Anda di halaman 1dari 9

PENGARUH WAKTU KONTAK DAN KECEPATAN

PENGADUKAN TERHADAP RECOVERY ALUMINIUM


PADA ASIDIFIKASI SLUDGE KELUARAN WATER
TREATMENT
Lia Cundari*, Endang Supriyatna , Hadi Samhudi
(*)
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Jl. Raya Inderalaya–Prabumulih KM. 32 Inderalaya 30662
Email : icun_hyang02@yahoo.com

Abstrak

Proses asidifikasi sebagai teknologi pengurangan dan pemanfaatan lumpur keluaran unit pengolahan air
sudah cukup lama dikenal. Asidifikasi dilakukan dengan menambahkan asam pada lumpur hingga
mencapai pH 2. Tujuan dari asidifikasi ini adalah untuk melarutkan kembali logam Aluminium yang
terkandung dalam lumpur keluaran unit clarifier di water treatment plant. Asidifikasi akan mengurangi
jumlah kandungan Aluminium yang dibuang ke lingkungan. Asidifikasi juga akan menghasilkan senyawa
aluminium sulfat yang dapat dimanfaatkan kembali pada unit clarifier. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh waktu kontak dan kecepatan pengadukan terhadap recovery aluminium pada
asidifikasi lumpur keluaran unit pengolahan air PT PUSRI Palembang. Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah waktu kontak asidifikasi yaitu 15, 30, 45, 60 menit dan kecepatan pengadukan yaitu
200, 400, 600, 800, dan 1000 rpm. Analisa penelitian ini dilakukan dengan membandingkan jumlah
Aluminium terlarut dari total kandungan Aluminium pada lumpur. Hasil dari penelitian ini berupa
recovery optimum dari aluminium yaitu sebesar 29,12 % didapatkan pada waktu kontak 30 menit dan
kecepatan pengadukan 600 rpm.

Kata kunci : Asidifikasi, Aluminium Recovery, Aluminium Sulfat, Lumpur, Water Treatment.

Abstract

Acidification is a well-known technology that reduces and utilizes of sludge that produces from water
treatment. Acidification is done by dissolves some acid to the sludge until pH 2. The aim of acidification
process is to recover of Aluminium in the sludge. The acidification reduces the amount of discharge
aluminium that throw to the environment. Besides that, acidification produces aluminium sulfate that can
reuse in clarifier unit. This research investigates the effect of contact time and stirring speed of aluminium
recovery in the output sludge of the Water Treatment Unit PT PUSRI Palembang. Time varies 15, 30, 45,
60 minutes and stirring speed 200, 400, 600, 800, and 1000 rpm. Research analyzation is done by
compares the amount of dissolved Aluminium to the original. The result of the study showed the optimum
aluminum recovery is 29.12% on 30 minutes contact time and 600 rpm stirring speed.

Keywords: Acidification, Aluminium Recovery, Aluminium Sulfat, Sludge, Water Treatment

1. PENDAHULUAN impuritis. Untuk itu, mayoritas industri


Dalam suatu industri, air merupakan suatu melakukan pengolahan air, agar didapatkan air
zat yang sangat penting. Air dalam industri yang baik dan layak digunakan dalam industri
digunakan sebagai bahan baku juga sebagai tersebut.
penunjang berjalannya proses pada industri PT Pupuk Sriwidjaja (PUSRI) Palembang
tersebut. Sumber air dalam industri biasanya merupakan industri petrokimia yang
didapatkan dari air baku (air sungai, air tanah, air menggunakan air sungai musi sebagai air baku.
laut, dan lain-lain) yang masih mengandung Proses pengolahan air baku menjadi air bersih di

