DI SUSUN OLEH :
KATA PENGANTAR.......................................................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................................................
............................................................................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN....................................................................................................................
BAB 3 PENUTUP.............................................................................................................................
3.1 Kesimpulan
................................................................................................................................................
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Gejala klinis awal keracunan gas CO2 tidak khas, menyerupai banyak gejala penyakit
lain, seperti sakit kepala, mual dan pening, gejala seperti flu, kadang pula didiagnosis sebagai
sindrom viral.Karena itu lebih banyak kasus tidak dilaporkan akibat tidak dikenal/tidak
terdiagnosis dibandingkan yang berhasil ditangani. Dengan kejadian seperti di atas maka adalah
kewajiban dokter di Indonesia untuk mampu mengenali dan menangani keracunan gas CO2.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Definisi Karbondioksida
2. Etiologi terjadinya keracunan karbondioksida
3. Anatomi dan fisiologi pencernaan
4. Patofisiologi dari keracunan karbondioksida
5. Manifestasi klinis dari keracunan karbondioksida
6. Komplikasi dan pemeriksaan penunjang akibat keracunan karbondioksida
C. TUJUAN
1. Mengetahui definisi Karbondioksida
2. Mengetahui etiologi terjadinya keracunan karbondioksia
3. Mengetahui Anatomi dan fisiologi pencernaan
4. Mengetahui Patofisiologi dari keracunan karbondioksida
5. Mengetahui apa saja Manifestasi klinis dari keracunan karbondioksida
6. Mengetahui Komplikasi dan pemeriksaan penunjang akibat keracunan karbondioksida
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Racun adalah zat atau bahan yang bila masuk ke dalam tubuh melalui mulut, hidung,
suntikan dan absorbsi melalui kulit atau digunakan terhadap organisme hidup dengan dosis
relatif kecil akan merusak kehidupan atau mengganggu dengan serius fungsi hati atau lebih
organ atau jaringan bahkan dapat menyebabkan penyakit luka atau kematian (Mc Graw-Hill
Nursing Dictionary).
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui saluran pencernaan,
saluran nafas, atau melalui kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala klinis.Keracunan sering
dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia, beberapa gas beracun yang dilaporkan
menyebabkan keracunan diantaranya yaitu gas karbon monoksida (CO), gas karbon dioksida
(CO2), gas hidrogen sulfida (H2S), gas freon, liquid petroleum gas (LPG) dan gas limbah rumah
sakit.
Karbon dioksida adalah gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Ketika dihirup pada
konsentrasi yang lebih tinggi dari konsentrasi karbon dioksida di atmosfir, ia akan terasa asam di
mulut sampai tenggorokan dan mengengat di hidung.
Jadi, keracunan karbondioksida adalah zat dan gas yang masuk ke dalam tubuh yang
tidak berwarna dan tidak berbau dimanaketika dihirup pada konsentrasi yang lebih tinggi dari
konsentrasi karbon dioksida di atmosfer, ia akan mengengat di hidung dan ketika masuk kedalam
saluran pencernaan ia akan terasa asam di mulut dan tenggorokan serta dapat menghambat
respon pada sistem biologis yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan, penyakit, bahkan
kematian.
B. ETIOLOGI
Sumber racun bermacam-macam seperti limbah industri yang mengandung logam berat,
bahan makanan yang terkontaminasi oleh kuman seperti salmonella, sthapilococcus clostridium
botulimun, jamur beracun.Begitu pula berbagai macam obat jika di berikan melebihi dosis
normal tidak dapat menyembuhkan penyakitnya diperlukan memberikan efek samping yang
merupakam racun bagi tubuh.
Diakui dr. Arlin Algerina, Sp.Akeracunan atau masuknya zat beracunke dalam tubuh
anak lebih sering terjadi di rumah atau lingkungan sekitar rumah. Prosesnya bisa melalui saluran
penapasan,saluran napas,dan permukaan kulit atau mukosa yang menimbulkan gejala
klinis.Keracunan pada anak, kata dokter dari RS Internasional Bintaro Tangerang Banten ini,
sebenarnya tidak berbeda dengan keracunan pada kalangan dewasa.Hanya saja, karena tingkat
perkembangan fisik, kepribadian dan emosi serta fungsi organ tubuh anak-anak tidak
sematangdewasa, akibat yang ditimbulkannya jadi berbeda.Selain itu, sistem dan fungsi
pertahanan belum sempurna.Tak heran keracunan yang terjadi pada anak-anak lebih fatal dari
pada orang dewasa.
