Anda di halaman 1dari 56

LAPORAN PENDAHULUAN , STATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN

PADA PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN


Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa
Dosen Pengampu: Lailatul Fadilah, S.Kep, Ners, M.Kep

Disusun Oleh :

NAMA : NURHAFIFAH
NIM : P27901118080
PRODI : D3 KEPERAWATAN

REGULER / SEMESTER : III B / SEMESTER V

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANTEN


PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN
TANGERANG
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN JIWA
PASIEN DENGAN RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. MASALAH UTAMA
Resiko Perilaku Kekerasan

B. PROSES TERJADINNYA MASALAH


1. Definisi Resiko Perilaku Kekerasan
Risiko perilaku kekerasan merupakan perilaku seseorang yang
menunjukkan bahwa ia dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain
ataulingkungan, baik secara fisik, emosional, seksual, dan verbal (NANDA,
2016). Risiko perilaku kekerasan terbagi menjadi dua, yaitu risiko perilaku
kekerasan terhadap diri sendiri (risk for seIf-directed violence) dan risiko
perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-directed violence).
NANDA (2016) menyatakan bahwa risiko perilaku kekerasan terhadap diri
sendiri merupakan perilaku yang rentan di mana seorang individu bisa
menunjukkan atau mendemonstrasikan tindakan yang membahayakan
dirinya sendiri, baik secara fisik, emosional, maupun seksual. Hal yang
sama juga berlaku untuk risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain,
hanya saja ditujukan langsung kepada orang lain.
Berbeda dengan risiko perilaku kekerasan, perilaku kekerasan
memiliki definisi sendiri. Perilaku kekerasan didefinisikan sebagai suatu
keadaan hilangnya kendali perilaku seseorang yang diarahkan pada diri
sendiri, orang lain, atau lingkungan. Perilaku kekerasan pada diri sendiri
dapat berbentuk melukai diri untuk bunuh diri atau membiarkan diri dalam
bentuk penelantaran diri. Perilaku kekerasan pada orang adalah tindakan
agresif yang ditujukan untuk melukai atau membunuh orang lain. Perilaku
kekerasan pada lingkungan dapat berupa perilaku merusak lingkungan,
melempar kaca, genting dan semua yang ada di lingkungan. Klien yang
dibawa ke rumah sakit jiwa sebagaian besar akibat melakukan kekerasan
di rumah. Perawat harus jeli dalam melakukan pengkajian untuk menggali
penyebab perilaku kekerasan yang dilakukan selama di rumah.

2. Etiologi Resiko Perilaku Kekerasan


1. Faktor Predisposisi
Menurut Stuart (2013), masalah perilaku kekerasan dapat
disebabkan oleh adanya faktor predisposisi (faktor yang
(melatarbelakangi) munculnya masalah dan faktor prespitasi (faktor
yang memicu adanya masalah).
Di dalam faktor presdisposisi, terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya masalah perilaku kekerasan, seperti faktor
biologis, psikologis, dan sosiokultural.
a. Faktor biolgis
1) Teori dorongan naluri (Instinctual drive theory)
Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan
oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.
2) Teori psikomatik (Psycomatic theory)
Pengalaman marah dapat diakibatkan oleh respons psikologi
terhadap stimulus eksternal maupun internal. Sehingga, sistem
limbik memiliki peran sebagai pusat untuk mengekspresikan
maupun menghambat rasa marah.
b. Faktor psikologis
1) Teori agresif frustasi (Frustasion aggresion theory)
Teori ini menerjemahkan perilaku kekerasan terjadi sebagai
hasil akumulasi frustasi. Hal ini dapat terjadi apabila keinginan
individu untuk mencapai sesuatu gagal atau terhambat.
Keadaan frustasi dapat mendorong individu untuk berperilaku
agresif karena perasaan frustasi akan berkurang melalui
perilaku kekerasan.
2) Teori perilaku (Behaviororal theory)
Kemarahan merupakan bagian dari proses belajar. Hal lni
dapat dicapai apabila tersedia fasilitas atau situasi yang
mendukung. Reinforcement yang diterima saat melakukan
kekerasan sering menimbulkan kekerasan di dalam maupun di
luar rumah.
3) Teori eksistensi (Existential theory)
Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah bertindak sesual
perilaku. Apabila kebutuhan tersebut tidak dipenuhi melalui
perilaku konstruktif, maka individu akan memenuhi
kebutuhannya melalui perilaku destruktif.

2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi ini berhubungan dengan pengaruh stresor yang
mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu. Stresor dapat
disebabkan dari luar maupun dari dalam. Stresor yang berasal dari
luar dapat berupa serangan fisik, kehilangan, kematian dan lain-lain.
Stresor yang berasal dari dalam dapat berupa, kehilangan keluarga
atau sahabat yang dicintai, ketakutan terhadap penyakit fisik,
penyakit dalam, dan lain-lain. Selain itu, lingkungan yang kurang
kondusif, seperti penuh penghinaan, tindak kekerasan, dapat
memicu perilaku kekerasan.
3. Faktor Risiko
NANDA (2016) menyatakan faktor-faktor risiko dari risiko perilaku
kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self- directed violence) dan
risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other- directed
violence).
a. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri (risk for self-
directed violence)
1) Usia > 45 tahun
2) Usia 15-19 tahun
3) lsyarat tingkah laku (menulia catatan cinta yang sedih,
menyatakan pesan bernada kemarahan kepada orang
tertentu yang telah menolak individu tersebut, dll
4) Konflik mengenai orientasi seksual
5) Konflik dalam hubungan Interpersonal
6) Pengangguran atau kehilangan pekerjaan (masalah
Pekerjaan)
7) Terlibat dalam tindakan seksual autoerotik
8) Sumber daya personal yang tidak memadai
9) Status perkawinan (sendiri, menjanda, bercerai)
10) Isu kesehatan mental (depresi, psikosis, gangguan
kepribadian, penyalahgunaan zat)
11) Pekerjaan (profesional, eksekutif, administrator atau pemilik
bisnis, dll.)
12) Pola kesulitan dalam keluarga (riwayat bunuh diri, sesuatu
yang bersifat kekerasaan atau konfliktual)
13) Isu kesehatan fisik 14) Gangguan psikologis
14) Isolasi sosial
15) Ide bunuh diri
16) Rencana bunuh diri
17) Riwayat upacara bunuh diri berulang
18) Isyarat verbal (membicarakan kematian, menanyakan tentang
dosis mematikan suatu obat, dll.)
b. Risiko perilaku kekerasan terhadap orang lain (risk for other-
directed violence)
1) Akses atau ketersediaan senjata
2) Alterasi (gangguan) fungsi kognitif
3) Perlakuan kejam terhadap binatang
4) Riwayat kekerasaan masa kecil, baik secara fisik, psikologis,
maupun seksual
5) Riwayat penyalahgunaan zat
6) Riwayat menyaksikan kekerasan dalam keluarga
7) Impulsif
8) Pelanggaran atau kejahatan kendaraan bermotor (seperti,
pelanggaran lalu lintas, penggunaan kendaraan bermotor
untuk melampiaskan amarah)
9) Bahasa tubuh negatif (seperti, kekakuan, mengepalkan
tinju/pukulan, hiperaktivitas, dll.)
10) Gangguan neurologis (trauma kepala, gangguan serangan,
kejang, dll)
11) Intoksikasi patologis
12) Riwayat melakukan kekerasan tidak langsung (kencing di
lantai, menyobek objek di dinding, melempar barang,
memecahkan kaca, membanting pintu, dll.)
13) Pola perilaku kekerasaan terhadap orang lain (menendang,
memukul, menggigit, mencakar, upaya perkosaan,
memperkosa, pelecehan seksual, mengencingi orang, dll.)
14) Pola ancaman kekerasaan (ancaman secara verbal terhadap
objek atau orang lain, menyumpah serapah, gestur atau
catatan mengancam, ancaman seksual, dll.)
15) Pola perilaku kekerasan antisosial (mencuri, meminjam
dengan memaksa, penolakan terhadap medikasi, dll.)
16) Komplikasi perinatal
17) Komplikasi prenatal
18) Menyalakan api
19) Gangguan psikosis
20) Perilaku bunuh diri

