan.
Daftar Pustaka

Azrul Aswar (1999). Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Binarupa Akasara.

Bambang Sutrisna (1994). Pengantar Metoda Epidemiologi. Jakarta: Dian Rakyat.

Beaglehole, Bonita (1997). Dasar – dasar Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada


University Press.

 Bhisma Murti (2003). Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.

 Bustan MN (2002). Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.

 Eko Budiarto (2003). Pengantar Epidemiologi. Jakarta: EGC.


TOPIK 2
KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)

A. Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB)

Peningkatan frekuensi suatu penyakit yang relatif besar dalam waktu yang cepat
sehingga jumlah penderita melampaui keadaan normal atau lebih tinggi daripada yang
diharapkan atau yang diperkirakan sebelumnya, pada waktu dan tempat tertentu, disebut
Keadaan Luar Biasa (KLB) (Noor, 2008).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, kejadian luar biasa adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu
daerah dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada
terjadinya wabah.
Selain itu, Menteri Kesehatan RI (2010) membatasi pengertian wabah sebagai
berikut: “Kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah
penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu
dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka”.
Kejadian Luar Biasa : Persepsi Risiko Kesehatan. Pemerintah menetapkan status
wilayah yang terjangkit wabah penyakit berdasarkan perhitungan angka kesakitan
(morbidity) dan kematian (mortalitas). Bila di suatu wilayah ditemukan jumlah penderita
melebihi jumlah penderita di bulan yang sama pada tahun lalu di wilayah itu atau angka
kematiannya sudah melebihi 1%, status wilayah itu dinyatakan telah terjadi Kejadian Luar
Biasa (Sinaga, 2015).
B.     Kriteria Kerja KLB
Kriteria kerja KLB telah diatur dalam Kep.Dirjen PPM dan PLP No. 451
I/PD.03.04/1997 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB,
yakni sebagai berikut:
1.      Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
2.      Peningkatan kejadian penyakit atau kematian terus-menerus selama kurun waktu
berturut-turut menurut jenis penyakitnya.
3.      Peningkatan kejadian atau kematian ≥ 2 kali dibandingkan dengan periode
sebelumnya.
4.      Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukan kenaikan ≥ 2 kali bila
dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan tahun sebelumnya.
5.      Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukan kenaikan ≥ 2 kali
dibandingkan angka rata-rata perbulan dari tahun sebelumnya.
6.      CFR suatu penyakit dalam tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih di banding
CFR periode sebelumnya.
7.      Proposional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan ≥
2 kali dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu atau tahun sebelumnya.
8.      Beberapa penyakit khusus: Kolera, DHF/DSS daerah endemis (setiap peningkatan
kasus dari periode sebelumnya) dan terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada
periode 4 minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit tersebut.
9.      Beberapa penyakit yang dialami satu atau lebih penderita: keracunan makanan,
pestisida, tetanus, gizi buruk, dipteri. (Umaroh, 2015).

C.    Klasifikasi KLB
Menurut Bustan (2002), Klasifikasi Kejadian Luar Biasa dibagi berdasarkan penyebab
dan sumbernya, yakni sebagai berikut:
1.      Berdasarkan Penyebab
a.       Toxin
-          Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus, Vibrio,
Kholera, Eschorichia, Shigella
-          Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum,
Clostridium perfringens
-          Endotoxin
b.       Infeksi
-          Virus
-          Bakteri
-          Protozoa
-          Cacing
c.       Toxin Biologis
-          Racun jamur
-          Alfatoxin
-          Plankton
-          Racun ikan
-          Racun tumbuh-tumbuhan
d.      Toxin Kimia
-       Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam
lain cyanida, nitrit, pestisida.
-      Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya.
2.      Berdasarkan Sumber
a. Sumber dari manusia
Misalnya: jalan napas, tangan, tinja, air seni, muntahan
seperti: Salmonella,  Shigella, hepatitis.
b.      Bersumber dari kegiatan manusia
Misalnya: toxin dari pembuatan tempe bongkrek, penyemprotan pencemaran
lingkungan.
c.       Bersumber dari binatang
Misalnya: binatang peliharaan, rabies dan binatang mengerat.
d.      Bersumber pada serangga (lalat, kecoak)
Misalnya: Salmonella, Staphylococcus, Streptococcus
e.       Bersumber dari udara
Misalnya: Staphylococcus, Streptococcus virus
f.        Bersumber dari permukaan benda-benda atau alat-alat
Misalnya: Salmonella
g.       Bersumber dari makanan dan minuman
Misalnya:  keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.

