Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“Skrining Fitokomia Uji Terpenoid”

Disusun Untuk Memenuhu Tugas

Mata Kuliah : Fitokimia

Dosen Pengajar : Hartika Samgryce Siagian, M.Si

Disusun Oleh : Kelompok II


Anggota : -1.Amalia (1848201001)
-2.Nurul Adibah (1848201008)

PROGRAM STUDI FARMASI


UNIVERSITAS IMELDA MEDAN (UIM)
2020
Kata Pengantar

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME atas
limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai
“Skrining Fitokomia Uji Terpenoid” ini dengan lancer. penulisan ini bertujuan untuk
memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen matakuliah kimia medisinal serta agar
menambah ilmu pengetahuan tentang Skrining Fitokomia Uji Terpenoid”
Makalah ini ditulis dari hasil penyusunan data-data sekunder yang kami perolehdari
buku panduan, serta informasi dari media massa yang berhubungan dengan “Skrining
Fitokomia Uji Terpenoid”.

Kami harap makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Memang makalah
ini masih jauh dari sempurna, maka kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi
perbaikan menuju arah yang lebih baik.
Daftar Isi

Cover Makalah…………………………………………………………………………1

Kata Pengantar ………………………………………………………………………...2

Daftar Isi……………………………………………………………………………….3

Bab I Pendahuluan……………………………………………………………………..4

Bab II Pembahasan

2.1 Alat dan Bahan……..………………………………………………….5


2.2 Cara kerja……………………………………………………………….5

Bab III Penutup

Kesimpulan……………………………………………………………………..12

Daftar Pustaka………………………………………………………………………….13
BAB I
PENDAHULUAN
Wilayah pantai dan pesisir mempunyai sifat dan ciri yang unik yaitu merupakan
wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut serta mengandung kekayaan sumber daya
alam yang beranekaragam seperti ekosistem hutan mangrove (Fahriansyah dan Yoswaty,
2012). Menurut Soemardji, et al (2002), Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang
mempunyai keanekaragaman hayati berupa tumbuhan yang banyak digunakan sebagai obat
tradisional. Beberapa bagian dari mangrove bermanfaat sebagai obat. Ekstrak dan bahan
mentah dari mangrove telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat pesisir untuk keperluan
obat-obatan alamiah.
Patil, et al (2012) menyatakan bahwa Excoecaria agallocha L., family Euphorbiaceae,
terdistribusi secara luas di daerah pesisir laut dan tepi-hutan bakau di seluruh daerah tropis
Afrika, Asia, dan laut Tanaman dari genus Excoecaria terdiri hampir 40 spesies yang
terdistribusi di seluruh daerah bakau tropis Afrika, Asia dan Australia barat laut. Spesies yang
paling banyak dilaporkan adalah bakau Excoecaria agallocha Linn.Australia. Tanaman ini
dikenal berperan penting dalam segi ekonomis, ekologis serta perannya dalam obat-obatan.
Getah dari tanaman ini telah digunakan sebagai obat pencahar dan aborsi, serta dalam
pengobatan maag, rematik, lepra dan kelumpuhan. Daun dan getah dari pohon ini telah
digunakan sebagai racun ikan di beberapa negara seperti India, Kaledonia Baru dan Malaysia.
Kulit dan kayu tanaman ini digunakan sebagai obat untuk perut kembung di Thailand (Poorna
et al., 2011).
Beberapa penelitian pada bagian pohon kayu Buta-buta didapatkan kandungan
metabolit sekunder antara lain alkaloid, flavonoid, steroid, saponin dan terpenoid. Sejumlah
senyawa terpenoid telah diisolasi dari bagian kulit batang, daun dan getahnya. Serangkaian
diterpenoid, triterpenoid derivatif juga telah diisolasi dari beberapa bagian dari pohon E.
agallocha yang telah terbukti bioaktif terhadap serangga dan parasit. Terpenoid dan steroid
pada bagian akar tanaman ini telah diketahui melalui uji pendahuluan fitokimia Namun,
isolasi terpenoid dari akar pohon ini belum dilakukan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
dilakukan isolasi dan karakterisasi senyawa terpenoid dari akar pohon kayu Buta-buta dengan
menggunakan spektrofotometri Fourier Transform-Infra Red (FT-IR).
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
2.1 Alat dan Bahan
Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain seperangkat alat gelas, neraca analitik Ohaus
PioneerTM, seperangkat alat KKG, KLT, KVC, pipet tetes, rotary evaporator Heidolph
Laborota 4000 efficient, spektrofotometer Fourier Transform-Infra Red (FT-IR ) Prestige-21
Shimadzu.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan antara lain asam klorida p.a, asam sulfat p.a, asam
asetat p.a, pelarut teknis : etil asetat, metanol, n-heksana, serbuk magnesium, pereaksi Meyer
dan Wagner, pereaksi Lieberman-Buchard, silika gel G-60 Merck, dan plat KLT UV.

