Anda di halaman 1dari 30

Nilai :

LAPORAN PRAKTIKUM
KARAKTERISTIK BAHAN HASIL PERTANIAN
(Retensi Air dan Equilibrium Moisture Content (EMC))

Oleh:
Nama : Sarah Fitri Soerya
NPM : 240110160095
Hari, Tanggal Praktikum : Rabu, 18 Oktober 2017
Waktu/Shift : 07.30 WIB/ B2
Asisten : 1. Connie Shintia Ayu Sidabutar
2. Lisa Oktavia Br Napitupulu
3. Zahrah Eza Arpima
4. Zulfa Irbah Zain

LABORATORIUM PASCA PANEN DAN TEKNOLOGI PROSES


DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2017
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahan hasil pertanian merupakan bahan yang memiliki kandungan air yang
terbilang tidak sedikit. Kandungan air pada bahan hasil pertanian merupakan salah
satu sifat fisik yang sangat diperhatikan karena setelah proses pemanenan bahan
hasil pertanian tetap berespirasi, maka sudah pasti kandungan air yang terdapat
pada bahan hasil pertanian akan mempenngaruhi umur simpannya. Kadar air ini
mempengaruhi kualitas dan daya simpan dari bahan tersebut. Untuk
memperpanjang umur bahan hasil pertanian serta untuk mempermudah dalam
penanganan pasca panen dibutuhkan pengolahan secara tepat.
Agar bahan hasil pertanian terjaga mutunya maka ada beberapa cara
penanganan pascapanen yang dapat dilakukan untuk memenuhi standar pasar.
Yang dapat dilakukan pada bahan hasil pertanian diantaranya adalah proses
pengeringan dan pendinginan. Tujuan dari proses pengeringan yaitu dapat
mengurangi kadar air yang terdapat pada bahan hasil pertanian, hal ini dapat
memperlambat kerusakan bahan hasil pertanian terutama yang diakibatkan oleh
proses fisiologis, biologis, serta kimiawi. Seperti dengan berkurangya kadar air
pada bahan hasil pertanian dapat menghambat laju pertumbuhan mikroorganisme.
Sama halnya dengan proses pengeringan proses pendinginan juga memiliki
peran yang sangat penting pada penanganan bahan hasil pertanian. Ada beberapa
perbedaan pada proses ini yaitu pada saat proses pendinginan dilakukan maka
kadar air yang terkandung pada bahan hasil pertanian akan mengalami
peningkatan, namun meskipun mengalami peningkatan kadar air hal tersebut
membuat aktivitas dari mikroorganisme menurun sehingga umur simpan dari
bahan hasil pertanian akan panjang. Oleh karena itu, untuk mengetahui
penanganan pascapanen yang baik maka dari itu dilakukan pengujian retensi air,
pengeringan dan EMC.

1.2 Tujuan Praktikum


Tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Mengamati perubahan kadar air bahan hasil pertanian pada berbagai kondisi
penyimpanan dengan menggunakan moisture tester.
2. Mengukur kadar air bahan dengan metode dasar (metode oven).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Equilibrum Moisture Constent (EMC)