D.    Macam - Macam Penyakit yang Menimbulkan KLB


Menurut Rajab (2008) penyakit-penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah
yaitu sebagai berikut :
1.      Kolera
2.      Pes
3.      Demam Kuning
4.      Demam Bolak-balik
5.      Tifus
6.      Demam Berdarah Dengue
7.      Campak
8.      Polio
9.      Difteri
10.  Pertusis
11.  Rabies
12.  Malaria
13.  Influenza
14.  Hepatitis
15.  Tifus perut
16.  Meningitis
17.  Ensefalitis
18.  Antraks

Adapula menurut dalam Permenkes 560/MENKES/PER/VIII/1989 telah ditetapkan 16


penyakit potensial wabah, yakni: Kholera, Pes, Demam Kuning, Demam Bolak - balik,
Tifus Bercak wabah, DBD, Campak, Polio, Difteri, Pertusis, Rabies, Malaria, Influenza,
Hepatitis, Tifus Perut, Meningitis, Ensefalitis, Antraks (Umaroh, 2015).

a.    Demam Berdarah Dengue (DBD)


Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular
yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan sering muncul
sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Penyakit DBD sering menimbulkan kepanikan di
masyarakat, karena penyebarannya yang cepat dan berpotensi menimbulkan kematian.
Penyakit ini disebabkan oleh virus Dengue yang penularannya melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang hidup digenangan air bersih di sekitar
rumah. Umumnya kasus ini mulai meningkat saat musim hujan. 
Tahun 2011 jumlah kasus yang dilaporkan dan dinyatakan positif sebanyak 199
kasus dan 4 meninggal orang, (CFR: 2,0%). Dengan demikian dilihat dari indikator
CFR, maka CFR Sambas sedikit di atas indikator nasional (<1%). Kasus DBD tersebar
hampir merata di seluruh kecamatan di Kabupaten Sambas, namun bila dibandingkan
dengan tahun 2010 jumlah kasus DBD mengalami penurunan yang signifikan dengan
angka insiden DBD tahun 2010 39,3 per 100.000 penduduk.
Dalam penanganan kasus DBD perlu melibatkan dan dukungan semua sektor, baik
pemerintah, masyarakat maupun pihak swasta, dengan gerakan pemberantasan sarang
nyamuk yaitu 3 M (menguras - mengubur - menutup tempat penampungan air). Upaya
lain yaitu melakukan pemantauan rumah / bangunan bebas jentik serta melakukan
pengenalan dini gejala DBD dan penanganannya di rumah.

b.      Diare
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan, di mana
sarana air bersih dan jamban yang tidak sehat serta perilaku manusia yang tidak sehat
merupakan faktor dominan penyebab penyakit tersebut. Kasus diare dapat
menyebabkan kematian terutama pada saat Kejadian Luar Biasa (KLB).
Pada tahun 2011 di Kabupaten Sambas terdapat 11.532 kasus dan mengalami
peningkatan dibandingkan dengan tahun 2010. Persentase diare ditemukan dan
ditangani tahun 2011 adalah sebesar 22,75%. 
Dengan demikian program penyehatan lingkungan dan kebersihan individu menjadi
sangat penting untuk mereduksi penyakit diare. Penyakit diare dapat dikorelasikan
dengan perbaikan hygiene sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam
kehidupan sehari - hari serta melibatkan kader dalam tatalaksana diare karena dengan
penanganan yang tepat dan cepat ditingkat rumah tangga, maka diharapkan dapat
mencegah terjadinya kasus dehidrasi berat yang dapat mengakibatkan kematian.

c.       Filariasis (Penyakit Kaki Gajah)


Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit infeksi menahun (kronis) yang
disebabkan oleh cacing mikrofilaria. Penyakit ini ditularkan oleh berbagai jenis
nyamuk yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening yang dapat menimbulkan
cacat menetap (seumur hidup) berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin,
sehingga dapat menimbulkan stigma sosial. 
Di Indonesia kurang lebih 10 juta penduduk sudah terinfeksi penyakit ini dengan
jumlah penderita kronis (elephantiasis) kurang lebih 6.500 orang. Di Kabupaten
Sambas jumlah penderita kronis filariasis berdasarkan laporan terdapat 82 kasus yang
tersebar di 16 kecamatan. Penderita terbanyak di Kecamatan Sejangkung sebanyak 24
orang, Tekarang sebanyak 15 orang dan Sebawi sebanyak 17 orang. Angka kesakitan
penyakit filariasis tahun 2011 sebesar 16 per 100.000 penduduk.
Upaya pencegahan dan pemberantasan dilakukan dengan memutus rantai penularan
dan mengobati penderita untuk mencegah infeksi sekunder. Dalam upaya mencapai
eradikasi Filariasis tahun 2020 (WHO), diperlukan alat / sarana yang sensitif untuk
penegakan diagnosis, sehingga penderita dapat ditemukan dalam stadium dini dan
tidak sampai menimbulkan kecacatan.