2.2 CARA KERJA


Preparasi Sampel
Sampel akar pohon kayu Buta-buta (E. agallocha) yang diambil dari desa Sungai Mas,
Kecamatan Sebangkau, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Tumbuhan Buta-buta
dideterminasi di Laboratorium Biologi FMIPA Universitas Tanjungpura. Sampel akar kering
yang telah dibersihkan, kemudian dihaluskan.
Ekstraksi dan Partisi Ekstraksi
menggunakan metode maserasi. 1,1 kg akar Buta-buta direndam menggunakan
metanol selama 3x24 jam Maserat disaring dan ditampung lalu dikentalkan dengan rotary
evaporator. Ekstrak kental metanol yang dipartisi secara bertahap dengan pelarut n-heksana
dan etil asetat. Skrining Fitokimia
a. Uji Alkaloid
Ekstrak akar kayu Buta-buta diteteskan pada dua plat tetes. Satu bagian dijadikan
sebagai kontrol dan bagian kedua ditetesi dengan pereaksi Mayer dan bagian ketiga ditetesi
dengan pereaksi Wagner. Alkaloid dinyatakan positif apabila pada ekstrak yang ditetesi
pereaksi Mayer berwarna putih serta pada bagian yang ditetesi pereaksi Dragendorf berwarna
coklat kekuningan maka keduanya positif mengandung alkaloid.
b. Uji Flavonoid
Uji flavonoid dilakukan dengan cara menambahkan asam klorida pekat dan logam Mg
pada ekstrak. Tes positif bila terjadi warna merah-jingga.
c. Uji Saponin
Uji saponin dilakukan dengan mengocok lapisan air dalam tabung reaksi bila
terbentuk busa yang tahan selama lebih kurang 15 menit berarti positif untuk uji saponin.
d. Uji Terpenoid dan Uji Steroid
Uji terpenoid dan steroid dengan cara sampel ditambahkan asetat anhidrat dan asam
sulfat pekat. Uji positif menunjukkan golongan senyawa terpenoid dengan terbentuknya
warna merah keunguan dan warna biru dan hijau untuk steroid.
Isolasi dan Pemurnian
Isolasi dan pemurnian ekstrak dilakukan dengan beberapa metode, yaitu Kromatografi
Lapis Tipis (KLT), Kromatografi Vakum Cair (KVC), dan Kromatografi Kolom Gravitasi
(KKG):
Kromatografi Vakum Cair (KVC)
Ekstrak dielusi menggunakan KLT untuk menentukan eluen yang pola pemisahannya
paling baik. Fase diam yang digunakan adalah silika gel G60 F254 dan fasa gerak n-
heksana :etil asetat (8:2) (6:4) (4:6)(2:8);etil asetat 100%; etil asetat: metanol (8:2)(6:4)(4:6)
(2:8) ; metanol 100%. Fraksi tersebut kemudian dipisahkan dengan Kromatografi Vakum
Cair (KVC). Masing-masing eluen yang digunakan adalah 100 ml. Fraksi hasil pemisahan
ditampung setiap 100 ml.
Kromatografi Kolom Gravitasi (KKG)
Sebelum dilakukan kromatografi kolom, dilakukan terlebih dahulu KLT. Tujuannya
adalah untuk menentukan senyawa yang positif mengandung terpenoid dengan menggunakan
reagen semprot Lieberman-buchard. Selanjutnya fraksi positif terpenoid ini dielusi dengan
Kromatografi Kolom Gravitasi dengan eluen bergradien yaitu : n-heksana:etil asetat (8:2)
(6:4)(4:6)(2:8); etil asetat 100%; etil asetat:metanol (8:2)(6:4)(4:6)(2:8); metanol 100%. Eluat
hasil pemisahan ditampung setiap 5 ml. Eluat dianalisis menggunakan KLT untuk melihat
kesamaan pola pemisahan untuk selanjutnya digabungkan.
Karakterisasi Isolat
menggunakan Spektrofotometri Fourier Transform-Infra Red (FT-IR) Isolat yang
diperoleh dianalisis menggunakan spektrofotometer FT-IR. . HASIL DAN PEMBAHASAN
Sampel serbuk akar pohon kayu Butabuta (E. agallocha) sebanyak 1,1 kg yang telah
dimaserasi menghasilkan sebanyak 100,7612 gr. Sebanyak 85,2339 gr dilarutkan kembali
dalam 700 mL metanol dan dipartisi dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang
yaitu n-heksana dan etil asetat.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
Skrining fitokimia
Tabel 1. Hasil Skrining Fitokimia