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 22, April 2016 Page | 19


PT PUSRI Palembang menggunakan suatu alat akhirnya didapatkan kondisi pengadukan dan
yang disebut clarifier. Clarifier merupakan alat waktu optimal untuk menghasilkan recovery
industri kimia yang berfungsi untuk aluminium yang paling efisien.
menjernihkan air dengan proses koagulasi, Penelitian ini bertujuan untuk
flokulasi dan sedimentasi. Keluaran yang yang melakukan proses asidifikasi terhadap lumpur
dihasilkan dari alat clarifier ini ada 2 bagian, (sludge) keluaran unit pengolah air PT Pusri
yaitu bagian air yang jernih dan bagian limbah Palembang untuk memperoleh recovery
berupa lumpur (sludge). Lumpur ini adalah aluminium yang maksimum dengan
suspensi solid yang terendapkan dengan bantuan memvariasikan waktu kontak dan kecepatan
suatu koagulan yaitu Alumunium sulfat. pengadukan.
Alumunium sulfat akan bereaksi dengan
impuritis yang tersuspensi membentuk Water Treatment
alumunium hidroksida, yang kemudian Sistem pengelolaan air dikenal dengan
membentuk padatan yang lebih besar sehingga istilah water treatment. Ada beberapa tahap
akan lebih mudah mengendap. Endapan yang pengelolaan air yang harus dilakukan sehingga
dihasilkan dari proses koagulasi merupakan hasil air tersebut bisa dikatakan layak untuk dipakai.
reaksi yang berlangsung terus-menerus sehingga Namun, tidak semua tahap ini diterapkan oleh
akan membentuk lumpur yang harus dibuang masing-masing pengelola air, tergantung dari
secara berkala. Hal ini dikarenakan volume kualitas sumber air. Sebagai contoh, jika sumber
lumpur akan meningkat seiring dengan airnya berasal dari dalam tanah (ground water),
meningkatnya produksi air bersih. sistem pengelolaan airnya akan lebih sederhana
Berikut reaksi yang terjadi dalam clarifier : daripada yang sumber airnya berasal dari sumber
Al2 (SO4 ) + 3Ca(OH)2 →2Al(OH)3 ↓+ 3CaSO4 air permukaan, seperti air sungai, danau atau
3
Al2 (SO4 ) + 3Ca(HCO3 )2 →2Al(OH)3 ↓ laut. Air yang berasal dari dalam tanah telah
3 melalui penyaringan secara alami oleh struktur
+ 3CaSO4 + 6 CO2 ↑ tanah itu sendiri dan tidak terkontak langsung
Lumpur (sludge) keluaran clarifier ini dengan udara bebas yang mengandung banyak
mengandung banyak padatan terendapkan, zat-zat pencemar. Berbeda halnya dengan
material organik dan anorganik, dan logam- sumber air permukaan yang mudah sekali
logam serta sisa bahan kimia yang tidak tercemar. Namun demikian, air yang berasal dari
berfungsi pada proses pengolahan air. dalam tanah pun tidak luput dari pencemaran jika
Kandungan-kandungan lumpur ini akan sangaat sistem penampungan dan penyalurannya tidak
berpengaruh pada kualitas badan air penerima bagus. Secara umum proses pengolahan air
jika dibuang langsung dalam kuantitas yang dibagi dalam 3 unit, yaitu:
besar. Oleh karena itu, diperlukan proses 1) Unit Penampungan Awal (Intake)
pengolahan untuk lumpur ini. Unit ini berfungsi sebagai tempat
Salah satu cara untuk mengolah lumpur ini, penampungan air dari sumbernya. Unit ini
misalnya pengeringan lumpur yang kemudian dilengkapi dengan Bar Sceen yang berfungsi
dapat dibuang ke lahan urug (landfill). Namun, sebagai penyaring awal dari benda-benda
cara tersebut menimbulkan biaya tambahan bagi yang ikut tergenang dalam air seperti sampah
perusahaan. Untuk mengatasi hal tersebut, daun, kayu, dan benda-benda lainnya.
dilakukan berbagai penelitian untuk mengolah 2) Unit Pengolahan (Water Treatment)
lumpur ini menjadi lebih bermanfaat. Cara yang Pada unit ini, air dari unit penampungan awal
cukup populer adalah dengan melakukan diproses melalui beberapa tahapan yaitu,
recovery terhadap kandungan aluminium yang tahap koagulasi (coagulation), flokulasi
ada pada lumpur. Metode yang banyak dipakai (flocculation), pengendapan (sedimentation),
adalah asidifikasi yaitu pengasaman lumpur penyaringan (filtration), pertukaran ion (ion
menggunakan asam sulfat. Dengan melakukan exchange), proses penyerapan (absorption),
asidifikasi terjadi pengurangan volume lumpur proses disinfeksi (disinfection).
sekaligus dapat menggunakan Aluminium hasil 3) Unit Penampung Akhir (Reservoir)
recovery sebagai koagulan. Setelah masuk ke tahap ini berarti air sudah
Berdasarkan hal-hal tersebut, akan diteliti siap untuk didistribusikan.
lebih lanjut mengenai pengaruh pengadukan dan
lamanya proses asidifikasi sludge terhadap
efisiensi recovery aluminium, sehingga pada