E.     Faktor - Faktor yang Memengaruhi Timbulnya KLB


Menurut Notoatmojo (2003), faktor yang memengaruhi timbulnya Kejadian Luar
Biasa (KLB) adalah:
1.      Herd Immunity yang Rendah
Herd immunity merupakan kekebalan yang dimiliki oleh penduduk yang dapat
menghalangi penyebaran. Hal ini dapat disamakan dengan tingkat kekebalan
individu. Makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin sulit terkena penyakit
tersebut.
2.      Patogenesitas
Patogenesitas merupakan kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi
pada pejamu sehingga timbul sakit.
3.      Lingkungan yang Buruk
Seluruh kondisi di sekitar organisme yang memengaruhi kehidupan ataupun
perkembangan organisme tersebut.

F.      Penanggulangan KLB


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
949/MENKES/SK/VIII/2004 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan
Dini Kejadian Luar Biasa (SKD - KLB) yang dimaksud Penanggulangan KLB adalah
kegiatan yang dilaksanakan untuk menangani penderita, mencegah perluasan kejadian
dan timbulnya penderita atau kematian baru pada suatu KLB yang sedang terjadi.
Program penanggulangan KLB adalah suatu proses manajemen yang bertujuan agar
KLB tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat (Sulistyaningsih, 2011).
Penanggulangan KLB dilaksanakan dengan adanya SKD - KLB yang memiliki
tujuan umum yaitu terselenggaranya kewaspadaan dan kesiapsiagaan terhadap
kemungkinan terjadinya KLB. Serta memiliki tujuan khusus yaitu:
1)      Identifikasi atau Kajian Epidemiologi Ancaman KLB
Untuk mengetahui adanya ancaman KLB, maka dilakukan kajian secara terus
menerus dan sistematis terhadap berbagai jenis penyakit berpotensi KLB dengan
menggunakan kajian:
-          Data surveilans epidemiologi penyakit berpotensi KLB;
-          Kerentanan masyarakat seperti status gizi yang buruk, imunisasi tidak
lengkap, personal hygiene yang buruk dll;
-          Kerentanan lingkungan seperti sanitasi dan lingkungan yang jelek;
-          Kerentanan pelayanan kesehatan seperti sumberdaya, sarana dan prasarana  yang
rendah atau kurang memadai;
-          Ancaman penyebaran penyakitberpotensi KLB dari daerah lain;
-          Sumber data lain dalam jejaring surveilans epidemiologi.
Sumber data surveilans epidemiologi penyakit meliputi: laporan KLB/wabah dan
hasil penyelidikan KLB, data epidemiologi KLB dan upaya penanggulangannya,
surveilans terpadu penyakit berbasis KLB, serta sistem peringatan dini KLB di
rumah sakit.
Sedangkan sumber data lain dalam jejaring surveilans epidemiologi meliputi:
a.       Data surveilans terpadu penyakit
b.      Data surveilans khusus penyakit berpotensi KLB
c.       Data cakupan program
d.      Data cakupan program tersebut diantaranya adalah 
e.       Data lingkungan pemukiman, perilaku masyarakat, pertanian, meteorologi dan
geofisika
f.       Informasi masyarakat sebagai laporan kewaspadaan dini
g.      Data terkait lainnya (Kristina, 2014).
2)      Peringatan Kewaspadaan Dini KLB
Peringatan kewaspadaan dini KLB dan atau terjadinya peningkatan KLB pada daerah
tertentu dibuat untuk jangka pendek (periode 3 - 6 bulan yang akan datang) dan
disampaikan kepada semua unit terkait di Dinkes Kab./Kota, Provinsi dan Depkes RI,
sektor terkait dan masyarakat sehingga mendorong peningkatan kewaspadaan dan
kesiapsiagaan terhadap KLB di unit pelayanan kesehatan dan program terkait serta
peningkatan kewaspadaan masyarakat perorangan dan kelompok. Peringatan
kewaspadaan dini KLB dapat juga dilakukan terhadap penyakit berpotensi KLB dalam
jangka panjang (periode 5 tahun yangakan datang) agar terjadi kesiapsiagaan yang
lebih baik serta dapat dijadikan acuan perumusan perencanaan strategis program
penanggulangan KLB (Sulistyaningsih, 2011).

