Anda di halaman 1dari 9

Hari/tanggal : Rabu, 10 November 2021

Kelompok/P : 3/P2
Dosen : Drh. Budhy Jasa Widyananta, M.Si
Asisten :
1. Drh. Fitria Senja Murtiningrum, M.Si.
2. Drh. Bintang Nurul Iman
3. Desy Erianti, S.KH.
4. Nur Indah Andini, S.KH.

MAKALAH ILMU BEDAH KHUSUS VETERINER 1


CAUDECTOMY

Disusun oleh :
Kelompok 3/ Paralel 2

Moch. Nova Wibawa (B04180003)


Hanifah Nur Azizah (B04180010)
Amelia Lestari Soehendar (B04180014)
Zakiy Al’Azmi Zein (B04180017)
Jihan Fadilah RN (B04180024)
Hesti Nur Ngaini (B04180031)
Edja Amalia Subandari (B04180035)

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2021
PENDAHULUAN

Caudectomy atau dikenal juga dengan istilah “tail docking” adalah pemotongan pada
sebagian atau seluruh ekor hewan (Bennet dan Perini 2003). Pada anak anjing, biasanya
dilakukan antara hari ke 3-5 kehidupan atau pada 3 bulan di bawah anestesi umum dengan
amputasi bedah menggunakan pisau bedah (Eyarefe dan Oguntoye 2016). Caudectomy ini biasa
dilakukan pada anjing, tapi tidak menutup kemungkinan dapat dilakukan pada hewan lain yang
juga berekor.

Cedera pada ekor menjadi salah satu alasan mengapa memerlukan caudectomy atau
amputasi ekor. Ekor yang tumbuh ke dalam (ingrown tails) atau “corkscrew” adalah
pertumbuhan ke dalam yang tidak normal dari ekor yang biasa ditemui pada anjing ras
brachycephalic seperti bulldog, terrier Boston, dan pug. Ekor yang tumbuh ke dalam
menyebabkan intertrigo yang parah atau dermatitis lipatan kulit, keduanya merupakan sumber
nyeri kronis dan infeksi. Tumpang tindih kulit memungkinkan akumulasi puing-puing
permukaan (seperti sebum, urin, atau feses) dan menurun ventilasi memungkinkan proliferasi
bakteri permukaan. Caudectomy lengkap atau parsial juga menjadi pengobatan pilihan untuk
anjing dengan ekor yang tumbuh ke dalam ini (ingrown tails) (Knight et al. 2013). Kondisi ini
tidak selalu langsung terlihat pada inspeksi visual dan mungkin merupakan temuan insidental
pada pemeriksaan. Hal ini dapat dilihat dari perilaku hewan yang tidak suka disentuh di atas
pangkal ekor dan ekor memiliki mobilitas yang terbatas. Hewan juga tampak tidak nyaman
ketika mencoba duduk dan akibatnya terus-menerus berubah posisi. Anjing yang mengalami
corkscrew ini mungkin berperilaku seperti mengejar ekor atau menjilati secara berlebihan atau
menggosok perineum, indikasi pruritus terkait dengan dermatitis lipatan kulit (Roses et al. 2019)

Selain untuk pengobatan, caudectomy juga dilakukan sebagai salah satu bedah kosmetik
pada anjing dan kuda untuk tujuan estetik (Sinmez et al. 2017). Caudectomy di banyak ras anjing
telah diperkenalkan sekitar 2000 tahun dengan mempercayai bahwa ekor anjing seharusnya
berlabuh agar sesuai dengan standar breed, mencegah cedera ekor, dan berpotensi mengurangi
akumulasi bahan tinja (Eyarefe dan Oguntoye 2016). Pada hewan lain selain anjing dan kuda,
caudectomy seperti pada babi juga dapat dilakukan untuk mencegah gigitan ekor dan myelitis
asendens berikutnya, serta pada domba dan sapi untuk tujuan higienis.
PEMBAHASAN

