Anda di halaman 1dari 508

Dasar-dasar

ZOONOSIS
PENDAHULUAN
1 415 spesies organisme patogen
pada manusia
 868 dari 1415
217 virus dan prion (61,3%)
diklasifikasikan
538 bakteri & riketsia zoonosis
 175 dari 1415
307 cendawan (12,4%) spesies
terkait emerging
66 protozoa diseases (emerging
pathogens): 132 dari
287 cacing (helminth) 175 (75%)
emerging zoonoses
60.3% dari emerging infectious
disease (EID) dan re-emerging
infectious disease (REID) didominasi
oleh zoonosis dan 71.8% dari
zoonosis tersebut bersumber dari
satwa liar
Jones et al. (2008). Global trends in emerging
infecttious disease. Nature 451:990-993
Kep Mentan. No. 4026 Tgl. 1 April 2013 tentang
25 Jenis PHMS
1. Anthrax 15. Toxoplasmosis
2. Septicaemia Epizootica 16. AI
3. Jembrana 17. Leptospirosis
4. Campylobacteriosis 18. CSF/HC
5. Rabies 19. PRRS
6. Nipah 20. Brucellosis
7. Encephalitis 21. Swine Influenza
8. Surra 22. Helminthiasis
9. Cysticercosis 23. PMK*
10. Salmonellosis 24. BSE*
11. IBR 25. RVF*
12. Paratuberculosis
Kep Mentan. No. 237/KPTS/PK.400/M/3/2019,
tentang 15 Jenis Zoonosis Prioritas

1. Avian Influenza 11. Campylobacteriosis


2. Rabies 12. Trichinellosis
3. Antraks 13. Paratuberculosis
4. Brucellosis 14. Taeniasis/Cysticercosis
5. Leptospirosis 15. Toxoplasmosis
6. Japanese Enchepalitis
7. Bovine Tubercullosis
8. Salmonellosis
9. Schistosomiasis
Situasi dan Strategi
Pengendalian Zoonosis
3000 2751
2500 2293
2000
1413 1502 1390
Anthrax 1500
Brucellosis
Rabies 1000
546 420
500

0
2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013
Tahun (kasus)
desa

Zoonosis
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Anthrax 36 185 8 3 85 4 155
Brucellosis 227 987 244 547 558 154 11
Rabies 390 2076 839 620 1166 412 208
AI 2.751 1.413 2.293 1.502 1.390 546
Balai/Balai Besar Veteriner

BPPV I
Medan

BPPV II BPPV V
Bkt Tinggi Banjarbaru

BBVet
Maros

BBVet
Wates
BBVet
Denpasar
C:petalab
Bahasa Inggris:
zoonoses (jamak),
zoonosis (tunggal)
zoonotic disease
Bahasa Indonesia
zoonosis
penyakit zoonotik
penyakit zoonosa
DEFINISI
Zoonosis adalah penyakit dan
infeksi yang secara alamiah
ditularkan diantara hewan
vertebrata dan manusia
Diseases and infections which are naturally
transmitted between vertebrate animals and
man
[WHO 1966]
Diseases which are
transmitted from
animals to humans
Secara singkat:
Zoonosis =
penyakit yang dapat
menginfeksi hewan
dan manusia
Perlu dipahami
 Hanya bebeberapa penyakit
hewan bersifat zoonotik potensial,
namun semua zoonosis memiliki
induk semang hewan
 Beberapa penyakit yang
dikategorikan zoonosis merupakan
patogen di lingkungan yang dapat
menginfeksi hewan dan manusia
Agen Penyebab Zoonosis
Kelompok Berisiko
terkena Zoonosis
Cara Penularan Zoonosis
Dampak Zoonosis
 Sakit dan kematian pada manusia
 Penurunan produksi, sakit dan kematian
ternak
 Kerugian ekonomi : produksi, pelarangan
perdagangan, penurunan mutu
 Kepanikan/ketakutan/kekhawatiran
masyarakat: ketentraman batin masyarakat
 Gangguan ketahanan nasional dan politik
Public Impact of
Zoonoses
Tujuan kebijakan (khususnya luar negeri)
dan diplomasi pemerintah terhadap
pencegahan dan pengendalian zoonosis:
1. Melindungi ketahanan nasional
2. Mengembangkan kesejahteraan ekonomi dan
kekuatan bangsa
3. Mendorong perkembangan negara dan wilayah
dari kepentingan ketahanan nasional dan
ekonomi
4. Melindungi martabat manusia melalui prinsip
kemanusiaan (humanitarianism) dan hak asasi
manusia
(Sustaining Global Surveillance and Response to Emerging Zoonotic Diseases 2009)
PEMBAGIAN
ZOONOSIS
 Cara Penularan
Zoonosis Langsung
(direct zoonosis)
 Zoonosis berlangsung di alam hanya dengan 1
jenis vertebrata saja dan agen penyebab
penyakit hanya sedikit berubah atau tidak
mengalami perubahan sama sekali selama
penularan
 Agen penyakit ditularkan dari 1 induk semang
vertebrata ke induk semang vertebrata lain
yang peka melalui kontak, wahana (vehicle),
atau vektor mekanis
Contoh:
rabies, bruselosis, leptospirosis

V1

V1 V1

V1 V = vertebrata

Zoonosis langsung
Siklo-zoonosis
(cyclo-zoonosis)
 Siklus penularan memerlukan > 1 jenis
vertebrata, tidak melibatkan invertebrata untuk
penyempurnaan siklus hidup agen penyebab
 Contoh: zoonosis kausa parasit: taeniasis
(T. saginata dan T. solium)  siklo-zoonosis
obligat, manusia sebagai induk semang
dalam siklus hidupnya
hidatidosis: tidak selalu melibatkan manusia
V2

V1 V1

V2 V = vertebrata

Siklo-zoonosis
Meta-zoonosis
(metazoonosis)

 Siklus penularannya memerlukan baik


vertebrata maupun invertebrata
 Contoh: infeksi oleh arbovirus atau
arthropod-borne virus,
trypanosomiasis
I1

V1 V1

I1
I = invertebrata
V = vertebrata
Meta-zoonosis
Nyamuk Manusia

Monyet Monyet

Nyamuk

Meta-zoonosis tipe I (yellow fever)


Sapro-zoonosis
(saprozoonosis)
 Siklus penularan tergantung pada benda-
benda bukan hewan (non-animals) seperti
zat organik (termasuk pangan), tanah,
tumbuhan, sampah, dll sebagai reservoir
infeksi atau tempat penting untuk
perkembangannya
 Infeksi oleh larva migrans, histoplasmosis,
blastomikosis terjadi karena ada benda mati
S

V1 V1

S S = benda mati
V = vertebrata

Sapro-zoonosis
PEMBAGIAN
ZOONOSIS
 Reservoir Utama
oHewan pelihara
oHewan domestik
oSatwa liar
 Penyakit yang secara bebas berkembang di
alam di antara hewan-hewan liar maupun
domestik. Manusia hanya kadang-kadang
saja terinfeksi dan akan merupakan titik
akhir dari infeksi (dead end; cul de sac)
 Contoh: rabies, leptospirosis, tularemia,
hidatidosis
 Manusia tidak dapat menularkan kepada
manusia lain, kecuali kondisi lain
Anjing Anjing

Manusia

Anthropozoonosis
 Manusia dan hewan sebagai reservoir
dari agen penyakit
 Infeksi tetap berjalan secara bebas
tanpa adanya campur tangan atau
keterlibatan grup lain
 Contoh: Staphylococcosis,
Streptococcosis
Sapi Manusia

Sapi Manusia

Amphixenosis
 Penyakit berlangsung secara bebas pada
manusia atau merupakan penyakit
manusia dan hanya kadang-kadang saja
menyerang ke hewan (hewan sebagai cul
de sac)
 Contoh: tuberkulosis tipe human,
amebiasis, difteri
Manusia Manusia

Sapi

Zooanthroponosis langsung
(misalnya difteria)
PEMBAGIAN
ZOONOSIS
 Agen Penyebab
 Contoh: antraks, bruselosis,
leptospirosis
 Contoh: rabies, avian influenza,
Ebola, SARS, West Nile
 Akhir-akhir ini banyak yang bersifat
emerging dan re-emerging zoonoses
 Contoh: toksoplasmosis, amebiasis
 Contoh: taeniasis/sistiserkosis
(Taenia solium), T. saginata, trikinosis,
 Contoh: bovine spongiform
encephalopathy (BSE)/new variant
Creutzfeld-Jacob Disease,
PEMBAGIAN
ZOONOSIS
 Asal Hewan Penularnya
 Zoonosis berasal dari satwa liar
(wild life zoonoses)
 Zoonosis berasal dari hewan
pelihara/domestikasi
(domesticated animal zoonoses)
 Zoonosis berasal dari hewan
sekitar pemukiman manusia
(domicilated animal zoonoses)
TERIMA KASIH
Assalamu’alaikum wr wb
selamat pagi
Avian Influenza
History of influenza
• 412 BC - first mentioned by
Hippocrates
• 1580 - first pandemic described
• 1580-1900 - 28 pandemics
Avian Influenza (AI)
Bird flu; Fowl plaque; Flu Burung
Influenza (flu): bahasa Italia untuk “influence”
(Inggris); bahasa Latinnya “Influentia”  istilah
untuk penyakit yang disebabkan pengaruh buruk

Penyakit yang disebabkan oleh virus, dengan gejala


mulai sedang atau bahkan infeksi tanpa gejala sampai
dengan akut, fatal pada ayam, kalkun, guinea fowls
dan spesies burung lainnya (terutama unggas air
“migratory waterfowl”)
Avian Influenza

 Menyerang alat pernafasan, pencernaan dan


sistem syaraf unggas (domestik, eksotik; tidak
mengenal rentang umur)
 Beberapa kasus ditemukan pada babi, kuda, hewan
liar dan bahkan manusia
 Fowl plaque (FP) pertama kali dilaporkan pada ayam di
Italia pada tahun 1878; dan tahun 1955 dinyatakan
virus FP merupakan salah satu virus influenza
Penyebab
 Virus avian influenza: famili Orthomyxoviridae
 Virus memiliki envelope dengan 2 antigen permukaan:
hemaglutinin (H) dan neuraminidase (N) 
dasar penggolongan virus (subtipe)
 Ada 3 tipe virus (A, B, C): berdasarkan karakter
antigenik protein M dalam envelope virus dan
nukleoprotein
Indonesian viruses
NA:
20 AmA deletion
in stalk
HA
Receptor binding
motif similar to
Vietnam/Thai
viruses

PB1,PB2,PA = Polymerase = RNA


Transcripatase
HA= Haemagglutinin = vital attachment
M2 gene: Ser 31 to cell membrane
Most viruses do NOT have NA= Nuraminidase + Release from
membrane
amantadine resistance mutation NP=Nucleoprotein= Encapsidates RNA
M=Matrix= surround viral core&involved
in assembly and budding
NS= Nonstructural
Virus AI . . .

Virus influenza tipe A  menyerang hewan


domestik (equine, swine, avian) 
menyebabkan epidemik pada manusia
Virus influenza tipe B dan C  tidak
menyerang hewan
Pada virus tipe A  terdapat 18 antigen H
dan 11 antigen N
Virus AI . . .

Berdasarkan patogenitas virus  highly pathogenic


avian influenza (HPAI) dan low pathogenic avian
influenza (LPAI)

Subtipe H5, H7, H9  dikenal ganas – highly


pathogen – menyebabkan infeksi pada manusia
Virus mengaglutinasi sel darah merah unggas dan
ditemukan pada dinding pembuluh darah inang
Virus AI . . .

Virus peka terhadap: panas (inaktif pada 56 oC 3 jam,


70 oC 30 menit, 80 oC 1 menit);
Disinfektan: jika ada bahan organik aldehid; jika tidak
ada bahan organik: fenol, senyawa amonium quartener,
oxidizing agent, peracetic acid
Ayam sakit mengeluarkan virus melalui eksudat
hidung dan feses
Virus dapat tumbuh pada embrio telur ayam
Virus AI . . .

Virus dapat bertahan dalam feses  suhu 20 oC


7 hari; 4 oC 30-35 hari
Virus AI mampu mengubah diri (mutasi virulensinya;
terutama H5 dan H7)  antigenic drift
(perubahan antigenik minor) dan antigenic shift
(perubahan antigenik mayor)  sehingga sulit
dikenali dengan sistem pertahanan tubuh inang
Babi  diketahui berperan pada epidemiologi infeksi
(perubahan keganasan virus)
Penyebaran

Hampir di seluruh dunia (world-wide)


Diduga penyebaran melalui migratory waterfowl ,
shore birds, sea birds (sebagai reservoar)  virus
dapat diisolasi dari burung sehat

13
Penularan
 Reservoar (virus pada burung sehat:
migratory waterfowl, shore birds, sea birds)
 Virus terdapat pada feses dan eksudat hidung
 Virus dapat disebarkan melalui: burung/unggas
terinfeksi, udara, peralatan, wadah telur, air,
kendaraan dan orang/pekerja
 Masa inkubasi: sangat cepat (beberapa jam)
s/d 3 – 7 hari (14 hari)
From birds to human
Migratory
water Domestic birds
birds • Hong Kong 1997,
H5N1
• HK, China 1999,
H9N2
• Netherlands 2003,
H7N7
• Hong Kong 2003,
H5N1

Source: WHO/WPRO
Reassortment (in human)

Migratory
water birds

Source: WHO/WPRO
N Engl J Med 2005; 353:2209-11
Pandemic influenza in the 20th Century

1918 “Spanish Flu” 1957 “Asian Flu” 1968 “Hong Kong Flu”
20-40 million deaths 1 million deaths 1 million deaths

H1N1 H2N2 H3N2

1920 1940 1960 1980 2000


Emergency hospital, Camp Funston, Kansas 1918
Courtesy of National Museum of Health and Medicine
1918 Pandemic

Highest mortality in people 20-40 years of age


- 675,000 Americans died of influenza
- 43,000 U.S. soldiers died of influenza
Kasus Kejadian Flu Burung H5N1
pada Manusia
• Kumulatif kasus 200 dengan 168 orang meninggal, tersebar di 15 Provinsi
dan 58 Kab/Kota.
• Th. 2013: 3 kasus dan meninggal semua di Kota Bekasi dan Kab. Bekasi Jawa
Barat.
• Th. 2014: 2 kasus (RNA, 2 th) di Kab. Wonogiri, Jateng, April 2014 dan Rz, 33
th, di Jaktim, 2 mgu sebelumnya beli ayam hidup di Pasar Rawamangun –
Jakarta Timur.
• Th. 2015: 2 kasus (TS, 40 th dan M.I., 2,5 th anaknya) di Kota Tangerang,
Banten. Faktor risiko: unggas/burung merpati umbaran sekitar rumah dan atau
burung hias di rumah saudara di Kab. Bogor.
• Th. 2017: 1 kasus di Bali
• Kemungkinan faktor risiko : kontak langsung/lingkungan dengan sumber
penularan di Pasar tradisional yang menjual unggas hidup dan pemotongan
unggas, unggas pekarangan umbaran di sekitar rumah korban.

