Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PEDAHULUAN

PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK) atau CHRONIC


OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD)

Dibuat Sebagai Salah Satu Syarat


Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Dasar Profesi

Oleh:
Eka Yupi Rahmawati
NPM: 62019040231

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2019
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan
aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel
parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
berbahaya.
Penyakit paru obstruksi kronis adalah suatu penyakit yang dikarakteristikkan
oleh adanya hambatan aliran udara secara kronis  dan perubahan-perubahan
patologi pada paru, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif
dan tidak sepenunya reversibel dan berhubungan dengan respon inflamasi yang
abnormal dari paru-paru terhadap gas atau partikel yang berbahaya ( Hariman,
2010).
Klasifikasi penyakit PPOK adalah :
1.      Bronkitis kronik
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan pembentukan
mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan dalam bentuk batuk
kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam setahun, paling sedikit 2
tahun berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2010).

2.      Emfisiema paru


Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus,
duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2010).

3.      Asma bronchial


Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari trachea
dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa
kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh dari
saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2010).

B. ETIOLOGI

Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah


partikel gas yang dihirup  oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas
ini termasuk :

1.   asap rokok 
a.    perokok aktif 

b.   perokok pasif 

2.   polusi udara

a.    polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor

b.   polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan

3.    polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)

4.    infeksi saluran nafas bawah berulang

C. TANDA & GEJALA/MANIFESTASI KLINIS

Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien


PPOK. Batuk bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian
berlangsung lama dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang
pada awalnya sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen
seiring dengan semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama,
sepanjang hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali,
hal ini menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak
inilah yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak
dirasakan memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi
akut.
Tanda dan gejalanya adalah :
1.      kelemahan badan
2.      batuk
3.      sesak nafas
4.      whezing
5.      ekspirasi memanjang
6.      produksi sputum yang bertambah

D. PATHOFISIOLOGIS

Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan
oksigen untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air
sebagai hasil metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan
perfusi.

Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi
adalah peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan
perfusi adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi.

 Gangguan ventilasi terdiri dari gangguan restriksi yaitu gangguan


pengembangan paru serta gangguan obstruksi berupa perlambatan aliran udara di
saluran napas. Parameter yang sering dipakai untuk melihat gangguan restriksi
adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk gangguan obstruksi digunakan
parameter volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1), dan rasio volume ekspirasi
paksa detik pertama terhadap kapasitas vital paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2010).

Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-


komponen asap rokok merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus
dan silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran
napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema
jaringan. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat
dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan
adanya peradangan (GOLD, 2011).

Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan


kronik pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-
struktur penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya
alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi
karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah
inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka
udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2011).

Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa


eosinofil, komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan
dimediasi oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk
melepaskan Neutrophil Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi
dengan antiprotease, sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama
eksaserbasi akut, terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya
ketidakseimbangan ventilasi perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya
inflamasi jalan napas, edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan
perfusi berhubungan dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2010).

E. PATHFLOW

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:

1.  Pemeriksaan radiologi
a.  Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:

1)  Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang


parallel, keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut
adalah bayangan bronkus yang menebal.

2)  Corak paru yang bertambah

b.  Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:

1)  Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia


dan bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema
panlobular dan pink puffer.

2)  Corakan paru yang bertambah.

3)  Pemeriksaan faal paru

Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR


yang bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru
terdapat penurunan VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum
ekspirasi maksimal) atau MEFR (maximal expiratory flow rate),
kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP bertambah atau
normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut, sedang
pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil
(small airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena
permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

2. Analisis gas darah

Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul


sianosis, terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan
eritropoesis. Hipoksia yang kronik merangsang pembentukan eritropoetin
sehingga menimbulkan polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun
polisitemia menyebabkan jantung kanan harus bekerja lebih berat dan
merupakan salah satu penyebab payah jantung kanan.

3. Pemeriksaan EKG

Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah
terdapat kor pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal
pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih
dari 1 dan V6 rasio R/S kurang dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.

4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.