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 22, April 2016 Page | 20


Aluminium Sludge lama ferric chloride sludge dapat menyebabkan
Hingga saat ini, sistem water treatment kematian dan mengurangi angka reproduksi dari
dikenal menghasilkan sejumlah besar lumpur organisme air. Disebutkan pula toksisitas alum
(yang kemudian disebut waterworks sludge atau sludge lebih kecil dibanding ferric chloride
sludge saja), yang tidak mungkin dihindari sludge.
keberadaannya. Selama ini, Eropa telah berusaha Ditemukan fakta bahwa tidak ada korelasi
menurunkan angka jutaan produksi sludge ini antara variasi level kandungan dalam sludge,
menjadi hanya setengahnya saja pada dekade yang meliputi kandungan solid, nutrisi, logam,
selanjutnya (Basibuyuk and Kalat, 2004). Selain dan kadar COD terhadap tingkat toksisitas.
isu lingkungan, faktor besarnya pengeluaran Adapun ferric sludge menunjukkan kadar tinggi
untuk membuang sludge yang sangat besar, juga dari seng (Zn), Nikel (Ni), Tembaga (Cu) juga
memperkuat upaya mengurangi produksi sludge. nilai kadar arsen (As) mencapai hingga 4g/kg dry
Sludge ini masih mengandung berbagai matter (Forsner dan Haase, 1998).
mineral penting yang berasal dari proses Lumpur (sludge) hampir selalu ada di setiap
pengendapan raw water untuk water treatment unit pengolah air, apapun jenis dan bentuk
plant. Mineral ini berada bersama dengan residu teknologi pengolahannya. Seperti halnya di
bahan kimia yang digunakan, di mana yang Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL),
paling umum adalah aluminium. Karena itu walaupun berbeda sifat atau karakteristiknya,
sludge keluaran water treatment dapat Instalasi Pengolahan Air Minum (IPAM) pun
dikategorikan sebagai aluminium sludge. menimbulkan lumpur (sludge) yang volume
Coagulant sludge pada umumnya hanya hariannya relatif besar, bergantung pada debit air
terbatas pada garam berbasis aluminium atau yang diolah dan konsentrasi kekeruhan air
besi, dapat berada dalam bentuk padatan halus bakunya. Semakin besar debitnya dan semakin
maupun gelatin. Coagulant sludge ini tinggi konsentrasi padatannya, baik yang berupa
mengandung beberapa variasi konsentrasi padatan kasar (coarse solid), padatan tersuspensi
mikroorganisme, bahan organik, padatan (suspended solid) maupun koloid, maka akan
tersuspensi dan produk koagulan. Coagulant semakin besar juga volume lumpurnya. Kecuali
sludge pun dipengaruhi oleh hal-hal berikut: jika air bakunya berasal dari mata air (artesian
1) Karakteristik dari sumber raw water. dan atmospheric spring), khususnya pada musim
Pada level warna dan turbidity yang tinggi kemarau, lumpur di IPAM umumnya berasal dari
tentu akan membutuhkan lebih besar unit sedimentasi, baik yang sifatnya diskrit
penambahan chemical selama treatment, maupun flok.
yang secara bersamaan akan meningkatkan Lumpur diskrit yakni lumpur yang butir-
produksi sludge. butirannya terpisah tanpa koagulan, biasanya
2) Tipe dan dosis koagulan yang digunakan. kecil volume per satuan waktunya kecuali pada
3) Kondisi operasi plant musim hujan. Mayoritas lumpur ini mengandung
pasir, grit dan pecahan kerikil berukuran kecil.
Material kering (dry matter) akan Lumpur ini bisa di-recovery dengan cara dicuci
meningkat akibat: (disemprot air) atau dengan diayak di dalam air.
a. Pengedapan impurities dalam raw water Sebaliknya, lumpur yang berupa flok, yaitu
(seperti warna, turbidity, hardness). kimflok (chemiflocc) sangat besar volumenya
b. Padatan terdeposit oleh koagulan. terutama di IPAM besar yang air bakunya sangat
Sebagai contoh sekitar 50% dry mass flok keruh dan didominasi oleh koloid. Selain unit
terdiri dari produk koagulan (dari alum) pada sedimentasi yang didahului oleh unit koagulasi
kondisi koagulasi optimum (Hossain dan Bache, dan flokulasi, sumber lumpur lainnya adalah unit
1991). George, et al (tahun 1995) menganalisis pelunakan (softening) dan air cucian dari filter
aluminium sludge dari 10 sumber water pasir cepat dan pasir lambat.
treatment berbeda di Amerika Utara. Hasilnya
menyatakan bahwa inhibisi (penghambatan) Aluminium Recovery
pertumbuhan alga terjadi pada pH 5. Sotero- Lumpur atau waterworks sludge merupakan
Santos et al. (2005) membandingkan analisis produk water treatment yang jumlahnya harus
toksisitas alum sludge terhadap ferric chloride diminimalkan. Berbagai tindakan memanfaatkan
sludge, hasilnya tidak ada toksisitas akut pada sludge yang telah dilakukan, antara lain
keduanya jika terpapar hingga kurang dari 48 menjadikan sludge sebagai campuran beton,
jam. Meski begitu, dalam jangka waktu yang dalam adukan semen, dijadikan tanah liat, atau

