Anda di halaman 1dari 63

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum,wr.wb

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan

penulis sehingga dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Ekstraksi

Gelatin Dari Limbah Tulang Ikan Tongkol(Euthynnus Affinis) Dengan Variasi

Suhu Ekstraksi”Karya Tulis Ilmiah ini merupakan salah satu persyaratan dalam

menyelesaikan pendidikan di Akademi Farmasi Yarsi Pontianak.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada Ibu

Athiah Masykuroh S.Si, M.Sc dan Ibu Meri Ropiqa, S.Farm, Apt selaku dosen

pembimbing serta Ibu Dian Kartikasari, M. Farm Apt selaku dosen penguji yang telah

memberi arahan dalam penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada :

1. Orang tua tercinta atas seluruh dukungan baik moril maupun materil.

2. Almarhumah Ibu Dra. Hj. Dewi Sutresna TN., Apt. atas jasa-jasanya terhadap

Akademi Farmasi Yarsi Pontianak.

3. Ibu Adhisty Kharisma Justicia, M. Sc., Apt. selaku Direktur Akademi Farmasi

Yarsi Pontianak.

4. Bapak dan ibu dosen Akademi Farmasi Yarsi Pontianak.

5. Seluruh staf Akademi Farmasi Yarsi Pontianak.

6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

i
Akhir kata semoga Karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

dan keterbatasan dalam Karya Tulis Ilmiah dapat ditingkatkan peneliti selanjutnya

pada masa yang akan datang.

Wassalamualaikum,wr.wb

Pontianak, 19 April 2017

Penulis

ii
ABSTRAK

Selama ini sumber utama gelatin yang banyak diteliti dan dimanfaatkan berasal dari
kulit dan tulang sapi atau babi namun dirasa tidak menguntungkan mengingat
mayoritas di Indonesia beragam Islam. Ekstraksi kolagen menjadi gelatin dilakukan
dengan merendamkan tulang dalam asam sehingga tulang akan berubah menjadi
lunak (ossein).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu ekstraksi dan
suhu yang paling baik untuk pembuatan gelatin.Pada penelitian ini gelatin dibuat dari
tulang ikan tongkol dengan menggunakan larutan HCl dengan suhu ekstraksi 60°C -
100°C. Uji yang dilakukan adalah uji kekuatan gel, uji visikositas, uji kadar air, uji
kadar abu dan uji pH. Berdasarkan hasil penelitian , gelatin yang terbaik diperoleh
dari tulang yang menggunakan suhu ekstraksi 70°C dengan rendemen 4,85%,
kekuatan gel 194,5g/bloom, visikositas 4,3cPs, kadar air 8,98%, kadar abu 1,69% dan
pH 5,2.

Kata Kunci : Gelatin, tulang ikan tongkol, suhu ekstraksi

iii
ABSTRACT

The main source of gelatin was mostly extracted from bovime or pig’s skins and
bones but seemed not profitable because most of Indonesian peoples were people.
Extraction of collagen becomes gelatin done with bone in acid so that Submerse the
bones will turn into soft (ossein). This research aims to know the influence of
extraction temperature and temperature that is best for the manufacture of gelatine.
Study on gelatin made from the bones of the mackerel using a solution of HCl
extraction with temperature 60°C - 100°C. The test does is test strength gel,
visikositas test, test, test the moisture levels of ash and pH test. Based on the research
results, the gelatin is best obtained from the bone using the extraction temperature 70
°C with yield 4,85% strength gel, 194, 5 g/bloom, visikositas 4, 3cPs, 8,98% moisture
content, ash levels 1.69% and 5.2 pH.

Keywords: Gelatin, fish bone cob, temperature extraction

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
ABSTRAK iii
DAFTAR ISI v
DAFTAR GAMBARvii
DAFTAR LAMPIRAN viii
DAFTAR TABEL ix

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penelitian 2
1.4 Manfaat Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Kalsifikasi Umum Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) 4
2.2.1 Morfologi Ikan Tongkol 5
2.2 Kandungan Kimia Ikan Tongkol 5
2.3 Kolagen 5
2.4 Gelatin 6
2.5 Tipe-Tipe Gelatin 8
2.6 Pembuatan Gelatin 10
2.7 Ekstrak 14
2.8 Metode Ekstraksi 15
2.8.1 Cara Dingin 15
2.8.2 Cara Panas 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Alat Penelitian 18
3.2 Bahan Penelitian 18
3.3 Tempat Penelitian 18

v
3.4 Prosedur Penelitian 18
3.4.1 Determinasi Penelitian 19
3.4.2 Pengumpulan Sampel 19
3.4.3. Penyiapan Sampel 20
3.5 Uji Kualitas Gelatin 21
3.5.1 Rendemen 21
3.5.2 Uji Kekuatan Gel 21
3.5.3 Uji Visikositas 22
3.5.4 Uji Kadar Air 22
3.5.5 Uji Kadar Abu 23
3.5.6 Uji pH 23
3.6 Analisis Data 23

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Rendemen 24
4.2 Uji kekuatan gel 25
4.3 Uji visikositas 27
4.4 Uji kadar air 28
4.5 Uji kadar abu 29
4.6 Uji pH 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan 33
5.2 Saran 33
DAFTAR PUSTAKA

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) 4

Gambar 2.2 Struktur Kimia Gelatin 8

Gambar 2.3 Reaksi Pembentukan Gelatin 10

vii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Lampiran Halaman

1. Hasil Determinasi ....................................................................... 36


2. Skema Kerja Pembuatan Gelatin .............................................. 37
3. Skema Kerja Evaluasi Gelatin ……........................................... 39
4. Perhitungan................................................................................. 42
5. Gambar Tahap Perlakuan Dan Uji Sampel ................................ 49

viii
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

2.1 Sifat gelatin Tipe A dab Tipe B ……........................................... 9


2.2 Standar Gelatin Untuk Keperluan Gelatin …............................... 14
2.3 Rendemen…………...….............................................................. 25
2.4 Uji Kekuatan Gel………..…........................................................ 26
2.5 Uji Visikositas ……...….............................................................. 27
4.6 Uji kadar air………….................................................................. 29
4.7 Uji kadar abu ………………….…................................................ 30
4.8 Uji Ph ……………………………………………..…................... 31

ix
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Selama ini tulang ikan sebagai limbah belum termanfaatkan secara optimal,

yaitu hanya digunakan untuk bahan pembuatan pakan atau pupuk sehingga nilai

ekonomisnya sangat kecil. Selain itu, pemanfaatan tulang ikan sebagai bahan

baku gelatin merupakan pengolahan bersih (cleaner production) dari pengolahan

ikan. Produksi bersih merupakan konsep pengolahan untuk mengurangi dampak

terhadap pencemaran lingkungan (Junianto, dkk. 2006).

Selama ini sumber utama gelatin yang banyak diteliti dan dimanfaatkan

berasal dari kulit dan tulang sapi atau babi namun dirasa tidak menguntungkan

mengingat mayoritas di Indonesia beragam Islam. Ekstraksi kolagen menjadi

gelatin dilakukan dengan merendam tulang dalam asam sehingga tulang akan

berubah menjadi lunak (ossein). Tulang lunak ini akan lebih mudah diekstraksi

jaringan kolagennya menjadi gelatin (Rahayu dan Fithriyah, 2015)

Pengolahan hasil perikanan menghasilkan limbah seperti kepala, jeroan,

sisik, sirip, kulit dan tulang.Jumlah bagian yang dapat dimakan (edible flesh) dari

ikan adalah 65%, berarti limbah dari ikan tersebut adalah 35% (Irawan, 1995),

dan 30% dari limbah adalah kulit dan tulang (Go’mez-Guille’n,

2002).Kandungan kolagen pada tulang ikan keras (teleostei) berkisar 15% - 17%,

sedangkan pada ikan tulang rawan berkisar 22% - 24% (Maria, 2005). Kolagen

yang terdapat di kulit dan tulang ikan tersebut dapat diekstraksi untuk menjadi

gelatin (Wulandari dkk, 2013)

1
2

Penelitian tentang ekstraksi gelatin dari limbah tulang ikan telah banyak

dilakukan, namun sifat fisiko-kimia gelatin yang dihasilkan masih lebih rendah

dibandingkan dengan gelatin yang diproduksi dari tulang dan kulit babi maupun

sapi. Obyek utama yang akan diteliti kali ini adalah mengekstrak gelatin dari

tulang ikan tongkol.Pada penelitian sebelumnya Sifat fisiko-kimia gelatin

tergantung pada beberapa faktoryaitu penelitian Fithriyah dan Arima pengaruh

waktu perendaman, penelitian marsaid dan atmaja pengaruh variasi larutan asam

untuk perendaman, penelitianyasalah satunya suhu ekstraksi.Suhu ekstraksi

sangat mempengaruhi kualitas gelatin yang dihasilkan.Oleh karena itu, untuk

mendapatkan gelatin yang berkualitas baik maka perlu dilakukan penelitian

untuk mengetahui pengaruh suhu ekstraksi terhadap kualitas gelatin tulang ikan

tongkol.