Penentuan alkaloid hasil yang didapatkan untuk penambahan reagen mayer negatif
untuk semua fraksi. Menurut Marliana, et al (2005), hasil positif alkaloid pada uji Mayer
ditandai dengan terbentuknya endapan putih. Diperkirakan endapan tersebut adalah kompleks
kaliumalkaloid. Pada pembuatan pereaksi Mayer, larutan merkurium (II) klorida ditambah
kalium iodida akan bereaksi membentuk endapan merah merkurium (II) iodida. Jika kalium
iodida yang ditambahkan berlebih maka akan terbentuk kalium tetraiodomerkurat (II)
(Svehla, 1990).
Alkaloid mengandung atom nitrogen yang mempunyai pasangan elektron bebas
sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalen koordinat dengan ion logam
(McMurry, 2004). Pada uji alkaloid dengan pereaksi Mayer diperkirakan nitrogen pada
alkaloid akan bereaksi dengan ion logam K+ dari kalium tetraiodomerkurat(II) membentuk
kompleks kalium-alkaloid yang mengendap. Endapan inilah yang tidak terbentuk pada uji
yang dilakukan pada semua fraksi, sehingga dapat dikatakan semua fraksi negatif terhadap
alkaloid dengan pereaksi mayer.
Hasil positif alkaloid untuk semua fraksi pada uji Wagner ditandai dengan
terbentuknya endapan coklat muda sampai kuning. Diperkirakan endapan tersebut adalah
kalium- alkaloid. Pada pembuatan pereaksi Wagner, iodin bereaksi dengan ion Idari kalium
iodida menghasilkan ion I3 - yang berwarna coklat. Pada uji Wagner, ion logam K+ akan
membentuk ikatan kovalen koordinat dengan nitrogen pada alkaloid membentuk kompleks
kalium-alkaloid yang mengendap.
Uji flavonoid dilakukan dengan penambahan serbuk Mg dan HCl pekat pada tiap
fraksi, hasil positif terhadap flavonoid ditunjukkan dengan terbentuknya warna jingga sampai
merah. Hasil uji flavonoid didapatkan negatif untuk fraksi nheksan dan fraksi etil asetat dan
positif untuk fraksi metanol dan pada ekstrak kasar.
Uji terpenoid-steroid dilakukan dengan dengan menggunakan pereaksi
liebermanbuchard menghasilkan positif terhadap terpenoid untuk semua fraksi. Hasil yang
didapatkan untuk fraksi n-heksan dan fraksi etil asetat pada penambahan liebermanbuchard
menghasilkan positif terhadap steroid yang ditandai dengan terbentuknya warna hijau pada
fraksi. Penambahan lieberman-buchard pada fraksi metanol dan ekstrak kasar juga
menghasilkan positif terhadap terpenoid. Hal ini dapat dilihat dari warna merah-keunguan
yang terbentuk.
Pengujian saponin dilakukan dengan diberikan perlakuan yang sama pada setiap
fraksi yaitu setiap fraksi dilarutkan dengan setiap pelarutnya lalu dipanaskan dan dikocok.
Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya busa yang bertahan cukup lama setlah
pengocokkan selama 15 menit (Harborne, 1987). Untuk fraksi n-heksana terbentuk dua fasa
dan terbentuk busa. Pada fraksi etil asetat terbentuk warna kuning susu dan sedikit berbusa
sedangkan untuk fraksi metanol adanya warna orange susu tetapi tidak terbentuk busa.
Namun, dari keseluruhan busa yang terbentuk dari setiap fraksi, busa hanya bertahan dalam
waktu yang sangat singkat sehingga diduga busa yang terbentuk adalah hasil dari
pengocokkan yang dilakukan bukan karena saponin yang terkandung.
Isolasi dan Pemurnian
Fraksi yang selanjutnya digunakan untuk isolasi dan pemurnian adalah fraksi metanol.
Hal ini dikarenakan pada fraksi metanol menunjukkan hasil positif terhadap terpenoid pada
uji pendahuluan fitokimia. Proses pemisahan dan pemurnian dilakukan dengan metode
kromatografi kolom. Sebelum pemisahan dan pemurnian dilakukan terlebih dahulu fraksi
dianalisis menggunakan KLT, analisis ini bertujuan untuk menentukan pelarut yang akan
digunakan pada saat pemisahan dengan KVC dan KKG.