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 22, April 2016 Page | 21


dibuat produk lanjutan (seperti batu bata, pipa pada unit pengolahan air di Tokyo yang
dan ubin) (Goldbold et al., 2003). Dalam berkapasitas 2 juta m3/hari. Perancis
peningkatan efisiensi water treatment plant, menggunakan koagulan hasil recovery (60%)
sludge yang dihasilkan dapat di-treatment pada unit pengolahan air di Orly yang
kembali, agar didapatkan kembali kandungan berkapasitas 100.000 m3.
koagulan dalam sludge, yang dinamakan Beberapa kelemahan yang diketahui pada
coagulant recovery atau dinamakan juga sistem recovery ini antara lain: Unit
aluminium recovery jika koagulan yang pengolahannya harus cukup besar dan tahan
digunakan adalah alum (yang berbasis terhadap asam, jumlah sludge yang kemungkinan
Aluminium). tidak bereaksi cukup tinggi (tidak berlaku untuk
Salah satu metode yang memungkinkan Prosedur Fulton), dan khususnya produk akhir
adalah alumina sludge recovery. Hal ini mengandung banyak bahan organik. Besar
dianggap sebagai metode masa yang akan datang kemungkinan bahwa hal inilah yang membuat
untuk penanganan lumpur. Istilah “recovery" metode ini tidak cukup terkenal sejauh ini.
terdapat di dalam literatur Cekoslovakia maupun
di dalam terjemahan pekerjaan asing. Dalam Teknologi Pengolahan Lumpur
sumber lain, disebutkan kata “regeneration”. Dalam teknologi pengolahan lumpur, ada
Prinsipnya adalah untuk mendapatkan kembali beberapa unit yang dapat diterapkan seperti
koagulan dari sludge pengolahan air dan untuk settling, thickening, conditioning, dewatering,
menggunakan sludge kembali pada pemrosesan drying, recovery, dan disposal. Semua unit
air. Pada umumnya, alumina sludge diubah tersebut memerlukan biaya yang relatif besar,
menjadi bentuk aluminium sulfat. termasuk unit disposal (pembuangan) yang
Proses recovery menggunakan asam tampaknya murah. Ada kalanya residu tertentu
sulfat sangat sederhana dan murah, namun boleh dibuang ke selokan atau ke dalam pipa air
efisiensi recovery aluminiumnya hanya 40-60%. limbah dengan persyaratan ketat atau dalam
Kerugian dari proses ini adalah kontaminasi kondisi tertentu. Hanya saja di Indonesia cara ini
sebagian terhadap hasil recovery. Pada pH (sebaiknya) tidak diperbolehkan. Karena kalau
diantara 3–3,5 akan mungkin dihasilkan hasil ini terjadi maka semua IPAL domestik akan
recovery yang sesuai dengan kualitas koagulan. cepat dangkal, sehingga memerlukan biaya untuk
Dampak penggunaan koagulan hasil recovery ini pengerukan sekaligus pembuangan lumpurnya ke
sama bahkan lebih baik jika dibandingkan tempat lain. Ini menimbulkan masalah baru dan
menggunakan aluminium sulfat komersial. biaya baru bagi pengelola IPAL. Lain halnya
Setelah di recovery, sludge dihilangkan kalau lumpur tersebut dibuang atau digenangkan
airnya (dewatering) menggunakan vacuum press. di tanah-tanah cekung tetapi tetap harus layak
Jika band press tahan beroperasi pada pH 2,5, agar tidak mencemari air tanahnya atau dilapisi
akan lebih baik menggunakan band press untuk bahan kedap air seperti lempung, geomembran,
proses dewatering. Oleh karena itu, perlu geotekstil sehingga fungsinya serupa dengan
dilakukan uji coba atau dibuat prototype nya. sludge drying bed.
Fulton (1974) menyatakan proses Dari sekian banyak teknologi pengolah
recovery adalah menghilangkan air pada sludge lumpur tersebut, diperlukan analisis kinerja
dan mendaur ulang alumina. Alumina di masing-masing dalam pemilihannya, unit mana
recovery setelah proses asidifikasi dengan yang tepat diterapkan. Pilihan unit ini
menggunakan asam sulfat. Kemudian, bahan dipengaruhi oleh kondisi lokasi, misalnya luas
inert seperti flue ash dapat digunakan untuk lahan, jenis dan kualitas lumpur, kondisi cuaca,
proses penyaringan. Sludge dihilangkan airnya biaya zat kimia, dan tipe disposal atau
menggunakan filter press. Filtrat aluminium pembuangan akhir yang tersedia atau yang harus
sulfat digunakan kembali untuk pengolahan air. disediakan. Seleksi ini pun bergantung pada
Kapur ditambahkan secara berkala pada filter dimensi unitnya (size of plant), biaya konstruksi,
press untuk menetralkan filter press. harga peralatannya (equipment), termasuk faktor
Pada saat proses recovery koagulan operasional seperti zat kimia, listrik, pekerja, dan
aluminium dengan asam sulfat diaplikasikan di kelayakannya. Opsi yang dipilih dari alternatif
Tampa, Florida. Keuntungan yang didapat proses pengolahan lumpur itu harus didasarkan
sekitar 80000 USD untuk 135000 m3 air/hari. pada aspek keuntungan, manfaat dan
Pada unit pengolahan air di Jepang, digunakan pertimbangan keburukan setiap prosesnya dan
koagulan hasil recovery (80%), sebagai contoh