3)      Peningkatan Kewaspadaan dan Kesiapsiagaan terhadap KLB


Kewaspadaan dan peningkatan kesiapsiagaan terhadap KLB meliputi peningkatan
kegiatan surveilans untuk deteksi dini kondisi rentan KLB, peningkatan kegiatan
surveilans untuk deteksi dini KLB, penyelidikan epidemiologi adanya dugaan KLB,
kesiapsiagaan menghadapi KLB dan mendorong segera dilaksanakan tindakan
penggulangan KLB (Sulistyaningsih, 2011).
-          Deteksi Dini Kondisi Rentan KLB.
Deteksi dini kondisi rentan KLB merupakan kewaspadaan terhadap timbulnya
kerentanan masyarakat, lingkungan, perilaku dan pelayanan kesehatan terhadap KLB
dengan menerapkan cara - cara surveilans epidemiologi atau Pemantauan Wilayah
Setempat (PWS) kondisi rentan. Hal ini dapat dilakukan dengan: (1) Identifikasi
kondisi rentan KLB, secara terus - menerus perubahan kondisi lingkungan, kualitas
dan kuantitas pelayanan kesehatan, kondisi status kesehatan masyarakat yang
berpotensi menimbulkan KLB di daerah, (2) Pemantauan wilayah setempat kondisi
rentan KLB. Setiap sarana pelayanan kesehatan merekam data perubahan kondisi
rentan KLBmenurut Desa/Kelurahan atau lokasi tertentu lainnya, menyusun tabel dan
grafik PWS kondisi rentan KLB. Setiap kondisi rentan KLB dianalisis terus - menerus
dan secara sistematis untuk mengetahui secara dini adanya ancaman KLB, (3)
Penyelidikan dugaan kondisi rentan KLB. Penyelidikan tersebut dapat dilakukan: Di
sarana kesehatan secara aktif mengumpulkan informasi kondisi rentan KLB dari
berbagai sumber termasuk laporan perubahan kondisi rentan oleh
masyarakat,perorangan atau kelompok; Di Sarana kesehatan petugas meneliti dan
mengkaji data kondisi rentan KLB, data kondisi kesehatan lingkungan dan perilaku
masyarakat, status kesehatan masyarakat, status pelayanan kesehatan; Petugas
kesehatan mewawancarai pihak - pihak terkait yang patut diduga mengetahui adanya
perubahan kondisi rentan KLB; Mengunjungi daerah yangdicurigai terdapat
perubahan kondisi rentan (Kristina, 2014).
-           Deteksi Dini KLB.
Deteksi dini KLB merupakan kewaspadaan terhadap timbulnya KLB dengan
mengidentifikasi kasus berpotensi KLB, pemantauan wilayah setempat terhadap
penyakit-penyakit berpotensi KLB dan penyelidikan dugaan KLB: (1) Identifikasi
kasus berpotensi KLB. Setiap kasus berpotensi KLB yang datang ke UPK
diwawancarai kemungkinan adanya penderita lain disekitar tempat tinggal kemudian
dilanjutkan dengan penyelidikan kasus; (2) PWS penyakit berpotensi KLB. Setiap
UPK melakukan analisis adanya dugaan peningkatan penyakit dan faktor risiko yang
berpotensi KLB diikuti penyelidikan kasus; (3) Penyelidikan dugaan KLB.
Penyelidikan dugaan KLB dilakukan dengan cara: Di UPK setiap petugas
menanyakan kepada setiap pengunjung UPK tentang kemungkinan adanya
peningkatansejumlah penderita yang diduga  KLB pada lokasi tertentu; Di UPK setiap
petugas meneliti register rawat jalan dan rawat inap khususnya yang berkaitan dengan
alamat penderita, umur dan jensis kelamin atau karakteristiklain; Petugas kesehatan
mewawancarai kepala desa atau pihak yang terkait yang mengetahui keadaan
masyarakat tentang adanya peningkatan kasus yang diduga KLB; Membuka pos
pelayanan di lokasi yangdiduga terjadi KLB; Mengunjungi rumah - rumah penderita
yang dicurigai memunculkan KLB (Kristina, 2014).
-      Deteksi Dini KLB melalui Pelaporan Kewaspadaan KLB oleh Masyarakat
Perorangan dan organisasi yang wajib membuat laporan kewaspadaan KLB antara
lain: Orang yang mengetahui adanya penderita atau tersangka penderita penyakit
berpotensi KLB; Petugas kesehatan yang memeriksa penderita yangberpotensi KLB;
Kepala instansi yangterkait seperti kepala pelabuhan, kepala stasiun kereta api,
kepala bandara udara dll serta UPK lainnya; Nahkoda kapal, pilot dan sopir
(Sulistyaningsih, 2011).
-      Kesiapsiagaan Menghadapi KLB.
Kesiapsiagaan menghadapi KLB dilakukan terhadap SDM, sistem konsultasi dan
referensi, sarana penunjang, laboratorium dan anggaran biaya, strategi dan tim
penanggulangan KLB serta jejaring kerja tim penanggulangan KLB
Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat (Kristina, 2014).

4)      Tindakan Penaggulangan KLB yang Cepat dan Tepat


Setiap daerah menetapkan mekanisme agar setiap kejadian KLB dapat terdeteksi dini
dan dilakukan tindakan penanggulangan dengan cepat dan tepat, melalui:
-          Advokasi dan Asistensi Penyelenggaran SKD - KLB, untuk menjaga
kesinambungan penyelenggaraan dengan kinerja yang tinggi.
-          Pengembangan SKD - KLB Darurat, untuk menghadapi ancaman terjadinya KLB
penyakit tertentu yang sangat serius dapat dikembanghkan dan atau ditingkatkan
SKD - KLB penyakit tertentu dalam periode waktu terbatas dan wilayah terbatas
(Kristina, 2014).

