SKIZOFRENIA
Pembimbing:
dr. Meidian Sari, Sp.KJ
Skizofrenia
Oleh:
Tessa Maretha, S.Ked
Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Jiwa Rumah Sakit
DR.Ernaldi Bahar Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Palembang periode 13 Juli – 19 Juli 2020.
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Semesta Alam, Allah SWT, atas nikmat dan
karunia-Nya. Sholawat beriring salam selalu tercurah kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW.
Penulis menghaturkan terima kasih atas bimbingan selama pengerjaan
referat, dengan judul “Skizofrenia” ini kepada pembimbing dr. Meidian Sari,
Sp.KJ. dan bagi semua pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak
langsung, yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis haturkan terima
kasih atas bantuannya hingga referat ini dapat terselesaikan. Semoga bantuan yang
telah diberikan mendapatkan imbalan setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa didalam referat ini masih banyak kekurangan
baik itu dalam penulisan maupun isi referat. Karena itu, Penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya referat ini. Penulis berharap
referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................. iii
DAFTAR ISI................................................................................................. iv
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………… 1
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi................................................................................. 2
2.2 Epidemiologi........................................................................ 2
2.3 Etiologi................................................................................. 3
2.4 Patofisiologi ......................................................................... 8
2.5 Gambaran Klinis................................................................... 12
2.6 Penegakkan Diagnosis.......................................................... 14
2.7 Jenis-Jenis Skizofrenia......................................................... 16
2.8 Pemeriksaan Penunjang........................................................ 24
2.9 Diagnosis Banding............................................................... 25
2.10 Penatalaksanaan.................................................................... 27
2.11 Komplikasi........................................................................... 31
2.12 Prognosis.............................................................................. 32
BAB III KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan.......................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 35
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Skizofrenia berasal dari bahasa Yunani, “shizein” yang berarti “terpisah” atau
“pecah”, dan “phren” yang artinya “jiwa”. Pada skizofrenia terjadi pecahnya atau
ketidakserasian antara afeksi, kognitif, dan perilaku. Secara umum, gejala
skizofrenia dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu gejala positif, gejala negatif,
dan gangguan dalam hubungan interpersonal.4,5
Berdasarkan PPDGJ III, skizofrenia adalah suatu deskripsi sindrom dengan
variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu
bersifat kronis atau “deteriorating”) yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya. Pada
umumnya ditandai oleh penyimpangan yang fundamental dan karakteristik dari
pikiran dan persepsi, serta oleh afek yang tidak wajar (inappropriate) atau tumpul
(blunted), kesadaran yang jernih (clear consciousness) dan kemampuan intelektual
biasanya tetap terpelihara, walaupun kemunduran kognitif tertentu dapat
berkembang kemudian.6
2.2 Epidemiologi
Survei telah dilakukan di berbagai negara memiliki laju insiden per tahun
skizofrenia antara 0,1-0,4 per 1000 populasi. Insiden yang tinggi terjadi pada
kelompok sosial terutama etnis minoritas di Eropa Barat seperti komunitas Afro-
Caribbean di Inggris dan imigran dari Suriname di Belanda.7
2
3
Bunuh diri (10%), penyakit-penyakit lain akibat pola hidup yang buruk,
efek samping obat, dan penurunan perawatan kesehatan.
b. ♂ = ♀:
Onset lebih awal dan gejala lebih buruk pada ♂, disebabkan karena
respon pengobatan antipsychotic yang lebih baik pada ♀ disebabkan
pengaruh estrogen.
