Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Disusun Oleh :
Eka Yupi Rahmawati
62019040231

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Individu Profesi Ners


Stase Keperawatan Anak

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

A. Pengertian

Demam berdarah merupakan penyakit yang dapat membuat suhu tubuh

penderita menjadi sangat tinggi dan pada umumnya disertai sakit kepala, nyeri

sendi, otot, dan tulang, serta nyeri di bagian belakang mata. Demam Berdarah

Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue

dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai

lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik

(Sudoyo, 2014).

Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit demam akut, dengan

ciri-ciri demam manifestasi perdarahan, dan bertendensi mengakibatkan

renjatan yang dapat menyebabkan kematian (Mansjoer A, 2014).

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah infeksi akut yang disebabkan

oleh arbovirus (arthropodborn) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes

(Aedes albopictus dan Aedes aegypty) (Ngastiyah, 2010).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Dengue

Haemorrhagic Fever merupakan penyakit yang diakibatkan oleh virus dengue

yang termasuk golongan arbovirus melalui gigitan nyamuk aedes aegypti

betina yang memiliki tanda dan gejala seperti perdarahan, dan bertendensi

mengakibatkan renjatan yang dapat menyebabkan kematian.

B. Klasifikasi Demam Berdarah Dengue

Derajat beratnya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) secara

klinis dibagi sebagai berikut :


1. Derajat I : Demam disertai gejala tidak khas, hanya terdapat

manifestasi perdarahan (Uji turniket positif).

2. Derajat II : Seperti derajat I disertai perdarahan spontan diikuti dan

perdarahan lain yaitu petekie, purpura(perdarahan kecil yang lebih

dari petkie yang berwarna keunguan), sianosis, perdarahan sub

konjungtiva, epistaksis, hematemesis melena, hemokonsentrasi (Ht

lebih dari 20% yang merupakan indikator terjadinya renjatan).

3. Derajat III : Ditemukan tanda-tanda dini renjatan yaitu ditemukan

kegagalan sirkulasi dengan tanda nadi cepat dan pulsasi lambat, TD

menurun atau hipotensi disertai kulit yang dingin, lembab dan

penderita gelisah.

4. Derajat IV : Renjatan dengan nadi tidak dapat diukur/diraba dan

tekanan darah yang tidak dapat diukur (Ngastiyah, 2010).

C. Etiologi

Virus dengue serotype 1,2,3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor

nyamuk Aedes aegypty, nyamuk aedes albopictus, nyamuk polinesiensis, dan

beberapa spesies lain merupakan vektor lain yang kurang berperan. Infeksi

dengan salah satu serotip akan menimbulkan antibody seumur hidup terhadap

serotype bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotype lain

(Mansjoer A, 2014).

Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4

yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah

dengue. Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan


serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue dengan

Flavivirus lain seperti Yellow fever. Japanese encehpalitis dan West Nile

virus (Sudoyo, 2014).

D. Manifestasi Klinik

1. Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2-7 hari ( tanpa

sebab jelas).

2. Perdarahan, paling tidak terdapat uji torniket positif dan adanya salah

satu bentuk perdarahan yang lain misalnya petakia, ekimosis, epitaksis,

perdarahan gusi, melena, atau hematemesis.

3. Pembesaran hati (sudah dapat diraba sejak permulaan sakit).

4. Syok yang ditandai nadi lemah, cepat, disertai tekanan nadi yang

menurun (menjadi 20 mmHg atau kurang) tekanan darah menurun

(tekanan sistolik menurun sampai 80 mmHg atau kurang) disertai kulit

yang teraba dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki,

pasien menjadi gelisah, timbul sianosis disekitar mulut (Ngastiyah,

2010).

E. Patofisiologi

Setelah virus dengue masuk kedalam tubuh, terjadi viremia yang

ditandai dengan demam, sakit kepala, muak nyeri otot, pegal disekitar tubuh,

hiperemia di tenggorokan, suam atau bintik-bintik merah pada kulit, selain itu

kelainan dapat terjadi pada sistem retikula endotetial, seperti pembatasan

kelenjar-kelenjar getah bening, hati dan limpa. Peningkatan permeabilitas

dinding kapiler ehingga cairan keluar dari intraseluler ke ekstraseluler.