1.2. Perumusan Masalah

1.Apakah suhu ekstraksi berpengaruh terhadap karakteristik gelatin dari tulang

tongkol ?

2. Berapakah suhu ekstraksi yang menghasilkan gelatin dengan karakteristik

yang baik ?

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengaruh suhu ekstraksi terhadap karakteristik gelatin

tulang tongkol

2. Untuk mengetahui pada suhu berapakah didapatkan gelatin dengan

karakteristik yang baik


3

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi mahasiswa, dapat menetukan suhu optimum dalam proses ekstraksi

gelatin

2. Bagi masyarakat, dapat mengetahui bahwa gelatin dapat diekstrak dari tulang

ikan

3. Bagi institusi, menambah wawasan ilmu pengetahuan tentang pembuatan

gelatin dari tulang ikan


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Umum Ikan Tongkol Komo (Euthynnus affinis)

Menurut Saanin (1984) dalam bangun (2015), klasifikasi Ikan tongkol

adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Class : Pisces

Ordo : Percomorphi

Family : Scombridae

Genus : Euthynnus

Species : Euthynnus affinis

Ikan tongkol menurut Beufort dan Jamasuta (1992) dalam Atmaja (2009),

termasuk family Scombridae, family tersebut terdiri dari tiga genus yaitu genus

Thunus, Euthynnus, dan genus Auxis.Daging ikan tongkol dibagi menjadi daging

merah atau gelap dan daging putih atau terang (Hafludin, 2011). Dibawah ini

adalah gambar ikan tongkol :

Gambar 2.1 Ikan Tongkol (Chaerudin, 2008)

4
5

2.2. Morfologi Ikan Tongkol

Ikan tongkol (Euthynnus affinis) merupakan golongan dari ikan tuna

kecil.Badannya memanjang, tidak bersisik kecuali pada garis rusuk.Sirip

punggung pertama berjari-jari keras 15, sedang yang kedua berjari-jari lemah 13,

diikuti 8-10 jari-jari sirip tambahan (fin ilet). Ukuran asli ikan tongkol cukup

besar, bisa mencapai 1 meter dengan berat 13,6 kg. Rata-rata, ikan ini berukuran

sepanjang 50-60 cm (Auzi, 2008 dalam Bangun, 2015).Ikan Tongkol memiliki

kulit yang licin berwarna abu-abu, dagingnya tebal, dan warna dagingnya merah

tua (Bahar, 2004 dalam Bangun, 2015).

2.3. Kandungan Kimia Ikan Tongkol

Komponen kimia utama daging ikan adalah air, protein dan lemak yaitu

berkisar 98 % dari total berat daging.Komponen ini berpengaruh besar terhadap

nilai nutrisi, sifat fungsi, kualitas sensori dan stabilitas penyimpanan daging.

Kandungan kompenen kimia lainnya seperti karbohidrat, vitamin dan mineral

berkisar 2 % yang berperan pada proses biokimia di dalam jaringan ikan mati.

(Sikorski, 1994 dalam Bangun 2015).

2.4. Kolagen

Kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan ikat putih

(whiteconnective tissue) yang meliputi hampir 30 persen dari total protein pada

jaringan danorgan tubuh vertebrata dan invertebrata. Pada mamalia, kolagen

terdapat di kulit,tendon, tulang rawan dan jaringan ikat. Demikian juga pada

burung dan ikan,sedangkan pada avertebrata kolagen terdapat pada dinding sel

(Baily dan Light,1989 dalam junianto dkk. 2006)


6

Molekul dasar pembentuk kolagen disebut tropokolagen yang

mempunyaistruktur batang dengan BM 300.000, dimana di dalamnya terdapat

tiga rantaipolipeptida yang sama panjang, bersama-sama membentuk struktur

heliks. Tiap tigarantai polipeptida dalam unit tropokolagen membentuk struktur

heliks tersendiri,menahan bersama-sama dengan ikatan hidrogen antara group

NH dari residu glisinpada rantai yang satu demean group CO pada rantai lainnya.

Cincin pirolidin, prolin,dan hidroksiprolin membantu pembentukan rantai

polipeptida dan memperkuat triplehelix (Wong, 1989 dalam junianto dkk. 2006).

Tropokolagen akan terdenaturasi oleh pemanasan atau perlakuan dengan zat

seperti asam, basa, urea, dan potassium permanganat. Selain itu, serabut kolagen

dapat mengalami penyusutan jika dipanaskan di atas suhu penyusutannya (Ts).

Suhupenyusutan (Ts) kolagen ikan adalah 45°C.Jika kolagen dipanaskan pada

T>Ts(misalnya 65 – 70°C), serabut triple helix yang dipecah menjadi lebih

panjang.Pemecahan struktur tersebut menjadi lilitan acak yang larut dalam air

inilah yangdisebut gelatin. Menurut Fernandez-Diaz, dkk (2001) dalam junianto

dkk (2006), kolagen kulit ikan lebihmudah hancur daripada kolagen kulit hewan,

dimana kedua jenis kolagen ini akanhancur oleh proses pemanasan dan aktivitas

enzim.

2.5. Gelatin

Gelatin berasal dari bahasa latingelatos yang berarti pembekuan. Gelatin

adalah protein yang diperoleh dari hidrolisis persial kolagen dari kulit, jaringan

ikat putih dan tulang hewan.Gelatin menyerap air 5-10 kali beratnya. Gelatin

larut dalam air panas dan jika didinginkan akan membentuk gel. Sifat yang
7

dimiliki gelatin bergantung pada jenis asam amino penyusunnya. Gelatin

merupakan polipeptida dengan bobot molekul antara 20,000 g/mol sampai

250,000 g/mol (Suryani, dkk., 2009 dalam Ramadani, 2014).

Gelatin memiliki sifat dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke gel,

membengkak atau mengembang dalam air dingin, dapat membentuk film,

mempengaruhi viskositas suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid

(Parker, 1982 dalam Hanif dkk, 2010).

Gelatin adalah suatu jenis protein yang diekstraksi dari jaringan kolagen

kulit, tulang atau ligament (jaringan ikat) hewan yang diproses dengan larutan

asam atau basa kuat sehingga ikatan kolagen terputus dan menghasilkan

gelatin.Dalam industri pangan, gelatindigunakan sebagai pembentuk busa

(whippingagent), pengikat (binder agent), penstabil(stabilizer), pembentuk gel

(gelling agent),perekat (adhesive), peningkat viskositas(viscosity agent),

pengemulsi (emulsifier),finning agent,crystal modifier, dan pengental(thickener).

Gelatin juga digunakan dalamindustri non-pangan seperti industri

farmasi,fotografi, kosmetik, dan industri kertas.Gelatin dapat digunakan dalam

bahanpembuat kapsul, pengikat tablet dan pastilles,gelatin sponge, surgical

powder,suppositories, medical research, plasmaexpander, dan mikroenkapsulasi

dalam bidangfarmasi. Gelatin dalam industri fotografidigunakan sebagai

pengikat bahan pekacahaya, dan pada industri kosmetik, gelatindigunakan untuk

menstabilkan emulsi padaproduk-produk shampo, penyegar dan lotion,sabun

(terutama yang cair), lipstik, cat kuku,busa cukur, krim pelindung sinar

matahari(Hermanianto 2004).
8

Gambar 2.2 struktur kimia gelatin (Grobben dkk., 2004 dalam Ramadani,

2014).