Pada dasarnya semua bahan dapat menyebabkan keracunan tak tergantung pada banyak
bahan tersebut masuk ke dalam tubuh. Bahan-bahan yang dapat menyebabkan keracunan
adalah:
1. Hidung
1) Eksternal :
- Menonjol dari wajah dan disanggah oleh tulang hidung dan kartilago.
- Nares anterior (lubang hidung merupakan ostium sebelah luar dari rongga hidung)
2) Internal :
- Rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh
pembagian vertikal yang sempit, yangdisebut septum.
- Masing2 septum dibagi menjadi 3 bagian saluran o/ penonjolan turbinasi disebut
konka dari dinding lateral.
- Rongga hidung dilapisi oleh membrane mukosa ( mukosa hidung)Lendir sekresi
yg dihasilkan sel globet dan kelenjar serous akan melembabkan udara yang
masuk.
- Partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sedangkan partikel yang kecil
akan melekat pada selaput lendir respirasi.
- Dengan bantuan gerakan silia partikel tersebut akan digerakkan kearah faring.
- Penghangatan udara dilakukan o/ pembuluh2 darah yang berada di bawah selaput
lendir.ketiga hal tersebut dibantu oleh konka.
2. Faring (tenggorokan) :
Menghubungkan antara rongga hidung dan rongga mulut ke laring. Dibagi menjadi 3
bagian yaitu nasal, oral dan laring.
- Nasofaring : 2 alt yang terpenting yi “pharyngeal tonsil” dan tuba eustasius”
- Orofaring : merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring. Disini terdapat
pangkal lidah
- Laringofaring : terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan, yang
berlangsung secara bergantian.
Alveoli
Paru terbentuk sekitar 300 juta alveoli, yang tersusun dalam kluster antara 15-20 alveoli.
Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar
Sel alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk diding alveolar
Tipe II sel-sel yang aktif secara metabolik, mensekresi surfaktan, suatu fosfolifit yang
melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps
Tipe III makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan benda
asing( mis, lendir, bakteri), dan bekerja sebagai mekanisme pertahan yang penting.
Paru
Sebagai alat pernafasan utama terdiri dari dua bagian (paru kanan dan
kiri) dan bagian tengah dari organ tersebut terdapat organ jantung beserta pembuluh darah yang
berbentuk kerucut, dengan bagian puncak disebut apex.
Paru memiliki jaringan yang bersifat elastik, berpori, dan memeliki fungsi sebagai pertukaran gas
oksigen dan karbon dioksida.
Paru merupakan jalinan atau susunan bronkus, bronkiolus, brounkiolus terminalis,
brounkiolus rispratory, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, sistem limfatik dll.
Sirkulasi paru
Sirkulasi paru akan mengatur aliran darah vena-vena dari ventrikel kanan ke arteri
pulmonalis, dan mengalirkan darah yang bersifat arterial melalui vena vulmonalis pada waktu
ekspresi, sehingga kolaps alveoli dpat dihindari.
Pleura
Bagian terluar dari paru-paru dikelilingi oleh membrane halus, licin yaitu pleura, dan juga
meluas untuk membungkus diding interior toraks dan permukaan superior diafragma.pleura
pareatali melapisi toraks, dan pleura visceral melapisi paru-paru.
antara kedua pleura ini terdapat ruang, yang disebut spasium pleura, yg mengandung sejumlah
kecil cairan yang melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas
selama ventilasi
Mesdiastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian.
Terbentuk dari 2 lapisan pleura.
Lobus
setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. paru kiri terdiri atas lobus bawah dan atas, sementara
paru kanan mempunyai lobus atas, tengah, dan bawah. setiap lobus lebih jauh dibagi lagi
menjadi dua segmen yang dipisahkan oleh fisura, yang merupakan perluasan pleura.
Rongga dan diding dada terbentuk oleh :
Otot-otot interkostali
Otot-otot pektolaris mayor dan minor
Otot-otot trafezius
Otot-otot seratus anterior/ posterior
Kosta-kosta dan koluna vertebralis
kedua hemi diafragma
Rongga ini secara aktif mengatur mekanik respirasi
D. PATOFISIOLOGI
Kandungan karbondioksida di udara segar bervariasi antara 0,03% atau (300 ppm) –
0,06% atau (600 ppm) bergantung pada lokasi. Paparan berkepanjangan terhadap konsentrasi
karbondioksida yang sedang dapat menyebabkan asidosis dan efek-efek merugikan pada
metabolisme kalsium fosforus yang menyebabkan peningkatan endapan kalsium pada jaringan
lunak. Karbondioksida beracun kepada jantung dan menyebabkan menurunnya gaya kontraktil.