d. Usia:
2.3 Etiologi
4
a. Faktor Biologis
5
b. Faktor Perilaku
Menurut ahli teori belajar, obsesi adalah stimuli yang dibiasakan. Stimulus
yang relatif netral menjadi disertai dengan ketakutan atau kecemasan melalui
proses pembiasaan responden dengan memasangkannya dengan peristiwa yang
secara alami adalah berbahaya atau menghasilkan kecemasan. Jadi, objek dan
pikiran yang sebelumnya netral menjadi stimuli yang terbiasakan yang mampu
menimbulkan kecemasan atau gangguan. 11,12
Kompulsi dicapai dalam cara yang berbeda. Seseorang menemukan bahwa
tindakan tertentu menurunkan kecemasan yang berkaitan dengan pikiran
obsesional. Jadi, strategi menghindar yang aktif dalam bentuk perilaku kompulsif
atau ritualistik dikembangkan untuk mengendalikan kecemasan. Secara bertahap,
karena manfaat perilaku tersebut dalam menurunkan dorongan sekunder yang
menyakitkan (kecemasan), strategi menghindar menjadi terfiksasi sebagai pola
perilaku kompulsif yang dipelajari. 11,12
c. Faktor Psikososial
Faktor kepribadian. Gangguan obsesif-kompulsif adalah berbeda dari
gangguan kepribadian obsesif-kompulsif. Sebagian besar pasien gangguan
obsesif-kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif pramorbid. Dengan demikian,
sifat kepribadian tersebut tidak diperlukan atau tidak cukup untuk perkembangan
gangguan obsesif-kompulsif. Hanya kira-kira 15 sampai 35 persen pasien
gangguan obsesif-kompulsif memiliki sifat obsesional pramorbid.11
Faktor psikodinamika. Sigmund Freud menjelaskan tiga mekanisme
pertahanan psikologis utama yang menentukanbentuk dan kualitas gejala dan sifat
karakter obsesif-kompulsif; isolasi, meruntuhkan (undoing), dan pembentukan
reaksi. 11,12
Isolasi. Isolasi adalah mekanisme pertahanan yang melindungi seseorang
dari afek dan impuls yang mencetuskan kecemasan. Jika terjadi isolasi, afek dan
7
impuls yang didapatkan darinya adalah dipisahkan dari komponen idesional dan
dikeluarkan dari kesadaran. Jika isolasi berhasil sepenuhnya, impuls dan afek
yang terkait seluruhnya terepresi, dan pasien secara sadar hanya menyadari
gagasan yang tidak memiliki afek yang berhubungan dengannya. 11
Undoing. Karena adanya ancaman terus-menerus bahwa impuls mungkin
dapat lolos dari mekanisme primer isolasi dan menjadi bebas, operasi pertahanan
sekunder diperlukan untuk melawan impuls dan menenangkan kecemasan yang
mengancam keluar ke kesadaran. Tindakan kompulsif menyumbangkan
manifestasi permukaan operasi defensif yang ditujukan untuk menurunkan
kecemasan dan mengendalikan impuls dasar yang belum diatasi secara memadai
oleh isolasi. Operasi pertahanan sekunder yang cukup penting adal;ah mekanisme
meruntuhkan (undoing). Seperti yang disebutkan sebelumnya, meruntuhkan
adalah suatu tindakan kompulsif yang dilakukan dalam usaha untuk mencegah
atau meruntuhkan akibat yang secara irasional akan dialami pasien akibat pikiran
atau impuls obsesional yang menakutkan. 11
Pembentukan reaksi. Pembentukan reaksi melibatkan pola perilaku yang
bermanifestasi dan sikap yang secara sadar dialami yang jelas berlawanan dengan
impuls dasar. Seringkali, pola yang terlihat oleh pengamat adalah sangat dilebih-
lebihkan dan tidak sesuai. 11
Faktor psikodinamik lainnya. Pada teori psikoanalitik klasik, gangguan
obsesif-kompulsif dinamakan neurosis obsesif-kompulsif dan merupakan suatu
regresi dari fase perkembangan oedipal ke fase psikoseksual anal. Jika pasien
dengan gangguan obsesif-kompulsif merasa terancam oleh kecemasan tentang
pembalasan dendam atau kehilangan objek cinta yang penting, mereka mundur
dari fase oedipal dan beregresi ke stadium emosional yang sangat ambivalen yang
berhubungan dengan fase anal. Adanya benci dan cinta secara bersama-sama
kepada orang yang sama menyebabkan pasien dilumpuhkan oleh keragu-raguan
dan kebimbangan. Suatu ciri yang melekat pada pasien dengan gangguan obsesif-
kompulsif adalah derajat dimana mereka terpaku dengan agresi atau kebersihan,
baik secara jelas dalam isi gejala mereka atau dalam hubungan yang terletak di
belakangnya. Dengan demikian, psikogenesis gangguan obsesif-kompulsif,
8
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi skizofrenia dihubungkan dengan genetik dan lingkungan.