Gambar 1. Hasil Kromatografi Lapis Tipis untuk penentuan pelarut

Fraksi metanol diuji kemampuan distribusinya menggunakan KLT untuk


mendapatkan pola pemisahan yang baik dengan pelarut n-heksana : etil asetat dan metanol
dengan perbandingan n-heksana : etil asetat (8:2)(6:4)(4:6)(2:8);etil asetat 100%; etil asetat :
metanol (8:2) (6:4) (4:6) (2:8); metanol 100%. Dari hasil KLT yang dilakukan didapatkan
pola pemisahan dan didapatkan eluen yang akan digunakan untuk KVC yaitu eluen dengan
perbandingan n-heksana : etil asetat dan metanol dengan perbandingan n-heksana : etil asetat
(8:2) (6:4) (4:6) (2:8) ; etil asetat 100%;etil asetat:metanol (8:2) (6:4) (4:6) (2:8); metanol
100%. Dalam hal ini eluen dengan kandungan n-heksan 100% tidak digunakan untuk
perlakuan selanjutnya dikarenakan pada n-heksan 100% tidak terdapat pola pemisahan pada
ekstrak yang digunakan.
Pemisahan pertama dilakukan dengan menggunakan KVC dengan diameter kolom 3
cm dan tinggi 16 cm. Kolom yang digunakan diisi dengan silika terembankan dengan
perbandingan 5gr : 5gr dan silika kosong dengan perbandingan 1:4 yaitu 5 gr : 20 gr dengan
tinggi silika kosong 6 cm dan tinggi silika terembankan 1 cm, kemudian dielusi dengan eluen
yang telah didapat dari KLT preparatif dengan volume 100 mL setiap kali elusi dan
dihasilkan 10 fraksi.

Gambar 2. Hasil KLT hasil KVC


Fraksi yang dihasilkan kemudian di KLT untuk melihat pola kromatogram yang sama
sehingga dapat digabungkan dan didapatkan 4 fraksi gabungan.

Gambar 3. Hasil KLT fraksi gabungan, (a) Hasil KLT setelah diterangi lampu UV, (b) Hasil
KLT setelah disemprot reagen spesifik Lieberman-buchard.

Penentuan senyawa terpenoid dilakukan dengan KLT menggunakan reagen semprot


Lieberman-buchard terhadap keempat fraksi gabungan. dan didapatkan fraksi dengan kode
F2 sebanyak 5,0023 gr kemudian dilakukan pemurnian kembali dengan KKG dengan eluen
yang sama dengan yang digunakan untuk KVC. Hasilnya ditampung setiap 5 mL dan
didapatkan sebanyak 88 fraksi yang kemudian dilakukan KLT untuk melihat pola pemisahan
yang mempunyai kemiripan sehingga dapat digabungkan sehingga didapatkan 9 fraksi
gabungan.
Gambar 4. Hasil KLT fraksi gabungan hasil KKG setelah disemprot reagen spesifik
Leberman-buchard dan di terangi lampu UV.(eluen Nheksana : Etil Asetat ; 2:8)

Hasil yang didapatkan dari hasil KLT didapatkan adanya pendaran saat sampel
disinari UV. Menurut Irianti, et al (2011), Suatu senyawa yang berpendar pada
UVmengidentifikasikan adanya gugus karbonil, fenolik, atau gugus lain yang mengandung
setidaknya 2 ikatan rangkap terkonjugasi.
Fraksi yang positif mengandung terpenoid dengan noda tunggal ini kemudian
dilakukan KLT kembali dengan eluen yang mempunyai perbedaan kepolaran untuk melihat
kemurniannya. Dalam ini digunakan eluen etil asetat:metanol (8:2).

