Anda di halaman 1dari 12

CASE REPORT SESSION

OSTEOARTHRITIS

Preseptor:

Syarief Hidayat, dr., SpPD-SpJP

Eka Surya Nugraha, dr., SpPD

Oleh:
Annisa Nadia Azka
Hafiz Aziz

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RSUP DR. HASAN SADIKIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2018
OSTEOARTHRITIS

Definisi

Osteoarthritis (OA) merupakan bentuk kegagalan sendi, dimana struktur sendi

mengalami proses patologis. Secara prevalensi OA terjadi 12% pada usia di atas 60 tahun,

dan terjadi 6% pada usia di atas 30 tahun.

Etiologi

OA dapat disebabkan oleh OA primer atau idiopatik yang penyebabnya tidak

diketahui dan tidak berhubungan dengan penyakit sistemik maupun perubahan lokal pada

sendi. OA juga dapat disebebkan karna keadaan sekunder dimana adanya kelainan endokrin,

inflamasi, metabolik, pertumbuhan, dan herediter. Faktor resiko terjadinya OA dapat

disebabkan antara lain: trauma, sprain, strain, dislokaso, fraktur, stres mekanik yang

berkepanjangan, gangguan neurologis, deformitas kongenital, obesitas, dan obat-obatan

(colchicine, steroids). Kapsul sendi dan ligamen berfungsi sebagai proteksi terhadap gesekan

dan fiksasi gerakan sendi. Cairan sinovial mengurangi friksi antar kartilago sendi. Kulit dan

tendon memiliki sensor mekanoreseptor. Otot dan dan tendon menimalisir dan distribusi dari

tekanan di sendi. Matriks terdiri dari kolagen tipe 2 dan aggrecan. Sitokin  induksi

kondrosit  sintesis PGE2, NO  degradasi matriks.

Manifestasi Klinis

Pasien OA sering mengalami keluhan seperti nyeri sendi yang bertambah dengan

gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Terdapat hambatan gerakan sendi, kaku pada

pagi hari. Krepitasi dapat terdengar ketika pasien menggerakkan sendi. Terdapat perbesaran
sendi karna adanya pembengkakakan pada sendi. Perubahan gaya berjalan karna terdapat

deformitas atau kekakuan pada sendi.

Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik berkaitan

dengan keluhan dan temuan yang diderita pasien. Radiografi juga dapat dilakukan untuk

menemukan adanya penyempitan celah sendi yang asimetris, sklerosis, kista tulang, osteofit

pada pinggir sendi, perubahan struktur anatomi sendi. Klasifikasi pada OA dapat dibagi

sebagai berikut : 0 (normal, tanpa osteofit), 1 (ragu-ragu, sedikit osteofit), 2 (ringan, osteofit

kecil, ruang antar sendi normal), 3 (sedang, osteofit sedang, ruang antar sendi berkurang), 4

(berat, osteofit besar, ruang antar sendi sangat berkurang, disertai sklerosis.

Terapi

Terapi yang dapat diberikan pada pasien OA dapat berupa farmakologik dan non-

farmakologik. Terapi non-farmakologik yang dapat dilakukan adalah menghindari aktifitas

yang berlebihan terhadap sendi sehingga menyebabkan sakit. Kemudian pasien dapat

meningkatkan kekuatan otot dan sendi, juga dapat menggunakan brace atau splint untuk

mendistribusikan tekanan. Terapi farmakologik yang dapat diberikan berupa pemberian

parasetamol, NSAID (ibuporfen, naproxen, salsalate), opiates, capsaicin, injeksi intraarticular

(steroid, hyaluronas).
GOUT ARTHRITIS

Definisi

Merupakan penyakit heterogen sebagai akibat deposisi kristal monosodium urat pada

jaringan atau akibat supersaturasi asam urat didalam cairan ekstraselular. Gangguan

metabolism yang mendasarkan gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai

peninggian kadar urat lebih dari 7,0 ml/dl dan 6,0 mg/dl.

Epidemiologi

Gout merupakan penyakit dominan pada pria dewasa dan jarang sebelum masa

remaja. Prevalensi gout di Amerika adalah 13.6/1000 pria dan 6.4/1000 perempuan.

Prevalensinya meningkat seiring bertambah taraf hidup.

Patogenesis

Terdapat peranan temperature, PH dan kelarutan urat untuk timbul seragan gout akut.