24
Diagnostik
Patologi: bangkai unggas: patologi-anatomi,
histopatologi.
Isolasi dan identifikasi virus: usapan trakea dan
atau kloaka; jaringan, sekreta/ekskreta dari saluran
nafas dan intestinal  contoh diinokulasi pada telur
berembrio 10-11 hari; cairan alantois dipanen (24-72
jam atau sampai mati); Haemagglutination Inhibition
Test (HI test)
Uji serologik: HI and HA test, ELISA, PCR
Pencegahan & Pengendalian
 Pengendalian di peternakan ayam/unggas:
peningkatan biosecurity, sanitasi (feses ayam,
bangkai, peralatan, dll.); pemusnahan ayam sakit
(stamping out)
 Pengendalian burung liar (reservoar)
 Penerapan Good Hygienic Practices pada
penanganan (daging & telur unggas),
penyimpanan, pengolahan/pemasakan (min. suhu
bagian dalam 70 oC 30 menit; 80 oC 1 menit)
Pencegahan & Pengendalian

 Higiene personal (mencuci tangan setelah


kontak dengan alat/bahan tercemar;
menggunakan masker pada peternakan tertular)
 Pendidikan masyarakat/konsumen & peningkatan
kepedulian masyarakat (public awareness)
Strategi Pengendalian AI di Indonesia
- Memberantas virus AI pada sumbernya
- Pola pengendalian AI terpadu (PAT), yaitu:
 Deteksi, lapor, dan respon cepat (early
detection, early report, and early response)
 Biosekuriti model 3 zona (hijau, kuning, merah)
 Vaksinasi pola 3 right (tepat) - right vaccine,
right time and right way
 Pembersihan dan disinfeksi guna memutus
rantai penyebaran agen penyakit unggas
Biosekuriti 3 zona

Zona Hijau – jantung dari peternakan,


yaitu kandang tempat hidup ayam.
Untuk masuk zona ini, orang wajib
membersihkan diri (mandi, disinfeksi) dan
hanya peralatan steril yang boleh berada di
dalamnya
Biosekuriti 3 zona

Zona Kuning – area transisi zona hijau (bersih)


dan zona merah (kotor). Akses dibatasi untuk
kendaraan yang penting misalnya truk pakan, DOC,
atau telur. Seluruh benda yang masuk di daerah ini
harus sudah dibersihkan dan didisinfeksi.
Di zona ini juga tempat penyimpanan egg tray yang
sudah bersih
Biosekuriti 3 zona

Zona Merah – area ini di luar


peternakan. Di zona ini juga tempat egg
tray dan peralatan dicuci dan didisinfeksi
Peternakan Biosekuriti 3 Zona
Area Area
bersih
kotor
Daerah
Sumber yang Ayam
kuman HARUS Pakan
Daftar risiko: dilindungi
Orang
Air
Barang
Hewan lain
Pekerja
Additional avian and pandemic
influenza information
• MDH
http://www.mdhflu.com
• CDC
http://www.cdc.gov/flu/avian/ index.htm
• HHS
http://www.pandemicflu.gov/
http://www.hhs.gov/pandemicflu/ plan/
• WHOhttp://www.who.int/csr/disease/ avian_influenza/en/index.html
TERIMA KASIH
44
Bovine Spongiform
Encephalopathy (BSE)
Bovine Spongiform
Encephalopathy
[Mad cow disease]

merupakan penyakit degenerasi


syaraf yang progresif pada sapi,
yang menyerang jaringan otak
dan sistem syaraf pusat sapi
dan kadang menimbulkan
kematian sapi.
Bovine Spongiform
Encephalopathy
[Mad cow disease]

Penyakit ini termasuk dalam kelompok


penyakit Transmissible Spongiform
Encephalopathy (TSE), yaitu penyakit
yang ditandai dengan adanya lubang-
lubang atau vakuola pada jaringan otak
(seperti spons) dan dapat ditularkan
kepada hewan dan manusia.
Transmissible Spongioform
Encelophathy (TSE) pada Hewan:
Bovine Spongioform
Encephaloptahy (BSE)
pada sapi; dapat ditularkan (oral & inokulasi)
kepada: sapi, tikus, domba dan kambing;
dapat ditularkan (inokulasi) kepada: babi, kera
marmoset
Scrapie
Pada domba; Pada percobaan: dapat
ditularkan ke domba lain.
Transmissible Spongioform Encelophathy (TSE)
pada Hewan . . .

Transmissible Mink
Encephalopathy (TME)
Pada mink (Mustella vision)

Chronic Wasting Syndrome (CWS)


Pada jenis rusa; dapat ditularkan (secara
inokulasi) kepada rusa dan ferret
Mink
Transmissible Spongioform Encelophathy (TSE)
pada Hewan . . .

Feline Spongiform
Encephalopathy (FSE)
Pada kucing

Zoological Spongiform
Encephalopathies
Pada hewan liar (puma)
Transmissible Spongioform
Encelophathy (TSE) pada Manusia:

Creutzfeldt-Jakob Disease (CJD)


Pertama kali dilaporkan pada tahun 1920/1921,
dikenal sebagai spastic pseudosclerosis atau
subacute spongiform encephalopathy
New variant Creutzfeldt-Jakob
Disease (vCJD)
Berkaitan dengan BSE, pertama dilaporkan
tahun 1996
Transmissible Spongioform Encelophathy (TSE) pada Manusia . . .

Kuru
Pada suku di Papua New Guinea, karena
kanibalisme (memakan jaringan otak)
Gerstmann-Sträussler-Scheinker
Syndrome (GSS)
Keturunan, gen pada autosom dan dominan;
dapat ditularkan (melalui inokulasi intraserebral)
pada kera dan rodensia; serta pada hamster
melalui pemasukan gen abnormal PrP dari
kromosom 20 (ke genom hamster)
Transmissible Spongioform Encelophathy (TSE)
pada Manusia . . .

Fatal Familial Insomnia (FFI)


Keturunan, ditandai dengan atrofi pada
talamus
Kausa Penyakit
Prion Protein (PrPc)  prion disease
(bentuk isomer patogen (PrPSc, PrPres atau
PrPTSE)
• infective & self-replicating protein
• suatu protein sel normal pada membran sel
syaraf
• gen untuk PrP terdapat pada hampir semua
mamalia
• tidak dapat menimbulkan immune respons
dan tidak menyebabkan inflamasi
• tidak mengandung asam nukleat
(DNA/RNA), resisten terhadap panas,
beku, kering, desinfektan dan terhadap
Proteinase K
• tidak terdegradasi oleh protease
Inaktivasi prion dapat
dilakukan dengan
pemanasan menggunakan
autoklaf pada suhu 134-
138 °C selama 20
menit pada 3 bar
Penyebaran dan
Kejadian BSE di Hewan
Tahun 1986-2001: >98% kasus BSE
dilaporkan dari UK, tempat penyakit
pertama kali ditemukan.
Pada tahun 2000, kasus BSE di luar UK
mencapai lebih >25%; dan tahun 2001
kasus >45%.

Eropa, Jepang, Israel, Canada, Amerika


Penyakit pada Sapi
Gejala Klinis
 Perubahan temperamen: agresif,
nervous
 Inkoordinasi dan kesulitan berdiri,
lumpuh
 Penurunan produksi susu
 Kematian
Sapi gila  pengaturan syaraf
motor yang abnormal dan agresif
Penyakit pada Manusia

New Variant
Creutzfeldt-Jakob
Disease (vCJD)
New Variant Creutzfeldt-Jakob
Disease (vCJD)

BSE dapat menular kepada manusia  new


variant Creutzfeldt-Jakob Disease
(vCJD), termasuk TSE  Human BSE
Pertama kali diidentifikasi di Inggris (United
Kingdom) pada tahun 1996
Kondisi degenerasi syaraf yang fatal dan
jarang pada manusia
Penularan dari sapi kepada manusia:
konsumsi produk sapi yang
terinfeksi BSE  specified risk
material (SRM)
Jaringan sapi yang mengandung
prion (SRM) sebagai sumber penular
ke hewan dan manusia adalah:

 Otak
 Sumsum tulang belakang
 Tonsil
 Distal ileum
 Mata
Terrestrial Animal Health Code OIE (2011)
Prion tidak ditemukan pada (TAHC OIE 2011):

25
Tingkat Infektivitas Tinggi
 Otak
 Sumsum tulang belakang (Medula
spinalis; spinal cord)
 Mata
Tingkat Infektivitas Sedang
• Limpa
• Tonsil
• Limfonodus
• Usus halus (Ileum)
• Usus besar (Colon; proksimal dan distal)
• Pituitary gland
• Adrenal gland
• Cairan serebrospinal
• Plasenta
Tingkat Infektivitas Rendah
• Syaraf perifer
• Mukosa hidung
• Timus
• Sumsum tulang
• Hati
• Paru
• Pankreas
Tidak Terdeteksi
• Otot • Testis
• Jantung • Seminal testis
• Ambing • Jaringan fetus
• Susu • Kolostrum
• Darah beku • Cairan empedu
• Serum • Tulang
• Tinja • Tulang rawan
• Ginjal • Jaringan ikat
• Kelenjar ludah • Rambut
• Ovarium • Kulit
• Uterus • Urin
Kejadian di Manusia
Onset: rata-rata 10 tahun
Umur pasien: 12 – 65 tahun
(rata-rata 28 tahun)
Lama penyakit: 14 bulan (9,5 –
38 bulan)
New Variant CJD (vCJD) . . .

Gejala Klinis
Awal: gejala psikiatrik  depresi,
keletihan, gangguan tidur, kekhawatiran
dan perubahan temperamen
Gejala lanjut: myoclonus (konvulsi
otot), dizziness, tremor, dysarthria
(gangguan bicara), ataxia, dementia
(kegagalan/kehilangan kekuatan
mental) dan kematian
Diagnosa
 Gejala klinik
 Biopsi jaringan (histopatologi,
histokimia)
 Uji imunologi
 Test kit
Pencegahan
Mencegah masuknya agen ke dalam
rantai makanan manusia dan pakan
hewan
 Ruminansia tidak diberikan protein
mamalia (meat bone meal/MBM) dan
pakan mengandung SRM
 Surveillance
 Pemusnahan hewan sakit
 Tidak memotong “hewan rubuh” (downer)
Pencegahan . . .

 Tidak memberikan SRM dalam bahan


makanan dan pakan (terutama dari sapi
umur >30 bulan)
 Penolakan penggunaan mechanically
recovered meat (MRM) dari bagian tulang
belakang sapi, domba dan kambing
 Hindari memakan SRM pada negara/daerah
tertular
 Pelarangan impor dari daerah tertular
 Pendidikan masyarakat (public awareness)
Aturan pemasukan hewan dan
produk hewan: lihat
Terrestrial Animal Health
Code OIE (setiap tahun
diperbaharui)
TERIMA KASIH
AMEBIASIS
Pendahuluan
• Kebiasaan hidup yang kurang
memperhatikan kondisi sanitasi dan higiene
personal serta kesehatan lingkungan
merupakan predisposisi timbulnya
penyakit.

• Kejadian amebiasis tinggi pada daerah


tropis dengan status sosiol ekonomi dan
sanitasi lingkungan yang rendah (travelers,
imigran)
Etiologi
Zoonosis, infeksi oleh:
• Entamoeba histolytica
• E. polecki (jarang)

Pada Hewan:
E. histolytica :
primata, anjing, kucing, babi, sapi, tikus
dan rodensia lainnya

E. polecki:
babi (utama), kambing
Entamoeba sp.
Kejadian Pada Manusia
• Mengkonsumsi makanan dan atau
minuman yang terkontaminasi kista
• Penanganan air dan makanan yang
tidak higienis (rekontaminasi)
• Terbawa oleh lalat (vektor)
• Perilaku seksual (homoseksual, anal-
oral atau anal-genital-oral)
INFEKSI
dan
PATOGENESA

INFEKSI

• Air yang terpolusi


• Tangan terkontaminasi
• Kontaminasi oleh lalat
• Penggunaan pupuk
dari kotoran
• Higiene yang buruk,

(http://www.dpd.cdc.gov/dpdx)
Gejala Klinis
• 10-20% orang terinfeksi bisa sakit (masa
inkubasi 2-4 minggu)
• Infeksi dengan non-invasif entamuba
 clinically silent carrier
• Infeksi dengan invasif entamuba
– Amebiasis usus akan menimbulkan gejala
klinis seperti disentri, kolitis non disentri,
ameboma, dan apendisitis amebik.
– Amebiasis di luar usus menimbulkan hepatik
non supuratif, abses hati , paru-paru dan otak
Diagnosa
1. Pemeriksaan kimia darah
2. Pemeriksaan Feses
3. Sigmoidoscopy
4. X-Ray dan Fluoroscopy
5. Ultrasonografi
6. PCR
7. Biopsi daerah necrose
8. Serologi
• Complement fixation test.
• Latex agglutination test.
• Counterimmuno electrophoresis.
• ELISA :Enzyme-linked immunosorbent assay
Pengobatan
Gangguan di usus:
pembasmi amuba peroral (melalui mulut),
seperti iodokuinol, paromomisin dan
diloksanid, yang akan membunuh parasit di
dalam usus.