Gambar 5. Hasil KLT dengan eluen etil asetat:metanol (8:2)


Hasil KLT yang didapatkan, diperkirakan isolat F2,1 merupakan suatu isolat yang
relatif murni secara KLT yang selanjutnya akan dikarakterisasi dengan menggunakan
Spektrometer FT-IR.
Analisis Spektrum Inframerah
Spektrum FT-IR isolat F2,1 menunjukkan adanya pita-pita dalam daerah serapan pada
daerah bilangan gelombang 3456,44 cm-1 , mengindikasikan adanya gugus hidroksil -OH,
pita serapan pada bilangan gelombang 2924,09 cm-1 menunjukkan adanya regangan C-H dari
CH3, 2862,36 cm-1 diduga adalah regangan dari C-H. Adanya gugus fungsi karbonil (C=O)
diindikasikan dengan munculnya serapan pada daerah bilangan gelombang 1712,79 cm-1 .
Serapan lemah pada bilangan gelombang 1643,35 dan 1512,19 cm-1 meng-indikasikan
adanya gugus C=C aromatik. Bilangan gelombang 1273,02 dan 1226,73 cm-1 menunjukkan
adanya serapan C-O.
Gambar 6. Spektrum FT-IR
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, karakterisasi isolat menggunakan
spektrofotometer FT-IR menunjukkan adanya serapan gugus -OH (3456,44 dan 3410,15 cm-
1 ), C-H alifatik (2924,09 dan 2862,36 cm-1 ), C=O (1712,79 cm-1 ), C-O (1273,02 dan
1226,73 cm-1 ), dan C=C aromatik (1643,35 dan 1512,19 cm-1 ).
DAFTAR PUSTAKA
Fahriansyah dan Yoswaty, D., 2012, Pembangunan Ekowisata di Kecamatan Tanjung Balai
Asahan, Sumatera Utara : Faktor Ekologis Hutan Mangrove, Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis, 4 (2) :346-359. Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia : Penuntun
Cara Modern Menganalisis Tumbuhan, Penerjemah: Padmawina ta K. dan Soediro, I,
Terbitan ke-2, Penerbit ITB, Bandung.

Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia : Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan,
Penerjemah: Padmawina ta K. dan Soediro, I, Terbitan ke-2, Penerbit ITB, Bandung.

Irianti, T.; Puspitasari, A.; Suryani, E., 2011, Aktivitas Penangkapan Radikal 2,2- Difenil-1-
Pikrilhidrazil oleh Ekstrak Etanolik Batang Brotowali (Tinospora crispa (L.) Miers)
dan FraksiFraksinya, Majalah Obat Tradisional, 16(3), 139-146

Marliana, D.S.; Suryanti, V. dan Suyono., 2005, Skrining Fitokimia dan Analisis
Kromatografi Lapis Tipis Komponen Kimia Labu Siam (Sechium edule Jacq. Swartz)
dalam Ekstrak Etanol, Biofarmasi. 3 (1) : 26-31.

McMurry, J.; dan Fay, R.C., 2004, McMurry Fay Chemistry, Edisi Keempat, C.A : Pearson
Education International, Belmont.

Patil, R.C.; Manohar, S.M.; Katchi, V.I.; Rao, A.J., 2012, Ethanolic Stem Extract of
Excoecaria agallocha Induces G1 Arrest or Apoptosis in Human Lung Cancer Cells
Depending on Their P53 Status, Taiwania. 57 (2): 89-98.

Poorna, C.A.; Resmi, M.S.; Soniya, E.V., 2012, In Vitro Antioxidant Analysis and the DNA
Damage Protective Activity of Leaf Extract of the Excoecaria agallocha Linn.
Mangrove Plant, International Journal of Agricultural Chemistry, 1(4) : 1-6.

Soemardji, A.A.; Endang, K.; Cucu, A., 2002, Toksisitas Akut dan Penentuan DL50 Oral
Ekstrak Air Daun Gandarusa (Justicia gendarussa Burm. F.) pada Mencit Swiss
Webster, Matematika dan Sains Journal, 7 (2) : 57-62.

Svehla, G., 1990, Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro, Edisi
kelima. Penerjemah: Setiono, L. dan Pudjaatmaka, A.H., Kalman Media Pustaka,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai