Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN
Ileus obstruksi merupakan salah satu kasus yang dapat menimbulkan
komplikasi serius sehingga sangat memerlukan penangangan dini dan adekuat.
Ileus obstruksi yang disebabkan karena adanya sumbatan dapat terjadi pada usus
halus maupun usus besar dan terdiri dari 2 tipe yaitu obstruksi yang terjadi secara
mekanik maupun non mekanik. Obstruksi mekanik terjadi karena usus terblok
secara fisik sehingga isi dari usus tersebut tidak bisa melewati tempat obstruksi.
Hal ini bisa disebabkan oleh banyak faktor salah satunya seperti volvulus (usus
terpuntir) yang dapat terjadi karena hernia, pertumbuhan jaringan abnormal, dan
adanya benda asing dalam usus. 7

Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh obstruksi lumen usus atau
oleh gangguan peristaltis. Obstruksi usus disebut juga obstruksi mekanik.
Penyumbatan dapat terjadi dimana saja di sepanjang usus. Pada obstruksi usus
harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dan obstruksi strangulata. Obstruksi
usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi dan volvulus mungkin sekali
disertai strangulasi, sedangkan obstruksi oleh tumor atau askariasis adalah
obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi. istilah obstruksi
digunakan untuk suatu kemacetan mekanik yang timbul akibat suatu kelainan
struktural yang menyebabkan suatu penghalang fisik untuk majunya isi usus.
Istilah ileus dimaksudkan untuk suatu paralitik atau variasi obstruksi fungsional.8

Obstruksi pada intestinal juga dapat menimbulkan berbagai macam


komplikasi seperti peritonitis dan terganggunya keseimbangan cairan dan
elektrolit yang dapat menimbulkan gagal ginjal akut. Kedua kondisi tersebut
merupakan kondisi serius sehingga memerlukan penanganan cepat dan tepat
sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortilitas akibat ileus
obstruksi. 10

1
2
PRESENTASI KASUS
Ileus Obstruktif

Disusun oleh:
Hani Hanifah
1102014119

Pembimbing:
dr Kalis Satya Wijaya, SpB(K)BA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


RSUD KAB. BEKASI
PERIODE 17 AGUSTUS 2020 – 26 SEPTEMBER 2020
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

3
BAB I
ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : An. A.F
No RM : 189177
Usia : 4 Th 8 Bln
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat :-
Pekerjaan orang tua :-
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
Tanggal Masuk RS : 16 November 2019 (18.45 WIB)
Tanggal Pemeriksaan : 19 November 2019 (13.00 WIB)

1.2 Anamnesis
Diambil secara : Alloanamnesis dengan Ibu pasien
Tgl : 28 Agustus 2020
Tempat : OK dan Bangsal Shasta RSUD KAB. BEKASI

a. Keluhan Utama
Muntah Warna hijau

b. Keluhan Tambahan
Tidak bisa BAB

4
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke RSUD Kab. Bekasi dibawa oleh orang tuanya
dengan keluhan muntah sejak 3 hari SMRS. Muntah awalnya berwarna
putih setelah satu hari berubah warna menjadi hijau kental sebanyak > 4
kali sehari, nyeri perut (+) mual (+) demam (-). Pasien di rujuk lepas dari
RS CENKA, saat di igd RS CENKA terpasang NGT berisi cairan
berwarna hijau. Os saat ini belum bisa bicara, duduk (+), jalan (+)

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sakit serupa : (-)
Riwayat Operasi : (+) appendisitis dan hernia umbilikalis awal juni 2020
Riwayat Alergi : Tidak ada

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat keluhan yang sama : di sangkal

f. Riwayat Kehamilan
Riwayat Ibu ANC : rutin di bidan setempat
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Trauma : disangkal

g. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir dengan persalinan normal di bidan, usia kehamilan 9 bulan, BBL 3
kg. Saat lahir pasien menangis kuat dan bergerak aktif.

h. Riwayat Imunisasi
Pasien telah imunisasi Hep B

i. Riwayat Nutrisi
Pasien meminum asi selama 3 tahun

5
j. Riwayat Tumbuh Kembang :
Riwayat tumbuh kembang tidak sesuai dengan usia. pasien hanya bisa berbicara
bebebera kata

1.3 Pemeriksaan Fisik


2 Pemeriksaan khusus
Kepala : Normosepal, rambut hitam
Mata : Pupil bulat, isokor, diameter 3mm/3mm, konjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Telinga : Simetris kanan-kiri, sekret (-/-)
Hidung : Bentuk normal, septum deviasi (-), sekret (-), nafas cuping
hidung (-)
Mulut : Bibir kering, sianosis (-), faring tidak hiperemis, tonsil
T1/T1 tenang
Leher : Deviasi trakea (-), pembesaran KGB(-)
Thorax
Inspeksi : Statis dan dinamis, pergerakan dinding dan bentuk
dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), Rhonki (-/-)
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung 1 & 2 reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen
Inspeksi : Distensi (+), Umbilicoplasty skar (+),
darm contour dan darm steifung (-)
Palpasi : Distensi (+), nyeri tekan (+), nyeri lepas (-)
Perkusi : Hipertimpani (+) pada seluruh lapang abdomen
Auskultasi : Bising usus (+) menurun, metalic sound (-)