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 22, April 2016 Page | 22


biaya pengolahannya secara keseluruhan. Hal dalamnya terkandung juga padatan yang kaya
yang perlu dalam memilih prosesnya antara lain: kalsium karbonat dan magnesium hidroksida
(1) persyaratan lahan, dengan berat mencapai 2,5 kali berat kapur tohor
(2) operasi di bawah kodisi cuaca yang buruk, yang disuspensikan. Namun sayang, lumpur jenis
(3) variasi debit olahan, ini pun belum ekonomis apabila diolah untuk
(4) mudah dalam operasi dan treatment, mendapatkan kembali mineral-mineralnya.
(5) kualitas lumpur dan supernatannya. Jenis lumpur keempat adalah lumpur dari
filter, baik slow sand filter maupun rapid sand
Untuk memilih jenis teknologi yang tepat, filter. Unit terakhir dalam IPAM di PDAM ini
perlu diketahui dulu jenis lumpurnya. Jenis menghasilkan banyak lumpur dari air pencuci
lumpur pertama adalah lumpur dari unit media filternya. Padatan yang banyak terkandung
prasedimentasi. Lumpur dari prasedimentasi ini di dalam air cucian filter ini antara lain lempung,
dapat saja dikembalikan ke sungai asalkan besi & aluminum hidroksida, kalsium karbonat,
peraturannya ada atau diizinkan oleh undang- pasir halus, dan karbon aktif. Karakteristiknya
undang. Hanya saja di sungai-sungai yang sudah agak berbeda dengan lumpur dari unit yang
dangkal, cara ini akan memperparah menerapkan pelunakan atau aerasi untuk
pendangkalan dan bisa diprotes oleh masyarakat. penyisihan besi dan mangan. Namun demikian,
Yang paling aman adalah dengan memanfaatkan air cucian filter ini relatif encer kadar lumpurnya,
sludge drying bed kemudian dibuang ke tanah- dengan nilai rerata 200 mg/l. Angka ini tentu saja
tanah yang cekung sebagai bahan urugan. Bisa bisa berbeda dari satu instalasi ke instalasi
juga dijadikan penambah lapisan penutup di lainnya, bergantung pada kualitas air baku dan
sanitary landfill (sanfil) meskipun sifatnya lulus modus operasi unitnya.
air dan tidak bisa dijadikan pengganti tanah Meskipun jarang atau belum diterapkan di
penutup berbahan lempung, kecuali semata-mata PDAM, lumpur IPAM juga bisa berasal dari unit
sebagai tempat pembuangan akhir lumpur saja, desalinasi atau pengurangan garam air laut atau
kalau tiada opsi lainnya. air payau. Meskipun demikian, peluang
Jenis lumpur kedua adalah lumpur dari penerapan teknologi desalinasi ini makin besar
sedimentasi dan mixing (koagulasi, flokulasi). karena sumber-sumber air baku yang tawar
Rentang konsentrasi lumpur di unit ini akibat makin sedikit sedangkan kebutuhan domestik
pembubuhan alum dan PAC (polyaluminum dan industri justru makin banyak. Zat kimia yang
chloride) antara 1.000 mg/l dan 17.000 mg/l. banyak di dalam lumpur jenis ini adalah garam-
Massa jenis lumpur alum kering antara 70 dan 99 garam klorida dan sulfat dari kation kalsium,
pounds per cubic foot. Kalau akan dibuang ke magnesium dan natrium. Konsentrasi masing-
sanitary landfill (sanfil) maka kadar padatannya masing dipengaruhi oleh metode desalinasi yang
minimal 20 persen. Lumpur yang dihasilkan oleh diterapkan (mikrofiltrasi, ultrafiltrasi,
garam-garam besi juga ditangani serupa dengan nanofiltrasi, reverse osmosis). Beratnya
penanganan lumpur dari koagulan alum sulfat menerapkan teknologi desalinasi ini karena
ini. Teknologi recovery untuk lumpur ini agar semua unitnya memerlukan pengolahan
diperoleh kembali mineral alum dan besinya pendahuluan untuk menghilangkan kekeruhan,
sudah dijadikan objek penelitian namun hasilnya besi dan mangan agar dapat memperpanjang
belum layak diterapkan karena belum masa operasinya.
menguntungkan. Metode selanjutnya adalah dengan cara
Jenis lumpur ketiga adalah lumpur dari unit lagoon dengan tujuan untuk mengentalkannya.
pelunakan (softening). Karakteristik lumpur jenis Bergantung pada cuaca dan sifat lumpurnya,
ini dipengaruhi oleh konsentrasi ion-ion kadar padatan di dalam lagoon ini berkisar antara
penyebab kesadahan, khususnya kalsium dan 1,0 s.d 17,5 persen. Apabila air tanahnya relatif
magnesium, jenis koagulan yang digunakan dangkal dan dijadikan sumber air minum oleh
dalam proses mixing dan konsentrasi padatan masyarakat maka perlu dilapisi dengan lapisan
(solid) di dalam air bakunya. Kadar padatan kedap air seperti geomembran. Air dapat
dalam lumpur pelunakan ini berkisar antara 2–30 dipisahkan dari lagoon dengan dekantasi. Air
persen atau volume totalnya antara 0,3-6 persen yang didekantasi itu dapat dikembalikan ke
dari volume air baku yang diolah. badan air apabila diizinkan oleh pemerintah
Karakteristiknya selain kaya kalsium, setempat atau bisa juga diresirkulasi. Minimal
magnesium, dan natrium klorida, juga ada besi, dua lagoon dibutuhkan agar dapat terus
mangan dan aluminum dalam jumlah sedikit. Di mengeringkan lumpur secara bergantian. Setelah