Menurunnya kealrutan sodium urat pada temperature lebih rendah pada sendi perifer seperti

kaki dan tangan dapat menjelaskan mengapa kristal MSU diendapkan pada kedua tempat

tersebut. Predileksi untuk pengendapan kristal berhubungan juga dengan trauma ringan yang

berulang-ulang pada daerah tersebut. Kecepatan difusi molekul urat dari ruang synovia

kedalam plasma hanya setengah kecepatan air. Dengan demikian konsentrasi urat dalam

cairan sendi seperti MTP-1 menjadi seimbang dengan urat dalam plasma pada siang hari

selanjutnya bila cairan sendi diresorbsi waktu berbaring, akan terjadi peningkatan kadar urat

lokal. Peradangan atau inflamasi merupakan reaksi pertahanan tubuh non spesifik untuk

menghindari kerusakan jaringan akibat agen penyebab. Tujuannya adalah untuk mentralisir

dan menghancurkan agen penyebab, juga mencegah perluasan agen penyebab ke jaringan

yang lebih luas.


Manifestasi Klinik

Terdiri dari artritis gout akut, interkritikal gout dan gout menahun dengan tofi.

Radang sendi pada stadium aku timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Pasien tidur tanpa

ada gejala, pada saat bangun pagi terasa sakit yang hebat dan tidak dapat berjalan. Biasanya

bersifat monoartikuler dengan keluhan utama berupa nyeri, bengkak, hangat, merah. Faktor

pencetus serangan akut antara lain berupa trauma lokal, diet tinggi purin, kelelahan fisik,

stress, tindakan operasi, pemakaian obat diuretic atau penurun dan peningkat asam urat.

Pada stadium interkritikal yang merupakan kelanjutan stadium akut dimana terjadi

periode interkritik asimptomatik. Walaupun secara klinis tidak didapatkan tanda peradangan

akut, namun pada aspirasi sendi ditemukan kristal urat. Pada manajemen yang tidak baik,

maka keadaan interkritik akan berlanjut menjadi stadium menahun dengan pembentukan tofi.

Pada stadium gout menahun biasanya disertai tofi yang banyak dan poliartikular. Tofi dapat

pecah dan sulit sembuh dengan obat, kadang dapat terjadi infeksi sekunder.

Diagnosis

Dengan menemukan kristal urat dalam tofi merupakan diagnosis spesifik untuk gout.

Akan tetapi tidak semua pasien mempunyai tofi, perlu ada temuan-temuan seperti : riwayat

inflamasi klasik artritis monoartikuler khusus pada sendi MTP-1, diikuti oleh stadium

interkritik di mana bebas symptom, resolusi synovitis yang cepat dengan pengobatan

kolkisin, dan hiperurisemia.

Penatalaksanaan

Kita dapat memberikan edukasi, pengaturan diet, istirahat sendi, dna pengobatan.

Pengobatan dilakukan secara dini agar tidak terjadi kerusakan sendi. Untuk terapi

farmakologis pasien dapat diberikan kolkisin, NSAID, kortikosteroid, atau hormone ACTH.
Obat penurun asam urat seperti alupurinol tidak boleh diberikan pada stadium akut, namun

bagi yang rutin mengkonsumsinya sebaiknya tetap diberikan.


RHEUMATOID ARTHRITIS

Definisi

Rheumatoid arthritis (RA) merupakan suatu penyakit auto imun yang ditandai oleh

adanya inflamasi sistemik kronik dan progresif dan sendi merupakan target utamanya.

Epidemiologi

Angka kejadian rheumatoid arthritis lebih sering terjadi pada perempuan

dibandingkan laki-laki dengan rasio 3:1. Penyakit ini dapat terjadi pada semua kelompok

umur dengan angka kejadian tertinggi terjadi pada dekade keempat dan kelima.

Etiologi

1. Faktor genetik

Etiologi dari rheumatoid arthritis belum diketahui secara pasti. Namun, terdapat

interaksi antara faktor genetik dan faktor lingkungan. Gen yang diduga berperan

penting pada penyakit ini adalah HLA-DRB1 dan HLA-DRB4.

2. Hormon seks

Prevalensi penyakit rheumatoid arthritis lebih besar terjadi pada perempuan

dibandingkan laki-laki sehingga diduga terdapat peran penting hormon seks pada

penyakit ini. Menurut hasil penelitian, terdapat perbaikan gejala dari penyakit ini pada

ibu hamil. Hal tersebut diduga karena adanya peran aloantibodi dalam sirkulasi

maternal yang menyerang gen HLA-DR. selain itu, adanya dehidroepiandrosteron

(DHEA) juga diduga dapat mensupresi respon imun selular maupun humoral.

3. Faktor infeksi

Beberapa virus dan bakteri juga diduga berperan menjadi penyebab penyakit

rheumatoid arthritis. Organisme tersebut diduga merubah respon sel T sehingga

menimbulkan penyakit tersebut.


Faktor Risiko

Faktor risiko terjadinya penyakit rheumatoid arthritis, antara lain berjenis kelamin

perempuan, memiliki umur lebih tua, dan memiliki riwayat keluarga yang menderita penyakit

yang sama.

Patogenesis

Kerusakan sendi pada rheumatoid arthritis berawal dari proliferasi makrofag dan

fibroblas sinovial karena adanya faktor autoimun atau infeksi. Kemudian, limfosit

menginfiltrasi daerah perivaskular dan terjadi proliferasi sel-sel endotel lalu terjadi

neovaskularisasi. Pembuluh darah pada sendi yang terlibat mengalarni oklusi oleh bekuan

kecil atau sel-sel inflamasi. Terjadi pertumbuhan yang iregular pada jaringan sinovial yang

mengalami inflamasi sehingga membentuk jaringan pannus. Pannus menginvasi dan merusak

rawan sendi dan tulang. Berbagai macam sitokin, interleukin, proteinase dan faktor

pertumbuhan dilepaskan, sehingga mengakibatkan destruksi sendi dan komplikasi sistemik.

Manifestasi Klinis

Pada penyakit ini, manifestasi klinik dapat terjadi pada artikular (sendi) ataupun di luar sendi

(ekstraartikular).

1. Manifestasi artikular

Pasien dengan penyakit ini biasanya datang dengan keluhan nyeri dan kaku pada

banyak sendi. Selain itu, ditemukan tanda-tanda kardinal inflamasi, seperti nyeri,

bengkak, kemerahan, dan teraba hangat.

2. Manifestasi ekstraartikular

Manifestasi ini dijumpai pada pasien dengan titer faktor rheumatoid tinggi.

Manifestasi yang dapat terlihat antara lain: nodul rheumatoid di kulit, sjogren

syndrome di mata, pericarditis, efusi pleura, dll.


Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi antara lain anemia, gangguan pada mata, deformitas pada

sendi, vaskultis, dan juga anemia.

Pemeriksaan Penunjang Diagnostik

Pemeriksaan penunjang yang dapat diperiksa pada pasien rheumatoid arthritis antara lain:

1. Pemeriksaan darah perifer lengkap

2. Faktor rheumatoid

3. C-reactive protein dan laju endap darah: umumnya hasilnya meningkat

4. Pemeriksaan pencitraan: plain radiograph dan MRI

Kriteria Diagnostik

Kriteria diagnostik dengan menggunakan ACR 2010, yaitu

Pasien dikatakan rheumatoid arthritis apabila score-nya >=6.

Terapi
Tujuan terapi bagi penderita rheumatoid arthritis adalah:

1. Mengurangi nyeri

2. Mempertahankan status fungsional

3. Mengurangi inflamasi

4. Mengendalikan keterlibatan sistemik

5. Proteksi sendi & struktur ekstraartikular

6. Mengendalikan progresivitas penyakit

7. Menghindari komplikasi

Terapi pada penderita rheumatoid arthritis terbagi menjadi dua, yaitu:

1. Terapi non farmakologik

 Pemberian suplemen asam lemak esensial

 Edukasi dan pendekatan multidisplin dalam perawatan penderita

 Pembedahan, apabila terdapat nyeri berat karena kerusakan sendi yang

ekstensif, keterbatasan gerak dan fungsi yang berat ataupun ada ruptur tendon.

2. Terapi farmakologik

 NSAID

Obat ini digunakan sebagai terapi awal untuk mengurangi nyeri dan

pembengkakan.

 Glukokortikoid

Dosis kurang dari 10 mg per hari cukup efektif untuk meredakan gejala dan

dapat memperlambat kerusakan sendi. Dosis steroid harus dibenkan dalam

dosis minimal karena risiko tinggi mengalarni efek samping seperti

osteoporosis, katarak, gejala Cushingoid, dan gangguan kadar gula darah.

ACR merekomendasikan bahwa penderita yang mendapat terapi


glukokortikoid harus disertai dengan pemberian kalsium 1500 mg dan vitamin

D 400 - 800 IU per hari.

 Disease-Modifying AntiRheumatic Drugs (DMARD)

Pemberian DMARD harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu kepatuhan,

beratnya penyakit, adanya penyakit penyerta, dll. DMARD yang paling MTX,

hidroksiklorokuin, sulfasalazin, leflunomide, infliximab dan etanercept.

Sulfasalazin atau hidroksiklorokuin sering digunakan sebagai terapi awal.

Namun, pada kasus yang lebih berat, MTX atau kombinasi terapi digunakan

sebagai terapi lini pertama. Pilihan kombinasi terapi antara lain: MTX +

hidroksiklorokuin, MTX + hidroksiklorokuin + sulfasalazine, MTX +

sulfasalazine + prednisolone, MTX + leflunomide, MTX + infliximab, MTX +

etanercept, MTX + adalimumab, MTX + anakinra, atau MTX + rituximab.


DAFTAR PUSTAKA

1. Harrison Internal Medicine, edisi 18


2. McCane Pathophysiology, edisi 7
3. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi 5

Anda mungkin juga menyukai