2.6. Tipe-tipe gelatin

Gelatin terbagi menjadi dua tipe berdasarkan perbedaan proses

pengolahannya, yaitu tipe A dan tipe B. Dalam pembuatan gelatin tipe A, bahan

baku diberi perlakuan perendaman dalam larutan asam sehingga proses ini

dikenal dengan sebutan proses asam. Sedangkan dalam pembuatan gelatin tipe B,

perlakuan yang diaplikasikan adalah perlakuan basa. Proses ini disebut proses

alkali (Utama, 1997). Bahan baku yang biasanya digunakan pada proses asam

adalah tulang dan kulit babi, sedangkan bahan baku yang biasa digunakan pada

proses basa adalah tulang dan kulit jangat sapi. Menurut Wiyono (2001), gelatin

ikan dikatagorikan sebagai gelatin tipe A. Secara ekonomis, proses asam lebih

disukai dibandingkan proses basa. Hal ini karena perendaman yang dilakukan

dalam proses asam relative lebih singkat dibandingkan proses basa (Hariyanto

dan Sambudi,2010).

Proses basa maupun asam memiliki prinsip yang sama yaitu perubahan

kolagen. Perubahan kolagen menjadi gelatin yang melibatkan tiga proses


9

perubahan yaitu pemutusan sejumlah ikatan peptida untuk memperpendek rantai,

pemutusan atau pengacau sejumlah ikatan samping antar rantai, dan perubahan

konfigurasi rantai(Irawan, dkk., 2006 dalam Ramadani, 2014).

Asam mampu mengubah serat kolagentripel helix menjadi rantai tunggal

sedangkan larutan perendaman basa hanya mampu menghasilkan rantai ganda.

Hal ini menyebabkan pada waktu yang sama jumlah kolagen yang dihidrolisis

oleh larutan asam lebih banyak daripada larutan basa. Karena itu perendaman

dalam larutan basa membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghidrolisis

kolagen (ward dan court, 1997 dalam Al Jofri, 2015). Perbedaan karakteristik

sifat dari gelatin berdasarkan tipe asam dan tipe basa dapat dilihat dalam tabel

2.1

Tabel 2.1 Sifat Gelatin Tipe A dan Tipe B


Sifat   Tipe A Tipe B
Kekuatan Gel (g Bloom) 50 - 300 50 – 300
Viskositas (cP) 15 – 75 20 – 75
Kadar Abu (%) 0,30 – 2,00 0,50 – 2,00
pH 3,50 – 5,50 5,00 – 7,50
Titik Isoelektrik   7,00 – 9,00 4,70 – 5,40
Sumber : GMIA, (2012).

Menurut King dalam Glisman (1969) seperti yang dapat dilihat pada tabel

2.1 kadar air gelatin tipe A tidak berbeda dengan gelatin tipe B. begitu pula

dengan kekuatan gel dan visikositasnya, tidak terlalu jauh berbeda. Gelatin tipe A

memiliki pH yang lebih rendah dari pada gelatin B. Tetapi titik isoelektrik gelatin

tipe A lebih tinggi dari titik isoelektrik gelatin tipe B. Serta kadar abu gelatin tipe

A lebih rendah dari kadar abu gelatin tipe B ( dalam Al Jofri, 2015).
10

2.7. Pembuatan Gelatin

Pada prinsipnya proses pembuatan gelatin dapat dibagi menjadi dua macam,

yaitu proses asam dan proses basa. Perbedaan kedua proses ini terletak pada

prosesperendamannya. Berdasarkan kekuatan ikatan kovalen silang protein dan

jenis bahanyang diekstrak, maka penerapan jenis asam maupun basa organik dan

metodeekstraksi lainnya seperti lama hidrolisis, pH dan suhu akan berbeda-beda

(Gilsenan,et.al, 2000 dalam Junianto, dkk. 2006). Protein kolagen ini secara

ilmiah dapat “ditangkap” untuk dikonversi menjadi gelatin. Gelatin secara

kimiawi diperoleh melalui rangkaian proses hidrolisis kolagen yang terkandung

dalam kulit dan tulang rekasi yang terjadi adalah:

C102H149N31O38+H2O C102H151N31O39
Kolagen Gelatin

Gambar 2.3 Reaksi pembentukan gelatin

Menurut Hinterwaldner (1977), proses produksi utama gelatin dibagi

dalamtiga tahap : 1) tahap persiapan bahan baku antara lain penghilangan

komponen nonkolagen dari bahan baku, 2) tahap konversi kolagen menjadi

gelatin, dan 3) tahappemurnian gelatin demean penyaringan dan pengeringan

(dalam Junianto, dkk. 2006)

Pada tahap persiapan dilakukan pencucian tulang.Tulang dibersihkan dari

sisa-sisa dagingdan lapisan luar yang mengandungdeposit-deposit lemak yang


11

tinggi. Untuk memudahkan pembersihan makasebelumnya dilakukan pemanasan

pada air mendidih selama 1 –2 menit (Pelu, dkk.,1998 dalam Junianto dkk.

2006)dan dipotong kecil-kecil 2-5 cm (Saepudin, 2003). Dalam industri gelatin,

setelah ukuran tulang diperkecil, proses degreasing dilakukan selama 30 menit

dengan menggunakan air panas (85-90oC) dengan bantuan pengadukan mekanik.

Proses ini secara total akan membuang semua lemak yang melekat dan tertinggal

di tulang (septriansyah, 2000).

Pada tulang, sebelum dilakukan pengembungan terlebih dahulu

dilakukanproses demineralisasi yang bertujuan untuk menghilangkan garam

kalsium dan garamlainnya dalam tulang, sehingga diperoleh tulang yang sudah

lumer disebut ossein(Utama, 1997). Menurut Wiyono (1992), asam yang biasa

digunakan dalam prosesdemineralisasi adalah asam klorida dengan konsentrasi 4

– 7 %. Sedangkan menurutHinterwaldner (1977), proses demineralisasi ini

sebaiknya dilakukan dalam wadahtahan asam selama beberpa hari sampai dua

minggu.Selanjutnya ossein dilakukan tahap pengembungan (swelling)yang

bertujuan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan mengkonversi

kolagenmenjadi gelatin (Surono, et al., 1994). Pada tahap ini perendaman dapat

dilakukandengan larutan asam organik seperti asam asetat, sitrat, fumarat,

askorbat, malat,suksinat, tartarat dan asam lainnya yang aman dan tidak menusuk

hidung.Sedangkanasam anorganik yang biasa digunakan adalah asam

hidroklorat, fosfat, dan sulfat.Jenis pelarut alkali yang umum digunakan adalah

sodium karbonat, sodiumhidroksida, potassium karbonat dan potassium

hidroksida (Choi dan Regestein, 2000 dalam Junianto dkk. 2006). Proses
12

perendaman mengakibatkan terjadinya pengembungan (swelling) yang dapat

membuang material-material yang tidak diinginkan, seperti lemak dan protein

non-kolagen dengan kehilangan yang minimum (marsaid dan atmaja, 2011).

Menurut Ward dan Court (1977) dalam Junianto dkk (2006) asam mampu

mengubah serat kolagen tripleheliks menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan

perendam basa hanya mampumenghasilkan rantai ganda. Hal ini menyebabkan

pada waktu yang sama jumlahkolagen yang dihidrolisis oleh larutan asam lebih

banyak daripada larutan basa.Karena itu perendaman dalam larutan basa

membutuhkan waktu yang lebih lamauntuk menghidrolisis kolagen.Menurut

Utama (1997) dalam Junianto dkk. 2006, tahapan ini harus dilakukandengan

tepat (waktu dan konsentrasinya) jika tidak tepat akan terjadi kelarutankolagen

dalam pelarut yang menyebabkan penurunan rendemen gelatin yangdihasilkan.

Hasil penelitian Surono dkk., (1994) dalam Junianto dkk, 2006, dalam

pembuatan gelatin dari kulit ikancucut menunjukkan bahwa pada tahap

pengembungan kulit lama perendaman yangterbaik adalah 24 jam dengan

konsentrasi asam asetat 4%. Sedangkan Ariyanti(1998) dalam Junianto dkk,

(2006), dalam pembuatan gelatin dari tulang domba menggunakan larutan HCl 5

%dengan waktu perndaman 1 –2 hari.

Tahapan selanjutnya, kulit dan ossein diekstraksi dengan air yang

dipanaskan.Ekstraksi bertujuan untuk mengkonversi kolagen menjadi gelatin.

Suhu minimumdalam proses ekstraksi adalah 40 – 50oC (Choi dan Regenstein,

2000 dalam Junianto dkk. 2006) hingga suhu100oC (Viro, 1992 dalam Junianto

dkk. 2006). Ekstraksi kolagen tulang dilakukan dalam suasana asam pada pH 4 –
13

5 karena umumnya pH tersebut merupakan titik isoelektrik dari komponen-

komponenprotein non kolagen, sehingga mudah terkoagulasi dan dihilangkan

(Hinterwaldner, 1997 dalam Junianto dkk. 2006). Apabila pH lebih rendah perlu

penanganan cepat untukmencegah denaturasi lanjutan (Utama, 1997 dalam

Junianto dkk. 2006).

Larutan gelatin hasil ekstraksi kemudian dipekatkan terlebih dahulu

sebelumdilakukan pengeringan. Pemekatan dilakukan untuk meningkatkan total

solid larutangelatin sehingga mempercepat proses pengeringan. Hal ini dapat

dilakukan denganmenggunakan evaporator vakum, selanjutnya dikeringkan

dalam oven pada suhu 40 -50oC (Choi dan Regenstein, 2000 dalam Junianto dkk.

2006) atau 60 – 70oC (Pelu dkk., 1994 dalam Junianto dkk. 2006).

Pengecilanukuran dilakukan untuk lebih memperluas permukaan bahan sehingga

proses dapatberlangsung lebih cepat dan sempurna. Dengan demikian gelatin

yang dihasilkanlebih reaktif dan lebih mudah digunakan (Utama, 1997 dalam

Junianto dkk. 2006).

Beberapa parameter utama yang menjadi panduan untuk menentukan

kualitas dan kuantitas gelatin yaitu rendemen, karakteristik fisikokimia,

karakteristik proksimat, dan mikrobiologis. Kusumawati, dkk., (2008)

melaporkan bahwa rendemen menunjukkan efesiensi dan afektifitas proses

ekstraksi. Karakteristik fisikokimia dari gelatin meliputi pH, viskositas, kekuatan

gel (Junianto, dkk., 2006). Menurut Abustam, dkk., (2008) karakteristik

proksimatgelatin meliputi kadar lemak, kadar abu, kadar air, kadar garam, dan

kadar protein. Karakteristik mikrobiologi gelatin adalah Total Plate Count, E.


14

coli dan Streptococcus (JECFA, 2004).Standar mutu gelatin meliputi beberapa

karakteristik dan syarat, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.2 :

Tabel 2.2 Standar Gelatin Untuk Keperluan FarmasiPeranginangin dkk., (2005)

dalam Junianto dkk, (2006)

Parameter   Standar
Kadar Air (%) 14%
kekuatan gel (bloom) 140-240 g/bloom
visikositas (cP) 3,2-4,7 cPs
kadar abu (%) 1-2%
pH   5,5-5,7
Sumber : (Peranginangin dkk., 2005 dalam Junianto dkk, 2006)

Fungsi pengujian kadar air untuk gelatin yaitu untuk melihat kadar air yang

ada di dalam gelatin. Air yang terkandung dalam bahan dapat mempengaruhi

penampakan, tekstur, cita rasa, dan masa simpannya (Junianto dkk. 2006).Pada

uji kekuatan gel dilakukan karena salah satu sifat penting gelatin mampu

mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah sol menjadi gel yang

reversible.Kemampuan inilah yang menyebabkan gelatin sangat luas

penggunaanya (Wulandari dkk. 2013).Pada uji visikositas dilakukan untuk

melihat kekentalan atau untuk melihat seberapa mudah suatu cairan

mengalir.Pada gelatin untuk menentukan mutu dan penggunaan gelatin. Pada uji

kadar abu dilakukan untuk melihat keberadaan mineral dalam gelatin. Uji pH

dilakukan untuk melihat derajat keasamannya (Junianto dkk. 2006).

2.8. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari

simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya
15

matahari langsung. Penyarian simplisia dengan air dilakukan dengan

caramaserasi, perkolasi atau penyeduhan dengan air mendidih.Penyarian dengan

campuran etanol dan air dilakukan dengan maserasi atau perkolasi. Penyarian

dengan eter dilakukan dengan cara perkolasi (Depkes RI,1979)

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III dikenal tiga macam ekstrak yaitu:

1. Ekstrak cair (extracta liquida), yaitu ektrak yang diperoleh dari hasil

penyarian bahan alam masih mengandung larutan penyari.

2. Ekstrak kental (extracta spissa), yaitu ekstrak yang telah mengalami proses

penguapan dan tidak mengandung cairan penyari lagi tetapi konsistensinya

tetap cair pada suhu kamar.

3. Ekstrak kering (extracta sicca), yaitu ekstrak yang telah mengalami proses

penguapan dan tidak mengandung pelarut lagi dan mempunyai konsistensi

padat (berwujud kering).

2.9. Metode Ekstraksi

2.9.1. Cara Dingin

a. Maserasi

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan

penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke

rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena

adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel

dengan yang diluar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar.
16

Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi

antara larutan diluar sel dan di dalam sel (Depkes RI, 1986 dalam

Marna 2016).

Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung

zat aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat

yang mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung

benzoin, stirak dan lain-lain.(Depkes, 1986). Keuntungan cara

penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang

digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi

adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna.

(Depkes, 1986 dalam Marna, 2016).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada

temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan,

tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/

penampungan), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat)

yang jumlahnya 1-5 kali bahan (Depkes, 2000dalam Marna, 2016).

2.9.2. Cara Panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperature titik

didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif

konstan denga adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan


17

pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat

termasuk proses ekstraksi sempurna (Depkes, 2000 dalam Marna, 2016).

b. Soxhlet

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru

yang umumnya dilakukan dengan alat khusus dengan adanya pendingin

balik (Depkes,2000 dalam Marna, 2016).

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu)

pada temperature yang lebih tinggi dari temperature ruangan (kamar),

yaitu secara umum dilakukan pada temperature 40-500C (Depkes, 2000

dalam Marna, 2016).

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature

penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,

temperatur terukur 96-98°C) selama waktu tertentu (15-20 menit)

(Depkes,2000 dalam Marna, 2016).

e. Dekok

Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30°C) dan

temperatur sampai titik didih air (Depkes, 2000dalam Marna, 2016).


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah thermometer, pH meter

digital, oven, neraca analitik, gelas ukur, gelas beaker, hot plate, penetrometer,

waterbath, tanur, desikator, magnetic stirer, cawan porselen, saringan, pisau,

pipet tetes.

3.2. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tulang ikan

tongkol, HCL, dan aquadest

3.3. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium KimiaAkademi Farmasi Yarsi

Pontianakdan di Laboratorium Kimia Fakultas Pertanian Politeknik Negeri

Pontianak(POLNEP)

3.4. Prosedur Penelitian

3.4.1. Determinasi Sampel

Determinasi sampel ikan tongkol di lakukan di LaboratoriumZoologi

Universitas Tanjungpura Pontianak

3.4.2. Pengumpulan Sampel

Bahan penelitian ini berupa tulang ikan tongkol (Euthynnus affinis)

yang akan di ambil di lokasi jl Gusti Hamzah Gg Pancasila IVKalimantan

Barat.

18
19

3.4.3. Penyiapan Sampel

Pada proses pembuatan sampel dilakukan beberapa tahapan

pembuatan yang terdiri dari 4 tahap, yaitu tahap degreasing, tahap

demineralisasi, tahap ekstrasidan tahap drying.

a. Tahap Degreasing

Tulang ikan tongkol dibersihkan dari sisa-sisa daging dan

lemak yang masih menempel (degreasing) yaitu dengan direndam

dalam air panas suhu ± 90°C selama 30 menit sambil diaduk-aduk dan

disikat Selanjutnyatulang ditiriskan dan dipotong kecil-kecil (± 2 cm)

untuk memperluas permukaan.

b. Tahap Demineralisasi

Bahan baku yang telah bersih itu kemudian direndam dengan

larutan asam HCl dengan konsentrasi 5% (perbandingan tulang dan

larutan asam = 1 : 3) dalam gelas kimia selama 48 jam sampai

terbentuk ossein (tulang yang lunak). Ossein kemudian dicuci dengan

menggunakan air mengalir sampai pHnya netral (pH = ±6-7).

c. Tahap Ekstraksi

Ossein yang ber-pH netral tersebut dimasukkan ke dalam

beaker glass dan ditambahkan aquadest, perbandingan ossein dengan

aquadest adalah 1 : 6 (b/b). Setelah itu diekstraksi dalam waterbath

pada suhu 60,70, 80, 90, 100oC masing – masing selama 5 jam.