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 22, April 2016 Page | 23


cukup kering, lumpur dipindahkan dari lagoon Stirrer, Stirring Plate, pH meter, neraca analitik,
dan digunakan sebagai tanah penutup di sanitary Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) dan
landfill. Lagoon ini harus dipagari agar aman botol sampel.
dari gangguan dan tidak membahayakan anak- .
anak. Prosedur Penelitian
Metode terakhir apabila timbunan Prosedur Penelitian adalah sebagai berikut:
lumpurnya sangat besar, agar proses
pengolahannya menjadi cepat, biasanya a) Persiapan Bahan
digunakan vacuum filter. Teknologi ini cocok 1. Menyiapkan peralatan pengambilan
untuk mengolah lumpur IPAM yang lahannya sampel sludge
sempit tetapi besar volume lumpurnya. Juga 2. Melakukan pengambilan sampel sludge
dapat mengeringkan lumpur dengan tingkat yang pada 3 waktu berbeda yaitu pagi, siang
tinggi dibandingkan dengan metode lainnya. dan malam hari masing-masing sejumlah
Kebutuhan energinya relatif besar dan perlu 2 Liter
tenaga kerja yang memiliki kemampuan (skill) 3. Melakukan pencampuran sampel.
yang tinggi. Lumpur olahannya digunakan untuk 4. Melakukan pengukuran pH dan
memupuk tanah dan dapat ditambahkan zat-zat temperatur sampel sebelum proses
kimia tertentu serta unsur-unsur hara (N, P, K) asidifikasi.
untuk meningkatkan kegunaannya di bidang 5. Melakukan analisis kandungan
pertanian. Akan menjadi lebih berkualitas lagi Aluminium sebelum proses asidifikasi.
kalau dicampur dengan pupuk organik atau
kompos dari sampah domestik sehingga limbah b) Proses Aluminium Recovery
IPAM di PDAM masih dapat dimanfaatkan di 1. Memasukkan sampel ke dalam Beaker
sektor lain. glass sebanyak 150 gram.
2. Melakukan asidifikasi dengan
2. METODOLOGI PENELITIAN penambahan H2SO4 98% hingga pH
larutan menjadi 2.
3. Setelah pH tercapai, masukkan magnetic
stirrer ke dalam beaker glass kemudian
tempatkan pada stirring plate.
4. Mengatur kecepatan pengadukan pada
200 rpm selama 15 menit.
5. Lakukan prosedur percobaan pada
kecepatan 400 rpm, 600 rpm, 800 rpm
dan 1000 rpm.
6. Lakukan pula prosedur percobaan untuk
waktu 30 menit, 45 menit dan 1 jam.
7. Melakukan analisa terhadap pH,
temperatur, dan kandungan aluminium
pada masing-masing larutan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Persentase Aluminium Recovery