Faktor genetik dan lingkungan saling berhubungan dalam patofisiologi terjadinya
skizofrenia. Neurotransmitter yang berperan dalam patofisiologinya adalah DA,
5HT, Glutamat, peptide, norepinefrin.14 Pada pasien skizofrenia terjadi
hiperreaktivitas sistem dopaminergik (hiperdopaminergia pada sistem mesolimbik
→ berkaitan dengan gejala positif, dan hipodopaminergia pada sistem mesokortis
dan nigrostriatal → bertanggung jawab terhadap gejala negatif dan gejala
ekstrapiramidal) Reseptor dopamin yang terlibat adalah reseptor dopamin-2 (D2)
yang akan dijumpai peningkatan densitas reseptor D2 pada jaringan otak pasien
skizofrenia. Peningkatan aktivitas sistem dopaminergik pada sistem mesolimbik
yang bertanggung jawab terhadap gejala positif. Sedangkan peningkatan aktivitas
serotonergik akan menurunkan aktivitas dopaminergik pada sistem mesokortis
yang bertanggung jawab terhadap gejala negatif.13
9
Gambar 1. Mekanisme terjadinya gejala positif dan gejala negatif pada gangguan
psikotik
Gangguan Pikiran
Gangguan Persepsi
- Halusinasi
Halusinasi paling sering ditemui, biasanya berbentuk pendengaran
tetapi bisa juga berbentuk penglihatan, penciuman, dan perabaan.
Halusinasi pendengaran dapat pula berupa komentar tentang pasien
atau peristiwa-peristiwa sekitar pasien. Komentar-komentar tersebut
dapat berbentuk ancaman atau perintah-perintah langsung ditujukan
kepada pasien (halusinasi komando). Suara-suara sering diterima
pasien sebagai sesuatu yang berasal dari luar kepala pasien dan
kadang-kadang pasien dapat mendengar pikiran-pikiran mereka sendiri
berbicara keras. Suara-suara cukup nyata menurut pasien kecuali pada
fase awal skizofrenia.4,5
- Ilusi dan depersonalisasi
15
Atau paling sedikit gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas
dalam kurun waktu satu bulan atau lebih;6
a. Halusinasi yang menetap dalam setiap modalitas. Apabila disertai baik oleh
waham yang mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan (over valued
ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-minggu
atau berbulan-bulan terus-menerus;
b. Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang
berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
c. Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), sikap tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme dan stupor;
d. Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat masa bodo (apatis), pembicaraan
yang terhenti, dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak
disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
e. Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari
beberapa aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat,
tak bertujuan, sikap malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan
penarikan diri secara sosial.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih. Kondisi-kondisi yang memenuhi persyaratan
gejala tersebut tetapi yang lamanya kurang dari satu bulan (baik diobati atau
tidak) harus didiagnosis pertama kali sebagai gangguan psikosis fungsional.6
17
luar); dan
g) Gejala – gejala lain seperti
“command automatism”
(kepatuhan secara otomatis
terhadap perintah), dan
pengulangan kata - kata serta
kalimat – kalimat.