G.    Penyelidikan KLB
Prinsip dasar penyelidikan wabah umumnya sama, pada penyakit menular dan
tidak menular, (khusus untuk penyakit menular ada beberapa terminologi yang harus
dipahami, yaitu: karier, kontak, masa penularan, menular, infeksi masa inkubasi,
subklinis, isolasi, karantina transmisi, reservoir, sumber penularan, vektor,
konvalesent, zoonosis, dan sebagainya) (Noor, 2008).
Sebelum melakukan penyelidikan, langkah awal yang harus dilakukan adalah
menentukan tujuan penyelidikan KLB. Menurut Weraman (2010), tujuan utama dari
suatu penyelidikan KLB adalah untuk mencegah meluasnya (penanggulangan) dan
terulangnya KLB di masa yang akan datang (pengendalian), sedangkan tujuan
khususnya dengan memastikan diagnosis penyakit, menetapkan KLB, dan
menentukan sumber dan cara penularan.
Menurut Noor (2008), terdapat 3 langkah dalam penyelidikan KLB, antara lain:
1.         Garis Besar Pelacakan Wabah / Kejadian Luar Biasa
Keberhasilan suatu kegiatan pelacakan wabah sangat ditentukan oleh berbagai
kegiatan khusus. Pengumpulan data dan informasi secara seksama langsung di
lapangan/tempat kejadian, yang diikuti dengan analisis data yang teliti dengan
ketajaman penelitian merupakan landasan dari keberhasilan pelacakan. Menurut
Weraman (2010), pertimbangan penetapan pelacakannya selain didasarkan pada
perolehan informasi yang akurat juga harus mempertimbangkan hal-hal lain seperti
sumber daya yang ada (dana, sarana, dan tenaga), luas wilayah KLB, asal sumber
KLB, dan sifat penyakit.
Dengan demikian maka dalam usaha pelacakan KLB, diperlukan langkah-langkah
yang merupakan pedoman dasar yang kemudian harus dikembangkan sendiri oleh
investigator (pelacak) dalam menjawab pertanyaan yang mungkin timbul dalam
kegiatan pelacakan tersebut. Walaupun penentuan langkah-langkah sangat
tergantung tim pelacak, namun prinsip dasar seperti penentuan diagnosis serta
penentuan adanya wabah harus mendapatkan perhatian lebih awal dan harus
ditetapkan sedini mungkin.
2.      Analisis Situasi Awal
Pada tahap awal pelacakan suatu situasi yang diperkirakan KLB, diperlukan
sekurang - kurangnya empat kegiatan awal yan bersifat dasar dari pelacakan.
a.   Penentuan / penegakan diagnosis
Penelitian/pengamatan klinis dan pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk
kepentingan diagnosis. Laporan awal yang diperoleh harus diamati secara tuntas
apakah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (perhatikan tingkat kebenarannya
yaitu kasus pasti: ada kepastian pemeriksaan laboratorium serologi, bakteriologi,
virologi atau parasitologi atau tanpa gejala klinis. Kasus mungkin: tanda/gejala
sesuai dengan penyakitnya tanpa dukungan laboratorium. Kasus tersangka:
tanda/gejala sesuai dengan penyakitnya tetapi pemeriksaan laboratorium negatif)
(Lapau, 2011). Seperti contohnya wabah penyakit demam berdarah dengue
(DBD), harus jelas diagnosis secara klinis maupun laboratorium. Hal ini
mengingat bahwa gejala DBD dapat didiagnosis secara tidak tepat, disamping itu,
pemeriksaan laboratorium terkadang tidak cukup hanya satu kali.
Dalam menegakkan diagnosis, harus ditetapkan kapan seseorang dapat dinyatakan
sebagai kasus. Hal ini sangat tergantung pada keadaan dan jenis masalah yang
sedang dihadapi. Seseorang dapat dinyatakan kasus hanya dengan gejala klinis
saja atau dengan pemeriksaan laboratorium saja atau keduanya. Misalnya wabah
diare, bila kita mengarah pada masalah diare secara umum maka diagnosisnya
hanya dengan gejala klinis saja. Tetapi bial masalah ini diarahkan khusus untuk
cholera Eltor, maka pemeriksaan laboratorium sangat menentukan disamping
gejala klinis dan analisis epidemiologi.
Weraman (2010) mengemukakan cara diagnosis penyakit pada KLB adalah
dengan mencocokkan gejala atau tanda penyakit yang terjadi pada individu. Pada
tahap ini paling tidak dapat dibuat distribusi frekuensi gejala klinis. Cara
penghitungan distribusi frekuensi dari tanda dan gejala yang ada pada kasus
antara lain:
1)      Membuat daftar gejala yang ada pada kasus
2)      Menghitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut
3)      Menyusun urutan menurut frekuensinya
Selanjutnya melakukan uji hipotesis dengan menyelaraskan pola klinis,
laboratoris, dan pola epidemiologis dari kasus yang ditemukan dengan
pengetahuan tentang penyakit tersebut.
b.      Penentuan adanya wabah
Langkah ini adalah saat tindakan deskriptif mulai berperan. Sebelumnya harus
dipastikan dulu bahwa memang benar terjadi epidemik (Magnus, 2010).
Penentuan adanya wabah dapat dilakukan dengan melakukan usaha
perbandingan keadaan jumlah kasus sebelumnya untuk melihat apakah terjadi
kenaikan frekuensi, artinya apakah jumlah kasus yang dihadapi jauh lebih
banyak dari sebelumnya, atau jumlah kasus lebih tinggi dari yang diperkirakan
sebelumnya.
Selain itu perbandingan periode waktu yang terdekat serta periode tahun
sebelumnya untuk mengidentifikasi pola penyakit perlu dilakukan. Contohnya,
jika seseorang melihat jumlah kasus saat musim panas, pada umumnya kasus
campak lebih banyak terjadi daripada di musim lainnya. Di samping itu, juga
dapat memeriksa rate yang disesuaikan menurut usia, jenis kelamin, dan ras
untuk melihat apakah ada perbedaan subpopulasi yang mengalami penyakit dan
rate yang disesuaikan dapat menunjukkan penjelasan alternatif wabah yang
memang terjadi (Magnus, 2010).
c.       Uraian keadaan wabah
Uraian keadaan wabah dapat diuraikan berdasarkan tiga unsur utama, yakni waktu,
tempat, dan orang. Sebelumnya membuat kurva epidemi terlebih dahulu dengan
menggambarkan penyebaran kasus menurut waktu mulainya timbul gejala penyakit. 
Di samping itu, menggambarkan penyebaran sifat epidemi berdasarkan penyebaran
kasus menurut tempat/secara geografis (spot map epidemi). Selanjutnya melakukan
perhitungan epidemiologi seperti perhitungan angka kejadian penyakit pada populasi