Pada konsentrasi 3% berdsarkan volume di udara ia bersifat narkotik ringan dan menyebabkan
peningkatan tekanan darah dan denyut nadi, dan menyebabkan penurunan daya dengar. Pada
konsentrasi sekitar 5% berdasarkan volume, ia menyebabkan stimulasi pusat pernapasan, pusing,
kebingungan, dan kesulitan pernafasan yang diikuti dengan sesak nafas. Pada konsentrasi 8% ia
menyebabkan sakit kepala, penglihatan buram, dan kehilangan kesadaran setelah terpapar selama
5-10 menit.
Oleh karena bahaya kesehatan yang diasosiasikan dengan paparan karbondioksida, maka
paparan rata-rata untuk orang dewasa yang sehat selama waktu kerja 8 jam sehari tidak melebihi
5000 ppm atau (0,5%). batas aman maksimum untuk balita, anak, orang tua dan individu dengan
masalah kesehatan kardiopulmonari (jantung dan paru-paru) signifikan lebih kecil. Untuk
paparan dalam jangka waktu pendek (dibawah 10 menit ), batasan dari institute national untuk
kesehatanda n keamanan kerja Amerika Serikat (NIOSH) adalah 30.000 ppm (3%). NIOSH juga
menyatakan bahwa konsentrasi karbondioksida yang melebihi 4% adalah berbahaya bagi
keselamatan jiwa dan kesehatan.
Adaptasi terhadap peningkatan kadar CO2 dapat terjadi pada manusia. Inhalasi CO2 yang
berkelanjutan dapat ditoleransi pada konsentrasi inspirasi 3% paling sedikit selama 1 bulan dan
4% konsentrasi inpirasi selama lebih dari 1 minggu. diajukan juga bahwa konsentrasi inspirasi
sebesar 2,0% dapat digunakan untuk ruangan tertutup seperti kapal selam oleh karena adaptasi
ini bersifat fisiologi dan refersibel. Penurunan kinernya atau pada aktifitas fisik yang normal
tidak terjadi pada tingkat konsentrasi ini.
Gambaran ini berlaku untuk karbondioksida murni.dalam ruang tertutup yang dipenuhi
orang, konsentrasi karbondioksida akan mencai tingkat yang lebih tinggi dari pada konsentrasi di
udara bebas. konsentrasi yang lebih besar dari 1000 ppm akan menyebabkan ketidak nyamanan
terhadap 20% penghuni dan ketidaknyamanan ini akan meningkat seiring dengan menigkatnya
konsentrasi CO2ketidak nyamanan ini diakibatkan oleh gas-gas yang dikeluarkan sewaktu
pernapasan dan keringat manusia bukan oleh CO 2. Pada konsentrasi 2000 ppm mayoritas
penghuni akan merasahkan ketidak nyamanan yang signifikan dan banyak yang akan mual dan
sakit kepala. Konsentrasi CO2 antara 300 ppm sampai dengan 2500 ppm digunakan sebagai
indikator kualitas udara dalam ruangan.
E. MANIFESTASI KLINIS
Umunya,makanan kaleng yang rusak atau tercemar mengandung kuman clostridium botulinum
yang berbahaya buat tubuh.Efek klinisnya adalah mata kabur, reflex cahaya menurun dan
kelumpuhan otot-otot mata.Pemikiran lain adalah kelumpuhan saraf-saraf otak yang berfungsi
sebagai simetrik, disartria (kesulitan mengambil),kesulitan berbicara, atau kelumpuhan atau
lumpuh umum.
Pertolongan pertama :
Kurang lebih sama dengan penanganan keracunan singkong.Namun, karena kuman
sangat cepat menyerang organ-organ tubuh, penanganannya relatif sulit dilakukan
awam.Bawalah segera ke dokter u ntuk mendapatkan penanganan yang tepat.
F. KOMPLIKASI
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Pemeriksaan laboratorium
Analisa kadar HbCO membutuhkan alat ukur spectrophotometic yang khusus. Kadar
HbCO yang meningkat menjadi signifikan terhadap paparan gas tersebut sedangkan kadar yang
rendah belum dapat menyingkirkan kemungkinan terpapar, khususnya bila pasien telah
mendapat terapi oksigen 100% sebelumnya atau jarak paparan dengan pemeriksaan terlalu lama.