3. Rentang Respon Marah


Perilaku kekerasan merupakan suatu rentang emosi dan ungkapan
kemarahan yang di manifestasikan dalam bentuk fisik. Kemarahan tersebut
merupakan suatu bentuk komunikasi dan proses penyampaian pesan dari
individu. Orang yang mengalami kemarahan sebenarnya ingin
menyampaikan pesan bahwa “ ia” tidak setuju, tersinggung, merasa tidak
di anggap, merasa tidak di turut atau diremehkan”. Rentang respon
kemarahan individu di mulai dari respon normal (assertif) sampai pada
respon yang tidak normal (maladaptif).
Adaptif Maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Amuk

a. Respon adaptif
1) Pernyataan (Assertion)
Respon marah dimana individ mampu menyatakan atau
mengungkapkan rasa marah, rasa tidak setuju, tanpa
menyalahkan atau menyakiti orang lain. Hal ini biasana akan
memberikan kelegaan.
2) Frustasi
Respon yang terjadi akibat individu gagal dalam mencapai
tujuan, kepuasan, atau rasa aman yang tidak biasanya dalam
keadaan tersebut individu tidak menemukan alternatif lain.
b. Respon maladaptif
1) Pasif
Suatu keadaan dimana individu tidak mampu untuk
mengungkapkan perasaan yang sedang dialami untuk
menghindari suatu tuntutan nyata.
2) Agresif
Perilaku yang menyertai marah dan merupakan dorongan untuk
bertindak dalam bentuk destruktif dan masih terkontrol.
3) Amuk atau kekerasan
Perasaan marah dan bermusuhan yang kuat disertai kehilangan
kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang lain
maupun lingkungan.
4. Proses Terjadinya Masalah

a. Faktor Predisposisi

Faktor pengalaman yang dialami tiapmorang yang merupakan


faktor predisposis, artinya mungkin terjadi/mungkin tidak terjadi
perilaku kekerasan jika faktor berikut dialami oleh individu:
1) Psikologis

Menurut Townsend(1996, dalam jurnal penelitian) Faktor


psikologi perilaku kekerasan meliputi:
a) Teori Psikoanalitik, teori ini menjelaskan tidak
terpenuhinya kepuasan dan rasa aman dapat
mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan
membuat konsep diri yang rendah. Agresif dan
kekerasan dapat memberikan kekuatan dan
meningkatkan citra diri (Nuraenah, 2012: 30).
b) Teori pembelajaran, perilaku kekerasan merupakan
perilaku yang dipelajarai, individu yang memiliki
pengaruh biologik terhadap perilaku kekerasan lebih
cenderung untuk dipengaruhioleh peran eksternal
(Nuraenah, 2012: 31).

2) Perilaku, reinforcement yang diterima pada saat


melakukan kekerasan, sering mengobservasi kekerasan
dirumah atau diluar rumah, semua aspek ini menstiumulasi
individu mengadopsi perilaku kekerasan (Eko Prabowo,
2014: hal 142).
3) Sosial budaya, proses globalisasi dan pesatnya kemajuan
teknologi informasi memberikan dampak terhadap nilai-
niali sosial dan budaya pada masyarakat. Di sisi lain, tidak
semua orang mempunyai kemampuan yang sama untuk
mnyesuaikan dengan berbagai perubahan, serta
mengelola konflik dan stress (Nuraenah, 2012: 31).
4) Bioneurologis, banyak bahwa kerusakan sistem limbik,
lobus frontal, lobus temporal dan ketidak seimbangan
neurotransmitter turut berperan dalam terjadinya perilaku
kekerasan (Eko Prabowo, 2014: hal 143).
b. Faktor Presipitasi

Secara umum seseorang akan marah jika dirinya merasa


terancam, baik berupa injury secara fisik, psikis atau ancaman
knsep diri. Beberapa faktor pencetus perilaku kekerasan adalah
sebagai berikut:
1) Konsis klien: kelemahan fisik, keputusasaan,
ketidakberdayaan, kehidupan yang penuh dengan agresif
dan masa lalu yang tidak menyenangkan.
2) Interaksi: penghinaan, kekerasan, kehilangan orang,
merasa terancam baik internal dari permasalahan diri klien
sendiri maupun eksternal dari lungkungan.
3) Lingkungan: panas, padat dan bising

5. Penilaian Terhadap Stressor


Penilaian stessor melibatkan makna dan pemahaman dampak dari
situasi stres bagi individu. itu mencakup kognitif, afektif, fisiologis, perilaku,
dan respon sosial. Penilaian adalah evaluasi tentang pentingnya sebuah
peristiwa dalam kaitannya dengan kesejahteraan seseorang. Stressor
mengasumsikan makna, intensitas, dan pentingnya sebagai konsekuensi
dari interpretasi yang unik dan makna yang diberikan kepada orang yang
berisiko (Stuart & Laraia, 2005).
Respon perilaku adalah hasil dari respons emosional dan fisiologis,
serta analisis kognitif seseorang tentang situasi stres. Caplan (1981, dalam
Stuart & Laraia, 2005) menggambarkan empat fase dari respon perilaku
individu untuk menghadapi stress, yaitu:
1. Perilaku yang mengubah lingkungan stres atau memungkinkan
individu untuk melarikan diri dari itu.
2. Perilaku yang memungkinkan individu untuk mengubah keadaan
eksternal dan setelah mereka.
3. Perilaku intrapsikis yang berfungsi untuk mempertahankan
rangsangan emosional yang tidak menyenangkan.
4. Perilaku intrapsikis yang membantu untuk berdamai dengan
masalah dan gejala sisa dengan penyesuaian internal.
6. Tanda dan Gejala pada Resiko Perilaku Kekerasan
Tanda dan gejala perilaku kekerasan dapat dinilai dari ungkapan pasien
dan didukung dengan hasil observasi.
a. Data subjektif
1) Ungkapan berupa ancaman
2) Ungkapan kata-kata kasar
3) Ungkapan ingin memukul/ melukai
b. Data objektif
1) Wajah memerah dan tegang
2) Pandangan tajam
3) Mengatupkam rahang dengan kulit
4) Mengepalkan tangan
5) Bicara kasar
6) Suara tinggi, menjerit atau berteriak
7) Mondar mandir
8) Melempar atau memukul benda/orang lain

7. Mekanisme Koping
Perawat perlu mempelajari mekanisme koping untuk membantu klien
mengembangkan mekanisme koping yang konstruktif dalam
mengekspresikan marahnya. Secara umum, mekanisme koping yang
sering digunakan, antara lain mekanisme pertahanan ego, seperti :
a. Sublimasi, yaitu menerima suatu sasaran pengganti yang mulia
artinya di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami
hambatan penyalurannya secara normal. Misalnya seseorang yang
sedang marah melampiaskan kemarahannya pada obyek lain
seperti meremas adonan kue, meninju tembok dan sebagainya,
tujuannya adalah untuk mengurangi ketegangan akibat rasa marah.
b. Proyeksi, yaitu menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya
atau keinginannya yang tidak baik. Misalnya seseorang wanita muda
yang menyangkal bahwa ia mempunyai perasaan seksual terhadap
rekan sekerjanya, berbalik menuduh bahwa temannya tersebut
mencoba merayu, mencumbunya.
c. Represi, yaitu mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk ke alam sadar. Misalnya seseorang anak
yang sangat benci pada orang tuanya yang tidak disukainya. Akan
tetapi menurut ajaran atau didikan yang diterimanya sejak kecil
bahwa membenci orang tua merupakan hal yang tidak baik dan
dikutuk oleh Tuhan, sehingga perasaan benci itu ditekannya dan
akhirnya ia dapat melupakannya.
d. Reaksi formasi, yaitu mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan. Misalnya
seorang yang tertarik pada teman suaminya, akan memperlakukan
orang tersebut dengan kasar.
e. Displacement, yaitu melepaskan perasaan yang tertekan biasanya
bermusuhan, pada obyek yang tidak begitu berbahaya seperti yang
pada mulanya yang membangkitkan emosi itu. Misalnya anak
berusia 4 tahun marah karena ia baru saja mendapat hukuman dari
ibunya karena menggambar di dinding kamarnya. Dia mulai bermain
perang-perangan dengan temannya.