dengan risiko seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, keterpaparan terhadap faktor
tertentu (misalnya makanan, minuman atau faktor penyebab lainnya) serta berbagai
sifat orang yang berguna dalam analisis.
3.      Analisis Lanjutan
Setelah melakukan analisis awal dan menetapkan adanya situasi wabah, selanjutnya
ada beberapa pokok yang perlu diperhatikan pada tindak lanjut tersebut, yaitu:
a.     Usaha penemuan kasus tambahan
1)      Pelacakan ke rumah sakit dan dokter praktek umum setempat untuk mencari
kemungkinan penderita penyakit yang diteliti dan belum termasuk dalam
laporan.
2)      Pelacakan dan pengawasan yang intensif terhadap orang-orang yang tanpa
gejala atau gejala ringan/tidak spesifik, tetapi memiliki potensi menderita atau
melakukan kontak dengan penderita, misalnya penyakit hepatitis.
b.      Analisis lanjutan
Dilakukan dengan menambahkan informasi yang didapatkan dan laporan hasil
interpretasi tersebut.
c.    Menegakkan hipotesis
Berdasarkan hasil analisis dari seluruh kegiatan, dibuatlah kesimpulan hasil analisis
yang bersifat hipotesis tentang keadaan yang diperkirakan. Kesimpulan dari semua
fakta yang telah ditemukan dan diketahui harus sesuai dengan apa yang tercantum
dalam hipotesis tersebut.
d.    Tindakan pemadaman wabah dan tindak lanjut
Tindakan pemadaman wabah diambil berdasarkan hasil analisis dan sesuai dengan
keadaan wabah yang terjadi. Tindakan pemadaman wabah harus disertai dengan
berbagai kegiatan tindak lanjut (follow up) sampai keadaan normal kembali.
Biasanyma kegiatan tindak lanjut dan pengamatan dilakukan sekurang-kurangnya 2
kali masa tunas penyakit yang mewabah. Pada beberapa penyakit yang mempunyai
potensi menimbulkan KLB susulan, perlu disusun suatu program dalam bentuk
surveilans epidemiologi, terutama pada kelompok risiko tinggi.
Pada akhir setiap pelacakan wabah, harus dibuat laporan lengkap yang kemudian
dikirim kepada semua instansi terkait.
Menurut Hasmi (2011), langkah - langkah yang dapat dilakukan untuk
penyelidikan wabah atau KLB antara lain:
1.      Menetapkan diagnosis
Melakukan pemeriksaan klinis dan laboratorium untuk memastikan diagnosa.
Selalu mempertimbangkan apakah laporan permulaan benar dan diperlukan
penetapan kriteria untuk menentukan seseorang kasus.
2.      Menetapkan adanya suatu wabah
Menunjukkan adanya kelebihan suatu kasus pada waktu ini dibandingkan dengan
waktu - waktu sebelumnya.
3.      Menguraikan wabah dalam hubungannya dengan orang, waktu, tempat. Membuat
kurva epidemik, membuat spot map dan tabulasi penyebaran kasus menurut sifat
orang, umur, jenis kelamin, pekerjaan dan lain - lain.
4.      Merumuskan dan menguji hipotesa terjadinya wabah. Menunjukkan bentuk wabah,
apakah dari orang ke orang atau berasal dari satu sumber. Berdasarkan pengetahuan
yang didapat, kemudian menentukan siapa yang mempunyai risiko tertinggi untuk
mendapatkan serangan penyakit. Mempertimbangkan kemungkinan - kemungkinan
sumber - sumber dari mana penyakit berasal. Membandingkan kasus - kasus dan
penduduk lainnya yang tidak terserang (kontrol) dari segi pemaparan terhadap
sumber yang tersangka. Melakukan uji statistik untuk menentukan sumber
penularan yang mungkin. Bila memungkinkan mengusahakan pemeriksaan
laboratorium untuk memastikan hasil penyelidikan epidemiologi.
5.      Mencari kemungkinan adanya kasus - kasus lain yang belum diketahui dan
membuat uraian deskriptif bagi mereka seperti yang sudah dilakukan sebelumnya.
6.      Menganalisis data.
7.      Menentukan apakah fakta - fakta yang telah dikumpulkan mendukung hipotesa
terjadinya wabah.
8.      Membuat laporan penyelidikan wabah yang memuat pembahasan mengenai faktor -
faktor yang menyebabkan wabah, penilaian terhadap usaha - usaha pemberantasan
yang telah dilakukan dan rekomendasi - rekomendasi untuk pencegahan di waktu
mendatang.
H.    Contoh Kasus KLB
Menurut Heukelbach (2016), Virus Zika (ZIKV) yang sebelumnya tidak
diketahui oleh sebagian besar dokter, profesional kesehatan masyarakat, dan
pembuat kebijakan di seluruh dunia, kini menyebar dengan
cepat di Amerika berasal dari wabah di Brazil. Pada 1 Februari 2016, Organisasi
Kesehatan Dunia mengumumkan Kesehatan Darurat Masyarakat Peduli
Internasional, mengingat meningkatnya jumlah kasus infeksi ZIKV dan hubungan
sebab akibat diduga kuat antara infeksi dan neurologis gangguan ZIKV dan anomali
kongenital, yang telah meningkat baru - baru ini di Brazil. Pada akhir Januari 2016,
telah ada 18 negara di benua Amerika dengan kasus asli dikonfirmasi virus Zika.
Virus ZIKV dari famili Flaviviridae yang ditularkan ke manusia oleh gigitan
dari nyamuk dari genus Aedes. Virus ini terkait dengan flaviviruses lainnya seperti
virus demam kuning (YFV), virus dengue (DENV), dan virus ensefalitis Jepang,
namun sebagian besar mirip dengan virus Spondweni. ZIKV diisolasi untuk pertama
kalinya pada tahun 1947 dari monyet rhesus sentinel di hutan Zika dari Uganda
selama studi demam hutan. Modus utama penularan dianggap Vectorial meskipun
laporan sebelumnya telah menunjukkan bahwa virus dapat ditularkan dengan cara
lain termasuk pekerjaan, perinatal, dan hubungan seksual (Heukelbach, 2016).
Ada kasus manusia periodik dilaporkan dari Afrika dan Asia dalam beberapa
dekade intervensi,tapi itu tidak sampai 2007 bahwa epidemi besar dilaporkan, pada
Yap Island, Negara Federasi Mikronesia. Infeksi Zika yang kemudian diidentifikasi
di bagian lain di Asia, dengan pergeseran ke arah Amerika diramalkan oleh wabah
di Pulau Paskah Mei 2014. Pada Maret 2015, kasus yang diidentifikasi di Bahia,
Brazil, dengan penyebaran yang cepat berikutnya melalui beberapa negara Brazil,
dan negara - negara lain di Amerika Selatan dan Karibia : per Januari 2016, kasus
lokal menular telah dilaporkan oleh Pan American Health Organisasi di Puerto
Rico dan 19 negara / wilayah di Amerika (Lednicky, 2016).