Pada beberapa perokok, terjadi peningkatan ringan kadar CO sampai 10%.
Pemeriksaan gas darah arteri juga diperlukan. Tingkat tekanan oksigen arteri (PaO2)
harus tetap normal. Walaupun begitu, PaO2 tidak akurat mennggambarkan derajat keracunan CO
atau terjadinya hipoksia seluler. Saturasi oksigen hanya akurat bila diperiksa langsung. Tidak
melalui PaO2 menggambarkan oksigen terlarut dalam darah yang tidak terganggu oleh
hemoglobin yang mengangkat CO
-Pemeriksaan Imaging
x-foto thorax. Pemeriksaan x-foto thorax perlu dilakukan pada kasus-kasus keracunan gas
dan saat terapi oksigen hiperbarik diperlukan.hasil pemeriksaan x-foto thorax biasanya dalam
batas normal. Adanya gambaran ground-glass apperarance, perkabutan parahiler, dan intra
alveolar edema menunjukkan prognosis yang lebih jelek.
CT scan. Pemeriksaan CT Scan kepala perlu dilakukan pada kasus keracunan berat gas
CO atau bila terdapat perubahan status mental yang tidak pulih dengan cepat. Edema serebri dan
lesi fokal dengan densitas rendah pada basal ganglia bisa didapkan dan halo tersebut dapat
memprediksi adanya komplikasi neurologis.
Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan dengan CT Scan untuk mendeteksi lesi
fokal dan demyelinasi substansia alba dan MRI sering digunakan untuk follow up pasien.
Pemeriksaan CT Scan serial diperlukan jika terjadi gangguan status mental yang menetap.
Pernah dilaporkan hasil CT Scan adanya hidrosefalus akut pada anak-anak yang menderita
keracunan gas CO.
-Pemeriksaan lainnya
H. PENATALAKSANAAN
Tambahan :
Masker gas (bukan masker gas oksigen) berfungsi untuk menahan partikel, sedang gas CO2
bukan partikel maka apabila tidak dipakai masker gas oksigen, gas CO2 masih masuk dalam
saluran pernapasan penolong. Apabila keracunan dalam gua/ tambang maka penolong dapat
turun dengan menggali sesuai dengan arah angin dengan harapan angin akan mendorong gas
CO2 keluar singga tidak membahayakan penolong.
Memindahkan pasien dari paparan gas CO dan memberikan terapi oksigen dengan
masker nonrebreathing adalah hal yang penting. Intubasi diperluikan pada pasien dengan
penurunan kesadaran dan untuk proteksi jalan nafas.
Kecurigaan terhadap peningkatan kadar HbCO diperlukan pada semua pasien korban
kebakaran dan inhalasi asa. Pemeriksaan dini darah dapat memberikan kolerasi yang lebih
akurat antara kadar HbCO dan status klinis pasien. Walaupun begitu jangan tunda pemberian
oksigen untuk melakukan pemeriksaan-pemeriksaan tersebut. Jika mungkin perkirakan berapa
lama pasien mengalami paparan gas CO. keracunan CO tidak hanya menjadi penyebab tersering
kematian pasien sebelum sapmpai di rumah sakit, tetapi juga menjadi penyebab utama dari
kecacatan.
Pertimbangkan untuk segera merujuk pasien ke unit terapi oksigen hiperbarik, jika kadar
HbCO diatas 40% atau adanya gangguan kardiovaskuler dan neurologis. Apabila pasien tidak
membaik dalam waktu 4 jam setelah pemberian oksigen dengan tekanan normobarik, sebaiknya
dikirm ke unit hiperbarik.
Edema serebri memerlukan monitoring tekanan intra cranial dan tekanan darah yang
ketat. Elevasi kepala, pemberian manitol dan pemberian hiperventilasi sampai kadar PCO2
mencapai 28-30 mmHg dapat dilakukan bila tidak tersedia alat dan tenaga untuk memonitor TIK.
Pada umumnya asidosis akan membaik dengan pemberian terapi oksigen.
Secara teori HBO bermanfaat untuk terapi keracunan CO karena oksigen bertekanan
tinggi dapat mengurangi dengan cepat kadar HbCO dalam darah, meningkatkan transportasi
oksigen intraseluler, mengurangi aktifitas-daya adhesi neutrofil da dapat mengurangi peroksidase
lipid.