Penyakit di luar usus:


• Nitroimidazole, tinidazole, secnidazole,
ornidazole, dan metronidazol
• Efek sampingnya ringan, antara lain mual,
muntah, dan pusing.
• Dosis untuk orang dewasa adalah 2 gram
sehari selama 3 hari berturut- turut
Pencegahan
• Progam pengembangan kesehatan
masyarakat dan sanitasi (WC/toilet)
• Minum air yang sudah diklorinasi
• Buah/sayuran segar (dikupas atau dicuci
dengan bersih), dan tidak mengkonsumsi
susu/olahannya yang tidak dipasteurisasi
• Pengendalian vektor
• Sanitasi lingkungan dan higiene personal
Kesimpulan
• Cara hidup yang tidak sehat merupakan
predisposisi amebiasis.
• Seseorang dapat terinfeksi amebiasis jika
tertelan kista Entamoeba histolytica, melalui
makanan, minuman, ataupun tangan yang
terkontaminasi.
• Penanganan kasus amebiasis dapat dilakukan
dengan pengendalian vektor, kebersihan
personal dan lingkungan serta program
kesehatan masyarakat dan lingkungan
Any Questions?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?

15
CRYPTOSPORIDIOSIS
Pendahuluan
• Water-borne diseases
• Tahan terhadap klorin, termasuk: C. perfringens,
B. anthracis dan Cryptosporidium sp.
• Ditemukan pertama tahun 1907 oleh Tyzzer.
• Di seluruh dunia, prevalensi 1-4,5% dan 3-20%
• Kejadian penyakit dihubungkan dengan :
- air minum dan pangan
- kolam renang dan danau
- imunosupresif (anak-anak, HIV)
Agen
 Terdiri dari beberapa spesis, namun hanya 2 spesis
yang beradaptasi pada manusia, yaitu C. parvum
dan C. hominis (awalnya spesies ini diklasifikasikan
sebagai genotype 1 dari C. parvum)
 Obligat intraseluler parasit
 Pada manusia dan mamalia : terdapat di usus kecil
 Oocyst merupakan bentuk yang infektif serta
dikeluarkan melalui feses dan mengkontaminasi
lingkungan (sumber air), tahan 2-6 bulan pada
lingkungan yang lembab, resisten terhadap 3%
hipoklorida, 5% amonia selama 18 jam, 3% H2O2,
dan pemanasan 65 ⁰C selama 30 menit
Oocyst of Cryptosporidium visualized with
Acid-fast stain
Pada manusia
• Masa inkubasi : 1 – 12 hari (rata-rata 7 hari)
• Orang yang sehat :
- asymptomatis (2-4 hari)
- gastroenteritis (acute self limiting) : 1-4
minggu, tetapi 10% perlu pengobatan
• Penderita imunosupresif (AIDS) :
- gejala pernafasan (batuk)
- demam
- gejala pencernaan
•Umumnya :
- diare cair, sakit perut, mual dan muntah
- lemah, lesu dan demam ringan (< 39⁰C),
mialgia
- berat badan menurun
•Bila orang tersebut sembuh akan menjadi
carrier chronis (sampai meninggal)
Pada Hewan
• Umumnya Sapi : (sapi perah 50% menyerang
ternak lain dan manusia)
- umur 1 – 3 minggu (muda)
- inkubasi 4 hari
- gejala : anoreksia, diare, bobot badan
menurun
• Kuda, babi :
- tidak menimbulkan gejala
• Anjing dan kucing (10% menyerang ke
anjing lain, tapi jarang ke manusia)
• Juga menyerang reptil dan burung
Siklus
Hidup
Transmisi
Kontak langsung
Hewan pelihara Hewan pelihara

Kontak langsung Kontak langsung


Manusia
(oral, aerosal) (oral, aerosal)

(Bayi di rumah sakit, perawat)

Lingkungan Fomite, Ingesti (pangan, air)


Limbah cair feses
Diagnosa

• Gejala klinis (sulit, banyak diagnosa banding)


• Pemeriksaan oocyt pada feses :
- sheather’s solution + mikroskop fase kontras
- pewarnaan Giemsa, methylene blue, Ziehl-
Nielsen
• Fluorescent monoclonal antibodies spesific
• ELISA (IgG dan IgM)
Pengendalian
•Higiene personal (cuci tangan)
•Masak air dan pangan yang beresiko
sampai matang
•Cuci sayuran dengan air bersih sebelum
dikonsumsi
•Penderita AIDS : hindari kontak dengan
hewan dan tempat rekreasi
13
Kesimpulan
• Sumber air (permukaan, dalam, dan PDAM)
dapat terkontaminasi Cryptosporidium,
sehingga harus dilakukan pemasakan sampai
mendidih sebelum dikonsumsi.
• Gejala pada manusia bersifat asymptomatis,
sulit didiagnosa dan dapat menjadi carrier
chronis.
• Perlu adanya public awareness khususnya
masyarakat yang tinggal sekitar peternakan
kuda, sapi, babi, domba, kambing atau yang
pelihara anjing dan kucing
Any Questions?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?

15
Terima Kasih
16
PENDAHULUAN
 Toxoplasma gondii
toxon : bulan sabit dan oval
gondii : rodensia afrika utara (Tunisia)
(Ctenodactylus gondii)
TOXOPLASMOSIS

 Toxoplasma gondii (satu satunya


spesies dari Genus Toxoplasma)
 Filum Apicomplexa, Kelas Sporozoa,
Subkelas Coccidia.
 Tidak bersifat host spesifik
 Obligat intraseluler protozoa 2
Toxoplasma gondii

3
EPIDEMIOLOGI
 Tersebar secara luas dari Alaska sampai
Australia (umumnya wilayah yang panas,
kelembaban tinggi, dataran rendah)

 Toksoplasma  20-80% populasi manusia di


dunia.

 Prevalensi di Indonesia :
 manusia  2-63%, kucing  35-73%
 anjing 75% , babi 11-36%
 kambing 11-61%, sapi/kerbau  <10%
4
SIKLUS HIDUP
Siklus Hidup tiga bentuk
1. Takizoit/tropozoit
► proliferasi/cepat, dalam jaringan,
bersifat akut
2. Ookista
► sporozoit, dalam usus halus/feses
3. Bradizoit/merozoit/sistozoit/kista
►lambat, dalam otot/daging dan
otak/SSP, bersifat kronis
5
SIKLUS HIDUP

6
TRANSMISI
Ditransmisikan dengan beberapa cara
(horizontal dan vertikal)

► Konsumsi daging yang tidak matang


(kista)
► Kontaminasi feses kucing (ookista)
► Transplantasi, transfusi darah, jarum
suntik,
kongenital (takizoit)
Infertebrata (lalat, kecoa) → sebagai agen
mekanis
7
TRANSMISI (PENULARAN)

8
9
PATOGENESIS

Setelah terjadi infeksi T. gondii ke dalam tubuh


akan terjadi proses yang terdiri dari tiga tahap
yaitu:

 Parasitemia, di mana parasit menyerang


organ dan jaringan serta memperbanyak diri
dan menghancurkan sel-sel inang.
Perbanyakan diri ini paling nyata terjadi pada
jaringan retikuloendotelial dan otak, di mana
parasit mempunyai afinitas paling besar.

10
PATOGENESIS

 Pembentukan antibodi merupakan tahap


kedua setelah terjadinya infeksi.
 Tahap ketiga rnerupakan fase kronik,
terbentuk kista-kista yang menyebar di
jaringan otot dan syaraf, yang sifatnya
menetap tanpa menimbulkan peradangan
lokal

11
12
PENYAKIT PADA MANUSIA

Dua Kategori Infeksi : kongenital


dan dapatan
Masa inkubasi : 10 – 23 hari
(ingesti), 5 – 20 hari (terpapar
kucing yang infekstif)

13
PENYAKIT PADA MANUSIA
 Gejala Klinis :
a. asymptomatis
b. 10-20% lymphadenitis (leher dan kepala),
flu-like syndrome (demam, lesu, myalgia, sakit
kepala)
c. myositis, myocarditis, pneumonitis, facial
paralysis
d. uveitis (unilateral, bilateral)
e. keguguran
f. chorioretinitis, hydrocephalus, intracerebral
calsification
14
Gangguan pada mata
(chorioretinitis)

15
Toxoplasma Pada Otak

16
Toksoplasmosis kongenital
•Gambaran klinis toksoplasmosis
kongenital dapat bermacam-macam. Ada
yang tampak normal pada waktu lahir dan
gejala klinisnya baru timbul setelah
beberapa minggu sampai beberapa tahun.
•Ada gambaran eritroblastosis, hidrops
fetalis dan triad klasik yang terdiri dari
hidrosefalus, korioretinitis dan perkapuran
intrakranial atau tetrade sabin yang
disertai kelainan psikomotorik, kejang2,
kebutaan dan gangguan kecerdasan
Toksoplasmosis kongenital

•Toksoplasmosis kongenital dapat


menunjukkan gejala yang sangat
berat dan menimbulkan
kematian penderitanya karena
parasit telah tersebar luas di
berbagai organ penting dan juga
pada sistem syaraf penderita.
Toksoplasmosis dapatan
Toksoplasmosis dapatan biasanya tidak
diketahui karena jarang menimbulkan gejala.
Tetapi bila seorang ibu yang sedang hamil
mendapat infeksi primer, ada kemungkinan
bahwa 50% akan melahirkan anak dengan
toksoplasmosis kongenital.
Gejala yang dijumpai pada orang dewasa
maupun anak-anak umumnya ringan. Gejala
klinis yang paling sering dijumpai pada
toksoplasmosis dapatan adalah limfadenopati
dan rasa lelah disertai demam dan sakit
kepala.
Seorang wanita pada usia reproduktif
terinfeksi toksoplasmosis dapat
mengalami kemandulan karena parasit
ini menyerang sel-sel kelamin (gamet)
sehingga penderita tidak kunjung
memiliki keturunan.
Selain itu, toksoplasmosis pada ibu
hamil juga dapat menyebabkan abortus,
pertumbuhan janin terhambat, kelahiran
prematur, kematian janin dan kematian
bayi yang baru lahir.
Risiko pada janin akan semakin parah
bila infeksi terjadi semakin awal. Infeksi
ini dapat mengakibatkan gangguan berat
pada bayi yang dilahirkan seperti
membesarnya kepala (hidrosefalus),
gangguan pada mata (korioretinitis), dan
keterbelakangan (retardasi) mental.
• Risiko terjadinya kelainan berat pada janin
lebih besar bila terinfeksi di trimester
pertama dan kedua.
• Namun, kemungkinan tertular di
trimester ini lebih rendah dibanding di
trimester akhir.
• 90% dari bayi yang terinfeksi tidak
menimbulkan gejala apa-apa
(asimptomatik) pada saat bayi itu
dilahirkan.
• Gejala baru timbul beberapa bulan bahkan
tahun setelah bayi dilahirkan.
23
Contoh Infeksi Prenatal

24
PADA PRIA

- Pembengkakan kelenjar getah bening


(lymphadenitis)
- Berlangsung lama menyebabkan
kemadulan (peradangan pada saluran
sperma sampai tertutupnya saluran)

25
PADA HEWAN

 Umumnya lebih parah dibanding pada manusia


 Di beberapa negara kasus aborsi pada
kambing dan domba

 Kucing, anjing, dsb. Kematian karena


pneumonia, hepatitis, enchepalitis.
Prevalensi rendah pada sapi/kerbau
Ayam dan burung (sbg host perantara)
Masa inkubasi 2-3 hr (kista), 20-24 hr (ookista)
KEKEBALAN
 Individu yang mempunyai kekebalan
yang baik akan merespon infeksi
toksoplasmosis
 Sistem kekebalan yang terbentuk
dapat mencegah infeksi ulang yang
terjadi

27
DIAGNOSA

 Serologis (Sabin-Feldman dye test),


IFAT, indirect HA test, LAT, ELISA,
dsb.)
 Histologikal (biopsi, pewarnaan:
Giemsa, Romanowsky)

28
Diagnosis Pemeriksaan
Darah di Laboratorium

•Ada antibody immunoglobulin M


(IgM), berarti di dalam tubuh sedang
terjadi infeksi toksoplasma akut
(belum lama terjadi).
•Kadar immunoglobulin G (IgG)
meningkat empat kali lebih tinggi dari
hasil pemeriksaan tiga minggu
sebelumnya, juga menunjukkan
aktifnya infeksi.
KONTROL
Pencegahan
 Desinfeksi ookista : iodin, formalin, amonia
 Masak daging minimal 66 oC, 10 menit
 Bersihkan tangan setelah menangani daging
 Jangan beri daging mentah pada kucing
 Perawatan kucing secara benar → Feses !!!
 Pengendalian vektor
Vaksin TORCH (toksoplasmosis,
rubela, cytomegalo, herpes)
Pengobatan
kombinasi pyrimethamine dengan
trisulfapyrimidine
30
31
KESIMPULAN
a. Toksoplasmosis merupakan zoonosis
protozoa penting
b. Kejadian pada manusia saat terkait
dengan higiene personal dan higiene
pangan
c. Pengobatan membutuhkan waktu
yang lama