1. Jelaskan perbedaan antara tail docking dengan caudectomy!

Tail docking merupakan tindakan amputasi sebagian atau seluruh ekor hewan untuk
keperluan kosmetik. Pada anak anjing, tail docking biasanya dilakukan pada umur 3 hingga 5
hari atau pada umur 3 bulan dengan anestesi general. Beberapa breeder melakukan tail
docking tanpa anestesi, hanya menggunakan gelang karet yang dililitkan di sekitar ekor. Tail
docking khususnya pada anjing masih menjadi topik kontroversi diantara dokter hewan,
breeder, pemilik hewan, dan pendukung animal welfare. Beberapa negara seperti Inggris dan
Afrika Selatan sudah melarang tindakan ini. (Eyarefe dan Oguntoye 2016)
Tail docking merupakan tindakan bedah yang sederhana. Caudectomy medis lebih
kompleks dari tail docking. Tindakan ini harus dilakukan oleh dokter bedah hewan
tersertifikasi. Amputasi bagian ekor dapat menjadi solusi untuk beberapa kasus cedera dan
infeksi. Beberapa negara hanya mengizinkan amputasi ekor untuk keperluan medis. Menurut
Lakshmi et al. (2016), amputasi ekor seharusnya hanya boleh dilakukan pada hewan dengan
ekor atau struktur terasosiasikan yang mengalami cidera atau mengalami kejadian patologis.
Caudectomy terapeutik diindikasikan untuk lesio traumatik, infeksi, neoplasia, dan fistula
perianal.

2. Jelaskan ketentuan mengenai jumlah coccygea vertebralis yang harus


disisakan pada kasus caudectomy!

Penentuan jumlah coccygea vertebralis yang disisakan pada caudectomy


berdasarkan standar masing-masing breed serta keinginan klien. Menurut Mainau et al.
(2017), caudectomy sebaiknya menyisakan minimal 3 coccygea vertebralis agar vulva dan
anus hewan tetap tertutup. Meskipun tertutup, namun tetap memudahkan sewaktu
pemeriksaan suhu melalui anus. Hal ini berlaku untuk hewan pelihara (kucing, anjing)
maupun hewan ternak (sapi, babi, dan domba). Panjang ekor yang dipotong pada caudectomy
berbeda-beda setiap breed, menyesuaikan dengan batas coccygea vertebralis minimum
ketiga. Pada domba atau sapi umumnya disisakan 3-4 coccygea vertebralis pertama atau
dengan panjang sekitar 7 inci (AVMA 2014). Menurut African Kennel Club pada Gilbert et
al. (2013), jumlah coccygea vertebralis atau panjang ekor yang disisakan pada caudectomy
berbeda setiap breed, antara lain :
Tabel 1. Jumlah coccygea vertebralis atau panjang ekor yang disisakan pada
caudectomy

Breed Panjang Ekor/Coccygea


Vertebralis yang Disisakan

Affenpinscher’s 1-2 inci

Black Russian Terrier’s 3-5 coccygea vertebralis

Boerboel’s 3-4 coccygea vertebralis

Cavalier King Charles Maksimal 3 coccygea


Spaniel’s vertebralis

Clumber Spaniel Minimum 3 coccygea


vertebralis

Entlebucher Mountain Minimum 3 coccygea


vertebralis

Field Spaniel Minimum 3 coccygea


vertebralis (disesuaikan dengan
ukuran anjing)