 
A.    Ringkasan
Kejadian luar biasa adalah peningkatan frekuensi penyakit sehingga jumlah
penderita melampaui keadaan normal yang diperkirakan sebelumnya, pada waktu
dan tempat tertentu. Terdapat 9 kriteria kerja kejadian luar biasa
menurut Kep.Dirjen PPM dan PLP No. 451 I/PD.03.04/1997. Klasifikasi Kejadian
Luar Biasa dibagi berdasarkan penyebabnya yaitu ; Toksin, infeksi, toksin biologis,
dan toksin kimia. Sedangkan berdasarkan sumbernya yaitu ; Sumber dari manusia,
kegiatan manusia, binatang, serangga, udara, permukaan benda, makanan dan
minuman. Ada 18 penyakit yang dapat menimbulkan kejadian luar biasa yaitu ;
kolera, pes, demam kuning, demam bolak - balik, tifus, demam berdarah dengue,
campak, polio, difteri, pertusis, rabies, malaria, influenza, hepatitis, tifus perut,
meningitis, ensefalitis, antraks. Faktor yang memengaruhi kejadian luar biasa
adalah Herd Imunity  yang rendah, patogenesis, dan lingkungan yang buruk.
Langkah dalam penanggulangan kejadian luar biasa dapat dilakukan dengan kajian
epidemiologi, peringatan kewaspadaan dini, peningkatan kewaspadan dan
kesiapsiagaan, dan tindakan penanggulangan dengan cepat dan tepat. Adapun
langkah dalam penyelidikan kejadian luar biasa yaitu ; menetapkan diagnosis,
menetapkan suatu wabah, menguraikan wabah dalam hubungannya dengan waktu
dan tempat, merumuskan dan menghipotesa terjadinya wabah, mencari
kemungkinan adanya kasus - kasus lain yang belum diketahui dan membuat uraian
deskriptif bagi mereka seperti yang sudah dilakukan sebelumnya, menganalisis
data, menentukan faktor - faktor yang mendukung, serta membuat laporan
penyelidikanwabah
Daftar Pustaka