Akibatnya terjadi pengurangan volume plasma, penurunan tekanan darah,

hemokosentrasi, hipoproteinemia, efusi dan renjatan. Plasma meembes sejak

permulaan demam dan mencapai puncaknya saat renjatan. Pada pasien dengan

renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai 30% atau kurang. Bila

renjatan hipopolemik yang terjadi akibatkehilangan plasma tidak segera

diatasi, maka akan terjadi anorekma jaringan, asidosis metabolik, dan

kematian (Price, 2010).

Renjatan yang terjadi akut dan perbaikan klinis yang drastik setelah

pemberian plasma yang efektif sedangkan pada autopsy ditemukan kerusakan

dinding pembuluh darah yang ditrotif atau akibat radang, menimbulkan

dugaan bahwa perubahan fungsional dinding pembuluh darah mungkin

disebabkan mediate farmakologis yang bekerja singkat. Sebab lain kematian

DHF adalah pendarahan hebat, yang biasanya timbul setelah renjatan

berlangsung lama dan tidak teratasi (Price, 2010).

Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan proses

imunologis terbukti dengan terdapatnya komplek imun dalam peredaran darah.

Kelainan system koagulasi disebabkan diantaranya oleh kerusakan hati yang

fungsinya memang terbukti terganggu oleh aktifasi sitem koagulasi. Masalah

terjadi tidaknya DIC pada DHF/DSS, terutama pada pasien dengan pendarahan

obat, sejak lama telah menjadi bahan perdebatan (Mansjoer, 2014).


F. Pathways

Nyamuk Aedes Albopictus Nyamuk Aedes Aegypty

Menggigit tubuh manusia

Virus dengue masuk kedalam tubuh manusia

Demam Berdarah Dengue

infeksi dalam Agregasi terjadi reaksi anamnestik antibody


tubuh/viremia trombosit dalam tubuh
menurun
Vasodilatasi Menimbulkan
pembuluh darah Trombositopenia konsetrasi komplek
antigen antibodi
Peningkatan Pelepasan trombosit
Permeabilitas pelepasan anafilaktosin
dinding kapiler
Koagulasi intravaskuler
pelepasan anafilaktosin
Evaporasi Terjadi
perdarahan Resti Kurang volume
(syok/Perdarahan) cairan
Peningkatan Hb menurun kebocoran plasma
metabolisme WBC ↑
Terdapatnya
Anemia cairan dalam Imun ↓
Suhu tubuh Rongga serosa efusi pleura
meningkat
Suplai O2 ke Dipsneu Resiko Infeksi
Jaringan menurun Mendesak rongga
Proses inflamasi perut Ht ↑

Metabolisme anaerob G3 Pola Nafas


Hipertermi Mual/muntah Viskositas ↑

Penimbunan asam Anoreksia Aliran darah ↑


laktat Kurang nutrisi dari
kebutuhan Tubuh Suplai darah kurang
Mudah lelah Kelemahan Intoleransi
G3 Perfusi Jaringan
Fisik aktivitas

Sumber, Price (2010), Mansjoer (2014)


G. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium darah

a. Leukosit : Dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat

ditemui limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai

adanya limfosit plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit

yang pada fase syok akan meningkat.

b. Trombosit : Umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

c. Hemostasis : Dilakukan pemeriksaan PT,APTT. Fibrinogen, D-

Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan

atau kelainan pembekuan darah.

d. Hematokrit : Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya

peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, umumnya

dimulai pada hari ke-3 demam.

e. Protein/Albumin : Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran

plasma.

f. SGOT/SGPT : Dapat meningkat.

g. Ureum, Kreatinin : Bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

h. IgM : Terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,

menghilang setelah 60-90 hari.

i. IgG : Pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada

infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

j. Uji HI (Haemagglutination inhibiting antibody) : Dilakukan

pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang dari


perawatan uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans (Sudoyo,

2014).