32
Any Questions?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?

33
Terima
Kasih
35
36
37
DERMATOFITOSIS
PENDAHULUAN
 Tinea, ringworm
Dermatofitosis
penyakit pada jaringan yang mengandung zat
keratin, misalnya stratum korneum pada
epidermis, rambut, dan kuku, yang disebabkan
golongan dermatofita
 Dermatofitosis : tinea kapitis, tinea
facialis, tinea barbae, tinea korporis, tinea
kruris, tinea manus, tinea pedis, tinea inguium
 insidensi dermatofitosis di Indonesia
berkisar antara 4,8% - 82,6%
 golongan dermatofita dapat
menyebabkan bentuk klinis yang khas
 satu jenis dermatofita dapat
membentuk klinis yangbeda tergantung
letak anatominya
Dermatofita
Kingdom : Fungi
Phylum : Ascomycota
Kelas : Eurotiomycetes
Ordo : Onygenales
Family : Arthrodermataceae
Genus : Trychophyton (21 spesies)
Mycrosporum (17 spesies)
Epidermophyton (2 Spesies)
Gambar 1. T. interdigitale
Gambar 2. M. nanum dan M. gallinae
Gambar 3. E. floccosum
Habitat normal

• Anthropophilic dermatophytes (manusia)


• Zoophilic dermatophytes (hewan)
• Geophilic dermatophytes (tanah)
Tabel 1. Jenis Dermatofita pada Manusia
Species Habitat alami Kejadian
Epidermophyton floccosum Humans Common

Trichophyton rubrum Humans Very Common (58%)

Trichophyton interdigitale Humans Very Common


Trichophyton tonsurans Humans Common (3%)
Trichophyton violaceum Humans Less Common
Trichophyton concentricum Humans Rare*
Trichophyton schoenleinii Humans Rare*
Trichophyton soudanense Humans Rare*
Microsporum audouinii Humans Less Common*
Microsporum ferrugineum Humans Less Common*
Tabel 2. Jenis Dermatofita pada Hewan
Species Habitat alami Kejadian

Trichophyton mentagrophytes Mice, rodents Common (27%)

Trichophyton equinum Horses Rare

Trichophyton erinacei Hedgehogs Rare*

Trichophyton verrucosum Cattle Rare (7%)

Microsporum canis Cats Common

Microsporum gypseum Soil Common

Microsporum nanum Soil/Pigs Rare

Microsporum cookei Soil Rare


Transmisi
 kontak langsung dengan infected host (manusia
atau hewan)
 kontak langsung atau tidak langsung dengan kulit
yang terinfeksi, rambut, sisir, atau sikat rambut,
kursi di bioskop, dan tempat tidur di hotel
 agen penyebab dapat bertahan di lingkungan
selama 15 bulan
 peningkatan infeksi dapat disebabkan kulit yang
luka, kulit terbakar, temperatur dan kelembaban
yang berlebihan
Tinea Kapitis
b. Endothrix invasi rambut (Black dot ringworm) :
- T. tonsurans, T. violaceum
- titik-titik hitam pada kulit kepala (muara folikel
rambut)
Tinea Kapitis

c. Favus (kerion) :
- Microsporum canis
- peradangan yang hebat disertai lesi
menyerupai sarang lebah dan akan terbentuk
jaringan parut yang menetap
Tinea Barbae
•Di sekitar muka (jenggot)
• T.mentagrophytes dan T.verrucosum

Tinea Facialis
•Infeksi cendawan pada daerah wajah.
•Kelihatan sebagai suatu ruam berwarna merah
di sekitar muka
Gambar 4. tinea barbae dan fasialis
Tinea Korporis
• Pada kepala, badan, dan lengan.
• T. rubrum, T. mentagrophytes M. gypseum
dan M. canis.
• kelainan pada kulit (efloresensi kulit) dengan
peradangan pada bagian tengah, bentuk
bulat / polisiklis
• pada penderita imunodefisiensi : tidak khas
Tinea Kruris
• Di daerah lipat paha, genitalia dan sekitar anus
yang dapat meluas ke bokong dan perut
bagian bawah
• T. rubrum, dan E. floccosum
• Lesi simetris dilipat paha (dimulai dengan bercak
eritematosa dan gatal), kemudian meluas ke
skrotum, pubis, dan glutea
• lesi : tepi aktif, polisiklis, ditutupi skuama dan
disertai vesikel kecil-kecil
Gambar 5. tinea korporis dan tinea kruris
Tinea Manus dan Pedis
•Kulit telapak tangan dan kaki, punggung
tangan dan kaki, jari-jari tangan dan kaki,
serta daerah interdigital.
• Trichophyton rubrum, T. interdigitale,
T. menthagrophytes dan Epidermophyton
floccosum.
•Sering pada orang dewasa (mencuci pakaian,
bekerja di sawah, kolam dan tambak)
•Diawali rasa gatal, nyeri, dan timbul
peradangan
Bentuk klinis tinea manus dan
pedis
•Bentuk intertriginosa : maserasi, deskuamasi
dan erosi, warna keputihan basah dan terjadi
fisura yang terasa nyeri. Pada kaki mulai dari
jari ke 3,4 dan 5
•Bentuk vesikular akut : vesikula-vesikula dan
bula yang agak dalam dan sangat gatal di
telapak kaki bagian tengah
•Bentuk mocassin foot : seluruh kaki dari
telapak, tepi sampai punggung kaki, kulit
menebal dan berskuama, serta eritema ringan
pada bagian tepi lesi.
Gambar 6. tinea pedis
Tinea Unguium
• Kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi
dermatofita
• T. mentagrophytes, T. interdigitale dan T. rubrum.
• Bentuk klinis tinea unguium:
Bentuk subungual distalis : distal proksimal
bawah kuku rapuh bantal kuku
hiperkeratosis.
Leukonikia trikofita atau leukonikia mikofita:
bercak keputihan di permukaan kuku
Bentuk subungual proksimal: distal masih utuh,
sedangkan bagian proksimal rusak. Kuku kaki
lebih sering diserang dibandingkan kuku tangan
Gambar 7. tinea unguium
Identifikasi Laboratorium
•Pemeriksaan Langsung (gejala klinis, lampu
Wood dan kerokan kulit + KOH 10-20%)
•Pembiakan pada media agar

Pengobatan
1. Obat Topikal (harus memenuhi kriteria) :
• Bersifat antifungal aktif
• Dapat berpenetrasi ke dalam kulit
• Bekerja aktif di dalam dan di luar sel
• Mempunyai daya tahan terhadap hasil-hasil
metabolisma
•Tidak menimbulkan sensibilisasi
2. Obat Topikal (oles)
•Prinsip : basah dengan basah, kering
dengan kering, makin akut makin lemah
bahan aktif yang digunakan
•Cairan, bedak, salep, bedak kocok, krim
dan linimen (pasta)
•Solusio carbol fuschin, asam benzoat, asam
salisilat, gol. allilamin, gol.benzilamin, gol.
imidazol, gol. siklopiroks, gol. tolnaftat, gol.
haloprogin.
2. Obat Sistemik (oral)
• Griseofulvin
• Ketoconazole
• Golongan Triazole :
Itraconazole
Fluconazole
Terbinafine
KESIMPULAN
•Manifestasi klinis dermatofitosis bervariasi,
sehingga sulit dibedakan dengan penyakit kulit
lain, hal ini menyebabkan diagnosis keliru dan
pengobatan selalu gagal.
•Diagnosis dermatofitosis dapat ditegakkan
melalui manifestasi klinis, lampu Wood dan
identifikasi laboratorium.
•Pengobatan dapat ditempuh dengan cara
topikal (oles) dan sistemik (oral)
Terima Kasih
CHLAMYDIOSIS
Pendahuluan
• Psittacosis, Ornithosis, Parrot fever, Avian
Chlamydiosis
• Human zoonosis
• Tidak diobati akan fatal
• Agent penyebab : C. trachomatis (trachoma/
keratoconjungtivitis, infeksi tractus genital),
C. pneumoniae (pneumonitis), C. psittaci
(psittacosis/ornithosis), C. pecorum (bovine
encephalitis, pneumonia, enteritis atau ovine
polyarthritis)
•Gram negatif, kokoid, obligat
intraseluler bakteria
•6 serotype (turkey strain/sangat virulen,
avian stain/virulen, duck (kurang virulen)
• Psittacine birds, pigeons, doves, (sering),
duck, turkey (kadang-kadang), ayam
(jarang)
Kejadian Pada Manusia
•Diseluruh dunia (tropis dan subtropis)
•Pertama ditemukan tahun 1929 di
Amerika Selatan
•Tahun 1929 – 1939, di Argentina, 1000
kasus (200 – 300 meninggal), Tahun
1974 – 1976, di USA, RPU turkey, 98
pekerja (28 meninggal)
• Accupotional diseases (pekerja
peternakan, RPU, Prosesing)
Sumber Infeksi dan Transmisi
•Wild dan domestic bird merupakan
reservoir C. psittaci
•melalui inhalasi debu yang menggandung
feces (tahan beberapa bulan pada feces
kering), melalui ingesti (coprophagya
atau canibalisme) dan melalui kontak
(plasenta)
•Insekta, kutu, pinjal merupakan vektor
mekanik
•Ducks : transovarial
Inhalasi, ingesti
Burung liar & Burung liar &
pelihara yang pelihara yang
Terinfeksi peka
inhalasi

jarang
manusia manusia
Penyakit Pada Hewan
•Masa inkubasi : 3 hari sampai beberapa
minggu
•Faktor predisposisi : kepadatan, sanitasi,
iklim, defisiensi nutrisi, transportasi
•Gejala klinis : (turkeys, ducks, pigeons, pet
bird) : depresi, lemah, bulu mengkerut,
tidak nafsu makan, bobot badan menurun,
lendir di hidung, feces (kuning kehijauan,
hijau), conjungtivitis, produksi telur
menurun, gejala syaraf
•Morbiditas : turkeys = 50 - 80% (serovar D)
ducks = 80%
•Mortalitas : turkeys = 10 - 30% (serovar D)
ducks = 0 - 40%
•Domba dan kambing : abortus
•Kucing (sekitar peternakan domba) secara
serologi positif (keratoconjungtiva pada
manusia)
Penyakit Pada Manusia
•Masa inkubasi : 1 – 2 minggu
•Gejala klinis : asymptomatis (mild influenza-
like illness)
•Lama gejala : 7 – 10 hari, diawali dengan
gejala pernafasan (91%), demam (88%),
lemah (83%), menggigil (80%), batuk
(69%), berkeringat (58%), myalgia, sakit
kepala dan nafsu makan menurun
•Berlanjut : pneumonia –
broncopneumonia (batuk kering sampai
mucopurulent), endocarditis, myocarditis,
pembesaran hati dan limpa (muntah,
diare, konstipasi), encepalitis, meningitis
dan myelitis
•Pada wanita hamil : keguguran
• Case fatality rate : < 1%
Diagnosa
•Sampel pharyngeal/nasal/kloaka swab,
feces (live bird), nasal eksudat, ginjal,
limpa, hati dan colon (death bird)
•Serologi : DCF (direct complement
fixation), MCF (modified complement
fixation), latex agglutination, ELISA
•Isolasi di TET, hewan laboraatorium, sel
kultur, BGM (diwarnai dengan pewarnaan
Gimenez atau Giemsa
•PCR
Pengobatan dan
Pengendalian
•Pengobatan :
•Pada hewan (1% klortetrasiklin pada
pakan selama 45 hari),
•Pada manusia tetrasiklin 10 -14 hari
atau eritromisin (pada anak < 8 tahun
dan wanita hamil)
•Pengendalian :
1. Karantina burung ekspor/impor
selama 45 hari (serologis +, diobati,
sirkulasi bulu dan debu dikurangi)
2. Pembersihan dan desinfeksi kandang :
quartenary amonium compound,
klorofenol, iodin, formalin,
isopropilalkohol
3. Burung mati disiram dengan
desinfektan sebelum dinekropsi
4. Good farming practices
5. Public awareness
6. Menggunakan APD pada saat nekropsi
atau menangani burung mati (seperti
penanganan AI)
Penutup
• Chlamydiosis merupakan contagious diseases
• Penularan melalui inhalasi, ingesti dan kontak
• Pada hewan yang terinfeksi tidak menunjukkan
gejala khas (banyak defensial diagnosa)
• Sulit sekali melakukan eradikasi serta
pengendalian pada hewan dan manusia
memerlukan waktu yang lama (minimal 45 hari)
Terima Kasih
SKABIES
(Sarcoptes scabiei)
Sarcoptes scabiei
•Synonim : Scabiosis, Mange, Sarcoptic
acariasis
• Sarcoptes scabiei:
- tungau mikroskopik
- membuat lubang atau terowongan
- pada lapisan kulit tanduk
- iritasi kulit
•masalah utama bagi kesehatan masyarakat
menyebabkan ketidaknyamanan
Klasifikasi
 Kingdom : Animalia
 Phylum : Arthropoda
 Kelas : Arachnida
 Sub kelas : Acari
 Ordo : Acariformes
 Sub ordo : Astigmata
 Super famili: Sarcoptoidea
 Famili : Sarcoptidae
 Genus : Sarcoptes
 Spesies : Sarcoptes scabiei
Etiologi
- Agen penyebab scabies pada manusia
adalah Sarcoptes scabiei
- berbentuk bulat, bergaris, pada garis
dilengkapi duri-duri halus
- kaki I dan II panjang, ada alat penghisap
- kaki III dan IV pendek
- anus transversal →ventral
- tiap varietas → host spesifik
- penyakit bersifat temporer
Gambar S. scabiei
Tungau dapat bertahan di lingkungan
selama lebih dari 3 minggu, dan
merupakan sumber infeksi bagi anjing
lainnya.