5. Laboratorium darah lengkap

G. PENATALAKSANAAN MEDIS
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada
fase akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi
lebih awal.

Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:


1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba
tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman
penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
kontroversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 - 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi:


1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula.

Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)


1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara.
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a.   Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka
digunakan ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari
Augmentin (amoksilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenza dan B. Cacarhalis yang
memproduksi B. Laktamase Pemberiam antibiotik seperti kotrimaksasol,
amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang mengalami eksaserbasi
akut terbukti mempercepat penyembuhan dan membantu mempercepat
kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode
eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia,
maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b.   Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c.    Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
d.   Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di
dalamnya golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat
diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan
tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara
perlahan.

3.   Terapi jangka panjang di lakukan :

a.    Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4×0,25-


0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.

b.   Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas


tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan
obyektif dari fungsi faal paru.

c.    Fisioterapi

4.   Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik


5.   Mukolitik dan ekspektoran

6.   Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg).

Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan


terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN ( POLA FUNGSI KESEHATAN)
a. Pola Pernapasan

Gelaja :

- Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala


menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode
berulangnya sulit nafas (asma); rasa dada tertekan,ketidakmampuan
untuk bernafas(asma).

- Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada


saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun
sedikitnya 2tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat
banyak sekali(bronchitis kronis).

- Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap


dinimeskipun dapat menjadi produktif (emfisema).

- Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan


pernafasandalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap
(mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji.

- Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.

Tanda:

-  Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi


memanjangdengan mendengkur, nafas bibir (emfisema).

- Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu,


melebarkan hidung.

- Dada: gerakan diafragma minimal.


- Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema);menyebar, lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis);
ronki, mengisepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan
selama inspirasi berlanjut sampai penurunan atau tidak adanya bunyi
nafas (asma).

-  Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara


denganemfisema); bunyi pekak pada area paru (mis. Konsolidasi,
cairan, mukosa).

-  Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.

- Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-


abukeseluruhan; warna merah (bronchitis kronis, “biru
mengembung”). Pasiendengan emfisema sedang sering disebut “pink
puffer” karena warna kulitnormal meskipun pertukaran gas tak normal
dan frekuensi pernafasancepat.

-   Tabuh pada jari-jari (emfisema)

b. Kebutuhan Nutrisi

Gejala :

- Mual/muntah

- Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema).

- ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan.

- penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat


badan menunjukkan edema (bronchitis)

Tanda :

- Turgor kulit buruk 

- Edema dependen

- Berkeringat
c. Kebutuhan Eliminasi
Gejala :
- Konstipasi
Tanda :
- Penurunan peristaltic otot-otot tractus digestis

d. Kebutuhan Istirahat dan Tidur

Gejala :
- Keletihan, kelelahan, malaise,Ketidakmampuan untuk melakukan
aktivitas sehari-hari karena sulit bernafas.
-  Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.
- Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda :
-  Keletihan
- Gelisah, insomnia
-  Kelemahan umum/kehilangan massa otot

e. Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman

Gejala :
-  Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan
- Adanya/berulang infeksi
- Kemerahan/berkeringat (asma)

f. Kebutuhan Berpakaian
Karena mengalami sesak napas dan mengganggu aktivitas,
kebutuhan pasien akan berpakaian akan terganggu, pasien juga mengalami
demam jadi pasien merasa tidak perlu memakai bajunya
g. Kebutuhan mempertahankan suhu tubuh dan sirkulasi

h. Kebutuhan Personal Hygiene

Gejala :
-  Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari
Tanda :
- Kebersihan buruk, bau badan

i. Kebutuhan Gerak dan keseimbangan tubuh

Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan


aktivitas sehari-hari, pasien tampak lemah dan banyak akan bed rest,
sehingga akan menurunkan tingkat geraan dna keseimbangan
tubuhnya.