German Pinscher’s 2-3 coccygea vertebralis

Gleen of Imaal ½ panjang ekor asli


Terrier’s

Lakeland Terrier’s Minimum 2 coccygea


vertebralis

Rat Terrier’s 2-3 coccygea vertebralis

Russel Terrier Minimum 3 coccygea


vertebralis

Soft Coated Wheaten Minimum 3 coccygea


Terrier’s vertebralis

Spanish Water Dog 2-4 coccygea vertebralis


Welsh Springer Minimum 3 coccygea
Spaniel’s vertebralis

Wirehaired Vizsla’s ¼ panjang ekor asli

Smooth Fox Terrier ¾ panjang ekor asli

German Shorthaired 40% panjang ekor asli


Pointer

German Wirehaired 2/5 panjang ekor asli


Pointer

Sussex Spaniel 5-7 inci

Weimaraner 6 inci

Wireired Pointing 1/3-1/2 panjang ekor asli


Griffon

Standar Schnauzer 1-2 inci

Irish Terrier ¼ panjang ekor asli

Bouvierdes Flandres 2-3 coccygea vertebralis


Gambar 1. Coccygea vertebralis dan sudut pada caudectomy pada hewan

Caudectomy dilakukan dengan sudut 90° diantara dua coccygea vertebrae agar
memudahkan dalam pemotongan. Setiap jenis anjing memiliki tujuan caudectomy yang
berbeda. Pada anjing jenis Smooth Fox Terrier caudectomy berguna agar handling lebih kuat
dan lebih aman. Pada Working Terrier berguna untuk memudahkan saat mencengkram anjing
yang masuk ke dalam lubang. Sedangkan pada anjing untuk yang dilatih pada cabang
olahraga caudectomy berguna untuk menghindari cedera (Gibert et al. 2013).
3. Mengapa insisi kulit dilakukan di caudal dari bagian yang akan dipotong
pada prosedur caudectomy?

Insisi dilakukan di caudal dari bagian yang dipotong 1-2 cm dengan berbentuk V.
bentuk tersebut akan membuat kulit tertutup ke dorsal dan ventral sehingga terlihat panjang
dari daerah yang akan dipotong. Lokasi insisi tersebut pada prosedur caudectomy memiliki
kepentingan untuk menghindari tidak tertutupnya daerah yang dipotong pada penyatuan
daerah insisi saat penjahitan serta memberikan keadaan penyatuan kulit tanpa tegangan.
Terutama apabila insisi dilakukan cara menlingkar, maka diperlukan pemotongan kembali
ujung ekor berbentuk V/U untuk meningkatkan estetika. Oleh karena itu diperlukan jarak
dari daerah yang dipotong sehingga penjahitan bisa dapat menutup sempurna. Daerah insisi
dilakukan penjahitan dengan simpul ahli bedah yang ditutup dengan simpul mati di bagian
medial hingga lateral. Menurut Fesseha (2020) penjahitan pada caudectomy dapat
menggunakan cross suture matter pattern dengan benang nilon non-absorbable ukuran 1-0.

4. Analgesik yang direkomendasikan untuk prosedur caudectomy!


Diantara perbedaan protokol analgesik untuk caudectomy dan kastrasi dengan elastrasi,
infiltrasi anestesi secara regional dengan lidokain 2% merupakan prosedur yang menginduksi
analgesia dengan efektif selama kurang lebih 2 jam. Penggunaan obat nonsteroidal
anti-inflammatory drugs (NSAID), seperti ketoprofen, flunixin meglumine, meloxican atau
carprofen diberikan sebagai obat dosis tunggal, dapat memperpanjang dan memperkuat efek
analgesik hingga 24 jam. Karena ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh prosedur ini yang
dapat bertahan selama lebih dari 24 jam, maka sering dianggap bahwa penggunaan dua dosis
obat ini dapat memperpanjang analgesia untuk jangka waktu lebih dari 1 hari (Schllemer et
al. 2021).
Analgesik flunixin meglumine atau ketoprofen dapat mengurangi rasa
sakit/ketidaknyamanan pada domba yang baru lahir dengan elastration tail docking sehingga
terhindar dari gangguan fungsi granulosit darah. Sedangkan analgesik (flunixin meglumine
atau ketoprofen) tidak mencegah rasa sakit atau ketidaknyamanan dialami oleh domba
setelah rubber ring caudectomy, karena ada pengurangan fagositosis granulosit pada 6 jam
setelah prosedur dan peningkatan rasa nyeri pada 6 jam dan 48 jam setelah prosedur. Selain
itu, ketoprofen tidak efektif dalam mengontrol nyeri kronis karena kelompok obat ini
memiliki penurunan produksi ROS granulosit pada 144 jam (Schllemer et al. 2021).
Paull et al. (2007) dan Lomax et al. (2013) menemukan bahwa analgesia yang
diinduksi oleh anestesi lokal dalam kombinasi dengan NSAID tidak menyebabkan
peningkatan kadar serum kortisol atau tanda-tanda perilaku yang berhubungan dengan rasa
sakit selama 24 jam pertama setelah prosedur. Namun, ketika protokol analgesik tidak
diikuti, berdasarkan penelitian Kent et al. (2004) menemukan peningkatan sekresi serum
kortisol hingga 3 hari setelah prosedur elastrasi.
5. Komplikasi prosedur caudectomy!
Knight et al. (2013) melaporkan 2 dari 17 kasus komplikasi post operasi prosedur
caudectomy pada brachycephalic dogs yaitu terjadi kegagalan postur untuk buang air besar
dan saluran drainase pasca operasi. Hasil lainnya menunjukkan 2 dari 15 anjing mengalami
perilaku mengejar ekor terus menerus yang berujung pada peradangan dan infeksi,
persembuhan luka yang lambat, dan perubahan kebiasaan defekasi. Komplikasi lainnya yang
dapat terjadi yaitu penumpukan cairan, jaringan parut, kambuhnya fistula dan trauma
sphincter anal dan rektal.