3. Pada pasien yang tidak
komunikatif dengan manifestasi
perilaku dan gangguan
katatonik, diagnosis skizofrenia
mungkin harus ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai
tentang adanya gejala – gejala
lain. Penting untuk diperhatikan
bahwa gejala –gejala katatonik
bukan petunjuk untuk diagnosis
skizofrenia. Gejala katatonik
dapat dicetuskan oleh penyakit
otak, gangguan metabolik, atau
alkohol dan obat – obatan, serta
dapat juga terjadi pada
gangguan afektif.
berlangsung setidaknya 1 hari tapi kurang dari 1 bulan dan bila pasien
tidak kembali keadaan fungsi pramorbidnya dalam waktu tersebut. Suatu
sindrom manik atau depresif terjadi bersamaan dengan gejala utama
schizophrenia gangguan schizoafektif adalah diagnosis yang tepat.
Paham non bizzare yang timbul selama sekurangnya 1 bulan tanpa gejala
Vania lain atau gangguan mood patut didiagnosis sebagai gangguan
waham. 8
4. Gangguan Mood
5. Gangguan kepribadian
2.10 Penatalaksanaan
Ada berbagai macam terapi yang bisa kita berikan pada skizofrenia. Hal ini
diberikan dengan kombinasi satu sama lain dan dengan jangka waktu yang relatif
cukup lama. Terapi skizofrenia terdiri dari pemberian obat-obatan, psikoterapi,
dan rehabilitasi. Terapi psikososial pada skizofrenia meliputi: terapi individu,
terapi kelompok, terapi keluarga, rehabilitasi psikiatri, latihan keterampilan sosial
dan manajemen kasus. WHO merekomendasikan sistem 4 level untuk penanganan
masalah gangguan jiwa, baik berbasis masyarakat maupun pada tatanan kebijakan
seperti puskesmas dan rumah sakit. 10
1. Terapi Farmakologi
a. Antipsikotik Generasi I (APG-1)
Biasa disebut dengan antipsikotik tipikal. Antipsikotik ini
merupakan antipsikotik yang bekerja memblok reseptor dopamin
D2. Antipsikotik ini memblokir sekitar 65% hingga 80% reseptor D2
di striatum dan saluran dopamin lain di otak. 18 Antipsikotik generasi
pertama efektif dalam menangani gejala positif dan mengurangi
kejadian relaps. Namun antipsikotik ini memiliki efek yang rendah
terhadap gejala negatif. 19
30
2. Terapi Psikososial
a. Pelatihan keterampilan sosial
Pelatihan keterampilan sosial kadang-kadang disebut sebagai
terapi keterampilan perilaku. Terapi ini secara langsung dapat
mendukung dan berguna untuk pasien bersama dengan terapi
farmakologis. Selain gejala yang biasa tampak pada pasien
skizofrenia, beberapa gejala yang paling jelas terlihat melibatkan
hubungan orang tersebut dengan orang lain, termasuk kontak mata
yang buruk, keterlambatan respons yang tidak lazim, ekspresi wajah
yang aneh, kurangnya spontanitas dalam situasi sosial, serta persepsi
yang tidak akurat atau kurangnya persepsi emosi pada orang lain.
Pelatihan keterampilan perilaku diarahkan ke perilaku ini melalui
penggunaan video tape berisi orang lain dan si pasien, bermain
drama dalam terapi, dan tugas pekerjaan rumah untuk keterampilan
khusus yang dipraktekkan.
b. Terapi kelompok
Terapi kelompok untuk oragn dengan skizofrenia umumnya
berfokus pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan
nyata. Kelompok dapat berorientasi perilaku, psikodinamis atau
berorientasi tilikan, atau suportif.
d. Psikoterapi individual
Pada psikoterapi pada pasien skizofrenia, amat penting untuk
membangun hubungan terapeutik sehingga pasien merasa aman.