Bustan, 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Effendi, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika. 

Hasmi. 2011. Dasar - dasar Epidemiologi. Jakarta: Trans Info Media.

Heukelbach, Jorg. et al. 2016. “Zika Virus Outbreak in Brazil”. JIDC (The Journal of


Infection in Developing Countries), Vol. 10(2):116-120.

Kristina. 2014. Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-


KLB). Http://Www.Diskes.Baliprov.Go.Id/Id/Sistem-Kewaspadaan-Dini-
Kejadian-Luar-Biasa--Skd-Klb-, Diakses 13 November 2016.

Lapuu, B. 2011. Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Lednicky, John.et al. 2016. “Zika Virus Out breakin Haitiin 2014:


Molecular and Clinical  Data”. PLOS Neglected Tropical Diseases.
DOI:10.1371/journal.pntd.0004687.

Magnus, M. 2010. Buku Ajar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: EGC.

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik


Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular
Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penanggulangan. Jakarta: (tidak diterbitkan).

Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip Prinsip Dasar. Jakarta:


PT. Rineka Cipta.

Rajab, W. 2008. Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: Buku Kedokteran


EGC.

Sinaga, N, Siti. 2015. “Kebijakan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Di


Indonesia”. Jurnal Ilmiah “Research Sains”. Vol 1: 1.

Sulistyaningsih, 2011. Epidemiologi dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Umaroh, A.K., Badar, K., Dwi, A. 2015. “Kejadian Luar Biasa (KLB) BDB Berdasarkan
Time, Place, Person di Puskesmas Boyolali (2011-2013)”. University Research
Colloquinum. ISSN 2407-9189. Semarang: Kesehatan Masyarakat FIK UMS.

Weraman, P. 2010. Dasar Surveilans Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Gramedia


Publishing.
Isiah Soal kasus bawah ini
Soal kasus Kasus Pengukuran insiden dan Prevalensi
1.   Pada suatu daerah dengan populasi penduduk 9.000 orang ditemukan 15 orang
menderita diabetes dalam periode satu tahun. Berapa ’insidence rate’ di daerah
tersebut?

IR=
2.    Suatu daerah terdapat 2 keluarga yang mengalami TBC. Dari 10 anggota keluarga A,
hanya 1 orang yang menderita TB untuk pertama kali, dua bulan kemudian 5 orang
terdiagnosa penyakit yang sama dan 1 orang dinyatakan kebal pada penyakit tersebut.
Pada keluarga B, terdiri dari 8 orang anggota keluarga dimana terdapt 2 orang yang
menderita TB untuk pertama kalinya, dua bulan kemudian 1 orang juga dinyatakan
kebal terhadap penyakit ini. Berapa angka ’attact rate’ dan ’secondary attact rate’ pada
kasus diatas?
AR=
SR =
3. Ada 4000 wanita dengan usia 55 tahun melakukan ’check up’ kesehatan dan
ditemukan 200 wanita mengalami tekanan darah tinggi.
Berapa ’prevalence rate’ pada wanita yang mengalami tekanan darah tinggi?
4.   Suatu kantor dengan jumlah karyawan sebanyak 1000 orang, 150 diantaranya tidak
masuk kantor sejak 2 bulan yang lalu karena flu babi, dan selanjutnya pada hari ini
200 orang terpaksa pulang juga karena mengalami gejala-gejala flu babi. Berapa
angka ’periode prevalence rate’ pada kasus di atas?

Periode PR=
5.   Suatu sekolah dengan murid sebanyak 200 orang kemaren 10 orang menderita
penyakit gigi dan hari ini 5 orang. Berapa angka ’point prevalence rate’ pada kasus
diatas?

Point PR=

Anda mungkin juga menyukai