Suatu bahan bisa terdiri dari bahan tersebut dan air yang dikandungnya. Jadi
massa total bahan adalah massa bahan tersebut (disebut massa kering) ditambah
dengan massa air yang dikandungnya. Yang dimaksud dengan kandungan air atau
moisture content dalam suatu bahan adalah massa air yang dikandung dibagi
dengan massa total, moisture content ini disebut sebagai MC basis basah.
Sedangkan MC basis kering adalah massa air yang dikandung dibagi dengan
massa kering bahan.Terdapat tiga jenis air yang dikandung oleh suatu bahan yaitu
air hidrasi, air terikat dan air bebas. (Engkos, 2009).
Air hidrasi adalah air yang secara kimia terikat dengan bahan dan pada
umumnya tidak dimasukkan dalam kandungan air, tapi dianggap sebagasi bagian
integral dari bahan. Air terikat adalah air yang diikat oleh bahan karena adanya
efek kapiler dan ikatan hydrogen, gaya van der Waals dan ikatan ikatan ion dan
polar.Air bebas adalah air yang dikandung oleh bahan dan terlarut dalam bahan
karena adanya rongga dan kapiler yang lebar dalam bahan.Jadi kandungan air
yang paling kuat diikat oleh bahan, bahkan disebut sebagai bagian integral bahan
adalah air hydrasi.
EMC adalah kandungan air dari suatu bahan yang disimpan di suatu tempat
dalam jangka waktu tak hingga. Seperti disebutkan di atas, EMC ini tergantung
pada suhu dan RH lingkungan. Jika suatu bahan dyang sudah mencapai
keseimbangan dengan suatu lingkugan dipindahkan ke lingkungan dengan suhu
yang atau RH yang berbeda maka bahan tidak berkeseimbangan dengan
lingkungan tersebut. Misalnya jika lingkungan yang baru tersebut lebih panas atau
RH lebih kecil maka air dalam bahan akan menguap atau MC-nya akan turun dan
dalam waktu tak hingga akan mencapai EMC yang baru.
Keseimbangan itu terjadi pada suhu tertentu dan ditentukan oleh
kelembapan nisbi tertentu. Kadar air keseimbangan suatu bahan dapat diartikan
sebagai kadar air minimum yang dapat dikeringkan di bawah kondisi pengeringan
yang tetap atau pada suhu dan kelembapan nisbi yang tetap. Suatu bahan berada
dalam keadaan seimbang dengan kondisi sekelilingnya, apabila laju kehilangan air
dari bahan menuju kondisi sekeliling (atmosfer) sama dengan laju air yang
didapat dari udara sekelilingnya. Apabila kelembapan nisbi udara sekeliling bahan
dalam keadaan seimbang dengan sekitarnya disebut sebagai kelembapan nisbi
keseimbangan (equilibrium relative humidity). Kadar air keseimbangan (KAK)
atau Equilibrium Moisture Content (EMC) dapat disimpulkan sebagai
keseimbangan antara kadar air bahan dengan suhu dan kelembapan udara
sekelilingnya. Jika suatu bahan pangan dengan kadar air bahan tertentu
ditempatkan dalam lingkungan dengan suhu dan kelembapan tertentu, maka kadar
air bahan tersebut akan berubah sampai tercapai kadar air keseimbangan antara air
dalam bahan dengan air di udara.
Proses pengeringan dapat terjadi jika kombinasi suhu dan kelembapan
udara memungkinkan bahan melepaskan air agar tercapai kadar air keseimbangan.
Kombinasi terbaik untuk proses pengeringan berupa udara dengan kelembapan
rendah dan bersuhu tinggi. Kadar air keseimbangan menentukan batas
pengeringan. Melalui udara pada kelembapan nisbi dan suhu tertentu, bahan
higroskopis hanya dapat kering sampai tercapai kadar air keseimbangan saja.
Kombinasi kelembapan nisbi dan suhu lingkungan bahan menentukan kadar air
bahan mula-mula. Untuk itu, bahan tersebut akan menyerap air dan kadar air akan
naik hingga mencapai kadar keseimbangan. Laju pengeringan relatif dan berbeda
antara kadar air bahan dengan kadar air keseimbangan. (Engkos, 2009).
2.2 Kandungan Air Bahan Pangan
Jumlah kandungan air pada bahan hasil pertanian akan mempengaruhi daya
tahan bahan tersebut terhadap serangan mikroba, dan dinyatakan sebagai water
activity (Aw). Water activity adalah jumlah air bebas bahan yang dapat
dipergunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Untuk memperpanjang daya
awet suatu bahan maka sebagian air pada bahan dihilangkan sehingga mencapai
kadar air tertentu. Mikroba hanya tumbuh pada kisaran Aw tertentu. Untuk
mencegah pertumbuhan mikroba, maka Aw bahan harus diatur. Bahan pangan
yang mempunyai Aw di bawah 0,70 biasanya dianggap cukup baik dan tahan
dalam penyimpanan. (Engkos, 2009).
2.2.1 Air Bahan
Kandungan air yang terdapat di dalam suatu bahan terdiri atas tiga jenis,
masing-masing air bahan itu adalah sebagai berikut :
a. Air Bebas (Free Water)
Air bebas dapat dengan mudah diuapi pada proses pengeringan. Untuk
menguapkan air bebas diperlukan energi yang lebih sedikit dibandingkan dengan
menguapkan air terikat. Apabila air bebas diuapkan seluruhnya, maka kadar air
bahan berkisar antara 12% sampai 25% tergantung pada jenis bahan serta suhu.
b. Air Terikat secara Fisik
Merupakan bagian air bahan yang terdapat dalam jaringan matriks bahan
(tenunan bahan) karena adanya ikatan-ikatan fisik.
c. Air Terikat secara Kimia
Untuk menguapkan air tersebut dalam proses pengeringan, dibutuhkan
energiyang besar. Apabila kandungan air tersebut dihilangkan maka pertumbuhan
mikroorganisme dan terjadi reaksi pencoklatan (browning). Hidrolisis atau
oksidasi lemak dapat dikurangi. Jika air tersebut dihilangkan semuanya, kadar air
bahan berkisar antara 3- 7%. Akan tercapai kestabilan optimal pada bahan, kecuali
pada bahan teroksidasi akibat lemak tidak jenuh.
2.3 Pendinginan
Kegunaan umum pendinginan adalah untuk pengawetan, penyimpanan dan
distribusi bahan pangan yang rentan rusak. Kelayakan bahan pangan untuk
dikonsumsi dapat diperpanjang dengan penurunan suhu, karena dapat
menurunkan reaksi dan penguraian kimiawi oleh bakteri. Pendinginan maupun
pembekuan tidak dapat meningkatkan mutu bahan pangan, hasil terbaik yang
dapat diharapkan hanyalah mempertahankan mutu tersebut pada kondisi terdekat
dengan saat akan memulai proses pendinginan. Hal ini berarti mutu hasil
pendinginan sangat dipengaruhi oleh mutu bahan pada saat awal proses
pendinginan. (Apriyantono, 1989).
Analisis rantai dingin (cold chain) dapat digunakan sebagai cara untuk
mengetahui apakah bahan pangan tersebut ditangani secara benar atau tidak.
Penurunan mutu produk segar dapat dipengaruhi oleh :
1. Perubahan metabolik seperti penguapan, etilen, tekstur dan aroma
2. Pertumbuhan dan pengembangan
3. Transpirasi
4. Cacat
5. Kerusakan Fisiologis
6. Busuk; pertumbuhan mikroba
Yang harus diperhatikan dalam melakukan proses pendinginan yang baik
adalah :
1. Waktu antara panen dan “pre-cooling”
2. Jenis karton, palet; ventilasi
3. Cara pendinginan dan waktu yang dibolehkan
4. Suhu produk sebelum didinginkan
5. Suhu produk akhir
6. Sanitasi dari sistem pendingin
7. Pelihara suhu produk
2.4 Pengeringan
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan,
yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang
dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang
biasanya berupa panas. Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan
sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang
dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan
yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu:
1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering yaitu suhu, kecepatan
volumetrik aliran udara pengering, dan kelembaban udara.
2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan yaitu ukuran bahan, kadar air
awal, dan tekanan parsial dalam bahan.
Diperlukan adanya suatu proses penghilangan atau pengurangan kadar air
yang terdapat dalam bahan pangan sehingga terhindar dari pembusukan ataupun
penurunan kualitas bahan pangan. Salah satu cara sederhananya adalah dengan
melalui proses pengeringan. Pengeringan merupakan tahap awal dari adanya
pengawetan.
Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air menuju
udara karena adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan
yang dikeringkan. Tujuan pengeringan antara lain agar produk dapat disimpan
lebih lama, mempertahankan daya fisiologi biji-bijian/benih, mendapatkan
kualitas yang lebih baik. (Gunarif, 1989).
2.4.1 Prinsip Dasar Pengeringan
Mekanisme pengeringan dapat dibagi dalam 3 katagori. Pertama, penguapan
dari suatu permukaan bebas. Operasi ini mengikuti hukum pindah panas dan
pindah masa yang berlaku pada suatu objek basah. Kedua, aliran bahan cair dalam
pipa-pipa kapiler, dan yang ketiga difusi bahan cair atau uap air. Operasi ini
mengikuti hukum difusi II Fick's law. Kemampuan udara pengering
memindahkan air dari produk yang dikeringkan bergantung kepada suhu dan
jumlah uap air yang berada atau dikandung oleh udara tersebut atau dikenal
dengan istilah kelembaban mutlak udara (absolute humidity).
Pengeringan merupakan proses pemakaian panas dan pemindahan air dari
bahan yang dikeringkan yang berlangsung secara serentak bersamaan. Proses
pengeringan melibatkan mode pindah panas konduksi, pindah panas konveksi dan
atau radiasi. Pada sistem pengering konduksi, medium pemanas yang digunakan
biasanya uap panas dan terpisah dari bahan padat yang akan dikeringkan,
contohnya pada drum dryer, yang kadang kala dikombinasi dengan sistem vakum.
Pada sistem pengering tipe konveksi, medium pemanas yang dipakai biasanya
udara dan udara pemanas ini kontak langsung dengan bahan pangan padat yang
dikeringkan, terjadi difusi uap air dari dan didalam produk pangan. Contoh
pengering tipe konveksi ini misalnya pengering oven, pengering semprot (spray
dryer), fluidized bed dryer, rotary dryer. Pengering tipe radiasi memakai sumber
panas dari radiant energy , misalnya alat pengering yang menggunakan energy
microwave untuk mengeringkan produk pangan. (Gunarif,1989).
2.5 Kadar Air
Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang
dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat
kering (drybasis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis
sebesar 100persen, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari
100 persen (Syarif dan Halid, 1993).
Menyatakan bahwa kadar air merupakan pemegang. Peranan
penting, kecuali temperatur maka aktivitas air mempunyai tempat tersendiri dalam
proses pembusukan dan ketengikan. Kerusakan bahan makanan pada umumnya
merupakan proses mikrobiologis, kimiawi, enzimatik atau kombinasi antara
ketiganya. Berlangsungnya ketiga proses tersebut memerlukan air dimana
kinitelah diketahui bahwa hanya air bebas yang dapat membantu
berlangsungnyaproses tersebut.
Salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar air pada suatu
bahan adalah dengan menggunakan metode penetapan air dengan metode oven,
yaitu suatu metode yang dapat digunakan untuk seluruh produk makanan,
kecualiproduk tersebut mengandung komponen-komponen yang mudah menguap
ataujika produk tersebut mengalami dekomposisi pada pemanasan 100 oC–
102oC sampai diperoleh berat yang tetap (Apriyantono, 1989).
Berat bahan kering adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan
beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap (konstan). Pada proses
pengeringan air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan.
Dalam perhitungan-perhitungan teknik, kadar air basis kering lebih sering
dipakai karena pada perhitungan kadar air basis kering adalah bahan setelah
dikeringkan tidak mengandung air sehingga beratnya tetap dan penurunan
kandungan air lebih terlihat dengan jelas. Penentuan kadar air dapat dilakukan
dengan dengan menggunakan dua metode, yaitu:
1. Metode praktis, metode ini mudah dilakukan tetapi hasilnya kurang teliti
sehingga sering perlu dilakukan kalibrasi alat terlebih dahulu. Yang
termasuk metode ini adalah metode kalsium karbida dan metode
pengukuran dengan alat ukur kadar air (electric moiture meter).
2. Metode dasar, kadar air ditentukan dengan mengukur kehilangan berat yang
diakibatkan oleh pengeringan dan pemanasan pada kondisi tertentu dan
dinyatakan sebagai persentase dari berat mula-mula. Yang termasuk ke
dalam metode dasar adalah metode oven, metode destilasi dan metode Karl
Fisher.
3.
2.6 Kelembaban Relatif (RH)
Kelembapan adalah konsentrasi uap air di udara. Angka konsentasi ini dapat
diekspresikan dalam kelembapan absolut, kelembapan spesifik atau kelembapan
relatif. Alat untuk mengukur kelembapan disebut higrometer. Sebuah humidistat
digunakan untuk mengatur tingkat kelembapan udara dalam sebuah bangunan
dengan sebuah pengawalembap (dehumidifier). Dapat dianalogikan dengan
sebuah termometer dan termostat untuk suhu udara. Perubahan tekanan sebagian
uap air di udara berhubungan dengan perubahan suhu. Konsentrasi air di udara
pada tingkat permukaan laut dapat mencapai 3% pada 30 °C (86 °F), dan tidak
melebihi 0,5% pada 0 °C (Handoko, 1994).
Kelembaban udara menggambarkan kandungan uap air di udara yang dapat
dinyatakan sebagai kelembaban mutlak, kelembaban nisbi (relatif) maupun defisit
tekanan uap air. Kelembaban mutlak adalah kandungan uap air (dapat dinyatakan
dengan massa uap air atau tekanannya) per satuan volum. Kelembaban nisbi
membandingkan antara kandungan/tekanan uap air aktual dengan keadaan
jenuhnya atau pada kapasitas udara untuk menampung uap air. Kapasitas udara
untuk menampung uap air tersebut (pada keadaan jenuh) ditentukan oleh suhu
udara. Sedangkan defisit tekanan uap air adalah selisih antara tekanan uap jenuh
dan tekanan uap aktual. Masing-masing pernyataan kelembaban udara tersebut
mempunyai arti dan fungsi tertentu dikaitkan dengan masalah yang dibahas
(Handoko,1994).
Kelembaban udara dalam ruang tertutup dapat diatur sesuai dengan
keinginan. Pengaturan kelembaban udara ini didasarkan atas prinsip kesetaraan
potensi air antara udara dengan larutan atau dengan bahan padat tertentu. Jika ke
dalam suatu ruang tertutup dimasukkan larutan, maka air dari larutan tersebut
akan menguap sampai terjadi keseimbangan antara potensi air pada udara dengan
potensi air larutan. Demikian pula halnya jika hidrat kristal garam-garam (salt
cristal bydrate) tertentu dimasukkan dalam ruang tertutup maka air dari hidrat
kristal garam akan menguap sampai terjadi keseimbangan potensi air.
Tinggi rendahnya kelembaban udara di suatu tempat sangat bergantung pada
beberapa faktor sebagai berikut:
1. Suhu
2. Tekanan udara
3. Pergerakan angin
4. Kuantitas dan kualitas penyinaran
5. Vegetasi
6. Ketersediaan air di suatu tempat (air, tanah, perairan)
Suhu menunjukkan derajat panas benda. Mudahnya, semakin tinggi suhu
suatu benda, semakin panas benda tersebut.Secara mikroskopis, suhu
menunjukkan energi yang dimiliki oleh suatu benda. Setiap atom dalam suatu
benda masing-masing bergerak, baik itu dalam bentuk perpindahan maupun
gerakan di tempat berupa getaran. Makin tingginya energi atom-atom penyusun
benda, makin tinggi suhu benda tersebut.
2.7 SNI Jagung
Standar mutu jagung di Indonesia tercantum dalam Standar Nasional
Indonesia SNI 01-4483-1998. Standar mutu jagung ini memiliki syarat umum,
diantaranya adalah :
1. Bebas hama penyakit.
2. Bebas bau busuk, asam, apek dan bau asing lainnya.
3. Bebas dari bahan kimia seperti insektisida dan fungisida.
4. Memiliki suhu normal.
Tabel 1. Standar Mutu Jagung
No. Komposisi Satuan Persyaratan
1 Kadar Air (Maks) % 14,0
2 Kadar protein kasar (Min) % 7,5
3 Kadar serat kasar (Maks) % 3,0
4 Kadar abu (Maks) % 2,0
5 Kadar lemak (Min) % 3,0
6 Mikotoksin :
a)    Aflatoksin (Maks) ppb 50,0
b)    Okratoksin (Maks) ppb 5,0
7 Butir rusak (Maks) % 5,0
8 Warna lain (Maks) % 5,0
9 Benda Asing (Maks) % 2,0
10 Kepadatan (Maks) Kg/cm3 700
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Cawan
2. Desikator
3. Moisture tester
4. Oven
5. Refrigerator
6. RH meter
7. Timbangan analitik
3.1.2 Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut.
1. Jagung
2. Kacang hijau
3. Kacang tanah
4. Kedelai
3.2 Prosedur Praktikum
3.2.1 Retensi Air
1. Pengamatan pada bahan awal
a. Mengukur kadar air setiap bahan sebanyak 3 kali dengan menggunakan
moisture tester.
b. Mengukur suhu dan RH udara sebanyak 3 kali pada ruangan praktikum.
2. Pengukuran kadar air
a. Mengukur suhu dan RH pada oven.
b. Menyiapkan bahan dan cawan, memasukkan bahan ±5 gram ke dalam
cawan.
c. Menyiapkan cawan yang telah berisi bahan ke dalam oven dan beri
tanda untuk 3 pengamatan (5, 15, dan 20 menit).
d. Setelah 5, 15, dan 20 menit, mengeluarkan bahan dari oven dan
memasukkannya ke dalam desikator.
3. Peningkatan kadar air
a. Mengukur suhu dan RH refrigerator.
b. Menyiapkan bahan dan cawan, memasukan bahan ±5 gram ke dalam
cawan.
c. Menyimpan cawan yang telah berisi bahan kedalam refrigerator, dan
memberi tanda untuk 3 pengamatan (5, 15, dan 20 menit)
d. Setelah 5, 15, dan 20 menit, mengeluarkan cawan dari refrigerator dan
memasukan ke dalam desikator.
e. Mengukur kadar air bahan untuk 3 pengamatan.
4. Pembacaan pada moisture tester
a. Memutar grinding ke kiri (stop line) dan memasukan wadah ke dalam
instrument.
b. Menunggu selama beberapa detik dan melihat pengukuran pada layar
LCD.
c. Menekan select button untuk merubah sampel.
d. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali dengan sampel yang sama dan
untuk mendapatkan nilai rata-rata menekan average button (interval
pengukuran 3 menit).
e. Mematikan alat dengan menekan average button dua kali.
3.2.2 Pengeringan (dalam kaitan EMC)
1. Pengkuran kadar air metode oven pada 130o (ISTA)
a. Memanaskan selamma beberapa menit lalu memasukan cawan ke
dalam desikator selama ± 20 menit, mendinginkannya lalu menimbang
(a gram).
b. Memasukkan 5 gram bahan ke dalam cawan yang telah diketahui
beratnya dan menimbangnya (b gram).
c. Memasukkan ke dalam oven dengan suhu 130oC selama 60 menit.
d. Setelah selesai cawan dikeluarkan dan menyimpannya dalam desikator
untuk didinginkan selama 10 menit.
e. Menimbang cawan beserta bahan setelah ditimbang (c gram).
f. Menghitung kadar air basis basah dan basis kering untuk 3 pengamatan.
( b−c ) gram
Kadar air basis basah (Ka wb) = × 100 %
( b−a ) gram
( b−c ) gram
Kadar air basis basah (Ka db) = ×100 %
( c−a ) gram
BAB IV
HASIL

4.1 Hasil Pengamatan


Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Suhu dan RH
Ruangan Refrigerator Oven
Pengukuran
RH
Ke RH (%) T (°C) RH (%) T (°C) T (°C)
(%)
1 63 25,7 71 15.1 59 65
2 63 25,7 72 15 61 69
3 63 25,7 70 15 62 69
Rata-rata 6 25,7 71 15,03 60,66 67,66

Tabel 3. Penurunan dan Peningkatan Kadar Air


Rata- Kadar Air Akhir (%)
Nama Perlakukan Kadar
rata
Bahan waktu air awal Penurunan Peningkatan
kadar
(5gr) (menit) (%) (oven) (refrigerator)
air awal
Kacang 5 8,6 8,9 8,8
10 8,7 8,633 8,7 8,8
Hijau
20 8,6 8,5 12,9
Kacang 5 10,9 11,3 11,4
10 10,9 10,967 10,9 11,3
Kedelai
20 11,1 10,6 11,3
Kacang 5 14,0 14,2 14,3
10 14,3 14,167 14,2 14,1
Tanah
20 14,2 14,0 14,2
Jagung 5 12,7 13,2 12,3
10 12,5 12,433 11,2 13,2
20 12,1 12,8 13,6
Kacang 5 11 11,1 11,1
10 10,9 10,97 11,2 11,2
Kedelai
20 11,0 11,0 10,8

Tabel 4. Hasil Pengukuran Kadar Air Jagung Segar Metode ISTA


Ma + massa Ma + Massa Kadar Air %
Massa cawan
Bahan bahan awal Bahan Akhir
Ma (gr) Wb Db
Mb (gr) Mc (gr)
Kel 1 4,3688 9,4057 9,0888 6,2195 6,7139
Kel 2 4,9650 9,9744 9,6102 7,27 7,84
Kel 3 4,3107 9,3908 9,0849 6,02 6,41
Kel 4 5,4925 10,4943 10,1817 6,2497 6,6663
Kel 5 4,2875 9,2931 8,9768 6,3189 6,7581

4.2 Perhitungan
Perhtiungan Data Kelompok 1
M b−M c
a. Kadar Air (Wb) = x 100%
M b−M a
9,4057−9,088
= x 100%
9,4057−4,3688
= 6,2195 %
M b−M c
b. Kadar Air (DB) = x 100%
M c −M a
9,4057−9,0888
= x 100%
9,0888−4,3688
= 6,7139 %
Perhtiungan Data Kelompok 2
M b−M c
a. Kadar Air (Wb) = x 100%
M b−M a
9,9744−9,6102
= x 100%
9,9744−4,9650
= 7,27 %
M b−M c
b. Kadar Air (DB) = x 100%
M c −M a
9,9744−9,6102
= x 100%
9,6102−4,9650
= 7,84 %
Perhtiungan Data Kelompok 3
M b−M c
a. Kadar Air (Wb) = x 100%
M b−M a
9,3908−9,0849
= x 100%
9,3908−4,3107
= 6,02 %
M b−M c
b. Kadar Air (DB) = x 100%
M c −M a
9,3908−9,0849
= x 100%
9,0849−4,3107
= 6,41 %
Perhtiungan Data Kelompok 4
M b−M c
a. Kadar Air (Wb) = x 100%
M b−M a
10,4943−10,1817
= x 100%
10,4943−5,4915
= 6,2497 %
M b−M c
b. Kadar Air (DB) = x 100%
M c −M a
10,4943−10,1817
= x 100%
10,1817−5,4925
= 6,663 %
Perhtiungan Data Kelompok 5
M b−M c
a. Kadar Air (Wb) = x 100%
M b−M a
9,2931−8,9768
= x 100%
9,2931−4,2875
= 6,3189 %
M b−M c
b. Kadar Air (DB) = x 100%
M c −M a
9,2931−8,9768
= x 100%
8,9768−4,2875
= 6,7581 %

3.4 Grafik
9

8.9
f(x) = − 0.03 x + 9
8.8 R² = 0.96

8.7
Kadar Air %

8.6

8.5

8.4

8.3
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu

Gambar 1. Grafik Waktu Terhadap Penurunan Kadar Air Kelompok 1


14

12 f(x) = 0.29 x + 6.75


R² = 0.89

10

8
Kadar Air %

0
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu

Gambar 2. Grafik Waktu Terhadap Peningkatan Kadar Air Kelompok 1


11.4

11.2 f(x) = − 0.04 x + 11.45


R² = 0.93

11
Kadar Air %

10.8

10.6

10.4

10.2
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu

Gambar 3. Grafik Waktu Terhadap Penurunan Kadar Air Kelompok 2


11.42

11.4

11.38
f(x) = − 0.01 x + 11.4
11.36 R² = 0.57
Kadar Air %

11.34

11.32

11.3

11.28

11.26

11.24
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu

Gambar 4. Grafik Waktu Terhadap Peningkatan Kadar Air Kelompok 2


14.25

f(x) = − 0.01 x + 14.3


14.2 R² = 0.89

14.15

14.1
Kadar Air %

14.05

14

13.95

13.9
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu

Gambar 5. Grafik Waktu Terhadap Penurunan Kadar Air Kelompok 3


14.35

14.3

14.25

f(x) = − 0 x + 14.25
14.2 R² = 0.11
Kadar Air %

14.15

14.1

14.05

14
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu

Gambar 6. Grafik Waktu Terhadap Peningkatan Kadar Air Kelompok 3


13.5

13

12.5
f(x) = 0 x + 12.4
R² = 0
12
Kadar Air %

11.5

11

10.5

10
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu

Gambar 7. Grafik Waktu Terhadap Penurunan Kadar Air Kelompok 4


14

f(x) = 0.08 x + 12.1


13.5 R² = 0.84

13
Kadar Air %

12.5

12

11.5
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu
,
Gambar 8. Grafik Waktu Terhadap Peningkatan Kadar Air Kelompok 4
11.25

11.2

11.15 f(x) = − 0.01 x + 11.2


R² = 0.43
11.1
Kadar Air %

11.05

11

10.95

10.9
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu

Gambar 9. Grafik Waktu Terhadap Penurunan Kadar Air Kelompok 5


11.3

11.2
f(x) = − 0.02 x + 11.3
R² = 0.7
11.1

11
Kadar Air %

10.9

10.8

10.7

10.6
4 6 8 10 12 14 16 18 20 22
Waktu

Gambar 10. Grafik Waktu Terhadap Peningkatan Kadar Air Kelompok 5


BAB V
PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini membahas mengenai retensi air dan equilibrium
moisture content (EMC) pada bahan hasil pertanian. Percobaan dilakukan dengan
2 cara yaitu dengan metode pengeringan dan pendinginan. Dengan kedua proses
tersebut kadar air dapat diturunkan atau dinaikan. Pada proses pengeringan
dengan cara dioven kadar air dapat diturunkan. Penurunan kadar air merupakan
proses mengurangi nilai kadar air yang terdapat pada suatu bahan hasil pertanian.
Sedangkan pada proses pendinginan dengan cara bahan hasil pertanian dimasukan
ke kulkas/ refrigerator kadar air dapat bertambah. Peningkatan kadar air
merupakan menambah jumlah kadar air yang terdapat pada suatu bahan hasil
pertanian.
Sebelum melakukan praktikum dilakukan pengukuran RH dan suhu pada
ruangan laboratorium, refrigerator, dan oven sebanyak 3 kali. Setelah diukur
maka RH rata-rata pada ruangan, refrigerator, dan oven adalah 63%, 71%, dan
60.66%. Sedangkan suhu rata-rata ruangan, refrigerator, dan oven yang terukur
adalah 25,7oC, 15,03oC, dan 65oC. Oven memiliki RH terkecil hal ini disebabkan
karena sesuai dengan data psikometrik, RH akan mengecil jika pada suhu tinggi.
Praktikum mengenai Kadar air ini digunakan 4 bahan umum yang memiliki
ukuran yang kecil yaitu jagung, kacang hijau, kacang tanah, dan kedelai.
Percobaan metode penyimpanan pengeringan dan pendinginan menggunakan
bahan dengan di timbang diatas cawan sebanyak 5 gram setiap biji-bijian yang
akan digunakan. Setiap kelompok membuat 6 cawan yang sebanyak 3 sampel dari
masing masing bahan kemudian dimasukan ke dalam refrigerator untuk
pendinginan, dan dimasukan ke dalam oven untuk metode pengeringan secara
bersamaan. Terdapat tiga pengukuran waktu untuk mengetahui perbedaan
kandungan air pada bahan yang digunakan, yaitu 5, 10 dan 20 menit.
Kadar awal bahan tiap bahan berbeda-beda, pada kacang hijau misalnya
memiliki kadar air bahan sebesar 8,63%, kacang kedelai sebesar 10,967%,
kacang tanah sebesar 14,167%, jagung sebesar 12,433%, dan kacang kedelai pada
kelompok lainnya adalah 10,97%. Setelah dilakukan perlakuan yaitu pengeringan
selama 5 menit maka terjadi perubahan kadar air bahan, pada bahan – bahan yang
digunakan, ada yang mengalami penurunan ada pula yang belum mengalami
penurunan, hal ini disebabkan oleh dua faktor yaitu waktu yang digunakan belum
lama dan juga karena bahan yang digunakan berbeda dengan bahan awal yang
dipakai untuk diukur kadar airnya. Pada umumnya pada proses pengeringan ini
kadar air bahan menjadi berkurang,, ada proses ini terjadi penyesuaian kembali
dengan lingkungan laboratorium karena terjadi penumpukan pada desikator.
Pengukuran kedua setelah 10 menit menghasilkan jumlah kadar air dalam
persen yang berbeda – beda. Pada kacang hijau menjadi 8,7 % atau dapat dibilang
kadar air lebih besar dari kadar air awal. Hal ini menunjukan bahwa eaktu yang
tidak lama tidak akan mempengaruhi penurunan kadar air yang besar. Diperlukan
waktu yang lama untuk menghasilkan penurunan yang signifikan. Tidak jauh
dengan kacang hijau, kacang kedelai pada kedua kelompok menghasilkan nilai
yang mirip yaitu 10,9 dan 11,2. Kelompok kedua menghasilkan nilai yang sama
dengan pengukuran awal sehingga kadar air berarti tidak berubah. Hal yang
berbeda terjadi pada jagung. Jagung mengalami penurunan yang cukup terlihat
dibandingkan percobaan kelompok yang lainnya yaitu 1% . Awalnya jagung
percobaan memiliki kadar air sebesar 12,43% berubah menjadi 11,2%.
Pengukuran ketiga menghasilkan nilai yang tidak jauh berbeda dengan waktu
sebelumnya.
Pada proses pendinginan dengan menggunakan refrigerator, kadar air dari
setiap bahan mengalami perubahan. Pada waktu 5 menit, pada kacang hijau
misalnya memiliki kadar air bahan sebesar 8,8%, kacang kedelai sebesar 11.4%,
kacang tanah sebesar 14,3%, jagung sebesar 13,2%, dan kacang kedelai 11.1%.
Pada saat dilakukan refrigerasi selama 10 menit kadar air juga dalam bahan
mengalami perubahan, kacang hijau dalam keadaan tetap, kacang kedelai menjadi
turun yaitu 11,3%, jagung 13,2%, kacang tanah tetap dan kacang kedelai pada
kelompok 5 menajdi 11,2%. Sedangkan saat dilakukan refrigerasi selama 20
menit kadar air bahan juga mengalami perubahan yang tidak terlalu jauh. Faktor
ini juga disebabkan oleh dua factor yang sama pada pengukuran penurunan
menggunakan oven, yaitu bahan percobaan yang digunakan berbeda dengan
bahan percobaan pengukuran kadar air yang awal dan waktu yang tidak lama
sehingga kadar air yang meningkat belum signifikan.
Selanjutnya setelah melakukan metode pengeringan dan refrigerasi maka
melakukan pengukuran kadar air basis basah dan basis kering dengan
menggunakan oven, bahan yang digunakan oleh setiap kelompok berbeda beda.
Pada metode bahan yang digunakan dimasukan kedalam oven selama waktu yang
ditentukan. Pada kelompok 1 massa awal bahan beserta massa cawan sebesar
9,4057 gram dan setelah dikeringkan menjadi 9,0888 gram, sehingga memiliki
kadar air basis basah sebesar 6,2195% dan kadar air basis kering sebesar
6,7139%. Percobaan kelompok 2 massa bahan dan massa cawan sebesar 9,9744
gram dan setelah dikeringkan menjadi 9,6102 gram, sehingga setalah dilakukan
perhitungan maka kadar air basis basah dari bahan adalah 7,27% dan kadar air
basis kering adalah sebesar 7,84%. Pada kelompok 3 massa awal beserta massa
cawan sebesar 9,3908 gram dan setelah dikeringkan menjadi 9,0849 gram,
sehingga memiliki kadar air basis basah sebesar 6,02% dan kadar air basis kering
sebesar 6,41%. Pada kelompok 4 massa awal beserta massa cawan sebesar
10,4943 gram dan setelah dikeringkan menjadi 10,1817 gram, sehingga memiliki
kadar air basis basah sebesar 6,2497% dan kadar air basis kering sebesar
6,6663%. Sedangkan pada percobaan kelompok 5 massa awal beserta massa
cawan sebesar 9,2931 gram dan setelah dikeringkan menjadi 8,9768 gram,
sehingga memiliki k adar air basis basah sebesar 6,3189% dan kadar air basis
kering sebesar 6,7581%. Penentuan kadar air basis basah dan kadar air basis
kering pada bahan dengan menggunakan metode dasar yaitu metode oven, serta
merupakan metode standar yang diajukan oleh ISTA (International Seed Testing
Assosiation) untuk menghitung kadar air benih. ISTA Rules merupakan metode
pengujian benih yang sudah diakui dunia perdagangan benih secara internasional,
karena metode ini sudah diakui sebagai metode yang reproducible. Dari
pengukuran laju pengeringan dapat kita lihat dan ketahui bahwa semakin lama
waktu pengeringan, maka kadar air bahan akan semakin turun.
Beberapa kesalahan terjadi akibat perbedaan dari bahan dasar yang
digunakan. Perhitungan kadar air awal dan perhitungan penurunan dan
peningkatan kadar air menggunakan bahan yang berbeda sehingga hasil kadar air
ada yang seharusnya menurun menjadi meningkat dan yang meningkat menjadi
menurun. Penggunaan moisture tester harus berhati – hati, walaupun harus di
putar dengan kuat, tapi jangan terlalu kencang karena dapat merusak atau
meretakkan alat.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Kadar air yang merupakan salah satu sifat fisik dari bahan hasil pertanian
yang dapat mempengaruhi umur simpan dan kualitasnya.
2. Mengetahui kadar air dapat dimanfaatkan untuk perlakuan pengolahan
lanjutan dan juga cara pendistribusian bahan dengan cara yang tepat dan
sesuai.
3. Kandungan kadar air dapat dipengaruhi jenis bahan dan juga fisiologi dari
bahan tersebut.
4. Pemanasan bahan dengan metode oven menyebabkan penurunan kadar air
bahan. Penurunan kadar air terjadi akibat kadar air pada bahan teruapkan
pada suhu yang cukup tinggi.
5. Pendinginan dengan menggunakan refrigerator menyebabkan kenaikan
kadar air bahan. Peningkatan kadar air terjadi akibat kelembaban pada
refrigerator yang cukup tinggi sehingga terjadinya perpindahan kadar air.

6.2 Saran
Saran pada praktikum kali ini adalah:
1. Sebaiknya saat akan melakukan praktikum, praktikan mempelajari materi
yang akan dibahas dan dipraktikumkan agar memperoleh kemudahan dalam
melaksanakan praktikum.
2. Alat-alat yang digunakan untuk praktikum harus dalam kondisi baik dan
dapat digunakan, serta berhati – hati dalam menggunakannya agar tidak
rusak.
3. Saat pelaksanaan praktikum, praktikan harus lebih teliti dalam menentukan
nilai-nilai yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Apriyantono, Anton dkk, 1989. Analisis Pangan. Terdapat pada


www.ipb.journal.ac.id (Diakses pada Minggu, 29 Oktober 2017 pukul 10.00
WIB)
Handoko, 1986. Pengantar Unsur-unsur Cuaca di Stasiun Klimatologi Pertanian,
Jurusan Geofisika dan Metereologi FMIPA-IPB: Bogor.
Kosasih, Engkos. 2009. Kandungan Air Keseimbangan. Terdapat pada
http://koestoer.staff.ui.ac.id/dr-ir-engkos-kosasih/. (Diakses pada hari
Minggu, 29 Oktober 2017, Pukul. 16.00 WIB)
Syarif dan Halid, 1993. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian.
PT. Mediyatama Sarana Perkasa: Jakarta.
Taib, Gunarif 1988. Kinetic analysis of light-induced riboflavin loss in whole
milk. Journal of Food Science 40:164-167.
LAMPIRAN

Gambar 1. Menyiapkan Alat dan Bahan


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Gambar 2. Pengecekan Kadar Air Bahan dengan Moisture Tester


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Gambar 3. Bahan di dalam Refrigerator


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)
Gambar 4. Bahan di dalam Oven
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Gambar 5. Bahan di dalam Desikator


(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2017)

Anda mungkin juga menyukai