DAFTAR PUSTAKA

American Veterinary Medicine Assosiation, 2014. Welfare Implication of Tail Docking of Lambs.
Washington (US): American Veterinary Medicine.
Bennett PC, Perini E. 2003. Tail docking in dogs: a review of the issues. Aust Vet J. 81(4):
208-218.
Eyafere OD, Oguntoye CO. 2016. Cosmetic tail docking: an overview of abuse and report of an
interesting case. BMC Vet Report. 12(41): 1.
Fesseha H. 2020. Docking tail docking – an option for severely injured tail in dog: a case report.
J. Vet Med Open. 5(2): 26-29.
Gilbert EM, Gibert PH. 2013. Encyclopedia of K9 Terminology. Washington (US): Dog Wise
Publishing.
Kent JE, Thrusfield MV, Molony V, Hosie BD, Sheppard BW. 2004. Randomized, controlled
field trial of two new techniques for the castration and tail docking of lambs less than two
days of age. Vet. Rec. 154(7):193- 200.
Knight SM, Radlinsky MG, Cornell KK, Schmiedt CW. 2013. Post operative complications
associated with caudectomy in brachycephalic dogs with ingrown tails. J Am Anim Hosp
Assoc. 49(4) : 237-242.
Lakshmi ND, Saibaba M, Arun S, Rao M. 2016. Successful surgical management of tail
amputation in a panther (Panthera pardus). Sch J Agric Vet Sci. 3(&): 450-451.
Lomax S, Sheil M, Windsor P. 2013. Duration of action of a topical anaesthetic formulation for
pain management of mulesing in sheep. Aust. Vet. J. 91(4):160-167.
Mainau E, Temple D, Llonch P, Manteca X. 2017. Welfare implication of tail docking and
castration in sheep. Farm Animal Welfare Education Centre. 1: 1-2.
Paull DR, Lee C, Colditz IG, Atkinson SJ, Fisher AD. 2007. The effect of a topical anaesthetic
formulation, systemic flunixin and carprofen, singly or in combination, on cortisol and
behavioural responses of Merino lambs to mulesing. Aust. Vet. J. 85(3):98-106.
Roses l, Yap F, Welsh E. 2019. Surgical management of screw-tail in dogs. CPD Article. 23(5):
287-292.
Schllemer NR, Coneglian MM, Mendes AF, Pontarolo DV, Reck AM, Coelho AM, Artner B,
Carrasco AO, Seki MC, Bertagnon HG. 2021. Effect of flunixin or ketoprofen in
caudectomy by elastration in lambs: pain and neutrophil function. Pesquisa Veterinária
Brasileira. 41: 1-8.

Anda mungkin juga menyukai