2. Pemeriksaan Radiologis

Pada Foto dada didapatkan efusi pleura, terutama pada

hemitoraks kanan tetapi apabila terjadi perembesan plasma hebat, efusi

pleura dapat dijumpai pada kedua hemitoraks. Pemeriksaan foto rontgen

dada sebaiknya dalam posisi lateral dekubitus kanan (posisi tidur pada

sisi badan sebelah kanan). Asites dan efusi pleura dapat juga dideteksi

dengan pemeriksaan USG (Sudoyo, 2014).

H. Penatalaksanaan

1. Keperawatan

a. Derajat I

Pasien istirahat, obsevasi tanda-tanda vital setiap 3 jam,

periksa Ht, Hb dan trombosit tiap 4 jam sekali. Berikan minum 1,5 – 2

liter dalam 24 jam dan kompres dingin.

b. Derajat II

Segera dipasang infus. Bila keadaan pasien sangat lemah

sering dipasang pada 2 tempat karena dalam keadaan renjatan

walaupun klem dibuka tetesan infus atau tetesan cairan tetap tidak

lancer maka jika 2 tempat akan membantu memperlancar. Kadang-

kadang 1 infus untuk memberikan plasma darah dan yang lain cairan

biasa.

c. Derajat III dan IV (DSS)


1) Penggantian plasma yang keluar dan memberikan cairan elektrolit

(RL) dengan cara diguyur kecepatan 20 mL/ kg BB/ jam.

2) Dibaringkan dengan posisi semi fowler dan diberikan O2.

3) Pengawasan tanda-tanda vital dilakukan setiap 15 menit.

4) Pemeriksaan Ht, Hb dan Trombosit dilakukan secara periodik.

5) Bila pasien muntah bercampur darah perlu diukur untuk tindakan

secepatnya baik obat-obatan maupun darah yang diperlukan.

6) Makanan dan minuman dihentikan, bila mengalami perdarahan

gastrointestinal biasanya dipasang nasogastrik tube (NGT) untuk

membantu pengeluaran darah dari lambung. NGT perlu dibilas

dengan Nacl karena sering terdapat bekuan darah dari tube. Tube

dicabut bila perdarahan telah berhenti. Jika kesadaran telah

membaik sudah boleh diberikan makanan cair walaupun feses

mengndung darah hitam kemudian lunak biasa (Ngastiyah, 2010).

2. Medis

a. Demam tinggi, anoreksia dan sering muntah menyebabkan pasien

dehidrasi dan haus. Pasien diberi banyak minum yaitu 1 ½  - 2 liter

dalam 24 jam. Keadaan hiperpireksia diatasi dengan obat antipiretik

dan kompres dingin. Jika terjadi kejang diberikan antikonvulsan.

Luminal diberikan dengan dosis : anak umur < 12 bulan 50 mg im;

anak > 1 tahun 75 mg. jika 15 menit kejang belum berhenti luminal

diberikan lagi dengan dosis 3 mg/ kg BB. Infus diberikan pada pasien

DHF tanpa renjatan apabila : pasien terus menerus muntah, tidak


dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya dehidrasi dan

hematokrit yang cenderung meningkat.

b. Pasien mengalami syok segera dipasang infus sebagai pengganti

cairan hilang akibat kebocoran plasma. Cairan yang diberikan

biasanya RL. Jika pemberian cairan tersebut tidak ada respon

diberikan plasma atau plasma ekspander banyaknya 20 – 30 mL/kg

BB. Pada pasien dengan renjatan berat pemberian infus harus diguyur.

Apabila syok telah teratasi, nadi sudah jelas teraba, amplitude nadi

sudah cukup besar, tekanan sistolik 80 mmHg dan kecapatan tetesan

dikurangi menjadi 10 mL/ kg BB/ jam. Pada pasien dengan syok berat

atau syok berulang perlu dipasang CVV untuk mengukur tekanan

vena sebtral melalui vena jugularis, dan biasanya pasien dirawat di

ICU (Ngastiyah, 2010).