Tungau pada anjing dapat hidup minimal


6 bulan di manusia menyebabkan gatal,
kondisi kulit yang tidak nyaman, ruam
merah sering ditemukan di dada dan
perut.
Selama hidupnya tungau tinggal di
inang membuat terowongan pada
lapisan tanduk kulit, dalam terowongan
tungau berkembangbiak
Penyebab scabies lainnya pada manusia:

• Notoedres cati → scabies pada kucing) dan


• Chyleteiella sp. →scabies pada anjing,
kucing dan kelinci

Scabies yang tidak menular pada manusia →


Otodectes cynotis scabies pada kuping anjing.
Transmisi dan penyebaran
•Dijumpai diseluruh dunia
•Pada penduduk dengan tingkat
kesehatan rendah
•Hewan piara peka Sarcoptes sp.
•Scabies anjing → manusia
Siklus hidup
Siklus hidup Sarcoptes scabiei yaitu
telur, larva, nimfa dan dewasa
Telur berbentuk oval dengan panjang
0.10-0.15 mm dan menetas 3-4 hari
Telur menetas jadi larva→pindah ke
permukaan kulit dan membuat
terowongan pada lapisan korneum
Siklus hidup
Larva hanya mempunyai 3 pasang kaki
dan hanya berlangsung 3-4 hari
Larva berubah menjadi nimfa
(mempunyai 4 pasang kaki)
Larva dan nimfa sering ditemukan di
dalam terowongan atau di folikel rambut
kemudian menjadi dewasa, berbentuk
bulat tanpa ada mata
Siklus hidup Sarcoptes scabiei
Lanjutan…

•Perkawinan terjadi setelah jantan


melakukan penetrasi pada betina
•Perilaku membuat terowongan ini yang
menyebabkan kegatalan
•diikuti oleh infeksi sekunder yang mirip
dengan eczematous dermatitis,
erythroderma dan hiperpigmentasi
•Daur hidup berlangsung sekitar 10-15 hari
Gejala klinis
Pada manusia:
 Gatal → malam hari→nokturnal
 Garukan → focus scabies baru
 Pruritis dan iritasi 1-2 minggu post
infeksi
 reaksi alergi
 Kulit tebal dan keras
 Infeksi sekunder menyebabkan
ulcer, depigmentasi
scabies pada pergelangan Scabies pada tangan yang
tangan manusia disertai infeksi sekunder
Gejala klinis
Pada hewan:
• Reaksi alergi
• Gatal
• Pembentukan papula dan vesicular
• Vesicular terbuka: sisik, plak-plak khas
scabies
• Proliferasi jaringan ikat
• Kulit menebal dan membentuk lipatan
• Rambut rontok (alopesi)
Scabies pada hewan, mengalami
alopesia dan kulit mengeras (tebal)
Diagnosa
➢Anamnese
➢Gejala klinis
➢Pemeriksaan laboratorium:
- kerokan kulit + KOH 10%
➢Biopsi
➢fluoresces menggunakan Woods lamp
➢dapat juga dilokalisir dengan tinta
Lanjutan…
➢deteksi antigen dan antibodi
➢PCR
➢ELISA
➢Intradermal skin test
(Walton dan Bart, 2007)

Prognosa
Pada manusia → fausta
Pada hewan → fausta
Diagnosa Banding
•Penyakit akibat gigitan dari serangga
yang kecil, kutu, dan bedbugs
•infeksi/peradangan seperti follikulitis,
impetigo, tinea, dan viral exanthema
•eksim, dermatitis, dan reaksi alergi
seperti papular urticaria
• immunologically mediated diseases
seperti bullous pemphigoid dan
pityriasis rosea
Pengobatan dan pencegahan
Tungau dapat diobati dengan:
 Direndam (dip): didesinfeksi
 Disemprot: lindane, benzoas benzylicus,
scabicid
 suntikan (ivermectin)
 obat oral
 Topikal: Permethrin 5% Cream atau Lotion
6% Precipitated Sulphur

Pencegahan:
 Memandikan anjing
 Mengganti dan mencuci pakaian, handuk,
selimut, pakaian dalam setiap hari.
Kesimpulan
• Scabies zoonosis pada manusia disebabkan
oleh Sarcoptes scabiei variasi hominis
•Penyakit ini bersifat temporer atau
sementara
• Scabies anjing merupakan scabies yang
paling sering menular pada manusia
•Menginfeksi manusia karena kontak dengan
hewan yang terinfeksi
•Harus berhati-hati bila kontak dengan hewan
yang terinfeksi scabies
•Gunakan sarung tangan atau pakaian pelindung
untuk mengurangi kontak langsung dengan
hewan penderita scabies
•Mandikan hewan peliharaan 2-3 kali sebulan dan
jangan tidur dengan hewan peliharaan
•Bersihkan selimut, baju, handuk setelah kontak
langsung dengan hewan
Assalamu’alaikum wr wb

Free Powerpoint Templates


RABIES
RABIES
Rabbas = kekerasan (Sansekerta)
Tollwut (Jerman)
Lyssa dan Rage atau Hidrophobia
(Inggris)
Natural History of Animal (Aristoteles)
The Incurable Wound Rabies
• Rabies penting:
– Anjing dekat manusia
– Hampir selalu fatal
– Pengobatan post exposure

• Paling penting di Indonesia


(Ressang 1962; Titkemeyer dan Ressang
1962)
Terjadi di:
• Flores (1997)  113 orang
(Windiyaningsih et al. 2004)
• Ambon (2003)  21 orang
(Yurike dan Sapto 2005)
• Bali (2008): bencana  sampai
sekarang
Sinonim:
 Hydrophobia
 Lyssa
 Anjing Gila

Furious Rabies
Penyebab:
• Rhabdovirus  virus berbentuk
peluru
• Radang otak akut  Hydrophobia
(takut menelan air)
• Menyebar luas di dunia kecuali
beberapa negara al: Australia,
New Zealand
Indonesia:
• Kuda (1884)
• Kerbau (1889)
• Anjing (1890)  menyebar
luas
Rabies
 9 Provinsi bebas rabies
Bebas historis (Papua, Papua Barat,
Bangka Belitung, Kepulauan Riau dan
NTB)
Dibebaskan (Jawa Tengah, DIY, Jawa
Timur dan DKI Jakarta)
Rabies
24 Provinsi Tertular
 Beberapa wilayah bebas rabies yang
tertular lagi dalam beberapa tahun
terakhir, seperti Bali (2008), Pulau Nias
(2010), Pulau Larat-Maluku Tenggara
Barat (2010), Pulau Dawera/Babar-Maluku
Barat Daya (2012).
 Peningkatan kasus di wilayah tertular
seperti di Flores, Sulawesi Utara
Distribusi Geografis Rabies di Indonesia:
Virus Rabies di Bali Berkerabat Dekat Dengan Virus Rabies Dari
Sulawesi
1970

1956

2010
1974
1958
1975
2005

1971
2005

1959
1953 1972 1972

1969
1884
1983 2003
1958 1997
2004
2010
1997
2008

Bebas
Tertular
Peta Kasus Rabies (2011-2013)
Epidemiologi & Ekologi:
– 2 golongan virus:
• street virus: (baru diisolasi dari
hewan, masa inkubasi beragam
(dapat lama sekali), menginvasi
kelenjar ludah)
• fixed virus: (diadaptasikan ke lab
(pasasi intraserebral), masa inkubasi
pendek, 4-6 hari, tidak menginvasi
kelenjar ludah)
A. Rabies di Manusia:
– Masa inkubasi 3 –8 minggu (sampai
beberapa bulan)

– Zoonosis paling penting:


• Anjing dekat manusia
• Timbulkan kepanikan (hampir selalu
fatal =almost always fatal  CFR =
100%)
• Encephalitis post vaccinal
• Penularan dari
– MANUSIA  MANUSIA melalui
gigitan TIDAK ADA (saliva manusia
sangat sedikit virus)

– Tidak natural:
• Donor kornea  Manusia
• Donor organ
• TETAP sebagai cul de sac (dead end)
B. Rabies di Hewan:
• Semua hewan berdarah panas
• Umumnya:
– Carnivora
– Chiroptera (kelelawar)
– HEWAN LAIN:  tidak menyebar
(dead end)
Uji Laboratorium
 Histokimia: Negri bodies 
cepat, murah, sensitifitas dan spesifisitas
paling rendah

 Imunokimia: FAT, ELISA, antibodi –


monoklonal

 Isolasi Agen Penyebab: di suckling mice,


relatif lama
• Secara Umum:
– Anjing: urban rabies (rabies
perkotaan)
– Satwa liar: rural rabies
• Sektor Pariwisata  masalah

• Negara berkembang:
– Anjing = UTAMA  (biaya
pemberantasan mahal)
C. Rabies di Indonesia
• Zoonosis paling penting
• Vektor utama:
– Anjing
– Kucing
– Kera
• Pernah diisolasi dari:
– Harimau
– Musang
– Tikus
Kelestarian di Alam
Penjaga kelestarian = Vektor Penyakit
misal:
– Amerika Serikat & Kanada: skunk,
racoon, fox, kelelawar insectivora
– Amerika latin: + vampir
– Timur Tengah: anjing hutan
– India: jackal
Kelestarian di Alam…….(1):

• Dari hewan tersebut: 


Hewan liar
Hewan piara
Langsung ke manusia (piknik,
camping dsbnya)
Cara Penularan:
• Melalui gigitan
• Saliva & jaringan:  luka:
otopsi/seksi, laboratorium
• Udara:
– Kelelawar
– “blender”  material/vaksin di
laboratorium
Pengendalian:
• INDONESIA:
– Ordonansi Rabies 1926
• Prinsip:
i. Cegah paparan (exposure) ke
hewan rabies
ii. Pengobatan setelah terpapar
iii. Imunisasi individu dng resiko
tinggi (Drh., perawat hewan, Staf &
teknisi Laboratorium)
• 1. Pengendalian hewan piara:
– a. paparan
• Imunisasi hewan “BERTUAN”
– b. pemberantasan hewan tidak
bertuan (stray dogs):
• Tahan beberapa hari 
tidak diambil  musnahkan
• Peracunan (Kotamadya)
• 2 Pengendalian satwa liar:
–Kerjasama dengan Dinas
Kehutanan
• 3 Larangan internasional:
–Larangan impor dari daerah tidak
bebas
Pengendalian Rabies
• Program pengendalian penyakit secara terpadu
• Pencegahan dan pengendalian pada sumbernya:
– Vaksinasi untuk mencapai kekebalan kelompok
– Managemen populasi anjing
– Meningkatkan tanggung jawab pemilik anjing
• Mencegah kasus Rabies dengan managemen
gigitan yang lebih baik
• Pre-exposure untuk masyarakat berisiko tinggi
Pengendalian Rabies
• Pre-exposure untuk masyarakat berisiko tinggi
• Meningkatkan pengetahuan dan keahlian pada
petugas kesehatan
• Pemberdayaan masyarakat melalui KIE
(komunikasi,informasi dan edukasi)
• Implementasi program desentralisasi dan
penguatan program perencanaan di tingkat
provinsi dan kabupaten.
Mengingat adanya penularan rabies pada hewan
melalui lalu lintas antar provinsi (Jawa Barat,
Lampung, Sumatera Selatan dan Sumbar), maka
diusulkan kepada Kemendagri untuk pembuatan
Surat Kesepakatan Bersama 4 (empat) Gubernur
dalam pengendalian rabies antar provinsi yaitu :
Gubernur Jawa Barat
Gubernur Lampung
Gubernur Sumatera Selatan
Gubernur Sumatera Barat
Sembilan Provinsi Bebas Rabies (2013)
1. Bangka Belitung
2. Kepulauan Riau
3. DKI Jakarta
4. Jawa Tengah
5. DI Yogyakarta
6. Jawa Timur
7. Nusa Tenggara Barat
8. Papua
9. Papua Barat
TERTULAR RABIES DI INDONESIA
(DUA PULUH EMPAT PROPINSI) – (2012)