Tahap awal penelitian ini adalah
menentukan kandungan logam Aluminium yang
Gambar 1. Bagan Alir Penelitian
terdapat pada sampel Aluminium sludge.
Analisis kandungan logam Al dilakukan dengan
Bahan Penelitian
menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom.
Bahan-bahan yang digunakan, antara lain:
Untuk menganalisisnya, terlebih dahulu
Aluminium Sludge, H2SO4 98%, dan Air Demin
dipisahkan antara solid phase dan liquid phase
nya. Solid phase dari sludge disebut dengan
Peralatan Penelitian
endapan sedangkan liquid phase nya disebut
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian
supernatant. Setelah dilakukan analisis
ini, antara lain: Beaker Glass 600 mL, Magnetic
didapatkan hasil sebesar 8,644 mg Al pada

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 22, April 2016 Page | 24


sludge (per 150 gram sampel uji). Logam Al menunjukkan bahwa proses asidifikasi memang
sepenuhnya berada pada bagian padat dari sludge terbukti dapat digunakan untuk recovery
(solid phase), sedangkan pada supernatant nya alumninium.
memberikan hasil traceless (hampir tidak ada). Persentase recovery aluminium yang
Hal ini menunjukkan bahwa proses koagulasi diperoleh pada penelitian ini terbilang cukup
pada unit pengolahan air berlangsung dengan rendah. Tentunya hal ini disebabkan terdapat
baik. beberapa faktor yang mempengaruhinya..
Menurut Jimenez (2007), jumlah padatan (solid
Tabel 1. Hasil Analisis Aluminium Sludge content) memiliki pengaruh pada hasil recovery
sebelum Asidifikasi aluminium. Terutama untuk rasio antara jumlah
Al dan total solid. Untuk sludge yang rasio
Al/TS nya tinggi, recovery yang diperoleh hanya
sekitar 20-30%. Sedangkan untuk rasio Al/TS
yang lebih rendah, persentase recovery bisa
diperoleh hingga 80%. Pada penelitian ini,
sludge yang digunakan memiliki rasio Al/TS
yang cukup tinggi yaitu 96,04 mg Al/gram TS,
Persentase Aluminium recovery hal inilah yang menjadi salah satu faktor
didefinisikan sebagai rasio berat antara jumlah mengapa recovery alumninium nya hanya
Al yang ada pada supernatant setelah asidifikasi sebesar 22-29 %.
dengan jumlah Al yang ada pada aluminium Faktor lain yang mempengaruhi proses
sludge sebelum asidifikasi. Besarnya persentase recovery aluminium ialah waktu kontak dan
recovery Aluminiun didapatkan dengan kecepatan pengadukan yang digunakan saat
menggunakan rumus sebagai berikut : proses asidifikasi. Penelitian ini membahas lebih
jauh kedua hal tersebut. Berikut ini adalah
Kandungan Al pada supernatant setelah asidifikasi
Al Recovery (% )= diagram batang yang menunjukkan hubungan
Kandungan Al pada Aluminium Sludge awal
antara persentase Aluminium recovery dengan
Tabel 2. Hasil Recovery Aluminium kecepatan pengadukan dan waktu kontak yang
berbeda-beda.

Pengaruh Kecepatan Pengadukan terhadap


Recovery Aluminium

Gambar 2. Hubungan antara Aluminium


Recovery dengan Kecepatan Pengadukan

Dari gambar 2, terlihat bahwa persentase


recovery tidak selalu berbanding lurus dengan
Berdasarkan analisis sludge sebelum bertambahnya kecepatan pengadukan. Pada
asidifikasi, didapatkan hasil bahwa supernatant kecepatan 200 dan 400 rpm, recovery aluminium
awalnya hampir tidak mengandung aluminium cenderung stabil pada berbagai variasi waktu.
sama sekali (traceless). Setelah proses Hasil yang fluktuatif diperoleh pada saat
asidifikasi, rentang persentase Aluminium kecepatan 600 sampai dengan 1000 rpm. Hasil
recovery yang diperoleh sebesar 22-29 %. Hal ini yang diperoleh menunjukkan bahwa persentase