Kemudian disaring dengan kertas saring.


20

d. Tahap Drying

Cairan gelatin yang diperoleh dituang ke dalam tempat plastik

untuk dikeringkan dalam oven pada suhu 70°C selama 48 jam dan

didinginkan dalam desikator. Setelah kering kemudian dihaluskan dan

dianalisis

3.5. Uji Kualitas Gelatin

3.5.1. Rendemen

Rendemen Diperoleh dari perbandingan berat gelatin yang dihasilkan

dengan beratbahan segar (tulang yang telah dicuci bersih). Besarnya

rendamen (ekstrak) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus :

Berat gelatin
Rendemen gelatin = X 100%
Berat tulang ikan tongkol

(Marzuki, dkk., 2011)

3.5.2. Uji Kekuatan gel

Sampel ditimbang sebanyak 6,67 g dilarutkan dalam air 100 ml lalu

dipanaskan pada hot plate dengan suhu 40°C dan diaduk dengan stirer

hingga mengembang, lalu suhunya dinaikkan menjadi 45°C selama 30

menit. Kemudian larutan gelatin dimasukan dalam gelas pengukuran dan

disimpan pada suhu 10°C selama 18 jam.Kekuatan gel diukur

menggunakan penetrometer, dihitung berat beban dan waktu pengujian

penetrasi.
21

3.5.3. Uji Visikositas

Sampel ditimbang sebanyak 6,67 g kemudiandilarutkan dalam

akuades hingga volume 100 ml.Kemudiandiukurviskositasnya

menggunakan alat ukur Brookfield.Nilai visikositasnyadinyatakan dalam

satuan centipoises (cP) (British Srandard 757, 1975 dalam Ramadani,

2014).

3.5.4. Uji Kadar Air

Cawan petri dikeringkan pada suhu 105°C selama ±2 jam,

didinginkan dan ditimbang.Sebanyak 1 g sampel dimasukkan ke dalam

cawan porselen, lalu dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105°C sampai

beratnya konstan.Cawan berisi sampel tersebut didinginkan dalam

desikator. Proses selanjutnya adalah penimbangan cawan yang berisi

sampel setelah dikeringkan.Kadar air dihitung berdasarkan rumus :

B1-B2
Kadar air = X 100%
B

Keterangan :
B = Berat sampel (g)
B1 = Berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan (g)
B2 = Berat (sampel+cawan) setelah dikeringkan (g)
(Anang and Nurwanto, 2004)
22

3.5.5. Uji Kadar Abu

Gelatin ditimbangsebanyak 1gram lalu dimasukkan dalam cawan

porselen dikeringkan pada suhu 105°C selama ±2 jam, didinginkan dan

ditimbang.Sampel yang telah diuapkan airnya dipindahkan ke cawan

porselen dan dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 600°C selama 6 jam.

Proses penguapan dilakukan sampai semua bahan berubah warna menjadi

abu-abu (sekitar 6 jam), kemudian sampel ditimbang (Junianto dkk.,

2006). Kadar abu dihitung dengan rumus :

Berat abu
Kadar abu gelatin(%) = X 100%
Berat gelatin

(AOAC, 1995)

3.5.6. Uji pH

Sampel sebanyak 0,2 gram ditimbang, kemudian didispersikan ke

dalam 20 ml aquadest pada suhu 80°C.Sampel dihomogenkan dengan

magnetic stirrer, setelah itu diukur derajat keasamannya pada suhu kamar

dengan pH meter (British Standard 757 dalam Kusumawati Rinta dkk,

2008).

3.6. Analisis Data

Analisis data penelitian ini adalah mengamati standar gelatin untuk keperluan

farmasi dan kemudian disajikan dalam bentuk tabel serta dinarasikan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Uji Determinasi

Berdasarkan hasil determinasi yang telah dilakukan di Laboratorium

Zoologi Fakultas MIPA Biologi Universitas Tanjungpura Pontianak

menunjukkan bahwa ikan yang digunakan dalam penelitian adalah Euthynnus

affinis yang berasal dari suku Scombridae. Determinasi ini bertujuan untuk

mengetahui kebenaran identitas ikan, apakah ikan tersebut benar-benar ikan yang

diinginkan, agar kesalahan dalam pengumpulan bahan yang akan diteliti dapat

dihindari.

4.2 Rendemen gelatin

Pada penelitian ini digunakan tulang ikan tongkol sebagai bahan dasar

untuk pembuatan gelatin. Larutan asam yang digunakan untuk perendaman

adalah HCl dengan konsentrasi 5% dan waktu pererendaman 48 jam (2 hari).

Pada saat perendaman terjadi penggembungan (swelling) yang dapat membuang

material-material yang tidak diinginkan, seperti lemak dan protein non-kolagen

pada tulang dengan kehilangan kolagen yang minum. Ekstraksi dilakukan pada

suhu 60°C, 70°C, 80°C, 90°C, dan 100°C di water bath dimana perbandingan

tulang dengan aquadest adalah 1:6.

Nilai rendemen merupakan salah satu parameter dan sifat penting dalam

pembuatan gelatin. Nilai rendemen yang dihasilkan sangat efesien dan efektif

tidaknya proses ekstraksi bahan baku dalam pembuatan gelatin (fahrul, 2005

dalam rhiday ahmad, 2016). Rendemen dihitung berdasarkan berat gelatin per

23
24

berat tulang ikan tongkol yang telah didegreasing. Nilai rata-rata rendemen

gelatin dari tulang ikan tongkol pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.1

Tabel 5.1 Nilai Rendemen


Suhu ekstraksi Nilai rendemen
Suhu 60 °C 4,80 %
Suhu 70 °C 4,85 %
Suhu 80 °C 4,74 %
Suhu 90 °C 4,72 %
Suhu 100°C 4,71 %

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa rendemen tertinggi terdapat

pada suhu 70 °C dan rendemen terendah terdapat pada suhu 100 °C. Hal inisama

dengan pendapat saputra (2010) dan wulandari dkk (2013), bahwa hal ini terjadi

karena suhu ekstraksi yang tinggi akan menyebabkan nilai rendemen gelatin

yang dihasilkan akan semakin menurun. Hal ini diduga suhu yang tinggi

menimbulkan adanya hidrolisis lanjutan sehingga sebagian gelatin turut

terdegradasi dan menyebabkan turunnya jumlah rendemen gelatin.Konversi

kolagen menjadi gelatin dipengaruhi oleh suhu, waktu pemanasan dan pH.

4.2 Uji kekuatan gel

Kekuatan gel merupakan indikator yang penting dalam menentukan

kualitas dan penggunaan gelatin. Kekuatan gel merupakan sifat fisik gelatin yang

utama, karena kekuatan gel menunjukkan kemampuan gelatin dalam

pembentukan gel (Rusli, 2004 dalam Dewi Ramadani, 2014). Karena salah satu

sifat penting gelatin yaitu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah

solusio menjadi gel. Terbentuknya gel merupakan hasil dari interaksi antara

ikatan hidrogen gelatin dengan molekul air (Dewi Ramadani, 2014). Hasil
25

pengukuran kekuatan gel gelatin hasil ekstraksi dari variasi suhu ekstraksi

terdapat pada tabel 5.2

Tabel 5.2 Uji Kekuatan Gel


Suhu ekstraksi Kekuatan gel (g/bloom)
Suhu 60 °C 170,6
Suhu 70 °C 194,5
Suhu 80 °C 191,7
Suhu 90 °C 173,9
Suhu 100 °C 164,8

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai kekuatan gel tertinggi pada

suhu 70°C dan yang paling rendah yaitu pada suhu 100°C.Kisaran nilai kekuatan

gel hasil percobaan tersebut memenuhi standar gelatin untuk keperluan farmasi

yaitu 140-240g/bloom. Muyonga dkk (2004) dalam Wulandari dkk (2013),

menyatakan bahwa nilai kekuatan gel gelatin kulit ikan akan semakin menurun

seiring dengan meningkatnya suhu ekstraksi, namun suhu ekstraksi tersebut tidak

berpengaruh terhadap nilai kekuatan gel gelatin tulang ikan. Menurut Astawan

dan Aviana (2002) dalam Wulandari dkk (2013) kekuatan gel berkaitan dengan

panjang rantai asam amino dimana rantai asam amino yang panjang akan

menghasilkan kekuatan gel yang besar pula. Hidrolisis yang optimal akan

menghasilkan rantai asam amino yang panjang pada saat konversi kolagen

menjadi gelatin sehingga dihasilkan kekuatan gel yang tinggi pula. Kemungkinan

suhu 70°C mengalami hidrolisis yang optimal dan menghasilkan rantai asam

amino yang panjang. Hal ini didukung dengan hasil rendemen yang didapat suhu

70°C lebih besar dibandingkan suhu lainnya, karena rendemen yang didapat
26

lebih tinggi dari hasil rendemen lainnya yang menandakan hidrolisis pada suhu

70°C optimal, yang akan menghasilkan rantai asam amino yang panjang.

4.3 Uji Visikositas

Visikositas merupakan pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk

mengalir.Makin kental suatu cairan maka besar pula kekuatan yang diperlukan

untuk digunakan supaya cairan tersebut dapat mengalir dengan laju tertentu

(Junianto dkk, 2006).

Pengukuran visikositas terhadap larutan gelatin sangat penting artinya

untuk menentukan mutu dan penggunaan gelatin tersebut. Hasil pengukuran

visikositas pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.3

Tabel 5.3 Uji Visikositas


Suhu ekstraksi Visikositas (cPs)
Suhu 60 °C 4,3
Suhu 70 °C 4,6
Suhu 80 °C 3,4
Suhu 90 °C 3,1
Suhu 100°C 2,9

Pada tabel 5.3dapat disimpulkan semakin tinggi suhu ekstraksi maka

semakin rendah visikositasnya. Hal ini diduga pemanasan yang tinggi

menyebabkan terjadinya hidrolisis lanjutan pada kolagen yang telah menjadi

gelatin sehingga akan memutuskan rantai asam amino sehingga visikositasnya

menjadi rendah. Menurutstansby (1977) dalam wulandari dkk (2013)semakin

panjang rantai asam amino gelatin maka nilai visikositas gelatin akan semakin

besar. Ward dan courts (1997) dalam sompie dkk (2015) menyatakn bahwa suhu

ekstraksi diatas 50°C menyebabkan kemampuan membentuk gel dan sifat fisik
27

gelatin menurun, hal ini disebabkan oleh putusnya ikatan hydrogen dan gugus

hidroksil dari asam amino.

Pada penelitian ini nilai visikositas gelatin pada suhu 60°C samapai 80°C

sesuai dengan standar gelatin untuk keperluan farmasi sedangkan pada suhu

90°C dan 100°C tidak memenuhi syarat untuk keperluan farmasi yaitu 3,2-4,7

cPs.

4.4 Uji Kadar Air

Kadar air merupakan parameter yang berhubungan erat dengan umur

simpan gelatin.Air yang terkandung dalam bahan dapat mempengaruhi

penampakan, tekstur, cita rasa, dan masa simpannya. Kadar air gelatin akan

berpengaruh terhadap daya simpan, karena erat kaitannya dengan aktivitas

metabolisme yang terjadi selama gelatin tersebut disimpan seperti aktivitas

enzim, aktivitas mikroba dan aktivitas kimiawi, yaitu terjadinya ketengikan dan

reaksi-reaksi non enzimatik sehingga menimbulkan perubahan sifat-sifat

organoleptic dan nilai mutunya (Rachmania dkk, 2013).Hasil analisis kadar air

dari penelitian terdapat pada tabel 5.4

Tabel 5.4 Uji Kadar Air


Suhu ekstraksi Kadar air %

60 °C 9,68
70 °C 8,98
80 °C 7,42
90 °C 6,69
100°C 5,57
28

Pada tabel diatas dapat disimpulkan semakin tinggi suhu ekstraksi maka

semakin rendah nilaikadar airnya. Menurunnya kadar air gelatin akibat suhu

ekstraksi yang tinggi, disebabkkan karena proses denaturasi yang akan terjadi

mengakibatkan perubahan molekul dan jumlah air terikat menjadi lebih lemah

dan menurun (Soeparno, 2005dalam Sompie, 2015) struktur kolagen yang

terbuka dan lemah menghasilkan gelatin dengan struktur yang lemah sehingga

daya mengikat air pada gelatin kurang kuat. Daya ikat air yang lemah akan

membuat air mudah menguap pada saat pengeringan gelatin dan kadar air gelatin

kering menjadi lebih rendah (Astawan dkk, 2002 dalam sompie, 2015). Pada

penelitian ini nilai kadar air gelatin memenuhi standar gelatin untuk keperluan

farmasi yakni <14%.

4.5 Uji kadar abu

Kadar abu suatu bahan menunjukkan kuantitas keberadaan mineral dalam

bahan tersebut.Umumnya mineral yang terdapat dalam gelatin yang diekstraksi

dari tulang terdiri dari kalsium, natrium, klor, fosfor, magnesium, dan

belerang.Kalsium merupakan mineral yang jumlahnya paling banyak sehingga

menyebabkan larutan gelatin berwarna kuning keruh (Jones, 1977 dalam

Junianto dkk, 2006). Hasil pengukuran kadar abu gelatin terdapat pada tabel 5.5

Tabel 5.5 Uji Kadar Abu


Suhu Ekstraksi Kadar Abu %
60 °C 1,82
70 °C 1,69
80 °C 2,28
90 °C 2,37
100°C 2,38
29

Menurut Sudarmaji (1995) dalam Rachmania (2013), semakin rendah

kadar abu suatu bahan maka semakin tinggi kemurniannya. Tinggi rendahnya

kadar abu suatu bahan antara lain disebabkan oleh kandungan mineral yang

berbeda pada sumber bahan baku dan juga dapat dipengaruhi oleh proses

demineralisasi pada saat pembuatan. Semkain banyak kalsium yang larut pada

proses demineralisasi, maka kadar abu akan semakin rendah.

Pada penelitian ini didapat nilai kadar abu tertinggi pada suhu 100 °C

yaitu sebesar 2,38 % dan nilai kadar abu terendah terdapat pada suhu 70 °C yaitu

sebesar 1,69 %. Nilai kadar abu pada suhu 60°C dan 70°C sudah memenuhi

standar gelatin untuk keperluan farmasi yaitu 1-2% sedangkan pada suhu

80°C,90°C dan 100°C tidak memenuhi syarat untuk keperluan farmasi tetapi

nilai kadar abu tersebut masih memenuhi standar mutu gelatin menurut SNI (06-

3735-1995) yaitu dibawah 3,25%.

4.6 Uji pH

Pengukuran nilai pH larutan gelatin penting dilakukan , karena pH

larutan gelatin mempengaruhi sifat-sifat gelatin lainnya seperti visikositas,

kekuatan gel, dan berpengaruh juga terhadap aplikasi gelatin dalam produk. Hasil

pengukuran pH gelatin terdapat pada tabel 5.6

Tabel 5.6 Uji pH


Suhu ekstraksi pH
60 °C 5,3
70 °C 5,2
80 °C 5,2
90 °C 5,3
100°C 5,3
30

Nilai pH gelatin dalam percobaan ini rendah dan tidak masuk kedalam

range standar gelatin untuk keperluan farmasi yaitu 5,5-5,7. Rendahnya nilai Ph

diduga dapat disebabkan pada saat terjadi pengembangan kolagen waktu

perendaman, banyak sisa HCl yang tidak bereaksi terserap dalam kolagen yang

mengembang dan terperangkap dalam jaringan fibril kolagen sehingga sulit

dinetralkan pada saat pencucian yang akhirnya ikut terhidrolisis pada proses

ekstraksi dan mempengaruhi tingkat keasaman gelatin yang dihasilkan (Yustika

2000 dalam Junianto dkk, 2006). Tetapi nilai pH ini masih memenuhi standar

gelatin tipe A yaitu sebesar 3,50-5,50.

Tabel 5.7 Rekapitulasi


Uji Kekuatan Uji Uji Kadar Uji
Suhu Rendemen Gel Visikositas Air Kadar Uji pH
(g/bloom) (cPs) (%) Abu (%)
60°C 4,80% 170,6 4,3 9,68 1,82 5,3
70°C 4,85% 194,5 4,6 8,98 1,69 5,2
80°C 4,74% 191,7 3,4 7,42 2,28 5,2
90°C 4,72% 173,9 3,1 6,69 2,37 5,3
100°C 4,71% 164,8 2,9 5,57 2,38 5,3

Pada tabel 5.7 rendemen yang paling tinggi yaitu pada suhu 70°C dan

rendemen paling rendah ada pada suhu 100°C. Hal ini sama dengan pendapat

saputra (2010) dan wulandari dkk (2013), bahwa hal ini terjadi karena suhu

ekstraksi yang tinggi akan menyebabkan nilai rendemen gelatin yang dihasilkan

akan semakin menurun. Hal ini diduga suhu yang tinggi menimbulkan adanya

hidrolisis lanjutan sehingga sebagian gelatin turut terdegradasi dan menyebabkan

turunnya jumlah rendemen gelatin. Pada suhu 60°C didapat rendemen lebih

rendah dari rendemen 70°C hal ini diduga serabut kolagen belum terpecah
31

menjadi gelatin secara sempurna sehingga menyebabkan rendemen gelatin

rendah (Wulandari dkk, 2013).

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai kekuatan gel tertinggi pada

suhu 70°C dan yang paling rendah yaitu pada suhu 100°C.Kisaran nilai kekuatan

gel hasil percobaan tersebut memenuhi standar gelatin untuk keperluan farmasi

yaitu 140-240g/bloom. Menurut Astawan dan Aviana (2002) dalam Wulandari

dkk (2013) kekuatan gel berkaitan dengan panjang rantai asam amino dimana

rantai asam amino yang panjang akan menghasilkan kekuatan gel yang besar

pula. Hidrolisis yang optimal akan menghasilkan rantai asam amino yang

panjang pada saat konversi kolagen menjadi gelatin sehingga dihasilkan kekuatan

gel yang tinggi pula. Kemungkinan suhu 70°C mengalami hidrolisis yang

optimal dan menghasilkan rantai asam amino yang panjang. Hal ini didukung

dengan hasil rendemen yang didapat suhu 70°C lebih besar dibandingkan suhu

lainnya, karena rendemen yang didapat lebih tinggi dari hasil rendemen lainnya

yang menandakan hidrolisis pada suhu 70°C optimal, yang akan menghasilkan

rantai asam amino yang panjang.

Pada tabel 5.3dapat disimpulkan semakin tinggi suhu ekstraksi maka

semakin rendah visikositasnya. Hal ini diduga pemanasan yang tinggi

menyebabkan terjadinya hidrolisis lanjutan pada kolagen yang telah menjadi

gelatin sehingga akan memutuskan rantai asam amino sehingga visikositasnya

menjadi rendah. Menurut stansby (1977) dalam wulandari dkk (2013) semakin

panjang rantai asam amino gelatin maka nilai visikositas gelatin akan semakin

besar.
32
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah

1. Perbedaan suhu ekstraksi berpengaruh terhadap karakteristik gelatin dari

tulang ikan tongkol. Terutama terhadap rendemen, visikositas dan kadar air.

2. Suhu ekstraksi yang menghasilkan gelatin dengan karakteristik yang baik

adalah suhu 70°C.

5.2 Saran

Disarankan dilakukan penelitian lanjut seperti lamanya waktu perendaman dan

lamanya waktu ekstraksi.

33
DAFTARA PUSTAKA

Al Jofri, Rifki. 2015. Uji Kualitas Fisik Dan Kimia Gelatin Tipe Adari Tulang Rusuk
Sapi Dengan Lama Perendaman Yang Berbeda.Skripsi Universitas Islam
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau Pekanbaru.

Anonim, 1979, Materia Medika Indonesia, jilid III, Departemen Kesehatan RI,
Jakarta

Anonim, 1986, Sediaan Galenik, Departemen kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Departemen


Kesehatan RI, Jakarta.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. The Association of Official Analytical


Chemist.A.O.A.C.Inc., Washington, DC. Chap. 38: 1–3.
Atmaja, Adi Kusuma. 2009. Aplikasi Asap Cair Redestilasi Pada Karakterisasi
Kamaboko Ikan Tongkol (Eutthynnus Affinis) Ditinjau Dari Tingkat
Keawetan Dan Kesukaan Konsumen. Skripsi Universitas Sebelas Maret
Surakrta.

Bangun, Arief Persadanta. 2015.Sumberdaya Hayati Perairan : Bioekologi Dan Nilai


Ekonomi Ikan Tongkol Komo (Euthynnus Affinis). Fakultas Perikanan Dan
Ilmu Kelautan Universitas Sam Ratulangi Manado
Chaerudin, Achmad. 2008. Pengaruh Underwriting Terhadap Profitabilitas. Skripsi
Universitas Pasundan.
Ramadani, Dewi. 2014. Pengaruh Perbedaan Jenis Asam Dan Waktu Demineralisasi
Pada Nilai Rendemen Dan Sifat Fisiko Kimia Gelatin Tulang Sapi
Bali.Skripsi Universitas Hasanuddin Makasar.
Hanif, dkk. 2010. Pengaruh Konsentrasi Ch3COOH& Hcl Sebagai Pelarut Dan Waktu
Perendaman Pada Pembuatan Gelatin Berbahan Baku Tulang/Kulit Kaki
Ayam.Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya

34
35

Hariyanto dan Sambudi.2010. Pembuatan Gelatin Dari Tulang Ikan Tawar


(Anabantidae). Jurusan Teknik Kimia, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Junianto, Dkk.2006. Produksi Gelatin Dari Tulang Ikan Dan Pemanfaatanya Sebagai
Bahan Dasar Pembuatan Cangkang Kapsul. Fakultas Perikanan Dan Ilmu
Kelautan Universitas Padjadjaran.
Muawanah, dkk. 2014. Karakteristik Fisikokimia Gelatin Kulit Ikan Sapu-Sapu
(Hyposarcus Pardalis) Hasil Ekstraksi Asam. Fakultas Sains dan Teknologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rachmania, Rizky Arcinthya.,dkk.2013. Ekstraksi Gelatin Daritulang Ikan Tenggiri
Melalui Proses Hidrolisis Menggunkan Larutan Basa. Media Farmasi, Vol.10
No.2 Hal. 18-28.
Rahayu dan Fithriyah.2015.Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Rendemen Gelatin
Dari Tulang Ikan Nila Merah. Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Rhiday, Ahmad., dkk. 2016. Pengaruh Variasi Jenis Asam Terhadap Rendemen
Gelatin Dari Tulang Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis). Jurnal Riset Kimia
Kovalen, Vol.2 No.2, Hal 44-53
Saputra, R.H. 2010. Karakteristik Fisik Dan Kimia Gelatin Kulit Ikan Patin
(pangasius pangasius) Dengan Kombinasi Berbagai Asam Dan Suhu. Skripsi
S1. Universitas Sriwijaya.
Sompie, Meity., dkk. 2015. Pengaruh Perbedaan Suhu Ekstraksi Terhadap
Karakteristik Gelatin Kulit Kaki Ayam.PROS SEM MASY BIODIV INDON,
Vol.1 No.4 Hal.792-795.
Wulandari, dkk.2013.Pengaruh Waktu Ekstraksi Terhadap Rendemen Gelatin Dari
Tulang Ikan Nila Merah.Samnastek Fakultas Teknik Universitas
Muhamadiyah Jakarta.
Lampiran 1.

Hasil Determinasi

36
Lampiran 2

Skema kerja pembuatan gelatin

1. Tahap degreasing

Tulang Ikan Tongkol

- Dibersihkan dari sisa daging dan lemak yang masih menempel

- Direndam dalam air panas suhu ± 90°C selama30 menit sambil

diaduk-aduk dan disikat

- Ditiriskan dan dipotong kecil-kecil (± 2 cm)

Tulang Ikan
Tongkol Bersih

2. Tahap Demineralisasi

Tulang Ikan Tongkol


Bersih

- Direndam dengan larutan asam HCL 5% dalam gelas kimia


selama 48 jam sampai terbentuk ossein
- Dicuci dengan menggunakan air mengalir sampai pHnya netral
(pH = ±6-7)

Ossein

37
3. Tahap Ekstraksi

Ossein

- Dimasukkan kedalam beaker glass


- Ditambahkan aquadest dengan perbandingan ossein : aquadest (1:3)
- Diekstraksi dalam waterbath pada suhu 60,70,80,90,100°C masing-
masing selama 5 jam
- Disaring dengan kertas saring

Cairan
Gelatin pekat

4. Tahap Drying

Cairan Gelatin

- Dituang kedalam tempat plastik


- Dikeringkan dalam oven pada suhu 70°C selama 48 jam
- Didinginkan dalam desikator
- Dihaluskan

Gelatin serbuk

38
Lampiran 3

Skema kerja evaluasi gelatin

1. Uji kekuatan gel

Serbuk gelatin

- Ditimbang 6,67 gram, dilarutkan dalam air 105 ml


- Dipanaskan pada hot plate dengan suhu 40°C dan diaduk dengan
stirrer hingga mengembang lalu suhunya dinaikkan menjadi 45°C
selama 30 menit
- Dimasukkan kedalam gelas ukur dan disimpan pada suhu 10°C
selama 18 jam
- Diukur menggunakan penetrometer

Kekuatan gel
(bloom)

2. Uji visikositas

Serbuk gelatin

- Ditimbang sebanyak 6,67 gram


- Dilarutkan dalam aquades hingga volume 100 ml
- Diukur visikositasnya

Visikositas
gelatin (cP)

39
3. Uji kadar air
Serbuk gelatin

- Dikeringkan cawan petri pada suhu 105°C selama ±2 jam


- Didinginkan dan ditimbang sebanyak 1 gram
- Dimasukkan kedalam oven dengan suhu 105°C sampai bertanya
konstan
- Didinginkan dalam desikator
- Dihitung

% kadar air

4. Uji kadar abu

Serbuk gelatin

- Ditmbang sebanyak 1 gram


- Dimasukkan kedalam cawan porselen
- Dikeringkan pada suhu 105°C selama 1 jam
- Didinginkan dan ditimbang
- Diuapkan airnya, dipindahkan ke cawan porselen
- Dimasukkan kedalam tanur dengan suhu 600°C selama 6 jam
- Ditimbang

% kadar abu

40
5. Uji pH

Serbuk gelatin

- Ditimbang 0,2 gram


- Dilarutkankedalam air pada suhu 80°C ditambahkan air hingga
100 ml
- Diukur ph pada suhu 25°C menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi

pH gelatin

41
Lampiran 4.

Perhitungan

1. Pengenceran HCl

HCl 5% dalam 990 ml

V1 X N1 = V 2 X N2

V1 X 36%= 990 X 5%

990 X 5%
V1 =
36%
V1= 137,5 ml

2. Perhitungan Rendemen

- Suhu 60°C

Berat gelatin
% rendemen gelatin = X 100%
Berat tulang ikan tongkol
15,86
=X 100% = 4,80%
330

- Suhu 70°C

Berat gelatin
% rendemen gelatin = X 100%
Berat tulang ikan tongkol

16,02
= X 100% = 4,85%
330

42
- Suhu 80°C

Berat gelatin
% rendemen gelatin = X 100%
Berat tulang ikan tongkol

15,64
= X 100% = 4,74%
330

- Suhu 90°C

Berat gelatin
% rendemen gelatin = X 100%
Berat tulang ikan tongkol

15,59
= X 100% = 4,72%
330

- Suhu 100°C
Berat gelatin
% rendemen gelatin = X 100%
Berat tulang ikan tongkol
15,56
= X 100% = 4,71%
330

3. Perhitungan Kadar Air

- Suhu 60°C
Berat cawan kosong = 21,7250 g

Berat sampel (B) = 1,0128 g

Berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan (B1) = 22,7378 g

Berat (sampel+cawan) sesudah dikeringkan (B2) = 1. 22,6413 g

43
2. 22,6398 g

B 1−B 2
%Kadar air= ×100 %
B

22,7378−22,6398
¿ × 100 %
1,0128

¿ 9,68 %

- Suhu 70°C

Berat cawan kosong = 21,1137 g

Berat sampel (B) = 1,0757g

Berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan (B1) = 22,1894 g

Berat (sampel+cawan) sesudah dikeringkan (B2) = 1. 22,0996 g

2. 22,0953 g

B 1−B 2
%Kadar air= ×100 %
B

22,1894−22,0953
¿ ×100 %
1,0757

¿ 8,98 %

- Suhu 80°C

Berat cawan kosong = 20,5344 g

Berat sampel (B) = 1,0197g

Berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan (B1) = 21,5541 g

Berat (sampel+cawan) sesudah dikeringkan (B2) = 1. 21,4800 g

2. 21,4799 g

44
B 1−B 2
%Kadar air= ×100 %
B

21,5541−21,4799
¿ ×100 %
1,0197

¿ 7,42 %

- Suhu 90°C

Berat cawan kosong = 21,5630 g

Berat sampel (B) = 1,0141g

Berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan (B1) = 22,5771 g

Berat (sampel+cawan) sesudah dikeringkan (B2) = 1. 22,5113 g

2. 22,5102 g

B 1−B 2
%Kadar air= ×100 %
B

22,5771−22,5102
¿ ×100 %
1,0141

¿ 6,69 %

- Suhu 100°C

Berat cawan kosong = 21,5072 g

Berat sampel (B) = 1,0317g

Berat (sampel+cawan) sebelum dikeringkan (B1) = 22,5389 g

Berat (sampel+cawan) sesudah dikeringkan (B2) = 1. 22,4833 g

2. 22,4832 g

45
B 1−B 2
%Kadar air= ×100 %
B

22,5389−22,4832
¿ ×100 %
1,0317

¿ 5,57 %

4. Kadar Abu

- Suhu 60°C

Berat cawan kosong = 21,8957 g

Berat sampel = 1,0317g

Berat abu gelatin = 1. 21,9149 g

2. 21,9146 g

Berat abu
%Kadar abu= × 100 %
Berat gelatin

21,9146−21,8957
¿ ×100 %
1,0317

¿ 5,57 %

- Suhu 70°C

Berat cawan kosong = 22,0640g

Berat sampel = 1,0489g

Berat abu gelatin = 1. 22,0821 g

2. 22,0817 g

46
Berat abu
%Kadar abu= × 100 %
Berat gelatin

22,0817−22,0640
¿ ×100 %
1,0489

¿ 1,69 %

- Suhu 80°C

Berat cawan kosong = 22,5678 g

Berat sampel = 1,0294 g

Berat abu gelatin = 1. 22,5914 g

2. 22,5913 g

Berat abu
%Kadar abu= × 100 %
Berat gelatin

22,5913−22,5678
¿ × 100 %
1,0294

¿ 2,28 %

- Suhu 90°C

Berat cawan kosong = 21,7437 g

Berat sampel = 1,0024 g

Berat abu gelatin = 1. 21,7676 g

2. 21,7675 g

47
Berat abu
%Kadar abu= × 100 %
Berat gelatin

21,7675−21,7473
¿ × 100 %
1,0024

¿ 2,37 %

- Suhu 100°C

Berat cawan kosong = 22,3144 g

Berat sampel = 1,0503 g

Berat abu gelatin = 1. 22,3395 g

2. 22,3394 g

Berat abu
%Kadar abu= × 100 %
Berat gelatin

22,3394−22,3144
¿ ×100 %
1,0503

¿ 2,38 %

48
Lampiran 5.

Gambar Tahap Perlakuan Dan Uji Sampel

1. Pengumpulan Sampel

2. Tahap Degreasing

49
3. Tahap Demineralisasi

4. Tahap Ekstraksi

50
5. Tahap Pengeringan

6. Rendemen

7. Uji Kekuatan Gel

51
8. Uji Visikositas

9. Uji Kadar Air

52
10. Uji Kadar Abu

11. Uji pH

53
54

Anda mungkin juga menyukai