6
Ekstremitas : Akral hangat, CRT<2”, edema -/-, sianosis -/-

2.1 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium 26 Agustus 2020

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


Darah Lengkap normal
Hemoglobin 10.8 g/dL 10.1-12.9
Hematokrit 33 % 32.0-44.0
Eritrosit 4.53 106/ul 3.20-5.20
MCV 73 fL 72-88
MCH 24 pg/ml 23-31
MCHC 33 g/dL 32-36
Trombosit 383 103/ul 150-450
Leukosit 9.1 103/ul 4.0-12.0

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


Hitung Jenis normal
Basofil 0 % 0.0 -1.0
Eosinofil 1 % 1.0 - 6.0

Neutrofil 43 % 50 – 70
Limfosit 45 % 20 – 40
NLR 0.96 <= 5.80
Monosit 11 % 2–9
LED 23 Mm/jam < 10

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


Kimia Klinik normal
Glukosa 107 Mg/dL 80 -170
Sewaktu Stik

Paket Elektrolit Hasil Satuan Nilai normal


Natrium 132 mmol/ L 136-146
Kalium 4.1 mmol/ L 3.5-5.0
Klorida (Cl) 99 mmol/ L 98 – 106

7
Laboratorium 27 Agustus 2020

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


Darah Rutin normal
Hemoglobin 11.9 g/dL 10.1-12.9
Hematokrit 37 % 32.0-44.0
Eritrosit 5.00 106/ul 3.20-5.20
Trombosit 420 103/ul 72-88
Leukosit 10.7 103/ul 23-31

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


Kimia Klinik normal
Glukosa 86 Mg/dL 80 -170
Sewaktu Stik

Paket Elektrolit Hasil Satuan Nilai normal


Natrium 129 mmol/ L 136-146
Kalium 4.5 mmol/ L 3.5-5.0
Klorida (Cl) 94 mmol/ L 98 – 106

HEMOSTASIS
Waktu Perdarahan 2.30 Detik 1-3

Waktu Pembekuan 4.30 Detik 1-6

PT
PT (Pasien) 11.1 Detik 10.3-12.9
PT (Kontrol) 10.8 Detik 9.2-12.4
APTT
APTT (Pasien) 33.1 Detik 25.8-33.7
APTT (Kontrol) 33.1 Detik 25.8-33.7

Laboratorium 28 Agustus 2020


Jam 08.41
Kimia Klinik Hasil Satuan Nilai normal
Protein Total 5.2 g/dL 6.4 - 8.3
Albumin 3.7 g/dL 3.2- 4.5
Globulin 1.5 g/dL 2.5 -3.9

8
Glukosa Sewaktu Stik 102 mg/ dL 80 -170

Jam 13.07
Kimia Klinik Hasil Satuan Nilai normal
Glukosa Darah Sewaktu-1 83 mg/ dL 80-170

Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Thorax ( 25 Agustus 2020

Interpretasi : Cor : CTR <50% Aorta baik


Pulmo : Corakan bronkovaskuler dan parenkim paru
baik, hilus baik, Diafragma, sinus dan tulang baik
Kesan : Foto thorax normal

Interpretasi :
Preperitomeal fat line terlihat dan psoas line simetris
Distribusi udara usus baik sampai distal, tak tampak dilatasi usus

9
Tidak tampak “free air, air fluid level” ataupun adanya udara bebas ekstra lumen
usus.
Tidak tampak batu opak pada proyeksi tr. Urinarius
Tulang-tulang baik
Kesan : Tidak tampak kelainan pada foto abdomen 3 posisi

I. Diagnosis Kerja
Ileus obstruktif

II. Diagnosa banding

III. Penatalaksanaan
- IVFD Kaen 3B 1000 ml/24 jam
- IVFD Aminofluid 500 ml/24 jam
- Ondancentron 2x2 mg
- Ranitidin 3x1 mg
- PCT 3x150 mg
- Ceftriaxone 1x 1gr

IV. Prognosis
 Ad vitam : dubia ad bonam
 Ad functionam : dubia ad bonam
 Ad sanactionam : dubia ad bonam

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

11
Gambar 1. Anatomi Usus
1. Duodenum
Duodenum atau juga disebut dengan usus 12 jari merupakan usus yang
berbentuk seperti huruf C yang menghubungkan antara gaster dengan
jejunum. Duodenum melengkung di sekitar caput pancreas. Duodenum
merupakan bagian terminal/muara dari system apparatus biliaris dari
hepar maupun dari pancreas. Selain itu duodenum juga merupakan batas
akhir dari saluran cerna atas. Dimana saluran cerna dipisahkan menjadi
saluran cerna atas dan bawah oleh adanya ligamentum Treitz (m.
suspensorium duodeni) yang terletak pada flexura duodenojejunales yang
merupakan batas antara duodenum dan jejunum. Di dalam lumen
duodenum terdapat lekukan-lekukan kecil yg disebut dengan plica
sircularis. Duodenum terletak di cavum abdomen pada regio epigastrium
dan umbilikalis. Duodenum memiliki penggantung yg disebut dengan
mesoduodenum. Duodenum terdiri atas beberapa bagian yaitu:
a) Duodenum pars Superior
b) Duodenum pars Descendens
c) Duodenum pars Horizontal
d) Duodenum pars Ascendens. 10

12
Gambar 2. Anatomi Usus Halus
2. Jejunum dan Ileum

Jejunum dan ileum juga sering disebut dengan usus halus/usus penyerapan
membentang dari flexura duodenojejunales sampai ke juncture ileocacaecalis.
Jejunum dan ileum ini merupakan organ intraperitoneal. Jejunum dan ileum
memiliki penggantung yang disebut dengan mesenterium yang memiliki proyeksi
ke dinding posterior abdomen dan disebut dengan radix mesenterii. Pada bagian
akhir dari ileum akan terdapat sebuah katup yang disebut dengan valvulla
ileocaecal (valvulla bauhini) yang merupakan suatu batas yang memisahkan
antara intestinum tenue dengan intestinum crassum. Selain itu, juga berfungsi
untuk mencegah terjadinya refluks fekalit maupun flora normal dalam intestinum
crassum kembali ke intestinum tenue, dan juga untuk mengatur pengeluara zat
sisa penyerapan nutrisi. Berikut adalah perbedaan antara jejunum dan duodenum.
10

13
Gambar 3. Bagan Perbedaan Jejunum dan Ileum

Gambar 4. Perbedaan Jejunum dan Ileum

14
Usus besar besar lebih panjang dan lebih besar diameternya dari pada usus
halus. Panjang usus besar mencapai 1,5 m dengan diameter rata-rata 6,5 cm.
Semakin mendekati anus diameter semakin mengecil. Usus besar dibagi menjadi
sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileocaecaal dan apendiks
yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci
pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
sekum. 12

Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum, desendens, dan


sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke permukaan inferior
lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dextra. Setelah mencapai hati, kolon
ascendens membelok ke kiri, membentuk fleksura koli dekstra (fleksura hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari fleksura koli
dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu mencapai daerah
limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura koli sinistra (fleksura
lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens. Kolon sigmoid mulai pada
pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon descendens. Ia
tergantung ke bawah dalam rongga pelvis dalam bentuk lengkungan. Kolon
sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum menduduki bagian
posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon sigmoid dan
berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis dengan menembus dasar
pelvis. Di sisi rektum melanjutkan diri sebagai anus dalan perineum. 10

2.2 Fisiologi Usus halus dan Usus besar


Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan dan absorpsi bahan-
bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung oleh
kerja ptialin, asam klorida, dan pepsin terhadap makanan masuk. Proses
dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pankreas yang
menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih
sederhana. Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan
asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi empedu dari

15
hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehimgga
memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pankreas.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus
(sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border
vili dan mencernakan zat-zat makanan dengan diabsorpsi. Isi usus digerakkan oleh
peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang
diatur oleh sistem saraf autonom dan hormon. Pergerakan segmental usus halus
mencampur zat-zat yang dimakan dengan secret pankreas, hepatobiliar, dan
sekresi usus,dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke
ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai
kontinu isi lambung.
Pada duodenum pars superior secara histologis terdapat adanya sel
liberkeuhn yang berfungsi untuk memproduksi sejumlah basa. Basa ini berfungsi
untuk menaikkan pH dari chymus yang masuk ke duodenum dari gaster, sehingga
permukaan duodenum tidak teriritasi dengan adanya chymus yang asam tadi. 12

Selain itu, pada duodenum terjadi proses pencernaan karbohidrat secara


enzymatic yang telah berbentuk disakarida. Duodenum merupakan muara dari
ductus pancreaticus, dimana pada pancreas diproduksi enzyme maltase, lactase
dan sukrase. Dimana enzyme maltase akan berfungsi untuk memecah 1 gugus
gula maltose menjadi 2 gugus gula glukosa. Sedangkan lactase akan merubah 1
gugus gula laktosa menjadi 1 gugus glukosa dan 1 gugus galaktosa. Sementara itu,
enzyme sukrase akan memecah 1 gugus sukrosa menjadi 1 gugus fruktosa dan 1
gugus glukosa. 12

16
2.3 Ileus obstruktif
2.3.1 Definisi
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya
obstruksi usus akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus
Obstruktif  adalah kerusakan atau hilangnya pasase isi usus yang disebabkan
oleh sumbatan mekanik sehingga isi lumen saluran cerna tidak bisa
disalurkan ke distal atau anus karena ada sumbatan/hambatan yang
disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang
menekan atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang
menyebabkan nekrose segmen usus tersebut. 14

Berdasarkan proses terjadinya ileus obstruksi dibedakan menjadi ileus


obstruksi mekanik dan non mekanik. Ileus obstruksi mekanik terjadi karena
penyumbatan fisik langsung yang bisa disebabkan karena adanya tumor atau
hernia sedangkan ileus obstruksi non mekanik terjadi karena penghentian
gerakan peristaltic. 7

2.3.2 Epidemiologi
Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) tahun 2008,
diperkiakan penyakit saluran cerna tergolong 10 besar penyakit penyebab
kematian didunia. Indonesia menempati urutan ke 107 dalam jumlah kematian
yang disebabkan oleh penyakit saluran cerna didunia tahun 2004, yaitu 39,3 jiwa
per 100.000 jiwa. Setiap tahunnya, 1 dari 1000 penduduk dari segala usia
didiagnosis ileus. Obstruksi usus sering disebut juga ileus obstruksi yang
merupakan kegawatan dalam bedah abdomen yang sering dijumpai. Ileus
obstruksi merupakan 60-70% seluruh kasus akut abdomen yang bukan
apendiksitis akut.
Berdasarkan data statistik dibeberapa negara, salah satunya di Amerika
Serikat, kasus ileus obstruktif diperkirakan memiliki insidensi sebesar 0,13%.
Selain itu, laporan data dari Nepal tahun 2007 didapatkan jumlah penderita ileus
obstruktif dan paralitik dari tahun 2005 -2006 adalah 1.053 kasus (5,32%),

17
sedangkan data di Indonesia tahun 2004 tercatat sekitar 7.024 kasus ileus
obstruktif yang dirawat inap.
Etiologi dan pola obstruksi usus bervariasi di berbagai negara. Beberapa
tahun ini, adhesi intraperitonial merupakan penyebab obstruksi usus yang paling
sering, sedangkan di negara berkembang, hernia merupakan penyebab obstruksi
usus yang paling banyak.
Penelitian Obaid di Malaysia menunjukkan bahwa dari 92 kasus obstruksi
usus didapatkan persentase penyebab obstruksi usus diantaranya, hernia eksternal
sebesar 38%, adhesi sebesar 25%, neoplasma sebesar 15,2%, volvulus sebesar
8,6%, intususepsi sebesar 5,4%, dan penyebab lainnya sebesar 2,17%. Secara
keseluruhan persentase kejadian obstruksi pada usus halus adalah 73,9%,
sedangkan pada obstruksi usus besar adalah 26,1%.

2.3.3 Etiologi
Terbagi atas 3, yaitu :
1. Ekstraluminal :
Hernia, karsinoma, adhesi, abses
2. Intrinsik dinding usus :
Tumor primer, malrotasi, penyakit Crohn, infeksi, hematoma,
striktur iskemik, intususepsi, endometriosis
3. Intraluminal :
Batu empedu, enterolith, benda asing, bezoar, impaksi fekal

18
Gambar 5. Penyebab terjadinya obstruksi saluran cerna

1) Hernia
Usus masuk dan ter jepit di dalam pintu hernia. Pada anak dapat dikelola
secara konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika
percobaan reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus
diadakan herniotomi segera.

2) Adhesi atau perlekatan usus


Keadaan dimana pita fibrosis dari jaringan ikat menjepit usus. Dapat
berupa perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa
setempat atau luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat
peritonitis setempat atau umum. Ileus karena adhesi biasanya tidak disertai
strangulasi.

3) Invaginasi
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak jarang
pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat
idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya
berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon ascendens dan
mungkin terus sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat mengakibatkan

19
nekrosis iskemik pada bagian usus yang masuk dengan komplikasi
perforasi dan peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas
pemeriksaan fisik, dandipastikan dengan pemeriksaan Rontgen dengan
pemberian enema barium.

4) Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya jumlahnya
puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-mana di usus
halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang merupakan tempat lumen
paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu gumpalan padat
terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang mati atau hampir
mati akibat pemberian obat cacing. Segmen usus yang penuh dengan
cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus, strangulasi, dan
perforasi.

5) Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang abnormal
dari segmen usus sepanjang aksis longitudinal usus sendiri, maupun
pemuntiran terhadap aksis radiimesenterii sehingga pasase makanan
terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan
volvulus didapat di bagian ileum dan mudah mengalami strangulasi.
Gambaran klinisnya berupa gambaran ileus obstruksi tinggi dengan atau
tanpa gejala dan tanda strangulasi.

6) Tumor
Tumor usus halus jarang menimbulkan obstruksi, kecuali jika sudah
menimbulkan invaginasi . Proses keganasan, terutama karsinoma ovarium
dan karsinoma kolon, dapat menyebabkan obstruksi usus. Hal ini terutama
disebabkan oleh kumpulan metastasis di peritoneum atau di mesenterium
yang menekan usus. Penyebab obstruksi kolon yang paling sering ialah
karsinoma, terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal.

20
7) Batu empedu yang masuk ke ileus
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul dari saluran
empedu ke duodenum atau usus halus yang menyebabkan batu empedu
masuk ke traktus gastrointestinal. Batu empedu yang besar dapat terjepit di
usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal atau katup ileocaecal
yang menyebabkan obstruksi.

2.3.4 Klasifikasi

Klasifikasi obstruksi usus berdasarkan:

1. Kecepatan timbul (speed of onset)


a. Akut, kronik, kronik dengan serangan akut
2. Letak sumbatan
a. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus (dari gaster sampai
ileum terminal)

b. Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (dari ileum terminal


sampai anus)

3. Berdasarkan stadiumnya, dibagi menjadi :

1) Obstruksi sebagian (partial obstruction) :


Terjadi sebagian sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat
flatus dan defekasi sedikit.
2) Obstruksi sederhana (simple obstruction) :
Sumbatan yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak
disertai gangguan aliran darah).
3) Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) :
Obstruksi disertai dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga
terjadi iskemia yang akan berakhir dengan nekrosis atau gangren.
4). Etiologi

21
a. Kelainan dalam lumen, di dalam dinding dan di luar
dinding usus. 9

2.3.4 Patofisiologi
Pada obstruksi mekanik, usus bagian proksimal mengalami distensi akibat
adanya gas/udara dan air yang berasal dari lambung, usus halus, pankreas, dan
sekresi biliary. Cairan yang terperangkap di dalam usus halus ditarik oleh sirkulasi
darah dan sebagian ke interstisial, dan banyak yang dimuntahkan keluar sehingga
akan memperburuk keadaan pasien akibat kehilangan cairan dan kekurangan
elektrolit. Jika terjadi hipovolemia mungkin akan berakibat fatal.11

Obstruksi yang berlangsung lama mungkin akan mempengaruhi pembuluh


darah vena, dan segmen usus yang terpengaruh akan menjadi edema, anoksia dan
iskemia pada jaringan yang terlokalisir, nekrosis, perforasi yang akan mengarah
ke peritonitis, dan kematian. Septikemia mungkin dapat terjadi pada pasien
sebagai akibat dari perkembangbiakan kuman anaerob dan aerob di dalam lumen.
Usus yang terletak di bawah obstruksi mungkin akan mengalami kolaps dan
kosong. 11

Gambar 6. Gangguan pada usus

22
Secara umum, pada obstruksi tingkat tinggi (obstruksi letak
tinggi/obstruksi usus halus), semakin sedikit distensi dan semakin cepat
munculnya muntah. Dan sebaliknya, pada pasien dengan obstruksi letak rendah
(obstruksi usus besar), distensi setinggi pusat abdomen mungkin dapat dijumpai,
dan muntah pada umumnya muncul terakhir sebab diperlukan banyak waktu
untuk mengisi semua lumen usus. Kolik abdomen mungkin merupakan tanda khas
dari obstruksi distal. Hipotensi dan takikardi merupakan tanda dari kekurangan
cairan. Dan lemah serta leukositosis merupakan tanda adanya strangulasi. Pada
permulaan, bunyi usus pada umumnya keras, dan frekuensinya meningkat,
sebagai usaha untuk mengalahkan obstruksi yang terjadi. Jika abdomen menjadi
diam, mungkin menandakan suatu perforasi atau peritonitis dan ini merupakan
tanda akhir suatu obstruksi. 11

2.3.6 Manifestasi klinis


Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual,
muntah, perut distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah
umumnya terjadi pada obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal
maka gejala yang dominan adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila
obstruksi terus berlanjut dan bagian proksimal usus menjadi sangat dilatasi. 14

Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar
umbilikus  atau bagian epigastrium. Pada pasien dengan suatu obstruksi sederhana
yang tidak melibatkan pembuluh darah, sakit cenderung menjadi kolik yang pada
awalnya ringan, tetapi semakin lama semakin meningkat, baik dalam frekuensi
atau derajat kesakitannya. Sakit mungkin akan berlanjut atau hilang timbul. Pasien
sering berposisi knee-chest, atau berguling-guling. Pasien dengan peritonitis
cenderung kesakitan apabila bergerak. 8

Pasien dengan obstruksi partial bisa mengalami diare. Kadang – kadang


dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon biasanya mempunyai gejala
klinis yang lebih ringan dibanding obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala

23
berupa konstipasi yang berakhir pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah
adalah suatu tanda awal pada obstruksi letak tinggi atau proksimal.
Bagaimanapun, jika obstruksi berada di distal usus halus, muntah mungkin akan
tertunda. Pada awalnya muntah berisi semua yang berasal dari lambung, yang
mana segera diikuti oleh cairan empedu, dan akhirnya muntah akan berisi semua
isi usus halus yang sudah basi. Muntah jarang terjadi. Pada obstruksi bagian
proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah. Nyeri perut bervariasi dan
bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik turun. Jika obstruksi terletak di
bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian
proksimal) maka nyeri bersifat konstan/menetap. Pada pemeriksaan abdomen
didapatkan abdomen tampak distensi, terdapat darm contour (gambaran usus), dan
darm steifung (gambaran gerakan usus), pada auskultasi terdapat hiperperistaltik
berlanjut dengan Borborygmus (bunyi usus mengaum) menjadi bunyi metalik
(klinken) / metallic sound. Pada tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut,
peristaltik  akan melemah dan hilang. Pada palpasi tidak terdapat nyeri tekan,
defans muscular (-), kecuali jika ada peritonitis. 4

Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan kehilangan cairan dan
elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis takikardi dan
hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang – kadang dapat
meningkat. Hipovolemia dan kekurangan elektrolit dapat terjadi dengan cepat
kecuali jika pasien mendapat cairan pengganti melalui pembuluh darah
(intravena). Derajat tingkat dan distribusi distensi abdominal dapat mencerminkan
tingkatan obstruksi. Pada obstruksi letak tinggi, distensi mungkin minimal.
Sebaliknya, distensi pusat abdominal cenderung merupakan tanda untuk obstruksi
letak rendah. 14

Tidak ada tanda pasti yang membedakan suatu obstruksi dengan


strangulasi dari suatu obstruksi sederhana: bagaimanapun, beberapa keadaan
klinis tertentu dan gambaran laboratorium dapat mengarahkan kepada tanda-tanda
strangulasi. 2

a. Obstruksi sederhana

24
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna
tinggi, artinya disertai dengan pengeluaran banyak cairan dan
elektrolit baik di dalam lumen usus bagian oral dari obstruksi,
maupun oleh muntah. Gejala penyumbatan usus meliputi nyeri kram
pada perut, disertai kembung. Pada obstruksi usus halus proksimal
akan timbul gejala muntah yang banyak, yang jarang menjadi
muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri bisa berat
dan menetap. Nyeri abdomen sering dirasakan sebagai perasaan
tidak enak di perut bagian atas. Semakin distal sumbatan, maka
muntah yang dihasilkan semakin fekulen. 4

Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut


dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh
bisa normal sampai demam.  Distensi abdomen dapat dapat minimal
atau tidak ada pada obstruksi proksimal dan semakin jelas pada
sumbatan di daerah distal. Bising usus yang meningkat dan “metallic
sound” dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada obstruksi
di daerah distal. 1

b. Obstruksi disertai proses strangulasi


Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan
disertai dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah
adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda
strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri yang sangat hebat,
menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan tindakan operasi
segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus. 4

Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan


nyeri akibat sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang
hebat dan terus menerus menunjukkan adanya iskemia atau
peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul sesuai dengan
nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum obstruksi
komplit. Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar.

25
Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal
mampu mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke
dalam usus halus, akan tampak gangguan pada usus halus. Muntah
fekal akan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang
paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan perforasi
sekum karena tekanannya paling tinggi dan dindingnya yang lebih
tipis. Pada pemeriksaan fisis akan menunjukkan distensi abdomen
dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang kurus, dan
akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang terlokasi,
dan terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi. 1

2.3.6 Diagnosis
Anamnesa dan Pemeriksaan fisik
Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab
misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat hernia.
Gejala umum berupa syok, oliguri dan gangguan elektrolit. Selanjutnya
ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan di usus, hiperperistaltis berkala
berupa kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik tersebut terlihat pada inspeksi
perut sebagai gerakan usus atau kejang usus dan pada auskultasi sewaktu serangan
kolik, hiperperistaltis kedengaran jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita
tampak gelisah dan menggeliat sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi
tidak ada lagi flatus atau defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding perut
bertujuan untuk mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang
abnormal. 6

Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan kebiasaan buang


air besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang kadang disertai kolik pada
perut bagian bawah. Pada inspeksi diperhatikan pembesaran perut yang tidak pada
tempatnya misalnya pembesaran setempat karena peristaltis yang hebat sehingga
terlihat gelombang usus ataupun kontur usus pada dinding perut. Biasanya

26
distensi terjadi pada sekum dan kolon bagian proksimal karena bagian ini mudah
membesar. 8

Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi


hemokonsentrasi, leukositosis, dan gangguan elektrolit. Pada pemeriksaan
radiologis, dengan posisi tegak, terlentang dan lateral dekubitus menunjukkan
gambaran anak tangga dari usus kecil yang mengalami dilatasi dengan air fluid
level. Pemberian kontras akan menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan
letaknya. Pada ileus obstruktif letak rendah jangan lupa untuk melakukan
pemeriksaan rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium in
loop) untuk mencari penyebabnya. Periksa pula kemungkinan terjadi hernia. 6

Diagnosis Banding

Pada ileus paralitik nyeri yang timbul lebih ringan tetapi konstan dan
difus, dan terjadi distensi abdomen. Ileus paralitik, bising usus tidak terdengar dan
tidak terjadi ketegangan dinding perut. Bila ileus disebabkan oleh proses inflamasi
akut, akan ada tanda dan gejala dari penyebab primer tersebut. Gastroenteritis
akut, apendisitis akut, dan pankreatitis akut juga dapat menyerupai obstruksi usus
sederhana. 11

Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan


diagnosis, tetapi sangat membantu memberikan penilaian berat ringannya dan
membantu dalam resusitasi. Pada tahap awal, ditemukan hasil laboratorium yang
normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai
elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase sering didapatkan. 
Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi hanya terjadi
pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi
non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain
itu dapat ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin
terganggu, dengan alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis
bila ada tanda – tanda shock, dehidrasi dan ketosis. 4

Radiologis

27
Posisi supine (terlentang): tampak herring bone appearance. Posisi
setengah duduk  atau LLD: tampak step ladder  appearance atau cascade. Adanya
dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto
polos abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos
abdomen mempunyai tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus,
sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi kolon. 1

a. Foto polos abdomen 3 posisi


1. Ileus obstruktif letak tinggi
Tampak dilatasi usus di proksimal sumbatan (sumbatan paling
distal di iliocaecal junction) dan kolaps usus di distal sumbatan.
Penebalan dinding usus halus yang mengalami dilatasi
memberikan gambaran herring bone appearance, karena dua
dinding usus halus yang menebal dan menempel membentuk
gambaran vertebra dan muskulus yang sirkuler menyerupai
kosta. Tampak air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti
tangga yang disebut step ladder  appearance karena cairan
transudasi berada dalam usus halus yang terdistensi. 1

Gambar 7. Gambaran Herring bone appearance

28
2. Ileus obstruktif letak rendah
Tampak dilatasi usus halus di proksimal sumbatan (sumbatan di
kolon) dan kolaps usus di distal sumbatan. Penebalan dinding
usus halus yang mengalami dilatasi memberikan gambaran
herring bone appearance, karena dua dinding usus halus yang
menebal dan menempel membentuk gambaran vertebra dan
muskulus yang sirkuler menyerupai kosta. Gambaran penebalan
usus besar yang juga distensi tampak di tepi abdomen. Tampak
gambaran air fluid level pendek-pendek berbentuk seperti
tangga yang disebut step ladder  appearance karena cairan
transudasi berada dalam usus halus yang terdistensi dan air fluid
level panjang-panjang di kolon. 1

Gambar 8. Gambaran air fluid level

b. CT–Scan harus dilakukan dengan memasukkan zat kontras kedalam


pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini dapat diketahui derajat dan
lokasi dari obstruksi.
c. USG. Pemeriksaan ini akan mempertunjukkan gambaran dan
penyebab dari obstruksi.

29
d. MRI. Walaupun pemeriksaan ini dapat digunakan. Tetapi tehnik dan
kontras yang ada sekarang ini belum secara penuh mapan. Tehnik ini
digunakan untuk mengevaluasi iskemia mesenterik kronis.
e. Angiografi. Angiografi mesenterik superior telah digunakan untuk
mendiagnosis adanya herniasi internal, intususcepsi, volvulus,
malrotation, dan adhesi. 1

2.3.7 Diagnosis banding


Ileus obstruktif dapat dikacaukan dengan gangguan saluran cerna
lain dengan gambaran klinis yang serupa seperti pseudo-obstruksi
(Sindroma Ogilvie) dan ileus paralitik. 4
Ileus Obstruktif) Ileus Paralitik Pseudo-obstruksi
Keluhan Nyeri keram Nyeri abdominal Nyeri keram
abdominal, ringan, perut abdominal,
konstipasi, kembung, mual, konstipasi,
obstipasi, mual, muntah, obstipasi, mual,
muntah, dan obstipasi, dan muntah, dan
anoreksia konstipasi anoreksia
Hasil Borborygmi, Bising usus Borborygmi,
Pemeriksaan Fisik bunyi peristaltic senyap, distensi, timpani, terdapat
meningkat dengan dan timpani gelombang
bising usus nada peristaltik dengan
tinggi, distensi, bising usus hipo
nyeri terlokalisir atau hiperaktif,
distensi dan nyeri

30
terlokalisir
Gambaran Foto Bow-shaped Dilatasi usus Dilatasi usus
Polos BOF loops in ladder kecil dan usus besar terisolasi
patern, terdapat besar dengan dengan
gambaran gas peningkatan peningkatan
kolon yang diafragma diafragma
terperangkap di
bagian distal dari
lesi,

Gambar 9. Bagan diagnosis banding


2.3.8 Tatalaksana

Gambar 10. Evaluasi dan penatalaksanaan pada pasien dengan ileus


obstruksi

Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang mengalami


obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan.
Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu

31
penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika
disebabkan oleh perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat di
rumah sakit. 11

Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit


dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi,
mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk
memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali normal. 1

Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda – tanda


vital, dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami
dehidrasi dan gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan
intravena seperti ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan
memonitor tanda – tanda vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian
cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT
digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila
muntah dan mengurangi distensi abdomen. 11

Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai


profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah. 8

Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk


mencegah sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul
dengan teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomy.
8

a. Persiapan Operasi
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah aspirasi dan
mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien dipuasakan, kemudian
dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk perbaikan keadaan umum.
Setelah keadaan optimum tercapai barulah dilakukan laparatomi. Pada obstruksi
parsial atau karsinomatosis abdomen dengan pemantauan dan konservatif. 11

b. Operasi

32
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah
sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi.
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organ-organ vital
berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering dilakukan adalah
pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah dilakukan bila terjadi:

1. Strangulasi
2. Obstruksi lengkap
3. Hernia inkarserata
4. Tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan pemasangan
NGT, infus, oksigen dan kateter). 14

c. Pasca Operasi
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan dan elektrolit.
Harus dicegah terjadinya gagal ginjal dan harus memberikan kalori yang cukup.
Perlu diingat bahwa pasca bedah, usus pasien masih dalam keadaan paralitik.
Tujuan pengobatan yang paling utama adalah dekompresi kolon yang
mengalami obstruksi sehingga kolon tidak perforasi, tujuan kedua adalah
pemotongan bagian yang mengalami obstruksi. 14

Persiapan sebelum operasi sama seperti persiapan pada obstruksi usus halus,
operasi terdiri atas proses sesostomi dekompresi atau hanya kolostomi
transversal pada pasien yang sudah lanjut usia. Perawatan sesudah operasi
ditujukan untuk mempersiapkan pasien untuk menjalani reseksi elektif kalau lesi
obstruksi pada awalnya memang tidak dibuang. 11

2.3.9 Komplikasi
Strangulasi menjadi penyebab dari keabanyakan kasus kematian akibat
obstruksi usus. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan,
hasil-hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami
strangulasi mungkin mengalami perforasi dan menggeluarkan materi tersebut ke

33
dalam rongga peritoneum. Pada obstruksi kolon dapat terjadi dilatasi progresif
pada sekum yang berakhir dengan perforasi sekum sehingga terjadi pencemaran
rongga perut dengan akibat peritonitis umum. Tetapi meskipun usus tidak
mengalami perforasi bakteri dapat melintasi usus yang permeabel tersebut dan
masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan mengakibatkan
shock septik. 2

2.3.10 Prognosis
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur,
etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda ataupun
tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif yang dilakukan
sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada obstruksi kolon
mortalitasnya lebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus. 6

Obstruksi usus halus yang tidak mengakibatkan strangulasi mempunyai


angka kematian 5 %. Kebanyakan pasien yang meninggal adalah pasien yang
sudah lanjut usia. Obstruksi usus halus yang mengalami strangulasi mempunyai
angka kematian sekitar 8 % jika operasi dilakukan dalam jangka waktu 36 jam
sesudah timbulnya gejala-gejala, dan 25 % jika operasi diundurkan lebih dari 36
jam. Pada obstruksi usus besar, biasanya angka kematian berkisar antara 15–30 %.
Perforasi sekum merupakan penyebab utama kematian yang masih dapat
dihindarkan. 6

34
DAFTAR PUSTAKA

Andari, K. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Lab/UPF Ilmu Bedah. Rumah
Sakit Umum Daerah Dokter Soetomo. Surabaya
Badash, Michelle. 2005. Paralytic Ileus (Adynamic Ileus, Non-mechanical Bowel
Obstruction). EBSCO Publishing.
Guyton A.C., Hall J.E. 1997a. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9.
Jakarta : EGC
Himawan S. Gannguan Mekanik Usus (Obstruksi). Dalam: Patologi. Penerbit Staf
Pengajar bagian Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta: 1996; 204 – 6.
Khan AN., Howat J. Small-Bowel Obstruction. Last Updated: june4, 2012. In:
Http://www.yahoo.com/search/cache?/ileus_obstructif/Article:By:eMedici
ne.com
Manaf M, Niko dan Kartadinata, H. Obstruksi Ileus. 1983. Accessed June 2, 2010

Mansjoer A., Suprohaita, Wardhani WI., Setiowulan W. Ileus Obstruktif. Dalam:


Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid 2. Penerbit Media
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000;
318 – 20.

35
Price, S.A. 1994. Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit. Editor:
Price, S.A., McCarty, L., Wilson. Editor terjemahan: Wijaya, Caroline.
Jakarta: EGC

Scanlon, Valerie., 2007. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Edisi 3. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Schrock TR. Obstruksi Usus. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery). Alih
Bahasa: Adji Dharma, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
1993; 239 – 42.

Sherwood, Lauralee., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi II.
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.

Sjamsuhidajat r, De Jong W. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC
Sloane, Ethel., 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Penerbit buku
kedokteran EGC. Jakarta.

36

Anda mungkin juga menyukai