1. Sumut 11. Kaltim 21. Jawa Barat


2. Sumbar 12. Kalbar 22. Banten
3. Riau 13. Sulut 23. Bali
4. Jambi 14. Sulteng 24. Sulbar
5. Sumsel 15. Sulsel
6. Bengkulu 16. Sultra
7. Lampung 17. Gorontalo
8. NAD 18. Nusa Tenggara Timur
9. Kalteng 19. Maluku
10.Kalsel 20. Maluku Utara
Propinsi yang Propinsi yang secara
berhasil historis tetap
dibebaskan: dipertahankan
bebas (2011)
1. Jawa Timur 1. Nusa Tenggara
2. Jawa Tengah Barat (NTB)
3. DI Jogyakarta 2. Papua
4. DKI 3. Papua Barat
4. Bangka Belitung
5. Kepulauan Riau
Optimalisasi Pengendalian Rabies
(Hasil Rakor Zoonosis 5 Okt. 2013)
Permasalahan yang dihadapi :
- Ketersediaan vaksin rabies untuk hewan
belum mencapai 70% .
- Keterbatasan dana operasional di daerah
- Keterbatasan SDM
Optimalisasi Pengendalian Rabies
(Hasil Rakor Zoonosis 5 Okt. 2013)
Kegiatan strategis Pengendalian Rabies :
- Vaksinasi pada wilayah dengan kasus tinggi
rabies pada hewan
- Mengoptimalkan SDM yang ada dan
partisipasi masyarakat
- Kerjasama lintas sektor dan donor
- KIE
Optimalisasi Pengendalian Rabies
(Hasil Rakor Zoonosis 5 Okt. 2013)
Estimasi biaya yang diperlukan untuk
pengendalian rabies:
Sumatera Barat sebesar Rp. 8,5 M
Sumatera Utara sebesar Rp. 10,4 M
Sulawesi Utara sebesar Rp. 6,5 M
NTT (Flores + Lembata) sebesar Rp. 8,5 M
Program Pemberantasan
Rabies
Dasar Hukum paling tidak ada 9 aturan meliputi :
UU, PP, SKB 3 Men, Kep. Mentan, SKB 3
Dirjen, SK Dirjen Produksi Peternakan hingga
Petunjuk Teknis.
Program :
I. Sosialisasi kepada masyarakat mengenai
bahaya rabies
II. Pengawasan lalu lintas hewan penular rabies
III. Vaksinasi hewan penular rabies
IV. Eliminasi atau depopulasi hewan penular
rabies
Penyebab tuberkulosis mamalia :
 M. tuberkulosis: manusia
 M. bovis: sapi
 M. africanum: manusia di Afrika
sifat antara M. tuberkulosis
dan M. bovis
 Tuberkulosis Zoonotik : M. bovis
 Paling penting  Tuberkulosis
sapi :
• Kerugian ekonomi
• zoonosis
Epidemiologi dan Ekologi
A. Host Manusia
M. tuberkulosis menular dari orang
ke orang

 diserang:
semua
bagian
tubuh
 dan semua
jenis
jaringan

3
Tuberkulosis pulmonal:

 Epidemiologi paling penting


 Paling banyak di manusia
 Aktivitas ditentukan:
» Bacilli di sputum
» Intensitas perubahan patologis
Diagnosis
 diteguhkan dengan mudah :
 Sputum
 Radiografi
 Pemeriksaan fisik
 Sejarah penyakit

 Tuberkulosis manusia asal sapi :


 pasteurisasi susu  wajib
 Pemberantasan tuberkulosis pada
sapi dengan baik
 bentuk ekstra pulmonal  anak-anak
paling sering
Ekstra pulmonal ?
 bukan afinitas kejaringan itu
 tapi penularan melalui susu dan
/alat produk susu mentah
 secara klinis dan radiologis : susah
dibedakan
 akibat oleh M.tuberkulosis dan M. bovis
 Baik pulmonal atau ektra pulmonal
 Tuberkulosis:
Biasanya kronis
Intensitas perubahan patologis

Diagnosis Pembedaan
 infeksi saluran pernafasan
 infiltrasi paru-paru akut
 pneumonia, bronchitis, bronchoektasis

 penyakit paru-paru lain


 M. bovis di manusia tidak menyebar
seperti
halnya M. tuberkulosis di manusia
 Hasil skin test: M.tuberkulosis = M. bovis

Pengobatan
 Minimal : semua kasus terdeteksi
diobati
 Rumah sakit, ambulatoir atau
dirumah
 Pengobatan  6 bulan setelah Sputum
negatif
Faktor Mempengaruhi
Kemunculan
1. Jumlah sapi tertular (+) M. bovis

2. Jumlah orang terpapar hewan positif

3. Eksistensi tuberkulosis manusia


 M. tuberkulosis meluas di manusia
 Cegah superinfeksi dengan M. bovis

 penularan melalui pangan dicegah


( susu didihkan)
 M. bovis  penyakit pekerjaan/
okupasi (“ocupational disease”)
 kemiskinan : resistensi menurun
Transmisi ke manusia
 Bacilli teremulsi ke lemak susu
 ikut ke proses pencernaan pangan
 lymphadenitis cervicalis (Inggris,
Denmark)
Eropa
 dulu tinggi di Inggris, Denmark dan
Jerman (Konsumsi susu mentah)
 Rendah di Perancis (didihkan susu sebelum
dikonsumsi)
Transmisi ke manusia…….

 Manusia penderita tuberkulosis


pulmonal dari sapi  sapi lagi
 Peternakan bebas tuberkulosis:
reinfeksi oleh manusia
 Denmark: 1.183 sapi oleh 107
pekerja kandang penderita
tuberkulosis oleh M. bovis
Deteksi Reservoir
 Induk semang Pemelihara di Alam:
 M. bovis
 M. tuberkulosis  orang
 M. avium  ayam
 Kerbau di Asia oleh M. bovis
Pengendalian
Cegah M. bovis dimanusia dengan:
 Pasteurisasi susu
 Vaksinasi BCG
 Eradikasi M. bovis di Sapi
Cara Rasional/Efektif Hilangkan:
 Kerugian ekonomi di sapi
 Penyakit di manusia

Pemberantasan di sapi (dead end =


manusia)
Pencegahan
Antar negara: beda kemunculan di manusia dan di
sapi (Aspek epidemiologis beda)
Negara Maju :
a. Tuberkulosis di manusia turun sejalan
dengan DI SAPI dikendalikan
b. Keragaman lain:
Skandinavia vaksinasi BCG
semua anak
USA : hanya grup dengan resiko tinggi
Negara Berkembang :

a. tuberkulosis manusia tinggI,


problema kesehatan
masyarakat.
b. Kasus manusia di India:
Sejuta per tahun dari 600 juta
penduduk & 200 juta sapi
Pendidikan Kesehatan
 Pengetahuan ilmiah dasar/esential faktor-

faktor penyebab penyakit:

 Sesuai dengan adat istiadat setempat

 Perlukan: partisipasi masyarakat setempat


Perlindungan Individual
 Penekanan penemuan kasus, kurangi
kasus baru (Pencegahan kontak: susu dari
sapi penderita pasteurisasi/didihkan selama
10 menit)

 tuberkulosis di suatu kandang


 anak-anak dilarang disekitar
kandang
 anjing dan kucing: jangan minum
susu mentah
Perlindungan Individual ………
 Pekerja di kebun binatang &
laboratorium
(dengan hewan percobaan)
 sangat terpapar
 gunakan pakaian pelindung

 Rambut , bulu, feses dan urine


hewan  bahan berbahaya
Imunisasi :
Paling Penting:
 terutama bayi & anak-anak
 dengan BCG (Bacillus Calmette Gúerin)
 M. bovis hidup
 aman & kuat terhadap superinfeksi
 Ulangan 10 tahun (minimal)

Kemoprofilaksi :
Kendala:diminum tiap hari &
jangka lama
Pemberantasan
Tuberkulosis di Sapi :
1. Test and slaughter
2. Isolasi hewan positif
3. Vaksinasi/imunisasi
4. Kemoprofilaksi

Paling ideal:
No. 1  mahal untuk dunia ke-3
 susah untuk dikerjakan
Terima
kasih
Foodborne Disease
 Kematian manusia akibat diare
pada tahun 2000 sekitar 2.1 juta
 terkait erat dengan pangan dan
air yang tercemar (foodborne &
waterborne illness)
 Diare penyebab utama malnutrisi
pada bayi dan anak-anak
 Banyaknya kasus diare pada negara
berkembang terkait dengan masalah
keamanan pangan
WHO Fact Sheet no. 237 (2002)
 Munculnya masalah penyakit-
penyakit “baru”
(emerging foodborne problems)
• baru muncul;
• cara transmisi yang baru;
• sudah ada namun insidensi meningkat
cepat karena berbagai faktor (ekologi,
lingkungan, demografi, produksi);
• sudah ada namun baru dapat/mudah
dideteksi akibat kemajuan iptek
WHO Fact Sheet no. 237 (2002)
 Lebih dari 250 foodborne
diseases yang telah dilaporkan
• Infeksius: bakteri, virus, parasit,
prion
• Kimiawi: bahan kimia, toksin asal
mikroorganisme (bakteri dan
kapang)
CDC (Center for Diseases Control and Prevention)
http://www.cdc.gov/ncidod/dbmd/diseaseinfo/foodborneinfections_g.htm [1 Februari 2006]
Sekitar 82% foodborne disease
tidak dapat diketahui penyebabnya.
Dari kasus foodborne disease yang
diketahui penyebabnya:
 30.2% bakteri (terutama
Campylobacter dan Salmonella)
 2.6% parasit (terutama Giardia dan
Toxoplasma)
 sekitar 67.2% virus (terutama
norovirus) (Mead et al. 1999)
Setiap orang
berisiko
mendapatkan
foodborne
illness
It is well established that 75% of
all emerging diseases that
have affected people over the
last two decades have occurred
as a result of an animal
pathogen moving into the
human host, and are therefore
classified as zoonotic
Brown (2004) Rev. sci. tech. Off. int. Epiz. 23 (2): 435-442
 Dari 1.415 mikroorganisme patogen
pada manusia yang telah diketahui:
61,6% bersumber pada hewan
 Dari 616 mikroorganisme patogen
yang ditemukan pada ternak: 77,3%
diantaranya bersifat multi-spesies
 Dari 374 mikroorganisme patogen
pada karnivora yang didomestikasi:
90% diantaranya bersifat multi-
spesies
Brown (2004) Rev. sci. tech. Off. int. Epiz. 23 (2): 435-442
Penyakit yang disebabkan karena
mengkonsumsi makanan atau minuman
yang tercemar
any illness that results from ingestion of
contaminated foods or beverages; a disease
that is carried or transmitted to human beings
by food
Foodborne zoonosis
didefinisikan sebagai infeksi
pada manusia yang
ditularkan melalui makanan
yang sumbernya dari hewan
yang terinfeksi
Foodborne Zoonoses
Karakteristik foodborne illness
berubah pada 50 tahun terakhir:
 Patogen baru
 Cara penularan baru
 Perdagangan (supply) pangan global
 Perubahan pola makan, preferensi
konsumen dan pilihan pangan
 Isu-isu baru berkaitan dengan
resistensi antibiotik
Faktor-faktor yang memicu
emerging foodborne illness
 Perubahan ekologi (pembangunan
ekonomi dan penggunaan lahan/tanah)
 Perubahan demografi dan perilaku
manusia
 Perjalanan dan perdagangan
internasional
 Kemajuan teknologi dan industri
Morse, SS. 2004. Factors and determinants of disease emergence.
Rev.sci.tech.Off.int.Epiz. 23: 443-451.
Faktor-faktor yang memicu
emerging foodborne illness
 Adaptasi dan perubahan
mikroorganisme
 Menurunnya perhatian pada
tindakan-tindakan kesehatan
masyarakat dan pengendalian
 Perubahan pada individu host
(imunodefisiensi)
Morse, SS. 2004. Factors and determinants of disease emergence.
Rev.sci.tech.Off.int.Epiz. 23: 443-451.
Foodborne illness di
Amerika Serikat
 Biaya (cost) untuk foodborne illness
diperkirakan US $50 – 22 milyar / tahun
 Penyebab foodborne infections yang umum
terjadi Campylobacter, Salmonella,
Escherichia coli O157:H7, Norovirus.
Lainnya: Shigella, Hepatitis A, Giardia
lamblia, Cryptosporidia,
Staphylococcus aureus
Emerging disease memiliki
definisi cukup luas dan secara umum
mencakup salah satu dari tiga situasi
penyakit:
 Agen patogen yang telah diketahui muncul
pada suatu area baru
 Agen patogen yang telah diketahui atau
yang berkerabat dekat terjadi pada spesies
yang tidak peka
 Agen patogen yang tidak/belum diketahui
terdeteksi untuk kali pertama
Re-emerging disease
suatu penyakit yang pernah mewabah
dan sudah mengalami penurunan
intensitas kejadian namun mulai
menunjukkan peningkatan kembali
Emerging foodborne pathogens
penting 20 tahun terakhir di
Amerika Serikat
Campylobacter jejuni
Campylobacter fetus ssp
fetus
Cryptosporidium parvum
Cyclospora cayetanensis
Escherichia coli O157:H7
Listeria monocytogenes
Norwalk-like virus
Nitzschia pungens (penyebab amnesic
shellfish poisoning)
Salmonella Enteritidis
Salmonella Typhimurium DT 104
Vibrio cholerae O2
Vibrio vulnificus
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia entorocolitica
Foodborne zoonoses
utama
 Campylobacter spp
 Salmonella spp
 Shiga-toxin producing Escherichia
coli O157 (STEC O157)

O’Brien SJ (2005) BMJ 331: 1217-8


Emerging Foodborne
Pathogens

Reynolds (2006) Emerging pathogens in food: what’s on the


horizon
Emerging Foodborne Pathogens

Reynolds (2006) Emerging pathogens in food: what’s on the horizon


Emerging Foodborne Pathogens

Reynolds (2006) Emerging pathogens in food: what’s on the horizon


Differentiating infection with foodborne zoonoses
from other causes of acute diarrhoea is not
always easy, but clinical acumen, appropriate
laboratory tests, and prompt alerts to local
health protection teams allow public health
professionals to assess whether an apparently
sporadic case is simply that or whether it is
necessary to initiate the detailed detective work
required to track an outbreak to its source.
Clinical, epidemiological, microbiological,
and environmental studies require the
combined effort of doctors and vets, alongside
laboratory and environmental health colleagues.
O’Brien SJ (2005) BMJ 331: 1217-8
 Primary prevention of foodborne
zoonoses is mainly a veterinary
responsibility
 Like all communicable diseases,
foodborne zoonoses do not
respect administrative or
professional boundaries

O’Brien SJ (2005) BMJ 331: 1217-8


Penyebab Foodborne
Illness
 Food infection
• Invasive infection
• Toxicoinfection

 Food intoxications
Food Infection
 Occur as a consequence of growth of
the pathogen in the human body
 Incubation period (the time from ingestion
until symptoms occur) is much longer
than categories of food intoxications
 Two basic categories food infection are
invasive infections and
toxicoinfections
Invasive infection
 Invasive infections are caused by
pathogens that invade bodily tissues
and organs.
 Included: viruses, parasitic protozoa,
other parasites, and invasive bacteria (e.g.
Salmonella, Aeromonas, Campylobacter,
Shigella, Vibrio parahaemolyticus, Yersinia
and enteric-type Escherichia coli)
Toxicoinfections
 Toxicoinfections are caused by infective
bacteria that are not considered
invasive in nature, but are capable of
multiplication or colonization in human
intestinal tract and produce toxins.
 Included: Vibrio cholerae, Bacillus cereus
(diarrheal-type), Clostridium botulinum (in
infants), Clostridium perfringens and
verotoxigenic E. coli (E. coli O157:H7 and
others)
Food Intoxications
 Food intoxications are caused by toxins
produced by organisms which have
grown to sufficient numbers in the
food product
 In general, intoxication is manifested
more rapidly after consumption of
contaminated food (shorter onset time)
than are infections
Foodborne zoonoses
umumnya masuk dalam
klasifikasi food
infection
Respon Induk Semang
terhadap Agen

Reynolds (2006) Emerging pathogens in food: what’s on the horizon


Apa yang terjadi jika mikro-organisme
patogen termakan?
Agen • Waktu mulai masuknya
mikroorganisme sampai dengan
tertelan muncul gejala penyakit; waktu
sangat bervariasi (20 mnt s/d 6
minggu);
Masa • m.o. menuju usus, menempel pada
dinding usus, berkembang-biak
inkubasi (beberapa menghasilkan toksin yang
diserap tubuh inang;
• beberapa menginvasi dinding usus);
gejala penyakit tergantung jenis m.o.
Gejala (biasanya diare, nyeri perut,
Klinis muntah)
Kelly A. Reynolds (2006) Emerging Pathogens in Food: What’s on the Horizon?
Pengendalian Bahaya-bahaya
dalam Pangan
Penerapan praktek higienis = Good
Hygienic Practice (GHP) =
penerapan konsep “safe from farm to
table” mulai dari pertanian/ peternakan
sampai meja makan
Good Agriculture Practices / Good Farming
Practices / Good Veterinary Practices; Good
Breeding & Hatchery Practices; Good Milking
Safe from farm to

Practices
Good Transportation Practices
table

Good Slaughtering Practices


Good Handling Practices
Good Distribution Practices
Good Manufacturing Practices (GMP)
Good Retailing Practices
Good Catering Practices / Good Service Practices
Mikroorganisme
100oC
patogen mati
74oC
Penyimpanan makanan
60oC
DANGER
ZONE
Penyimpanan makanan
(beberapa m.o. masih tumbuh) 0oC
4 oC
Sedikit atau tidak ada -18oC
ZZ Z
pertumbuhan bakteri
Penyimpanan beku <-18oC
 Jangan menyimpan
makanan pada suhu
+4 oC sampai +60
oC (danger zone)

lebih dari 4 jam


 Simpan makanan
>+60 oC atau <
+4 oC atau tidak
sama sekali
Cuci tangan:
1. Basahi tangan
2. Beri sabun cair &
gosok 15 detik
3. Gosok punggung
tangan, sela-sela jari
dan kuku
4. Bilas tangan degan
air
5. Tutup keran
(gunakan siku atau
tisu)
6. Keringkan tangan
(hand dryer atau
tisu)
Pekerja sebagai sumber pencemar
Rambut, janggut, kumis
Wajah, hidung, mulut, telinga
Tangan, telapak tangan, jari,
kuku
Pakaian
Perhiasan
Peralatan
Alas kaki

Pekerja dapat mencemari makanan


100 - 1000 kuman per menit
Tangan sebagai sumber
pencemaran kuman
Cuci tangan:
cara terbaik untuk
menghentikan
penyebaran penyakit
Mikroorganisme apa pada tangan kita?
Clostridium
Klebsiella = = kolitis
infeksi luka
Haemophylus = pink eye

Shigella =
diare

Klebsiella = Staphylococcus = E. coli = diare, infeksi


infeksi luka bisul, jerawat saluran kemih

Pseudomonas aeruginosa
= infeksi

Bakteri lain penyebab


Influenza A = infeksi
pneumoni
Jaminan Keamanan Pangan
Sistem Jaminan Keamanan
Pangan ISO 22000

Hazard Analysis Critical


Control Point (HACCP)

Good Hygienic Practice


(GHP)
Bersih Clean
 Cuci tangan (sebelum menangani pangan,
sesudah dari toilet, setelah kontak dengan
bahan/alat kotor, setelah
menyentuh/menggaruk bagian tubuh)

 Gunakan peralatan, wadah &


kemasan yang bersih (permukaan
yang kontak dengan pangan harus bersih
dan saniter)
 Jaga kebersihan area penanganan
dan pengolahan pangan
 Hindari masuk dan bersarangnya
serangga, tikus dan hewan lain
Pisahkan seperate

 cegah pencemaran silang (cross


contamination)
 pisahkan pangan asal hewan (daging
dan ikan) dari pangan lain
 gunakan peralatan terpisah dan
bersih
 pisahkan makanan yang telah dimasak
dengan yang mentah

56
Panaskan cook

 Panaskan/masak makanan
dengan sempurna, terutama
daging, telur dan ikan
(mencapai suhu internal
minimum)
 Panaskan kembali makanan
sebelum dikonsumsi dengan
benar/sempurna
Dinginkan chill

 Simpan makanan, terutama pangan asal


hewan dan ikan pada suhu dingin di
bawah +4 oC (segar di lemari es; beku
di freezer)
 Jangan simpan makanan pada suhu
ruang lebih dari 2 jam
 Pertahankan suhu makanan lebih dari
60 oC sebelum disajikan
 Jangan biarkan makanan beku mencair
pada suhu ruang
Air dan Bahan Baku
Water and Raw Material
 Gunakan air yang memenuhi syarat air
minum
 Pilih pangan yang segar dan bermutu
 Cucilah sayuran dan buah-buahan dengan air
bersih (memenuhi syarat air minum),
terutama jika dimakan mentah
 Jangan mengkonsumsi makanan yang
kadaluwarsa
Food poisoning can be
serious, and doctors and
vets have key roles in
tackling it
Prof. Sarah J O’Brien (2005) BMJ
331:1217-8)
61
Disease knows no
boundaries and borders
are porous to disease
Kemel, W. Health dilemma at the borders: a call for
global action. In: Proceedings of the 34th Session of
the WHO Advisory Committee on Health Research;
1996 Oct; Geneva, Switzerland. Geneva: World Health
Organization; 1996.
62
Ruang lingkup One Health,
diantaranya: • bioterrorism
• antimicrobial resistance
• research and publication
• clinical medicine
• emerging diseases and zoonoses
• comparative medicine
• conservation medicine
• surveillance
• integrated systems for detection
• ethics
• global food and water systems
• global trade and commerce
Lanjutan..... • food safety and security
• health communications
• implications of climate change
• education
• public awareness and public
communications
• public health and public policy
• regulatory enforcement
• training
• veterinary and environment health
• wildlife promotion and protection
Pendekatan transdisiplin
merupakan “tools“ utama dalam
aplikasi One Health
69
Salmonelosis
= enteric epizootic typhoid
= enteric infection
= paratyphoid
 Bakteri Salmonella spp.
 Famili Enterobacteriaceae
 Bentuk batang, Gram negatif, tidak
membentuk spora, umumnya motil
kecuali S. Gallinarum dan S.
Pullorum
 Fermentasi glukosa (tidak
membentuk gas); umumnya tidak
fermentasi laktosa
 Aerob/anaerob fakultatif
 Serotipe didasarkan adanya
antigen: O antigen somatik/sel; H
antigen flagella
 Suhu: tumbuh pada 5 oC,
45 – 47 oC, optimum 37 oC
 pH: 4 – 9, optimum
6.5 – 7.0
 aw: kebanyakan
0.945 – 0.999
 Eh: anaerob-aerob
(> - 30mV)
Genus Salmonella dibagi menjadi 2
 S. enterica dan S. bongori
Spesies Subspesies Jumlah Serovar
S. enterica enterica (I) 1454
salamae (IIa) 489
arizonae (IIIa) 94
diarizonae (IIIb) 324
houtenae (IV) 70
Indica (VI) 6
S. bongori 20
total 2463
Salmonellosis is well recognized as a
zoonosis associated with many species
of reptiles. In the 1970s, it was
estimated that 280,000 human cases
of salmonellosis/year were associated
with reptiles. This led to a substantial
reduction in pediatric cases of
salmonellosis, but a recent study has
suggested that 6% of all sporadic
human cases of Salmonella infection
are still associated with reptiles.
Iguanas : S. Marina
Turtles and lizards : S. Java
and S. Poona hedgehogs
Sugar gliders : S. Tilene
Baby chicks : S. Montevideo
 Biasa/sering
 Berkaitan dengan kejadian
salmonelosis di
hewan
Karena kemampuan Salmonella dapat
bertahan hidup pada beberapa
kondisi buruk (suhu & pH
suboptimal, nutrisi sedikit) 
tantangan dalam keamanan
pangan (bidang pertanian)
Pangan sebagai vehicle
salmonelosis: bahan pangan asal
hewan (daging, telur dan susu);
vegetable sprout, buah, jus buah
Perdagangan internasional,
praktek higiene dalam rantai
pangan, sistem keamanan pangan
di suatu negara  mempengaruhi
kejadian

Penggunaan dan penyalahgunaan


antibiotik pada peternakan dan
akuakultur  resistensi
The emergence and
persistance of highly virulent
and antibiotic-resistant
Salmonella strains in recent
years are major public
health concerns
 Nontyphoid Salmonella:
menyebabkan gastroenteritis
atau non-typhoid Salmonellosis
• Salmonella enterica serovar
Typhimurium (Salmonella
Typhimurium)
• Salmonella enterica serovar
Enteritidis (Salmonella Enteritidis)
Salmonella Typhimurium
Definitive Type (DT) 104
 Pertama kali diisolasi tahun 1984
dari manusia
 Kasus terbesar kedua di England
dan South Wales
 Resisten terhdp 10 antibiotik:
ampisilin, kloramfenikol, streptomisin,
sulfonamid, tetrasiklin (R-type
ACSSuT) + trimetroprim dan
siprofloksasin
 Tahan terhadap kondisi basah &
kering di peternakan sampai berbulan-
bulan/tahunan selama tidak terkena
sinar matahari atau panas >145 oC
Salmonella enterica
serovar Enteritidis:
Salmonella Enteritidis
 Terutama Salmonella Enteritidis
phage type 4
 Ditemukan berkaitan dengan
konsumsi telur (terutama Grade
A) di Amerika, Eropa, dan Australia
 Transovarial dari induk ayam
terinfeksi (dapat subklinis);
Penampilan telur normal
 Transovarial dari induk ayam
terinfeksi (dapat subklinis);
Penampilan telur normal
 Wabah terjadi karena konsumsi
telur mentah atau tidak
matang
 Gejala salmonelosis ini:
• Demam
• kram abdominal
• Diare
• onset 12-72 jam setelah
konsumsi
• penyakit berjalan 4-7 hari
Australia:
• Selama tahun 2004
dilaporkan 422 kasus S.
Enteritidis (SE).
• Mayoritas kasus berkaitan
dengan perjalanan ke luar
negeri (69%) atau unknown
travel history (18%)
Dari perjalanan ke luar negeri,
kasus SE di Australia (2004)
banyak dilaporkan dari Asia:
Bali (38.2%)
Indonesia selain Bali (5.5%)
Malaysia (6.5%)
Filipina (2.7%)
Singapur (5.5%)
Thailand (4.4%)
Cina (3.1%)
Hongkong (3.1%)
 Agen infektif  lumen usus 
penetrasi (di ileum, colon jarang) 
reaksi inflamasi
 Folikel limfoid membesar
 Limfonodus mesenterik
membengkak
 Serotipe tertentu infasif  masuk
ke dalam aliran darah (bakterimia)
Saluran pencernaan manusia
dan hewan

Seluruh dunia
Faktor yang mempengaruhi
infeksi pada manusia
Virulensi dan keinfasifan serotipe
Jumlah sel bakteri (hidup) yang
teringesti
Faktor resistensi: umur,
mikroflora normal, kondisi
kesehatan [Y O P I]
29
 108 – 109 sel; tergantung jenis
makanan, strain/serotipe, faktor inang
 S. Anatum, S. Bareilly, S. Derby, S.
Meleagridis, S. Newport  pada
suspensi telur  105 – 108 (attack
rate 10-60%)
 S. Eastbourne pd chocolate balls, 119
orang  25 sel
 S. Napoli pada chocolate, 245 orang 
50 sel
 S. Typhimurium pd cheddar
cheese, 1500 orang  1 – 6 sel
 S. Bareilly  1 300 000 sel
 S. Pullorum  1010 sel
 S. Typhimurium pada es krim 
11 000 sel
 S. Newport pada daging giling 
60 – 2 300 sel
 S. Napoli pada permen coklat 
50 sel
Demam tifoid
Salmonella Typhi
Demam paratifoid
Salmonella Paratyphi A, B, C
Gastroenteritis
Salmonella spp. (selain di atas)
 gejala keracunan makanan
umum
Agen  usus kecil  penetrasi sel
epitel villi  menembus lamina
propria  masuk ke dalam sistem
limfatik  aliran darah ke organ-organ
(hati, limpa, ginjal)

Isolasi agen pada manusia:


feses (minggu ke-1)
darah (> 1 minggu)
Gejala klinik Demam Gastroenteritis
Tifoid/Paratifoid

Masa inkubasi 8-28 hari 8-72 jam

Diare + (konstipasi) +++ (cair)

Nyeri abdomen ++ +++

Demam ++ (lama, trn-naik) + (< 48 jam)

Penyebaran +++ (> 7 hr stlh Jarang (kecuali S.


sistemik onset) cholerae-suis, S.
dublin)
Rose spot + -

Lama sakit < 30 hari < 5 hari)


Faktor yang mempengaruhi
kejadian salmonelosis akibat
mengkonsumsi makanan
Suhu pemanasan tidak cukup
sempurna
Pendinginan lambat
Pemanasan ulang tidak sempurna
Waktu masak-santap cukup lama
(tersimpan 4-60 ºC)
Hewan  pakan  hewan
Hewan  makanan  manusia
Manusia  makanan  manusia
Manusia  manusia
Isolasi dan identifikasi agen

Serologik (imunologik)

Contoh (sample): darah,


feses, jaringan; makanan,
peralatan, air
 Cegah dehidrasi (infus cairan
intravena)
 Antibiotik: ampisilin,
gentamisin,
trimetroprim/sulfametoksazo,
siprofloksasin
 Surveillance (pakan, hewan,
karkas dan daging, pangan asal
hewan)  dibutuhkan komitmen,
adanya sistem yang baik
(organisasi, SDM, fasilitas, dana,
prosedur/metode); sampling and
data analysis+interpretation dan
pelaporan
 Wajib lapor (notifiable disease):
kasus pada hewan dan manusia
wajib dilaporkan
 Pengendalian dan pengaturan
pemakaian antibiotik pada hewan
dan manusia
 Penerapan konsep safe from farm to
table: penerapan praktek
higiene dan sanitasi dari
peternakan sampai siap dimakan 
Good Practices: Good Hygienic
Practices (GHP), Sanitation
Standard Operating Procedures
(SSOP)
 Penerapan sistem jaminan keamanan
pangan  Hazard Analysis
Critical Control Point (HACCP)
system
 Peningkatan public awareness
tentang pola hidup bersih dan
sehat (PHBS), cuci tangan
dengan sabun (CTDS), higiene
dan keamanan pangan melalui
komunikasi, informasi dan
edukasi (KIE)
49
Assalamu’alaikum wr. wb.
ANTRAKS
PENDAHULUAN
Penyebab : Bacillus anthracis
Sinonim : radang limpa, woolsorter’s
disease, woolsolter’s
pneumonia, Ragsorter’s
disease, malignant pustule,
malignant carbuncle, charbon,
hematic anthrax, splenic fever,
woolsorters’ disease
PENDAHULUAN

Bacillus anthracis  bakteri


berbentuk batang, anaerob, tidak
motil, gram positif, membentuk
spora (dalam keadaan buruk dan
banyak oksigen/di luar tubuh induk
semang)
 Kata “anthrax” berasal dari bahasa
Yunani  yang berarti “batu bara”
 Spora antraks bersifat resisten
 Dapat dijadikan sebagai agen potensial
senjata biologis
 Induk semang yang rentan: sapi,
kambing domba, kuda, babi, burung
unta; termasuk manusia
Epidemiologi
 Kasus antraks pertama tahun 1884 di
Lampung (endemik di 11 provinsi)
 Umumnya berkaitan dengan pekerjaan
 Bersifat endemik di daerah yang biasa
terjadi antraks
 Spora B. anthracis mampu bertahan
pada kondisi lingkungan yang buruk
Distribusi Kasus Anthrax (2011-2012)
8
Spora Antraks
 Bertahan di lingkungan 75 tahun
 Bertahan dalam susu selama 10 tahun
 Pada kertas kering selama 41 tahun
 Pada benang sutra 71 tahun
 Pada air kolam 2 tahun
 Resisten terhadap beberapa desinfektan
 Pemusnahan spora  sterilisasi (121 oC, 30
menit)
TRANSMISI

Vektor
Mekanis

10
11
Cara Transmisi ke Manusia

Agricultural Anthrax
Penularan terjadi karena kontak dengan
hewan

Industrial Anthrax
Penularan terjadi karena kontak dengan hasil
hewan
Penyakit di Hewan
Ada tiga bentuk: perakut, akut dan
subakut, kronis

 Perakut: terjadi pada sapi, domba, dan


kambing. Terjadi paling sering pada awal
wabah. Onset sangat cepat dan mendadak.
Hewan menunjukkan kematian mendadak
 Akut dan subakut: terjadi pada sapi, kuda,
domba. Gejala meliputi demam, ruminasi
berhenti, depresi, kesulitan nafas, gerakan
inkoordinasi, konvulsi, dan kematian. Adanya
darah yang keluar dari lubah kumlah.
 Kronis: sering terjadi pada babi, namum
dijumpai pula pada sapi, kuda, anjing; gejala
klinis utama adalah oedema faring dan lingual.
Sering terlihat cairan berbusa pada mulut.
Hewan mati karena tidak dapat bernafas
(asfiksasi). Antraks lokal kronis pada babi
adalah antraks intestinal.
15
Penyakit di Manusia
Ada tiga bentuk antraks pada
manusia:
 Bentuk kulit (cutaneous form)
 Bentuk pernafasan/paru (respiratory or
pulmonary form)
 Bentuk pencernaan/gastrointestinal
(gastrointestinal form)
Antraks bentuk kulit
 Paling sering ditemukan, akibat kontak dengan
hewan terinfeksi (umumnya karkas) atau wool,
kulit dan bulu yang terkontaminasi spora
 Kulit gatal, membentuk papula, kemudian
berkembang menjadi vesikula, selanjutnya
menjadi kehitaman;
 Umumnya lesi kulit ini tidak nyeri atau sedikit
nyeri; Jika tidak diobati septisemia dan
kematian
 Case fatality rate untuk antraks kulit yang tidak
diobati diperkirakan sekitar 5 – 20%
22
A. Kasus Antraks di Boyolali

(Redhono 2011) 23
A. Kasus Antraks di Sragen

(Redhono 2011)

24
Antraks bentuk pencernaan
 Akibat mengkonsumsi daging berasal
dari hewan yang terinfeksi antraks
 Gejala klinis: gejala gastroenteritis 
muntah, feses berdarah
 Mortality rate : 25 – 75%
26
Antraks bentuk pernafasan
 Akibat spora antraks terhirup melalui saluran
pernafasan
 Pada awal penyakit: muncul gangguan saluran
pernafasan atas yang sedang, sehingga banyak
penderita tidak berobat; 3 – 5 hari kemudian
gejala menjadi akut, disertai demam, shock, dan
dapat diikuti kematian
 Case fatality rate cukup tinggi
Bentuk Inhalasi

28
29
DIAGNOSIS

 Kultur bakteri ulas darah


 Karakteristik, tergantung
bentuk anthrax

30
Pengobatan pada Hewan
 Sodium benzilpenisilin 12 000 – 17
000 IU/kg berat badan secara intra-
vena; diikuti dengan amoksilin secara
intramuskular
 Obat lain: sefalosporin, kloramfenikol,
tetrasiklin, kortikosteroid, dll
Pengobatan pada Manusia
 Bentuk kulit  prokain penisilin 1 000 000 IU
setiap 12 – 24 jam selama 5 – 7 hari
 Bentuk pernafasan  penisilin G 2 000 000 IU
per hari, intravena; atau 500 000 IU intravena
yang diberikan perlahan setiap 4 – 6 jam
sampai suhu tubuh kembali turun
 Pemberian penisilin dan streptomisin 1 – 2
gram per hari  memiliki efek sinergis
 Perlu diperhatikan: bakteri mati oleh antibiotik
namun toksinnya tidak
Pengendalian
Pengendalian berdasarkan:
1. Pengendalian hewan terinfeksi/sakit
2. Pencegahan dengan hewan terinfeksi dan produk
hewan yang terkontaminasi, termasuk bahan lain
yang terkontaminasi
3. Higiene personal dan sanitasi lingkungan,
terutama daerah penanganan produk hewan
(ventilasi cukup, penggunaan pakaian kerja dan
pelindung). Pekerja yang berisiko terkena
sebaiknya divaksin
4. Pengobatan bagi penderita dengan lesio kulit
5. Disinfeksi bulu dan wol dengan formaldehid panas
 Vaksinasi hewan terutama pada daerah
endemis antraks
 Melaksanakan pemeriksaan antermortem dan
postmortem; Hewan yang demam tidak
dipotong
 Tidak melakukan nekropsi pada hewan yang
diduga atau terinfeksi.
 Bakteri antraks akan mati dalam tubuh hewan
mati yang tidak disembelih (tubuh
terdekomposisi)
 Contoh darah dari hewan mati
penderita antraks diambil dari vena
perifer dan dikirim dalam keadaan
steril
 Hewan mati dikubur sedalam 2 meter
(jarak antara permukaan bangkai dan
permukaan tanah), serta diberikan
lapisan kapur
 Jika antraks diduga berada di RPH-R,
maka seluruh karkas dan RPH-R
didisinfeksi (dengan 5% kaustik soda
selama 8 jam sebelum digunakan)
Any Questions?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?

36
Bruselosis
Pendahuluan
Sinonim: undulant fever, Malta fever,
Mediterranean fever (manusia), epizootic abortion,
Bang’s disease (sapi)
Penyebab: Brucella :
B. melitensis
B. abortus Classic brucella
B. suis
B. neotomae
B. ovis
B. canis
Hewan rentan:
Sapi (B. abortus, B. suis, B. melitensis )
Babi (B. suis)
Kambing (B. melitensis)
Domba (B. melitensis)
Kuda (B. abortus, B. suis)
Anjing (B. canis, B. abortus, B. suis, B. melitensis)
Kucing
Kerbau (B. abortus)
Onta
Hewan liar
Sejarah
 Pertama kali diisolasi oleh Bruc tahun 1887
pada penderita Malta fever  B. melitensis
 Tahun 1911, Bang dan Stribol mengisolasi
Bacillus abortus
 Tahun 1914, Trau mengisolasi B. suis
 Marston; penyakit yang disebabkan oleh
B. melitensis yang menyerang tentara
Inggris di daerah Malta pada perang
Crimean (dari susu kambing yang tidak
dipasteurisasi)
 Kasus pertama di Indonesia, pertama kali
ditemukan pada sapi perah di Pulau Jawa oleh
Donker-Voet menjelang Perang Dunia II.

Daerah Bebas:
 P. Bali,
 P. Lombok & P. Sumbawa – NTB,
 Regional II (Sumbar, Jambi, Riau, Kep. Riau),
 Regional V (Kalsel, Kaltim, Kalbar, Kalteng),
 Regional III (Lampung, Bangka Belitung,
Bengkulu dan Sumatera Selatan).
SITUASI BRUCELLOSIS
Wilayah BPPV Reg V
Bebas tahun 2009
Wilayah BPPV Reg II
Bebas tahun 2009

Wilayah BPPV Reg III Jawa bebas


Bebas tahun 2011 tahun 2014?
Prevalensi > 2% (Vaksinasi)

Tidak ada kasus > 5 years(T&S)

Prevalensi < 2% (T&S) Evaluasi Program


Bebas Vaksinasi
Prevalensi belum diketahui Lombok bebas
Program Pembebasan
tahun 2002
Sumbawa Pulau Sumba
bebas tahun
2006
Manusia
Manusia rentan terinfeksi oleh:
B. melitensis (paling patogen dan infasif)
B. suis
B. abortus
B. canis
44
Epidemiologi
 Dijumpai di seluruh dunia
 Daerah berprevalensi tinggi 
Mediterania, Timur Tengah, India,
Meksiko, sebagian Afrika, Amerika
Tengah dan Selatan.
 Insidensi pada manusia (Mediterania
dan Timur Tengah 1 – 78 per
100.000, USA 1 per 200.000)
Kejadian di Manusia
 Sumber Infeksi pada Manusia:
 Konsumsi susu/produk olahannya
(70,4%)
 Kontak dengan hewan (22,2%)
 Konsumsi sayuran terkontaminasi (7,4%)
 Masa inkubasi: 1- 3 minggu, bisa
beberapa bulan
 Resiko infeksi berkaitan dengan status
gizi dan kekebalan
47
Gejala Klinik
Pada Manusia:
 non-patognomonis
 gejala klinis sangat bervariasi: demam,
arthritis, hepatosplenomegali, kesakitan
abdominal, muntah, faringitis

Pada Hewan:
 Gejala utamanya adalah abortus
DIAGNOSIS

Sejarah hewan ataupun produk yang tidak


dipasteurisasi banyak membantu
Serum agglutination test, phage-
typing, metabolisme oksidatif, geno-
typing, PCR, ELISA, Western blotting.

49
Pengendalian Brucellosis
• Metode penanggulangan berdasarkan tingkat
prevalensi
• Vaksinasi semua populasi sapi dan kerbau di
daerah dengan prevalensi > 2 %
• Di daerah dengan prevalensi ≤ 2 % dilakukan
identifikasi dan pemotongan hewan
penderita yang positif hasil uji dengan
Complement Fixation Test (CFT)
• Pemberantasan reservoir
• Pengawasan lalu-lintas ternak dengan
persyaratan bebas hasil pengujian.
Pengendalian….
Tindakan pencegahan penularan bruselosis
ke manusia yang paling utama adalah
pengendalian dan pemusnahan infeksi pada
hewan
 Pasteurisasi susu sebelum dikonsumsi
 Produk olahan susu dibuat dari susu
yang telah dipasteurisasi
 Pendidikan kepada masyarakat
Belum tersedia vaksin untuk manusia
Any Questions?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?
QUESTIONS ?

52
Terima Kasih
Anthrax Bentuk Kulit

Pertama kali terlihat 54


Hari ke-6
55
Hari ke-10 Hari ke-15

Anda mungkin juga menyukai