Reliabilitas terapis, jarak emosional antaraterapis dengan pasien,
serta ketulusan terapis sebagaimana yang diartikan oleh pasien,
semuanya mempengaruhi pengalaman terapeutik. Psikoterapi untuk
pasien skizofrenia sebaiknya dipertimbangkan untuk dilakukan
dalamm jangka waktu dekade, dan bukannya beberapa sesi, bulan,
atau bahakan tahun. Beberapa klinisi dan peneliti menekankan
bahwa kemampuan pasien skizofrenia utnuk membentuk aliansi
terapeutik dengan terapis dapat meramalkan hasil akhir. Pasien
skizofrenia yang mampu membentuk aliansi terapeutik yang baik
cenderung bertahan dalam psikoterapi, terapi patuh pada pengobatan,
serta memiliki hasil akhir yang baik pada evaluasi tindak lanjut 2
tahun. Tipe psikoterapi fleksibel yang disebut terapi personal
merupakan bentuk penanganan individual untuk pasien skizofrenia
yang baru-baru ini terbentuk. Tujuannya adalah meningkatkan
penyesuaian personal dan sosial serta mencegah terjadinya relaps.
Terapi ini merupakan metode pilihan menggunakan keterampilan
sosial dan latihan relaksasi, psikoedukasi, refleksi diri, kesadaran
diri, serta eksplorasi kerentanan individu terhadap stress. 3
2.11 Komplikasi
33
2.12 Prognosis
Sejumlah studi menunjukkan bahwa selama periode 5 sampai 10 tahun
setelah rawat inap psikiatrik yang pertama untuk skizofrenia, hanya sekitar 10-
20% persen yang dapat dideskripsikan memiliki hasil akhir yang baik. Lebih dari
50% pasien dapat digambarkan memiliki hasil akhir yang buruk, dengan rawat
inap berulang, eksaserbasi gejala, episode gangguan mood mayor, dan percobaan
bunuh diri. Namun, skizofrenia tidak selalu memiliki perjalanan penyakit yang
memburuk dan sejumlah faktor dikaitkan dengan prognosis yang baik. Angka
pemulihan yang dilaporkan berkisar dari 10-60%, dan taksiran yang masuk akal
adalah bahwa 20-30% pasien terus mengalami gejala sedang, dan 40-60% pasien
tetap mengalami hendaya secara signifikan akibat gangguan tersebut selama hidup
mereka.3
35
36
DAFTAR PUSTAKA
12. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th ed. DSM-IV
Washington DC: American Psychiatry Association, 1994.
13. Ikawati, Zullies. 2009. Zullies Ikawati’s Lecture Notes : Skizophrenia.
Yogyakarta: UGM
14. Price, Wilson. 2006. Patofisiologi. Jakarta: EGC
15. Silva, J.A. Costa.Schizophrenia and Public Health. WHO. 1998. 6-13.
Available from:www.who.int/mental _ health/media/en/55.pdf [Diakses
pada 5 Maret 2014]
16. Stahl, S. M,. Stahl's Essential Psycopharmacology. 4th ed. New York:
Cambrige University Press. 2013
17. Tomb, David A. Buku Saku Psikiatri. Ed 6. Alih Bahasa : dr Martina
Wiwie N, Jakarta : EGC. 2003
18. Chisholms-Burns, M.A. et al. Pharmacotherapy Principles&Practice.
Fourth Edition. New York:McGraw-Hill Education; 2016
19. Fleischhacker WW. New Drugs for The Treatment of Shizophrenic
Patients. Acta Psychiatr Scans (Suppl);1995. p. 24-30
20. Wells, et al. Pharmacotherapy Handbook. 9th Edition. New
York:McGraw-Hill; 2015
21. Hill SK, Bishop JR, Palumbo D, et al. Effect of Second-Generation
Antipsychotics on Cognition: Current Issues and Future Challenges.
Expert Rev Neurother; 2010. p. 43-57
22. Foster et al. Combination Antypsychotic Therapies an Analysis From a
Longitudinal Pragmatic Trial. Journal of Clinical Psychopharmacology
37(5);2017. p. 595-599
38