j. Kebutuhan berkomunikasi dengan orang lain

Gejala :
- Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung
- Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
- Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
- Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena
distress pernafasan
- Keterbatasan mobilitas fisik 
- Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain

k. Kebutuhan Spiritual

Gejala :
·        -  penurunan tingkat intensitas ibadah
-Kelalaian dalam melakukan ibadah

l. Kebutuhan Bekerja
Gejala :
- Hubungan ketergantungan, Kurang sistem penndukung
Tanda :
- Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena
distress pernafasan
- Keterbatasan mobilitas fisik 
m. Kebutuhan bermain dan rekreasi
Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari, sehingga pasien membutuhkan kegiatan rekreasi.

n. Kebutuhan Belajar
-

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1.   Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,


peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya
tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
2.   Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3.   Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi
perfusi
4.   Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dengan kebutuhan oksigen.
5.   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia,
mual muntah.
6.   Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas NOC : 1.      Beri pasien 6 sampai 8 gelas
tidak efektif b.d cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
v  Respiratory
bronkokontriksi,
status : Ventilation 2.      Ajarkan dan berikan dorongan
peningkatan produksi
penggunaan teknik pernapasan diafragmatik
sputum, batuk tidak v  Respiratory dan batuk.
efektif, status : Airway
kelelahan/berkurangnya patency 3.      Bantu dalam pemberian tindakan
tenaga dan infeksi nebuliser, inhaler dosis terukur
bronkopulmonal. v  Aspiration Control
4.      Lakukan drainage postural dengan
Kriteria Hasil : perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan
v malam hari sesuai yang diharuskan.
Mendemonstrasikan 5.      Instruksikan pasien untuk menghindari
batuk efektif dan iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang
suara nafas yang ekstrim, dan asap.
bersih, tidak ada
sianosis dan 6.      Ajarkan tentang tanda-tanda dini
dyspneu (mampu infeksi yang harus dilaporkan pada dokter
mengeluarkan dengan segera: peningkatan sputum,
sputum, mampu perubahan warna sputum, kekentalan
bernafas dengan sputum, peningkatan napas pendek, rasa
mudah, tidak ada sesak didada, keletihan.
pursed lips)
7.      Berikan antibiotik sesuai yang
v Menunjukkan diharuskan.
jalan nafas yang
8.      Berikan dorongan pada pasien untuk
paten (klien tidak
melakukan imunisasi terhadap influenzae
merasa tercekik,
dan streptococcus pneumoniae.
irama nafas,
frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)
v Mampu
mengidentifikasikan
dan mencegah
factor yang dapat
menghambat jalan
nafas
2. Pola napas tidak efektif NOC : 1.       Ajarkan klien latihan bernapas
berhubungan dengan diafragmatik dan pernapasan bibir
v Respiratory status
napas pendek, mukus, dirapatkan.
: Ventilation
bronkokontriksi dan
2.       Berikan dorongan untuk menyelingi
iritan jalan napas NOC aktivitas dengan periode istirahat.
v  Respiratory 3.       Biarkan pasien membuat keputusan
status : Airway tentang perawatannya berdasarkan tingkat
patency toleransi pasien.
v  Vital sign Status 4.       Berikan dorongan penggunaan latihan
Kriteria Hasil : otot-otot pernapasan jika diharuskan.

v
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan
suara nafas yang
bersih, tidak ada
sianosis dan
dyspneu (mampu
mengeluarkan
sputum, mampu
bernafas dengan
mudah, tidak ada
pursed lips)
v Menunjukkan
jalan nafas yang
paten (klien tidak
merasa tercekik,
irama nafas,
frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal,
tidak ada suara
nafas abnormal)
v Tanda Tanda vital
dalam rentang
normal (tekanan
darah (sistole 110-
130mmHg dan
diastole 70-
90mmHg), nad (60-
100x/menit)i,
pernafasan (18-
24x/menit))
3. Gangguan pertukaran v Respiratory status 1.      Deteksi bronkospasme saatauskultasi .
gas berhubungan : Ventilation
2.      Pantau klien terhadap dispnea dan
dengan ketidaksamaan
Kriteria Hasil : hipoksia.
ventilasi perfusi
v  Frkuensi nafas 3.      Berikan obat-obatan bronkodialtor dan
normal (16- kortikosteroid dengan tepat dan waspada
24x/menit) kemungkinan efek sampingnya.
v  Itmia 4.      Berikan terapi aerosol sebelum waktu
makan, untuk membantu mengencerkan
v  Tidak terdapat sekresi sehingga ventilasi paru mengalami
disritmia perbaikan.
v  Melaporkan 5.      Pantau pemberian oksigen
penurunan dispnea
v  Menunjukkan
perbaikan dalam
laju aliran ekspirasi
4. Intoleransi aktivitas NOC : 1.      Kaji respon individu terhadap aktivitas;
berhubungan dengan nadi, tekanan darah, pernapasan
v  Energy
ketidakseimbangan
conservation 2.      Ukur tanda-tanda vital segera setelah
antara suplai dengan
aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit
kebutuhan oksigen v  Self Care : ADLs kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.
Kriteria Hasil : 3.      Dukung pasien dalam menegakkan
v  Berpartisipasi latihan teratur dengan menggunakan
dalam aktivitas fisik treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan
tanpa disertai lainnya yang sesuai, seperti berjalan
peningkatan perlahan.
tekanan darah, nadi 4.      Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir
dan RR dan kembangkan rencana latihan
v  Mampu berdasarkan pada status fungsi dasar.
melakukan aktivitas 5.      Sarankan konsultasi dengan ahli terapi
sehari hari (ADLs) fisik untuk menentukan program latihan
secara mandiri spesifik terhadap kemampuan pasien.
6.      Sediakan oksigen sebagaiman
diperlukan sebelum dan selama
menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.
7.      Tingkatkan aktivitas secara bertahap;
klien yang sedang atau tirah baring lama
mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2
kali sehari.
8.      Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas
dengan mendorong klien melakukan
aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih
singkat, dengan istirahat yang lebih banyak
atau dengan banyak bantuan.
9.      Secara bertahap tingkatkan toleransi
latihan dengan meningkatkan waktu diluar
tempat tidur sampai 15 menit tiap hari
sebanyak 3 kali sehari.
5. Perubahan nutrisi NOC : 1.      Kaji kebiasaan diet, masukan makanan
kurang dari kebutuhan saat ini. Catat derajat kesulitan makan.
v  Nutritional
tubuh berhubungan Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
Status : food and
dengan dispnea,
Fluid Intake 2.      Auskultasi bunyi usus
kelamahan, efek
samping obat, produksi Kriteria Hasil : 3.      Berikan perawatan oral sering, buang
sputum dan anoreksia, sekret.
mual muntah. v  Adanya
peningkatan berat 4.      Dorong periode istirahat I jam sebelum
badan sesuai dan sesudah makan.
dengan tujuan
5.      Pesankan diet lunak, porsi kecil sering,
v  Berat badan ideal tidak perlu dikunyah lama.
sesuai dengan
6.      Hindari makanan yang diperkirakan
tinggi badan
dapat menghasilkan gas.
v  Mampu
7.      Timbang berat badan tiap hari sesuai
mengidentifikasi
indikasi.
kebutuhan nutrisi
v  Tidak ada tanda
tanda malnutrisi
Tidak terjadi
penurunan berat
badan yang berarti
6. Kurang perawatan diri NOC : 1.      Ajarkan mengkoordinasikan
berhubungan dengan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas
v  Self care : Activity seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau
keletihan sekunder
of Daily Living
akibat peningkatan menaiki tangga
(ADLs)
upaya pernapasan dan
2.      Dorong klien untuk mandi, berpakaian,
insufisiensi ventilasi Kriteria Hasil : dan berjalan dalam jarak dekat, istirahat
dan oksigenasi
v  Klien terbebas sesuai kebutuhan untuk menghindari
dari bau badan keletihan dan dispnea berlebihan. Bahas
tindakan penghematan energi.
v  Menyatakan
kenyamanan 3.      Ajarkan tentang postural drainage bila
terhadap memungkinkan.
kemampuan untuk
melakukan ADLs
v  Dapat melakukan
ADLS dengan
bantuan

4. PENGGUNAAN REFERENSI

Anda mungkin juga menyukai