8. Penatalaksanaan pada Resiko Perilaku Kekerasan


a. Farmakoterapi
Pasien dengan ekspresi perlu perawatan dan pengobatan yang
tepat. Adapun pengobatan dengan neuroleptika yang mempunyai
dosis efektif tinggi contohnya : Clorpromazine HCL yang berguna
untuk mengendalikan psikomotornya. Bila tidak ada dapat
digunakan osis efektif rendah, contohnya Trifuoperasine estelasine,
bila tidak ada juga maka dapat digunakan Transquillizer bukan obat
anti psikotik seperti neuroleptika, tetapi meskipun demikian
keduanya mempunyai efek anti tegang, anti cemas, dan anti agitasi.
b. Terapi Okupasi
Terapi ini sering diterjemahkan dengan terapi kerja, terapi ini bukan
pemberian pekerjaan atau kegiatan itu sebagai media untuk
melakukan kegiatan dan mengembalikan kemampuan
berkomunikasi, karena itu dalam terapi ini tidak harus diberikan
pekerjaan tetapi segala bentuk kegiatan seperti membaca Koran,
main catur dapat pula dijadikan media yang penting setelah mereka
melakukan kegiatan itu diajak berdialog atau berdiskusi tentang
pengalaman dan arti kegiatan uityu bagi dirinya. Terapi ini
merupakan langkah awal yang harus dilakukan oleh petugas
terhadap rehabilitasi setelah dilakukannya seleksi dan ditentukan
program kegiatannya.
c. Peran serta keluarga
Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberikan
perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat-sakit) pasien.
Perawat membantu keluarga agar dapat melakukan lima tugas
kesehatan, yaitu mengenal masalah kesehatan, membuat
keputusan tindakan kesehatan, memberi perawatan pada anggota
keluarga, menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, dan
menggunakan sumber yang ada pada masyarakat. Keluarga yang
mempunyai kemampuan mengatasi masalah akan dapat
mencegah perilaku maladaptive (pencegahan primer),
menanggulangi perilaku maladaptive (pencegahan sekunder) dan
memulihkan perilaku maladaptive ke perilaku adaptif (pencegahan
tersier) sehingga derajat kesehatan pasien dan keluarga dapat
ditingkatkan secara optimal.(Budi Anna Keliat, 1992).
d. Terapi somatik
Menurut Depkes RI 2000 hal 230 menerangkan bahwa terapi
somatic terapi yang diberikan kepada pasien dengan gangguan
jiwa dengan tujuan mengubah perilaku yang mal adaptif menjadi
perilaku adaftif dengan melakukan tindakan yang ditunjukan pada
kondisi fisik pasien, terapi target terapi adalah perilaku pasien.
e. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik atau electronic convulsive therapy (ECT)
adalah bentuk terapi kepada pasien dengan menimbulkan kejang
grand mall dengan mengalirkan arus listrik melalui elektroda yang
ditempatkan pada pelipis pasien. Terapi ini ada awalnya untuk
menangani skizofrenia membutuhkan 20-30 kali terapi biasanya
dilaksanakan adalah setiap 2-3 hari sekali (seminggu 2 kali).
9. Pohon Masalah pada Resiko Perilaku Kekerasan

Resiko Mencederai diri sendiri dan Effect


orang lain

Perilaku Kekerasan Cor Problem

Halusinasi Causa

Harga Diri Rendah

Koping Individu Tidak Efektif

Faktor Predisposisi dan Prespitasi

10. Masalah Keperawatan


1. Resiko mencederai diri sendiri, lingkungan dan orang lain
berhubungan dengan perilaku kekerasan.
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan koping individu inefektif
11. Rencana Keperawatan
TUJUAN INTERVENSI

Pasien dapat membina hubungan Bina hubungan saling percaya


saling percaya dengan menggunakan prinsip
komunikasi terapeutik :

1. Beri salam setiap


Kriteria hasil:
berinteraksi.
Setelah ... X pertemuan , pasien 2. Sebutkan nama panggilan
dapat menunjukkan tanda-tanda perawat.
percaya pada perawat : 3. Tanyakan nama lengkap
pasien, dan nama panggilan
1. Wajah cerah dan tersenyum.
yang disukai pasien.
2. Mau kenalan
4. Jelaskan tujuan pertemuan.
3. Ada kontak mata
5. Jujur dan menepati janji.
4. Bersedia menceritakan
6. Tunjukan sikap empati dan
perasaannya
menerima pasien apa
adanya.
7. Buat kontrak yang jelas.
8. Tanyakan perasaan pasien
dan masalah yang dihadapi.
9. Bantu pasien
mengungkapkan perasaan
jengkel/kesal.
10. Dengarka dengan penuh
perhatian ungkapan
perasaan pasien.
Pasien dapat mengidentifikasi Bantu pasien mengungkapkan
penyebab perilaku kekerasan perasaannya.
Kriteria hasil : 1. Beri kesempatan pasien
utnuk menceritakan
Setelah ... X pertemuan , pasien
penyebab kesal/jengkelnya.
dapat menceritakan penyebab
2. Dengarkan tanpa menyela
perilaku kekerasan yang
atau memberi penilaian
dilakukannya, mencertikan
setiap ungkapan perasaan
penyebab jengkel/kesal baik dari
pasien.
sendiri maupun lingkungannya.

Pasien dapat mengidentifikasi 1. Anjurkan pasien


tanda perilaku kekerasannya. mengungkapkan yang
dialami dan dirasakan saat
jengkel/kesal.
Kriteria hasil : 2. Bantu pasien
mengungkapkan tanda-tanda
Setelah ... X pertemuan , pasien
perilaku kekerasan yang
menceritakan tanda saat terjadi
dialaminya.
perilaku kekerasan.
a. Motivasi pasien
1. Tanda fisik : mata merah, mencertikan kondisi fiisk
tangan mengepal, ekspresi (tanda fisik) saat perilaku
tegang, dll. kekerasan terjadi.
2. Tanda emosional : perasaan b. Motivasi pasien
marah, jengkel, biacara menceritakan kondisi
kasar. emosi (tanda emosi) saat
3. Tanda sosial : bermusuhan perilaku kekerasan.
yang dialami saat terjadi c. Motivasi pasien
perilaku kekerasan. menceritakan kondisi
hubungan dengan orang
lain (tanda sosial) saat
perilaku kekerasan.
3. Observasi tanda perilaku
kekerasan pada pasien.
4. Simpulkan bersama pasien
tanda-tanda jengkel/kesal
yang dialami pasien
Pasien dapat mengungkapkan Diskusikan dnegan pasien
perilaku marah yang sering perilaku kekerasan yang dilakukan
dilakukan. selama ini:

1. Motivasi pasien untuk


menceritakan jenis tindak
Kriteria hasil :
perilaku kekerasan yang
Setelah ... X pertemuan , pasien selama ini pernah
mampu menjelaskan : dilakukannya.
2. Motivasi pasien untuk
1. Ekspresi kemarahannya
menceritakan perasaannya
yang selama ini telah
setelah melakukan
dilakukannya.
kekerasan.
2. Perasaan saat dia
3. Diskusikan apakah dengan
melakukan kekerasan.
tindakan kekerasan yang
3. Efektifitas cara yang dipaki
dilakukannya masalah
dalam menyelesaikan
terselesaikan
masalah
Pasien dapat mengidentifikasi 1. Bicarakan akibat/kerugian
akibat perilaku kekerasan. cara yang dilakukam pada :
a. Diri sendiri
b. Orang lain/keluarga
Kriteria hasil : c. Lingkungan
2. Bersama pasien
Setelah ... X pertemuan , pasien
menyimpulkan cara yang
dapat menjelaskan akibat dari
digunakan pasien.
cara yang digunakan :
3. Tanyakan pasien apakah
1. Diri sendiri : luka, dijauhi mau tahu cara marah yang
teman, dll.
2. Orang lain/keluarga : luka. sehat untuk mengontrol rasa
Tersinggung, ketakutan, dll. jengkel/marah.
3. Lingkungan: barang/benda
rusak dll.
TUK 6 Diskusikan dengan pasien:

Setelah ….x…interaksi, pasien 1. Tanyakan pada pasien


mengidentifikasi cara construksi apakah pasien mau tahu
dala berespon terhadap prilakuu cara baru yang sehat untuk
kekerasan Kriteria hasil mengungkapkan marah
2. Jelaskan berbagai
Setelah….x interaksi, pasien
alternative pilihan untuk
dapat :
mengungkapkan marah
1. Menjelaskan cara yang selain perilaku kekerasan
sehat mengungkapkan yang diketahui pasien
arah (cara fisik, verbal, 3. Jelaskan cara cara sehat
social, spritual) untuk mengungkapkan
2. Mendemonstrasikan cara marah
mengungkapkan marah a. Cara fisik tarik
yang sehat secara verbal, napas dalam jika
fisik, social dan spritual kesal, pukul bantal
atau kasur,
olahraga,
melakukan kegiatan
b. Verbal :
mengungkapkan
bahwa dirinya
sedang kesal
kepada orang lain
c. Social : latihan
asertif dalam
kelompok cara
marah yang sehat
d. Spritual :
sembahyang/doa,
dzikir, meditasi dll,
sesuai dengan
agama masing-
masing
TUK 7 1. Diskusiakn dengan pasien
untuk memilih cara yang
Pasien dapat mendemonstasikan
paling tepat dalam
cara mengontrol perilaku
mengungkapkan marah
kekerasan Kriteria hasil :
2. Pasien dapat
Setelah ….x pertemuan, pasien mengidentifikasi manfaat
mendemontrasikan cara yang terpilih
engontrol perilaku kekerasan 3. Bantu pasien
dengan cara mendemonstrasikan cara
yang dipilih:
1. Fisik
a. Peragakan cara
2. Verbal
yang dipilih
3. Social
b. Jelaskan manfaat
4. Spritual
cara tersebut
c. Anjurkan pasien
menirukan
peragaan yang
sudah dilakukan
d. Beri penguatan
pada pasien,
perbaiki cara yang
belum sempurna
4. Anjurkan pasien
menggunakan cara yang
sudah dilatih saat
jengkel/arag
5. Susun jadwal untuk
melakukan cara yang telah
dipelajari
6. Beri reinforcement positif
atas keberhasilan
TUK 8 1. Diskusikan dengan pasien
tentang
Pasien menggunakan obat
a. Manfaat minum obat
dengan benar sesuai dengan
dan ketugian tidak
program yang telah ditetapkan
minum obat
Kriteria hasil : b. Nama obat, dosis,
frekuensi, efek dan
Setelah…x interaksi, pasien
efek samping
mampu menyebutkan :
minum obat
1. Manfaat minu obat dan 2. Bantu pasien
kerugian tidak minum obat menggunakan obat
2. Nama, Warna, dosisi, efek dengan prinsip 5 benar (
samping obta nama pasien. Obat, dosis,
Setelah ….x interaksi, pasien cara dan waktu)
mampu mendemonstrasikan 3. Anjurkan pasien
penggunaan obat dengan benar membicarakn efek dan
efek samping obat yang
Setelah…x interaksi, pasien
dirasakn
mampu menyebutkan akibat
4. Diskusikan akibat berhenti
berhenti minum obat tanpa
minum obat tanpa
konsultasi dengan dokter
konsultasi dengan dokter
5. Anjurkan pasien
berkonsultasi dengan
dokter/perawat jika terjadi
hal-hal yang tidak
diinginkan
6. Beri reinforcement bila
pasien minu obat yang
benar
TUK 9 5. Identifikasi kemampuan
keluarga dalam merawat
Pasien mendapt dukungan
pasien dari sikap yang
keluarga untuk mengontroll
telah dilakukan keluarga
perilaku kekerasan
terhadap pasien selama ini
Kriteria hasil 6. Diskusikan dekang
keluarga tentang
Setelah…x interaksi, keluarga
pentingnya peran keluarga
dapat menjelaskan tentang :
sebagai pendukung untuk
1. Pengertian perilaku mengatasi perilaku
kekerasan kekerasan
2. Tanda dan gejala perilaku 7. Diskusiksan potensi
kekerasan keluarga untuk membantu
3. Penyebab dan akibat pasien mengatasi perilaku
perilaku kekerasan kekerasan
4. Cara merawat pasien 8. Diskusikan dengan
dengan perilaku kekerasan keluarga melallui
Setelah…x interaksi, keluarga pertemuan keluarga
mampu mendemontrasikan cara tentang : pengertian
merawat pasien waham perilaku kekerasan, tanda
dan gejala perilaku
kekerasan, penyebab dan
akibat perilaku kekerasan,
cara merawat pasien
dengan perilaku kekerasan
9. Latih keluarga dalam
merawat pasien dngn
perilaku kekerasan
10. Beri kesempatan keluarga
mendemonstrasikan ulang
11. Tanyakan perasaan
keluarga setelah
mendemontrasikan cara
merawat pasien waham
12. Beri reinforcement atas
keterlibatan keluarga
BAB III
TINJAUAN KASUS

3.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan. Dengan tujuan untuk mengumpulkan data – data dengan
cara wawancara observasi langsung dengan klien, informasi dari catatan
keperawatan, catatan medis dan perawat ruangan.
1. Identitas Klien
Klien Tn. P berusia 34 tahun, jenis kelamin laki-laki, status
perkawinan belum menikah, Agama Islam. pendidikan terakhir
SMP, klien bertempat tinggal di Jl.Jaya Katwang RT 08 RW 11
Kota Tangerang, Klien dirawat pada tanggal 26 Agustus 2020 di
RSJ Melati Mas. Nomor Rekam Medik 14862. Sumber informasi
yaitu klien, perawat ruangan dan status rekam medik.

2. Alasan masuk
Keluarga mengatakan sejak 4 hari sebelum masuk RSJ klien
sering marah – marah, mudah tersinggung, sulit tidur, mengamuk,
merusak alat rumah tangga, ketawa sendiri, dan malas bekerja.

3. Faktor predisposisi
 Riwayat penyakit sekarang
Sakit sudah berlangsung ± 11 tahun, ± 10 tahun yang lalu klien
opname di RSJ Bogor, sembuh kemudian bekerja. ± 6 bulan
terakhir tidak mau minum obat dan kumat lagi.
Klien mengatakan pernah melakukan aniaya fisik seperti aniaya
kekerasan dalam keluarga dan pernah memukul orang lain karena
sering diejek.
 Riwayat peyakit keluarga
Garis keturunan dalam keluarga belum pernah ada anggota
keluarga yang menderita gangguan jiwa.
4. Faktor presipitasi
Putus obat sejak 6 bulan yang lalu dan tidak kontrol lagi

5. Pemeriksaan fisik
Setelah dilakukan pemeriksaan fisik pada saat pengkajian di
dapat data dengan hasil tanda – tanda vital yaitu tekanan darah
110/80 mmHg, suhu 37ºC, nadi 72×/menit dan pernafasan
20×/menit. Hasil ukur berat badan 40 kg, tinggi badan 160 cm.
Klien mengatakan tidak ada keluhan fisik.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

6. Psikososial
a. Genogram

Tn. P
laki-laki

perempuan

Dalam keluarga klien jarang berkomunikasi dengan anggota


keluarga yang lain karena merasa malas dan senang menyendiri.
Pengambilan keputusan dalam keluarga diambil oleh
ayahnya. Dalam pola asuh klien diasuh oleh orang tua sendiri.
7. Konsep diri
a. Citra diri
Klien menganggap tubuhnya sebuah anugrah dari tuhan. Klien
bersyukur dan menerima tubuhnya apa adanya.
b. Identitas diri
Sebelum sakit, klien pernah sekolah sampai dengan SMP.
Setelah klien tamat SMP klien tidak bisa melanjutkan. Klien
menerima dirinya sebagai seorang laki-laki tetapi takut untuk
menjadi seorang kepala keluarga.
c. Peran diri
Klien berusia 34 tahun, klien belum menikah. Klien mengatakan
takut untuk berumah tangga karena menurutnya harus
memikirkan kebutuhan keluarga. Dalam melaksanakan tugas
dirumah klien melakukannya bersama dengan ibunya seperti :
menyapu, mencuci piring, mencuci baju dan membantu
memasak. Akan tetapi di masyarakat klien kurang dihormati.
Klien berperilaku seperti anak – anak.
d. Ideal diri
Klien berharap agar bisa sembuh dan cepat pulang karena
ingin minta maaf pada ibunya dan mencari pekerjaan lagi.
e. Harga diri
Klien mengatakan tidak ada gangguan untuk berhubungan
dengan orang lain.

8. Hubungan sosial
Klien mengatakan bahwa orang yang paling dekat dengannya
adalah ibunya. Dalam keluarga klien merasa enggan untuk
berkomunikasi lebih senang menyendiri di kamar.
9. Spiritual
Klien dan keluarganya beragama Islam, klien melakukan ibadah
sholat.

10. Status mental


a. Penampilan
Klien berpenampilan cukup rapi, dalam penggunaan baju
sesuai. Klien berbadan kecil, rambut pendek, dan bersih.
b. Pembicaraan
Klien berbicara baik, dapat menjawab pertanyaan, selalu
bertanya kapan bisa pulang.
c. Aktivitas motorik
Klien terlihat gelisah, tegang, sering berpindah – pindah.
d. Afek
Afek klien labil, emosi klien berubah-ubah, mudah tersinggung
dan cepat marah
e. Interaksi selama wawancara
Saat wawancara klien kooperatif, kontak mata dengan lawan
bicara baik, klien tampak curiga.
f. Proses pikir
Pada saat wawancara klien mengalami sirkumtansial.
g. Isi pikir
Pada saat wawancara klien mengalami sirkumtansial.
h. Tingkat kesadaran
Klien tampak bingung dan tidak terfokus. Klien mampu
mengingat dengan keluarganya, hari dan waktu, ketika diajak
kenalan klien mampu mengingat nama orang lain.
i. Memori
Klien mengalami gangguan daya ingat jangka pendek sehingga
klien lupa kejadian yang telah terjadi dalam jangka waktu
seminggu.
j. Tingkat konsentrasi dan berhitung
Klien mampu berkomunikasi, tidak mampu berkonsentrasi lama
dan sering memutuskan pembicaraan secara sepihak, mampu
berhitung.
k. Daya tilik diri
Klien sadar bahwa dirinya telah berbuat salah karena telah
berperilaku kekerasan dan merasa menyesal akan tetapi klien
tidak tahu tujuannya di RSJ.

11. Kebutuhan persiapan pulang


a. Makan
Pasien mampu makan sendiri dan mandiri
b. BAB/BA
Pasien mampu BAB/BAK di temaptnya
c. Mandi
Pasien mampu mandi 2x sehari dengan mandiri
d. ·Berpakaian
Pasien mampu mengambil, memilih dan memakai pakaian
e. Istirahat dan tidur
Tidur siang dari jam 13.30-15.00
Tidur malam 22.00-04.00
f. Penggunaan obat
Pasien mampu untuk meminum obat tanpa bantuan orang lain
tetapi masih belum mengerti untuk penggunaan obat yang benar
g. Pemeliharaan kesehatan
Setelah pulang nanti pasien akan berusaha control rutin.

12. Mekanisme koping


Klien jika mempunyai masalah lebih senang berdiam diri dikamar,
marah - marah. Jika sudah tidak tahan lagi klien kemudian
menjadi mengamuk atau merusak barang-barang yang ada.
13. Masalah psikososial
Menurut keluarga semenjak klien marah-marah dan mengamuk,
lingkungan tidak mau menerima klien dan hal ini membuat klien
menjadi lebih menarik diri.

14. Pengetahuan
Pasien tidak mengetahui tentang penyakitnya, tanda dan gejala
kekambuhan, obat yang diminum dan cara menghindari
kekambuhan. Pemahaman tentang sumber koping yang adaptif
dan manajemen hidup sehat kurang.

15. Aspek medis


Diagnosa medik : Skizofrenia tak terinci
Terapi medik : Chlorpromazine 1 x 100 mg
Haloperidole 2 x 5 mg
Triheksifenidil 2 x 2 mg

3.2 Masalah keperawatan


1. Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Perilaku kekerasan
3. Gangguan konsep diri : harga diri rendah

3.3 Analisa Data


NO DATA MASALAH
1 S:
- Keluarga mengatakan sejak 4 hari sebelum Resiko
masuk RS pasien mengamuk semakin sering, mencederai
merusak barang yang ada didekatnya diri, orang
- Keluarga mengatakan pasien jika mempunyai lain dan
masalah dan tidak bisa ditahan lagi klien lingkungan
kemudian menjadi mengamuk atau merusak
barang-barang yang ada.
O:
- Mata merah, wajah agak merah, pandangan
tajam
2 S:
- Pasien mengatakan pernah memukul ibunya Perilaku
- Keluarga mengatakan sejak 4 hari sebelum Kekerasan
masuk RS klien marah – marah, mengamuk,
merusak alat rumah tangga
- Keluarga mengatakan pasien jika mempunyai
masalah dan tidak bisa ditahan lagi klien
kemudian menjadi mengamuk atau merusak
barang-barang yang ada.
O:
- Mata merah, wajah agak merah, pandangan
tajam
3 S:
- Pasien mengatakan takut untuk berumah Gangguan
tangga konsep dri :
- Pasien mengatakan merasa bersalah atas harga diri
perilakunya terhadap ibunya rendah
- Merasa tidak mampu dan terbatas
pengetahuannya
O:
- Kesadaran pasien tampak bingung dan tidak
terfokus
- Pasien tampak gelisah
- Saat berbicara pasien sering memutuskan
pembicaraan secara sepihak

3.4 Masalah Keperawatan


1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
berhubungan dengan Perilaku kekerasan
2. Perilaku kekerasan berhubungan dengan Gangguan Konsep Diri :
Harga Diri Rendah

3.5 Intervensi Keperawatan


DIAGNOSA
NO TUJUAN INTERVENSI KEPERAWATAN
KEPERA WATAN
1. Perilaku kekersan Setelah dilakukan tindakan - SP I
keperawatan selama 3x  Bina hubungan saling
pertemuan diharapkan pasien percaya
dapat mengontrol perilaku  Identifikasi penyebab marah
kekerasan dengan kreteria  Identifikasi tanda dan gejala
hasil : PK
- Membina hubungan saling  Identifikasi PK yang
percaya dilakukan
- Pasien dapat  Identifikasi akibat PK
menyebutkan penyebab  Identifikasi cara kontrol PK
PK  Latih cara kontrol pk dengan
- Pasien dapat fisik i ( nafas dalam )
menyebutkan tanda gejala
 Bimbing pasien
PK memasukkan dalam jadwal
- Pasien dapat kegiatan harian
mengidentifikasi PK yang
dilakukan
- Pasien dapat - SP II
mengidentifikasi akibat PK  Evaluasi kemampuan
- Pasien menyebutkan cara pasien mengontrol PK
mengontrol PK dengan cara fisik I
- Pasien mampu  Latih pasien konrol PK
mempraktekkan latihan dengan cara fisik II
cara mengontrol PK  Bimbing pasien emasukkan
dengan nafas dalam, pukul jadwal kegiatan harian
bantal atau kasur, secara - SP III
verbal, secara spiritual dan  Evaluasi kemampuan
penggunaan obat dengan pasien mengontrol PK
benar dengan cara fisik I dan II
 Latih kontrol PK dengan
carA verbal
 Bimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
- SP IV
 Evaluasi kemampuan
pasien mengontrol PK
dengan cara fisik I , II dan
verbal
 Latih kontrol PK dengan
cara spiritual
 Bimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian
- SP V
 Evaluasi kemampuan
pasien mengontrol PK
dengan cara fisik I , II dan
verbal
 Jelaskan cara kontrol PK
dengan minum obat teratur
 Bimbing pasien
memasukkan dalam jadwal
kegiatan harian

3.6 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


DIAGNOSA IMPLEMENTASI
TGL EVALUASI
KEPERA WATAN KEPERAWATAN
Kamis, Perilaku kekersan SP I: S: Pasien mengatakan namanya
27 1. Membina hubungan Tn.P.
Agustus saling percaya O: Pasien bicara lancar, tampak
2020 2. Mendiskusikan bersama gelisah dan tidak terfokus
09.00 klien penyebab marah, A: Dapat terbina hubungan saling
tanda dan gejala PK, PK percaya
yang dilakukan saat P: Lanjutkan SP 2
marah, akibat PK, cara
kontrol PK
3. Mengajarkan cara
kontrol PK dengan Fisik
I ( tarik nafas dalam )
4. Membimbing pasien
memasukkan dalam
jadwal kegiatan harian
Jumat, SP II: S : Pasien mengatakan pernah
29 1. Memvalidasi masalah. memukul ibunya ketika
Agutus 2. Melatih cara kontrol PK meminta di timang –
2020 dengan fisik ( tarik nafas timang seperti bayi. Pasien
09.00 dalam dan pukul bantal merasa bersalah dan
) meminta diajari cara
3. Membimbing pasien mengontrol marah.
memasukkan dalam Pasien mengtakan bisa
jadwal kegiatan harian tenang setelah tarik nafas
4. Mengikutsertakan dalam dan akan
pasien dalam jadwal mencobanya ketika hendak
kegiatan sehari-hari. marah
O : Pasien tampak senang, klien
mampu mendemontrasikan
cara fisik II dengan baik
tanpa bimbingan.
A : SP II tercapai.
P : Lanjutkan SP III ( cara control
PK dengan cara verbal).

Sabtu, SP III S : Pasien mengatakan masih


30 1. Memvalidasi masalah ingat cara control marah
Agutus 2. melatih kontrol PK yang sudah diajarkan (tarik
2020 dengan cara verbal nafas dalam dan pukul
09.00 3. membimbing pasien bantal),
memasukkan dalam O : Pasien tampak senang,
jadwal kegiatan harian kontak mata baik, klien
bersedia membicarakan
dengan baik – baik ketika
marah
A : SP III tercapai
P : Lanjutkan SP IV (dengan cara
spiritual)

Senin, SP IV S : Pasien mengatakan sudah


31 1. Memvalidasi masalah dapat mengontrol emosi,
Agustus 2. Melatih kontrol PK dan akan mencoba cara
2020 dengan cara spiritual control marah dengan
09.00 3. Membimbing pasien berdo’a dan shalat
memasukkan dalam O : Pasien tampak senang
jadwal kegiatan harian A : SP IV tercapai
P : Lanjutkan SP V (dengan cara
minum obat teratur)

Selasa, SP V S : Pasien mengatakan sudah


1 1. Memvalidasi masalah teratur dalam meminum
Septem 2. menjelaskan cara obat
beri kontrol PK dengan O : Pasien tampak tenang dan
2020 minum obat teratur senang, klien kooperatif
09.00 3. Membimbing pasien A : Pasien dapat menggunakan
memasukkan dalam obat secara teratur
jadwal kegiatan harian P: Pertahankan kondisi pasien
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
(SPTK) Resiko Perilaku Kekerasan
SP I

Hari / Pertemuan : Kamis, 27 Agustus 2020 / I


SP / dx : I / Resiko Perilaku Kekerasan
Ruangan : Kenanga
Nama Kien : Tn. P

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Objektif
- Pasien terlihat mengepalkan tangan
- Pandangan mata pasien tajam

b. Data Subjektif
- Pasien mengatakan kesal dan marah dengan seseorang
- Pasien mengatakan ingin memukul seseorang
- Pasien mengatakan ingin mendorong sesorang

2. Diagnosa Keperawatan :
Resiko Perilaku Kekerasan

3. Tujuan Umum :
Pasien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan secara
fisik

4. Tujuan Khusus :
a. Pasien mampu mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Pasien mampu mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku
kekerasan
c. Pasien mampu mengidentifikasi perilaku kekerasan yang
dilakukan
d. Pasien mampu mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan yang
dilakukan
e. Pasein mampu menerapkan cara mengontrol marah secara fisik I
(tarik nafas dalam)

5. Tindakan Keperawatan :
a. Identifikasi penyebab perilaku kekerasan
b. Identifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan
c. Identifikasi akibat perilaku kekerasan
d. Latih cara mengontrol marah secara fisik I (tarik nafas dalam)
e. Anjurkan untuk dimasukan dalam jadwal kegiatan harian pasien

B. Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan


1. FASE ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
“Assalamualaikum, selamat pagi bapak?”
“Perkenalkan nama saya Perawat Fifah, Saya mahasiswi asal
Politeknik Kesehatan Kemenkes Banten yang bertugas di
ruangan ini dari pukul 08.00 – 14.00 WIB dan saya yang akan
merawat ibu selama berada di rumah sakit ini. Oh iya nama
bapak siapa? Senangnya dipanggil apa?”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini? Masih ada perasaan kesal
atau marah?”
c. Kontrak
1) Topik
“Baiklah pak, disini saya akan menanyakan dan berbincang
mengenai beberapa hal kepada bapak, terutama terhadap
kemampuan bapak dalam mengontrol marah bapak dan
latihan cara mengontrol marah dengan cara fisik I yaitu
dengan tarik nafas dalam. Ini adalah salah satu cara untuk
mengontrol marah bapak”
2) Waktu
“Lalu berbincangnya sampai jam berapa pak”
“Baik 15 menit saja ya pak, hingga pukul 08:30 WIB”
3) Tempat
“Enaknya kita berbincang dimana pak?”
“Oke bapak kita berbincang didepan taman ya”
2. FASE KERJA
a. “Apakah bapak tahu apa yang menyebakan bapak marah?
Apakah sebelumnya bapak pernah marah? Lalu apa
penyebabnya? Apakah sama dengan sekarang?”
b. “Pada saat penyebab kemarahan itu ada, apa yang bapak
rasakan?”
c. “Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar
– debar, lalu mata bapak melotot, rahang terkatup rapat, dan
tangan mengepal?”
d. “Baik bapak jadi ada beberapa cara untuk mengontrol marah
bapak, salah satunya adalah dengan cara fisik. Dengan cara ini
bapak dapat meluapkan marah melalui kegiatan fisik tanpa
membahayakan diri sendiri ataupun orang lain.”
e. “Bagaimana kalau kita belajar satu persatu ya pak, kita mulai
dengan mengontrol marah dengan cara fisik I yaitu dengan takir
nafas dalam.”
f. “Jika tanda – tanda marah tadi sudah bapak rasakan, bapak
boleh berdiri taupun duduk dengan posisi nyaman bapak, lalu
tarik nafas dari hidung, kemudian tahan sebentar, lalu
keluarkan/tiup perlahan – lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan amarah.”
g. “Baik kita coba bersama – sama ya pak”
h. “Oke mari pak coba lakukan sendiri, tarik nafas dari hidung,
tahan, dan keluarkan melalui mulut, wah bagus seperti itu ya pak.
Nah coba pak lalukan secara berulang ya terutama ketika bapak
sedang marah.”
i. “Oh iya pak cara ini dapat bapak lakukan secara rutin jika mulai
muncul perasaan marah.”

3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi
- “Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang – bincang
tentang marah dan cara mengontrol marah dengan tarik nafas
dalam?”
- “Baik pak coba pak sebutkan kembali penyebab bapak marah”
- “Lalu apa yang bapak lakukan ketika bapak sedang marah?”
- “Baik coba sekarang bapak sebutkan akibat dari perilaku yang
bapak lakukan tersebut.”
- “Nah tadi kita juga sudah latihan tentang mengontrol marah
dengan cara fisik I yaitu tarik nafas dalam, nah coba ibu
jelaskan kembali caranya”
- “Yaa benar sekali pak, coba bapak praktekan kembali cara
nya”
- “Wah bagus, karena bapak sudah menegerti caranya
bagaiman kalau kita masukan ke dalam jadwal kegiatan
harian. Jika bapak melakukannya beri tanda ceklis di kolom
‘ya’ dan jika tidak melakukan bapak beri tanda ceklis di kolom
‘tidak’.”
b. Kontrak
1) Topik
“Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan
lagi cara untuk mengontrol / mencegah marah dengan cara
fisik II”
2) Waktu
“Baik pak, berarti jam 10:00 WIB kita berjumpa lagi ya?”
3) Tempat
“Bapak ingin berbincang-bincang dimana? Bagaimana jika
disini lagi?”. Baik pak, Sampai jumpa, saya permisi.
Wassalamu’alaikum.”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
(SPTK) Resiko Perilaku Kekerasan
SP II

Hari / Pertemuan : Jumat, 28 Agustus 2020 / II


SP / dx : II / Resiko Perilaku Kekerasan
Ruangan : Kenanga
Nama Kien : Tn. P

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subjektif :
- Pasien mengatakan kesal dan marah dengan seseorang
- Pasien mengatakan ingin memukul seseorang
- Pasien mengatakan ingin mendorong sesorang
b. Data Objektif :
- Pasien terlihat mengepalkan tangan
- Pandangan mata pasien tajam

2. Diagnosa Keperawatan :
Resiko Perilaku Kekerasan

3. Tujuan Umum :
Pasien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan secara
fisik.

4. Tujuan Khusus :
Pasein mampu menerapkan cara mengontrol marah secara fisik II
(pukul bantal dan kasur).
5. Tindakan keperawatan :
a. Evaluasi latihan nafas dalam
b. Latih cara fisik II : memukul kasur dan kasur
c. Susun jadwal kegiatan harian cara II.
B. Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan
1. FASE ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
“Asaalamuaikum pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu
sekarang saya datang lagi”
“Apakah bapak masih ingat bagaimana cara mengontrol marah
secara fisik I yang tadi kita pelajari??”
“Bisakah bapak mempraktekannya kembali?”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini? Adakah hal yang
menyebabkan bapak marah?”
c. Kontrak
1) Topik
“Baiklah pak, sesuai dengan janji saya tadi kita akan berlatih
cara mengontrol marah dengan cara fisik II yaitu dengan
memukul bantal dan kasur.”
2) Waktu
“Mau berapa lama? Bagaimana kalau 15 menit?”
3) Tempat
“Dimana kita bicara? Bagaimana kalau di ruang tamu?”

2. FASE KERJA
a. “Jika ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan
kesal, berdebar-debar, dan mata melotot selain bernafas dalam-
dalam, bapak bisa melampiaskan nya dengan memukul bantal
dan kasur”
b. “Sekarang mari kita latihan memukul bantal dan kasur. Jadi kalau
nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung pergi ke kamar dan
lampiaskanlah kemarahan tersebut dengan memukul bantal dan
kasur. Nah, coba bapak lakukan, pukul bantal dan kasurnya. Ya,
bagus sekali”
c. “Kekesalan yang bapak rasakan lampiaskan saja ke bantal dan
kasur”
d. “Nah, cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan
marah. Jangan lupa untuk merapikan kembali tempat tidurnya ya.”

3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi
- “Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara
menyalurkan marah tadi?”
- “Coba bapak sebutkan cara-cara yang sudah kita latih tadi!
Bagus!”
- “Wah bagus, karena bapak sudah mengerti caranya
bagaiman kalau kita masukan ke dalam jadwal kegiatan
harian. Jika bapak melakukannya beri tanda ceklis di kolom
‘ya’ dan jika tidak melakukan bapak beri tanda ceklis di kolom
‘tidak’.”
b. Kontrak
1) Topik
“Untuk besok bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk
berbincang bincang mengenai cara mengontrol marah secara
verbal”
2) Waktu
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali sekitar
pukul 10:00 WIB selama 15 menit, apakah bapak setuju?”
3) Tempat
“Mau dimana besok kita berbincang-bincang? Baiklah sampai
bertemu lagi, Assalamu’alaikum.”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
(SPTK) Resiko Perilaku Kekerasan
SP III

Hari / Pertemuan : Sabtu, 29 Agustus 2020 / III


SP / dx : III / Resiko Perilaku Kekerasan
Ruangan : Kenanga
Nama Kien : Tn. P

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subjektif :
- Pasien mengatakan kesal dan marah dengan seseorang
- Pasien mengatakan sedang tidak nyaman
- Pasien mengatakan ingin berkelahi
- Pasien mengatakan ingin mencaci – maki seseorang
b. Data Objektif :
- Pandangan mata pasien tajam dan sinis
- Pasien megucapkan kata – kata kasar

2. Diagnosa Keperawatan :
Resiko Perilaku Kekerasan

3. Tujuan Umum :
Pasien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan secara
fisik.

4. Tujuan Khusus :
a. Berbicara secara baik – baik
b. Meminta sesuatu secara baik – baik
c. Menolak secara baik - baik
5. Tindakan keperawatan :
a. Latih cara mengontrol marah secara verbal (berbicara, meminta
dan menolak secara baik –baik)
b. Anjurkan untuk dimasukan dalam jadwal kegiatan harian pasien

B. Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan


1. FASE ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
“Asaalamuaikum pak, masih ingat dengan saya? Sesuai dengan
janji saya kemarin sekarang saya akan menemui bapak untuk
berlatih tentang cara mengontrol marah dengan cara verbal yaitu
berbicara, meminta dan menolak secara baik – baik.”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini? Adakah hal yang
menyebabkan bapak marah?”
“Atau ada hal yang membuat bapak marah dan kesal hari ini?”
“Baik kalau begitu bolehkah saya melihat jadwal kegiatan
hariannya pak?
“Apakah bapak masih ingat bagaimana cara mengontrol marah
secara fisik?”
“Bisakah bapak mempraktekannya kembali?”
c. Kontrak
1) Topik
“Baiklah pak, sesuai dengan janji saya kemarin kita akan
berlatih cara mengontrol marah dengan cara verbal yaitu
berbicara, meminta dan menolak secara baik – baik.”
2) Waktu
“Baik untuk waktunya 15 menit ya pak, sesuai janji kemarin”
3) Tempat
“Untuk tempatnya didepan taman ya pak, sesuai janji saya
kemarin”

2. FASE KERJA
a. “Sekarang kita latihan cara berbicara yang baik untuk mencegah
marah. Kalau marah sudah diluapkan dengan tarik nafas dalam
dan memukul bantal atau kasur, bapak sudah merasa lega maka
kita perlu berbicara dengan orang yang membuat kita marah
atau kesal.”
b. “Nah ada tiga cara pak, yang pertama meminta dengan baik
tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata – kata yang kasar. Contohnya seperti ini ;
permisi bolehkah saya meminjam benda itu?, bolehkah saya
meminta makanan itu?. Oke sekarang coba bapak praktekkan.
Ya bagus seperti itu ya pak.”
c. “Yang kedua jika ada sesorang yang menyuruh dan bapak tidak
mau melakukannya karena sedang melakukan kegiatan lain
maka bapak harus menolaknya secara baik – baik. Contohnya
seperti ini ; maaf saya tidak bisa melakukannya karena saya ada
kerjaan. Baik sekarang coba bapak praktekkan. Ya, seperti itu ya
pak.”
d. “Dan yang terakhir jika ada perlakuan dari sesorang yang
membuat bapak kesal dan marah, bapak boleh melawannya
dengan bicara secara baik – baik. Contohnya seperti ini : tolong
jangan lakukan itu saya tidak suka, jika kamu seperti itu terus
saya akan marah. Oke sekarang coba bapak praktekkan. Oke
bagus pak, seperti itu ya.”
e. “Oh iya pak, jangan lupa untuk selalu bicara dengan nada yang
tidak terlalu tinggi dan jangan menggunkan kata – kata kasar ya
pak”
3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi
- “Baik pak, kita sudah melakukan latihan cara mengontrol
marah secara verbal yaitu dengan berbicara, meminta dan
menolak secara baik - baik. Sekarang bagaimna perasan
bapak sekarang setalah kita latihan cara mengontol marah
secara verbal?”
- “Coba bapak sebutkan cara – cara yang sudah kita latih tadi.
Wah bagus pak”
- “Karena bapak sudah bisa melakukannya bagaimana kalau
kita masukan ke dalam jadwal kegitan harian ya pak. Jika
bapak melakukannya beri tanda ceklis di kolom ‘ya’ dan jika
tidak melakukannya beri tanda ceklis di kolom ‘tidak’.”

b. Kontrak
1) Topik
“Besok kita akan latihan cara mengontrol marah dengan cara
spiritual yaitu dengan beribadah dan berdoa ketika masuk
waktu sholat.”
2) Waktu
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali sekitar
pukul 10:00 WIB selama 15 menit, apakah bapak setuju?”
3) Tempat
“Untuk tempatnya bagaimana kalau di kamar saja? Baiklah
bapak, sampai bertemu lagi, Assalamu’alaikum.
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
(SPTK) Resiko Perilaku Kekerasan
SP IV

Hari / Pertemuan : Minggu, 30 Agustus 2020 / IV


SP / dx : IV / Resiko Perilaku Kekerasan
Ruangan : Kenanga
Nama Kien : Tn. P

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subjektif :
- Pasien mengatakan ingin marah dengan seseorang
- Pasien mengatakan kesal dengan seseorang
- Pasien mengatakan tidak nyaman dengan sesorang
b. Data Objektif :
- Wajah pasien tampak memerah
- Pandangan mata pasien tajam
- Pasien terlihat mengerutkan dahinya

2. Diagnosa Keperawatan :
Resiko Perilaku Kekerasan

3. Tujuan Umum :
Pasien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan secara
fisik.

4. Tujuan Khusus :
Pasein mampu menerapkan cara mengontrol marah secara spiritual.
5. Tindakan keperawatan :
a. Latih cara mengontrol marah dengan cara spiritual
b. Anjurkan untuk dimasukan dalam jadwal kegiatan harian pasien

B. Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan


1. FASE ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
“Asaalamuaikum pak, masih ingat dengan saya? Sesuai dengan
janji saya kemarin sekarang saya akan menemui bapak untuk
berlatih tentang cara mengontrol marah dengan cara spiritual.”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini? Masih ada perasaan kesal
atau marah?”
“Atau ada hal yang membuat bapak marah dan kesal hari ini?”
“Apa ada hal yang membuat bapak tidak nyaman?”
“Baik kalau begitu bolehkah saya melihat jadwal kegiatan
hariannya pak?
“Apakah bapak masih ingat bagaimana cara mengontrol marah
secara fisik?”
“Coba sekarang bapak sebutkan kembali cara mengontrol marah
secara verbal yang sudah kita diskusikan kemarin.”
“Yaa benar sekali bapak, lalu sekarang bapak praktekan cara
berbicara, meminta dan menolak secara baik – baik pak.”
c. Kontrak
1) Topik
“Baiklah pak, karena bapak sudah mamapu mempraktekan
kembali cara mengontrol marah yang sudah diajarkan kemarin,
sesuai dengan janji saya kita akan berlatih cara mengontrol
marah dengan cara spiritual ya pak.”
2) Waktu
“Untuk waktunya selama 15 menit ya pak atau selama kegiatan
ibadah berlangsung”
3) Tempat
“Untuk tempatnya sesuai janji saya kemarin kita lakukan di
kamar saja ya pak agar lebih tenang”
2. FASE KERJA
a. “Baik sekarang coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa
bapak lakukan, baik kalau begitu mana yang mau bapak coba?”
b. “Nah kalau bapak sedang marah coba bapak duduk kemudian
tarik nafas dalam – dalam. Jika tidak reda marahnya rebahkan
badan agar rileks. Setelah itu ambil air wudhu kemudian sholat.”
c. “Bapak bisa melakukan kegiatan ibadah untuk mengurangi dan
meredam rasa marah”

3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi
- “Baik pak, kita sudah melakukan latihan cara mengontrol
marah secara spiritual. Sekarang bagaimna perasan bapak
sekarang setalah kita latihan cara mengontol marah secara
spiritual?”
- “Karena bapak sudah bisa melakukannya bagaimana kalau
kita masukan ke dalam jadwal kegitan harian ya pak. Jika
bapak melakukannya beri tanda ceklis di kolom ‘ya’ dan jika
tidak melakukannya beri tanda ceklis di kolom ‘tidak’.”
b. Kontrak
1) Topik
“Untuk besok kita akan bertemu kembali untuk berlatih cara
mengontrol marah dengan meminum obat secara teratur.”
2) Waktu
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang kembali sekitar
pukul 10:00 WIB selama 15 menit, apakah bapak setuju?”
3) Tempat
“Dimana besok kita berbincang-bincang? Baiklah sampai
bertemu lagi, Assalamu’alaikum.”
STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN
(SPTK) Resiko Perilaku Kekerasan
SP V

Hari / Pertemuan : Senin, 01 September 2020 / V


SP / dx : V / Resiko Perilaku Kekerasan
Ruangan : Kenanga
Nama Kien : Tn. P

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Klien
a. Data Subjektif :
- Pasien mengatakan kesal dan marah dengan seseorang
- Pasien mengatakan sedang tidak nyaman
- Pasien mengatakan ingin berkelahi
b. Data Objektif :
- Pasien terlihat mengepalkan tangan
- Pandangan mata pasien tajam
- Wajah pasien memerah
- Pasien mengucapkan kata-kata kasar

2. Diagnosa Keperawatan :
Resiko Perilaku Kekerasan

3. Tujuan Umum :
Pasien dapat mengontrol atau mencegah perilaku kekerasan secara
fisik.

4. Tujuan Khusus :
Pasein mampu menerapkan cara mengontrol marah dengan minum
obat secara teratur.
5. Tindakan keperawatan :
a. Latih cara mengontrol marah dengan cara minum obat secara
teratur
b. Anjurkan untuk dimasukan dalam jadwal kegiatan harian pasien
B. Proses Komunikasi dalam Pelaksanaan Tindakan
1. FASE ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
“Asaalamuaikum pak, masih ingat dengan saya?”
“Alhamdulillah jika bapak masih ingat saya, sesuai dengan janji
saya kemarin sekarang saya menemui bapak untuk berlatih
tentang cara mengontrol marah dengan meminum obat secara
teratur.”
b. Evaluasi / Validasi
“Bagaimana perasaan bapak saat ini? Masih ada perasaan kesal
atau marah?”
“Atau ada hal yang membuat bapak marah dan kesal hari ini?”
“Baik kalau begitu bolehkah saya melihat jadwal kegiatan
hariannya pak?
“Bolehkah bapak sebutkan dan praktekan kembali mengenai cara
mengontrol marah secara fisik yang sudah kita pelajari kemarin?”
“Wah hebat ternyata bapak sudah bisa melakukannya”
“Coba sekarang bapak sebutkan kembali cara mengontrol marah
secara verbal yang sudah kita diskusikan kemarin.”
“Yaa benar sekali bapak, lalu sekarang bapak praktekan cara
berbicara, meminta dan menolak secara baik – baik pak.”
“Bagaimana cara mengontrol marah dengan cara spiritual yang
sudah didiskusikan kemarin”
c. Kontrak
1) Topik
“Baiklah pak, sesuai dengan janji saya kemarin kita akan
berlatih cara mengontrol marah dengan cara meminum obat
secara teratur.”
2) Waktu
“Berapa lama kita akan berbincang – bincang? Bagaimana
kalau 15 menit? Untuk membahasa tentang cara mengontrol
marah dengan obat ini pak”
3) Tempat
“Untuk tempatnya sesuai janji saya kemarin kita lakukan di
kamar saja ya pak”

2. FASE KERJA
a. “Baik apakah bapak sudah dapat obat dari dokter?”
b. “Berapa macam obat yang bapak minum? Warna nya apa saja?”
c. “Bagus, jam berapa dimunumnya pak?”
d. “Apakah bapak tau manfaat atau keguanaan dari obat ini pak?”
e. “Baik bapak obatnya ada tiga macam pak, yang warna nya
orange namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang. Yang merah
jambu namanya HLP agar rasa marah berkurang, dan yang
terakhir ada THP bewarna putih ini agar pikiran tenang.”
f. “Nanti di rumah sebelum minum obat lihat dulu labelnya, cek
apakah obat itu milik bapak atau bukan, baca juga dosis dan
nama obatnya apakah sudah benar apa belum obatnya.”
g. “Oh iya pak jangan sampai berhenti minum obat ya jika belum
diinstruksikan oleh dokter, karena bisa menyebabkan
kekambuhan pak jika bapak berhenti minum obat tanpa instruksi
dari dokter.”

3. FASE TERMINASI
a. Evaluasi
- “Baik pak, kita sudah melakukan latihan cara mengontrol
marah dengan minum obat secara teratur. Sekarang
bagaimna perasaan bapak setalah kita latihan cara
mengontol marah dengan minum obat?”
- “Baik kalau begitu coba bapak sebutkan kembali warna obat
dan kegunaannya pak?”
- “Yaa benar pak, sekarang bagaimana pak jika bapak
berhenti minum obat tanpa instruksi dokter?”
- “Wah benar sekali pak”
- “Karena bapak sudah bisa melakukannya bagaimana kalau
kita masukan ke dalam jadwal kegitan harian ya pak. Jika
bapak melakukannya beri tanda ceklis di kolom ‘ya’ dan jika
tidak melakukannya beri tanda ceklis di kolom ‘tidak’.”
b. Kontrak Topik yang akan datang
1) Topik
“Oh iya pak karena kita sudah berlatih cara – cara mengontrol
marah, besok saya akan bertemu bapak kembali untuk
membahas perkembangan kemampuan bapak dalam
mengontrol marah setelah dilakukan penerapan strategi
pelaksanaan tindakan keperawatan ini.”
2) Waktu
“Bagaimana kalau kita berbincang-bincang sekitar pukul
10:00 WIB selama 20 menit, apakah bapak setuju?”
3) Tempat
“Mau dimana besok kita berbincang-bincang? Bagaimana di
depan taman saja ya pak? Baiklah sampai bertemu lagi,
Assalamu’alaikum.”

Anda mungkin juga menyukai