Saat ini, indikasi absolute terapi oksigen hiperbarik untuk kasus keracunan gas CO masih
dalam kontroversi. Alasan utama memakai terapi HBO adalah untuk mencegah defisit neurologis
yang tertunda suatu penelitian yang dilakukan perkumpulan HBO di Amerika menunjukkan
kriteria untuk HBO adalah pasien koma, riwayat kehilangan kesadaran, gambara iskemia pada
EKG, defisit neurologis fokal, test neuropsikiatri yang abnormal, kadar HbCO diatas 40%
kehamilan dengan kadar HbCO> 25%, dan gejala yang menetap setelah pemberian oksigen
normobarik.
I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1) Data Subjektif
a) Pengkajian difokuskan pada masalah yang mendesak seperti jalan nafas dan
sirkulasi yang mengancam jiwa, adanya gangguan asam basa, keadaan status
jantung dan status kesadaran.
b) Riwayat kesadaran : riwayat keracunan, bahan racun yang digunakan, berapa
lama diketahui setelah keracunan, ada masalah lain sebagai pencetus keracunan
dan sindroma toksis yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.
2) Data Objektif
a) Saluran pencernaan : mual, muntah, nyeri perut, dehidrasi dan perdarahan saluran
pencernaan.
b) Susunan saraf pusat : pernafasan cepat dan dalam tinnitus, disorientasi, delirium,
kejang sampai koma.
c) BMR meningkat : tachipnea, tachikardi, panas dan berkeringat.
d) Gangguan metabolisme karbohidrat : ekskresi asam organic dalam jumlah besar,
hipoglikemi atau hiperglikemi dan ketosis.
e) Gangguan koagulasi : gangguan aggregasi trombosit dan trombositopenia.
f) Gangguan elektrolit : hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia atau
ipokalsemia.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Tidak efektifnya pola nafas b.d hipoventilasi/hiperventilasi
2) Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d mual dan muntah
3. INTERVENSI
1) Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/hiperventilasi
Intervensi :
a) Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas
R/ Sekumpulan data dan analisis keadaan pasien sangat penting untuk
memastikan kepatenan jalan nafas dan kecukupan pertukaran gas
b) Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
R/ Memfasilitasi kepatenan jalan nafas
c) Manajemen ventilasi mekanik : invasive
R/ Membantu pernafasan pasien melalui alat bantu pernafasan yang di insersikan
ke trakea
2) Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh b.d mual dan muntah
Intervensi :
a) Monitor suhu kulit, palpasi denyut perifer
R/ Kulit dingin dan lembab, denyut yang lemah mengindikasikan penurunan
sirkulasi perifer dan dibutuhkan untuk pergantian cairan tambahan
b) Berikan kembali pemasukkan oral secara berangsur-angsur
R/ Pemasukkan peroral bergantung kepada pengembalian fungsi gastrointestinal
c) Monitor pemasukkan dan pengeluaran cairan
R/ Dokumentasi yang akurat dapat membantu dalam mengidentifikasi
pengeluaran dan pergantian cairan
d) Catat adanya mual, muntah
R/ Mual dan muntah yang berlebihan dapat mengacu pada hipordemia
e) Kolaborasi dalam pemberian antiemetik
R/ Antiemetik dapat menghilangkan mual atau muntah yang dapat menyebabkan
ketidakseimbangan pemasukan
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keracunan gas karbon dioksida adalah keadaan darurat yang menyebabkan asfiksia dan
sidosis sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel.
Tanda dan gejala keracunan gas karbon dioksida adalah sakit kepala serta kepala terasa
berat, lemah, telingga berbunyi (tinnitus), nausea, otot-otot menjadi lemah, somnolen, tekanan
darah meningkat disertai dengan sianosis, pernapasan cepat dan nadi cepat, penanganan yang
dilakukan adalah memberikan oksigen dengan konsentrasi dan aliran tinggi untuk membebaskan
CO2 yang diikat oleh hemoglobin.
3.2 Saran
Mahasiswa harus lebih tahu mengenai tanda dan gejala dari karbon dioksida serta
tindakan apa yang perlu di lakukan saat terjadi keracunan akibat karbon diksida. Karena
penanganan yang cepat dan tepat sangat di perlukan saat kondisi kritis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Wisnu Baskoro, Iwan Setiawan. Sistem Pengaman Dan Monitiring kadar Co2 Berlabih
Dalam Model Ruangan Berbasis Mikrokontroler. 2011.
2. Jean Stevani. Keracunan gas karbon dioksida (Co2).