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 22, April 2016 Page | 25


recovery tertinggi diperoleh pada kecepatan 600 lebih dari 30 menit, hanya meningkatkan sedikit
rpm yaitu sebesar 29,12%. recovery aluminium. Dan sebagai pertimbangan
Asidifikasi pada dasarnya adalah jika proses diterapkan pada full-scale project,
berpindahnya kandungan Al dari bagian padat waktu 30 menit ini dinilai lebih optimum karena
dalam sludge menuju bagian filtratnya, atau akan membutuhkan energi yang lebih sedikit jika
dengan kata lain melarutnya kembali logam dibandingkan dengan waktu 45 maupun 60
Aluminium dalam sludge oleh asam. Hasil menit.
penelitian menunjukan bahwa 600 rpm Proses asidifikasi untuk recovery
merupakan kecepatan optimum di mana terjadi aluminium adalah proses yang cukup dikenal.
perpindahan kandungan Al ini secara maksimum Proses ini dapat diaplikasikan untuk
menuju fase cair sludge. Pada kecepatan meminimalkan jumlah lumpur buangan yang
pengadukan di bawah itu, baik 200 maupun 400 dikeluarkan oleh unit pengolahan air. Unit
rpm, pelarutan kembali logam Al dinilai belum pengolahan air yang dimaksud disini tidak hanya
cukup sempurna. Namun di atas angka 600 rpm, terbatas untuk PT Pupuk Sriwidjaja Palembang
persentase recovery mengalami sedikit saja. Namun, dapat juga diaplikasikan untuk unit
penurunan. pengolahan air yang ada di perusahaan air
minum ataupun yang sejenisnya. Selain itu,
Pengaruh Waktu Kontak terhadap Recovery dengan menggunakan proses recovery
Aluminium aluminium ini banyak manfaat yang dapat
diperoleh yaitu dapat menggunakan kembali
recovered aluminium sebagai bahan kimia pada
water/wastewater treatment dan tentunya
mengurangi cemaran mineral dari lumpur
buangan itu sendiri sehingga lebih aman untuk
dibuang ke lingkungan.

4. KESIMPULAN
Persentase recovery aluminium pada proses
asidifikasi aluminium sludge keluaran water
treatment PT Pupuk Sriwidjaja Palembang
Gambar 3. Hubungan antara Aluminium berkisar antara 22-29%. Setelah proses
Recovery dengan Waktu Pengadukan asidifikasi, dengan variabel dan lamanya waktu
dan kecepatan pengadukan, hasil recovery
Dari gambar 3, dapat dilihat bahwa Aluminium optimum yang diperoleh sebesar
persentase recovery cenderung stabil pada 29,12%, pada waktu kontak 30 menit dan
masing-masing waktu pengadukan. Pada kecepatan pengadukan 600 rpm.
kecepatan pengadukan 200 rpm, 600 rpm dan
1000 rpm, recovery terbesar terjadi pada waktu DAFTAR PUSTAKA
pengadukan 30 menit yaitu sebesar 26,61%, Chen, Y. J., et. al. 2011. Effect of Alum Sludge
29,12% dan 25,01%. Hasil yang berbeda Characteristics on the Efficiency of
diperoleh untuk kecepatan 400 dan 800 rpm, Coagulants Recovery by Acidification.
recovery terbesar terjadi pada waktu pengadukan Proceedings of the International
60 dan 45 menit yaitu sebesar 25,36% dan Conference on Solid Waste, Hong Kong
27,15%. Jika dilihat kembali, maka waktu SAR, P. R., China, 2-6 May 2011.
pengadukan minimal yang baik untuk proses Fulton, George P. 1974. Recover Alum to Reduce
asidifikasi ini sekitar 30 menit. Karena Waste-Disposal Costs. Journal American
peningkatan recovery tidak terjadi secara Water Works Association, Vol. 66, No. 5,
signifikan pada waktu pengadukan lebih dari 30 The Environment (May 1974).
menit. Untuk waktu pengadukan kurang dari 30 Jimenez, B., Martinez, M., dan Vaca M. 2007.
menit, proses asidifikasi dinilai belum terjadi Alum Recovery and Wastewater Sludge
secara optimal. Stabilization with Sulfuric Acid: Mixing
Xu (2009) juga melakukan penelitian Aspects. Universidad Nacional Autónoma
terkait waktu pengadukan (mixing time) dalam de México.
proses recovery aluminium ini dan mendapatkan Nair, Abhilash T., dan M. Mansoor Ahammed.
hasil yang sama. Bahwa pengadukan pada waktu 2014. Coagulant Recovery from Water

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 22, April 2016 Page | 26


Treatment Plant Sludge and Reuse in
post-Treatment of UASB Reactor Effluent
Treating Municipal Wastewater. Sardar
Vallabhbhai National Institute of
Technology, Surat, Gujarat, India.
Verlicchi P., Masotti L. 2012. Reuse of Drinking
Water Treatment Plants Sludges in
Agriculture: Problems, Perspectives, and
Limitations. Department of Engineering,
University of Ferrara, Italy.
Xu, G. R., et. al. 2008. Recycle of Alum
Recovered from Water Treatment Sludge
in Chemically Enchanced Primary
Treatment. State Key Laboratory of
Urban Water Resource and Environtment,
Harbin Institute of Technology, China.

Jurnal Teknik Kimia No. 2, Vol. 22, April 2016 Page | 27

Anda mungkin juga menyukai