Oleh :
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia besar yang memiliki
peranan cukup penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Salah satu potensi
kerbau adalah sebagai penyedia daging konsumsi. Kerbau juga dimanfaatkan
tenaganya untuk membantu pengolahan tanah dan penarik gerobak dalam
kehidupan petani pedesaan. Selain itu ternak kerbau dibutuhkan dalam upacara
adat dan keagamaan, aturan-aturan dan kebiasaan-kebiasaan tradisional. Saat ini
populasi kerbau semakin berkurang karena kurangnya pengetahuan tentang
peningkatan kualitas kerbau sehingga pemanfaat kerbau di masyarakat kurang
maksimal.
1.3 Tujuan
1. Untuk mengatahui anatomi reproduksi kerbau betina.
2. Untuk mengetahui siklus reproduksi kerbau betina.
3. Untuk mengetahui tingkah laku birahi kerbau betina.
4. Untuk mengetahui teknologi reproduksi kerbau betina.
1.4 Manfaat
Memberikan informasi kepada pembaca agar dapat menjadi sarana pembelajaran
tentang kerbau betina.
1
BAB 2
PEMBAHASAN
2
Sapi dan kerbau dianggap spesies yang serupa namun terdapat beberapa
perbedaan pada alat kelamin luar dan dalam betina. Alat kelamin tubular dari
kerbau betina secara umum lebih berotot dan kaku dan kornua uterus lebih berliku
dibandingkan dengan sapi. Leher rahim kerbau lebih sempit dari pada sapi. Indung
telur kerbau meskipun dianggap mirip dengan indung telur sapi, pada umumnya
ukurannya lebih kecil. Jumlah folikel primordial dalam ovarium kerbau relatif
terlalu kecil dibandingkan dengan sapi dan diameter folikel pada kerbau lebih
kecil. Korpus luteum kurang menonjol di permukaan ovarium dan lebih tertanam
di stroma ovarium. Saluran telur kerbau lebih kasar dan tertanam lebih dalam di
ligamen lebar daripada di sapi.
Carvalho (2014) menemukan bahwa ovarium kerbau lebih tebal daripada
ovarium sapi, dan lingkar ovarium sapi lebih besar dari ovarium kerbau. Perimeter
yang lebih kecil terkait dengan ketebalan ovarium kerbau yang lebih besar
dibandingkan dengan sapi menunjukkan bahwa gonad kerbau lebih bulat daripada
gonad sapi.
3
Saluran telur kerbau memiliki struktur berliku-liku yang memanjang
secara bilateral dari ovarium ke tanduk uterus. Ketebalan otot di saluran telur
meningkat dari ovarium ke ujung rahim saluran telur. Carvalho (2014)
menemukan bahwa panjang saluran telur dan tanduk uterus serupa antara kerbau
dan sapi. Leher rahim pada kerbau relatif lebih pendek dan sempit dibandingkan
pada sapi. Jumlah cincin serviks juga lebih rendah pada kerbau dibandingkan pada
sapi bervariasi dari satu sampai lima, dengan rata-rata tiga cincin. Semakin sedikit
cincin yang menjelaskan pelebaran lubang serviks yang tidak sempurna pada saat
estrus dibandingkan dengan sapi. Hal ini juga menjelaskan sebagian pelebaran
serviks yang tidak tepat saat melahirkan sebagai penyebab distosia yang jarang
terjadi pada kerbau dibandingkan dengan sapi.
Vagina pada kerbau lebih kecil dan kurang ketat dibandingkan dengan
sapi. Vulva pada kerbau memiliki panjang yang sama dengan sapi, sangat
berpigmen dan menampilkan klitoris pada komisura ventralnya. Vulva pada
kerbau umumnya memanjang dan memiliki jarak bibir vulva yang lebih lebar
dibandingkan dengan sapi.
4
2.2 Siklus Reproduksi
Proses reproduksi pada ternak yang terjadi secara seksual (generatife)
yang diawali dengan pembentukan gamet, pembuahan, dan proses perkembangan
embrio sehingga individu baru akan muncul. Ternak kerbau mempunyai
karakteristik perkembangbiakan dimana dewasa kelamin (pubertas) yang sangat
lambat. Kerbau jantan dan betina dewasa kelamin sekitar umur 2,5-3 tahun. Birahi
pada ternak kerbau sekitar 12-36 jam, lebih lama jika dibandingkan ternak sapi
yang sekitar 12-18 jam. Beberapa penelitian menyatakan bahwa siklus reproduksi
kerbau sebagai berikut; umur pubertas berkisar antara 36-42 bulan, siklus birahi
21 hari, lama kebuntingan 310 hari, selang beranak 12-14 bulan dan musim kawin
bulan September-Februari (sesuai dengan musim tanam). Beberapa faktor
penyebab rendahnya angka kelahiran kerbau, antara lain kondisi induk kurang
prima disebabkan kualitas pakan yang rendah, serangan parasit yang tinggi serta
estrus lebih banyak terjadi pada malam hari saat pejantan tidak berada di kandang
yang sama. Selain itu, permasalahan yang sering terjadi pada kerbau adalah
panjangnya calving interval karena periode anestrus pascapartum yang lama.
Calving interval dipengaruhi oleh lama kebuntingan dan estrus prostpartum serta
lingkungan (Setiyono et al.,2017).
5
menunjukkan tanda-tanda perilaku estrus pada pagi dan sore hari dengan
puncaknya di pagi hari (lebih dari 1/3 dari total) dan tingkat yang lebih rendah di
siang hari.
6
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
7
DAFTAR PUSTAKA
Baruselli PS, Soares JG, Bayeux BM, Silva JC, Mingoti RD, Carvalho NAT.Assisted
reproductive technologies (ART) in water buffaloes. Anim Reprod 2018;
15:971e8.
Baruselli PS, Soares JG, Bayeux BM, Silva JC, Mingoti RD, Carvalho NAT. Embryo
transfer in buffalo (Bubalus bubalis). Brazil. 2020.
Carvalho, T.N.A., Soares, J.G., Kahwage, P.R., and Gracia, A.R. 2014. Anatomy of the
Reproductive Tract of the Female and Male Buffaloes. International Veterinary
Information Service.
Chantaraprateep P, Prateep P, Lohachit C, et al. Pelvimetry in swamp buffalo and
indigenous cattle cow. J Thai Vet Med Assoc 1984; 35:307-316.
Gamit PM, Singh RR, Kumar A, et al. Facets of estrus behaviour in Surti buffaloes. Adv
Dairy Res 2015; 3:149.
Setiyono S, Kusuma AHA, Rusman R. 2017. Effect of Breed, Age, and Sex on Quality
of Beef in Special Region of Yogyakarta. Buletin Peternakan 41: 176-86.