I. Komplikasi

1. Perdarahan luas

Faktor penyebab perdarahan yang meluas adalah terjadinya

kelainan fungsi trombosit sehingga akan merangsang atau mengaktivasi

faktor pembekuan.

2. Syok

Akibat dari permeabilitas vaskuler yang meningkat maka akan

berdampak pada kebocoran plasma. Volume plasma akan menurun

sehingga terjadi hipovolemia dan berakhir syok pada penderita

3. Efusi pleura
Infeksi virus dengue mengakibatkan peningkatan permeabilitas

dinding kapiler. Hal ini menyebabkan kebocoran plasma sehingga terjadi

efusi pleura.

4. Penurunan kesadaran

Penurunan kesadaran pada penderita terjadi pada derajat IV yang

ditandai dengan nadi yang tidak teraba dan tekanan darah yang sulit

diukur (Mansjoer, 2014).

J. Proses/Penatalaksanaan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Aktifitas / Istirahat

Gejala : Kelelahan umum, kelemahan, ketidakmampuan melakukan

aktivitas

Tanda :

1) Perubahan TTV

2) Tekanan darah menurun

3) Nadi meningkat

4) RR menurun

5) Suhu meningkat

b. Sirkulasi

Gejala : Tekanan darah menurun, perdarahan.

Tanda : Petakie, hipotensi, nadi cepat / takhikardi, kaki teraba

dingin.

c. Integritas ego

Gejala : Perubahan pola hidup, peningkatan faktor resiko


Tanda : Ansietas, muntah, anoreksia.

d. Makanan / Cairan

Gejala : Mual, muntah, anoreksia

Tanda : Turgor kulit kurang atau jelek, penurunan BB, penurunan

lemak / massa otot.

e. Neurosensori

Gejala : Sakit kepala, pusing dan terjadi penurunan kesadaran.

Tanda : Gelisah, ketakutan, disorientasi bahkan dilirium / koma.

f. Nyeri / Kenyamanan

Gejala : Nyeri lokalisasi pada ulu hati, sakit kepala dan pusing.

g. Pernafasan

Gejala : Nafas pendek

Tanda : Dispnea

h. Hyegiene

Gejala : Penurunan kemampuan / peningkatan kebutuhan bantuan

melakukan ADL.

Tanda : Kebersihan buruk, bau badan tidak enak.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Hipertermi berhubungan dengan adanya viremia

b. Kurang nutrisi dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan mual muntah, anoreksia, disfagia

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

kelemahan fisik
d. Resti perdarahan berhubungan dengan koagulasi

intravaskuler

3. Intervensi Keperawatan

Dianogsa Tujuan dan kriteria


No Intervensi (NIC)
Keperawatan hasil (NOC)
1. Hipertermi berhubunganSetelah dilakukan 1) Monitor suhu minimal
dengan adanya viremia tindakan keperawatan tiap 2 jam
selama 3 x 24 jam tidak 2) Rencanakan monitoring
terjadi peningkatan suhu suhu secara kontinyu
tubuh. 3) Monitor TD, nadi, dan RR
Kriteria hasil (NOC): 4) Monitor warna dan suhu
Termoregulasi kulit
1) Suhu tubuh dalam 5) Monitor tanda-tanda
rentang normal hipertermi dan hipotermi
2) Nadi dan RR 6) Tingkatkan intake cairan
dalam rentang dan nutrisi
normal 7) Ajarkan pada pasien cara
3) Tidak ada mencegah keletihan akibat
perubahan warna panas
kulit dan tidak ada 8) Diskusikan tentang
pusing, merasa pentingnya pengaturan suhu
nyaman dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
9) Beritahukan tentang
indikasi terjadinya keletihan
dan penanganan emergency
yang diperlukan
10) Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan penanganan
yang diperlukan
11) Berikan anti piretik jika
perlu
2. Kurang nutrisi dariSetelah dilakukan Manajemen nutrisi:
kebutuhan tubuhtindakan keperawatan 1) Tentukan motivasi pasien
berhubungan dengan mualselama 3 x 24 jam untuk mengubah kebiasaan
muntah, anoreksia, disfagia kebutuhan nutrisi makan
terpenuhi. 2) Pantau nilai laboratorium,
Kriteria hasil (NOC): khususnya transferin,
1) Selera makan albumin, dan elektrolit
dalam keadaan sakit 3) Ketahui makanan
meningkat kesukaan pasien
2) Peningkatan 4) Anjurkan pasien makan
ketersediaan zat gizi sedikit tapi sering
untuk memenuhi 5) Tentukan kemampuan
kegiatan metabolic. pasien untuk memenuhi
3) Status gizi: asupan kebutuhan nutrisi
makanan dan cairan; 6) Anjurkan menjaga
jumlah makanan dan kebersihan mulut
cairan yang 7) Pantau kandungan nutrisi
dikonsumsi tubuh dan kalori pada catatan
dalam waktu 24 jam asupan
meningkat. 8) Timbang pasien pada
4) Tingkat kesesuaian interval yang tepat
berat badan, otot, dan
lemak dengan tinggi
badan, rangka tubuh,
jenis kelamin dan
usia.
3. Intoleransi aktivitasSetelah dilakukan 1) Pantau tanda-tanda vital
berhubungan dengantindakan keperawatan sebelum, selama dan
kelemahan fisik selama 3 x 24 jam sesudah aktivitas
aktivitas pasien terpenuhi. 2) Kaji tingkat kemampuan
Kriteria hasil (NOC): pasien untuk berpindah dari
1) TTV dalam batas tempat tidur, berdiri,
normal ambulasi, dan melakukan
2) Toleransi aktivitas ADL
yang memakan 3) Tentukan penyebab
energy keletihan
3) Kemampuan untuk 4) Pantau respon nutrisi
menyelesaikan untuk memastikan sumber-
aktivitas sumber energy yang adekuat
4) Penghematan 5) Membantu aktivitas klien
energy sehari-hari
5) Peningkatan 6) Ajarkan tentang
kebutuhan aktifitas pengaturan aktivitas dan
sehari-hari teknik manajemen waktu
untuk mencegah kelelahan
7) Bantu pasien untuk
mengubah posisi secara
berkala, jika perlu
4. Resti perdarahanSetelah dilakukan 1) Kaji keadaan umum
berhubungan dengantindakan keperawatan pasien
koagulasi intravaskuler selama 3 x 24 jam tidak 2) Observasi tanda – tanda
terjadi perdarahan. vital
Kriteria hasil (NOC): 3) Monitor tanda penurunan
1) TTV dalam batas trombosit yang disertai
normal gejala klinis
2) Trombosit dalam 4) Monitor hasil
batas normal pemeriksaan laboratorium
(150.000-400.000 ( Trombosit )
/ul. 5) Beri penjelasan tentang
3) Pasien mampu pengaruh trombositopenia
memnuhi kebutuhan pada klien
istirahatnya 6) Anjurkan pasien untuk
4) Toleransi aktivitas banyak istirahat
sesuai keadaan
umum
DAFTAR PUSTAKA

Alimul Hidayat A. Aziz. (2011). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta


Salemba medika
Golberg Theo David. (2012). The Threat Of Race. Jakarta : Wiley
Mansjoer, Arif. (2014). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Jakarta : Media
Aesculapius
Ngastiyah. (2010). Perawatan Anak Sakit Edisi 2. Jakarta : EGC
Price, A. Silvia. (2010). Patofisiologi. EGC : Jakarta.
Sodikin. (2012). Prinsip Keperawatan Demam Pada Anak. Yokyakarta : Pustaka
belajar
Sudoyo W. Aru. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid 3. Jakarta :
FKUI

Anda mungkin juga menyukai