A. Definisi
Bunuh diri menurut Gail W. Stuart dalam buku ”Keperawatan Jiwa’ dinyatakan
sebagai suatu aktivitas yang jika tidak dicegah, dimana aktivitas ini dapat mengarah pada
kematian(2007).
Bunuh diri juga merupakan kedaruratan psikiatri karena pasien berada dalam keadaan
stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Situasi gawat pada bunuh
diri adalah saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana yang spesifik atau
percobaan bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk bunuh diri. (Yusuf, Fitryasari, &
Endang, 2015, hal. 140).
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dan dapat mengakhiri
kehidupan.Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dariindividu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi (Captain, 2008).
Resiko bunuh diri adalah resiko untuk menciderai diri sendiri yang dapat mengancam
kehidupan. Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk
mengakhiri kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang tinggi dan
berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan mekanisme kopingyang
digunakan dalam mengatasi masalah. Beberapa alasan individu mengakhiri kehidupan
adalah kegagalanu untuk beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stress, perasaan
terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan interpersonal/gagal melakukan
hubungan yang berarti, perasaan marah/bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan
hukuman pada diri sendiri, cara untuk mengakhiri keputusan (Stuart, 2006).
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Lima faktor predisposisi yang menunjang pada pemahaman perilaku destruktif-diri
sepanjang siklus kehidupan adalah sebagai berikut:
1) Sifat Kepribadian
a) Diagnosis Psikiatrik
Lebih dari 90% orang dewasa yang mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh
diri mempunyai riwayat gangguan jiwa. Tiga gangguan jiwa yang dapat
membuat individu berisiko untuk melakukan tindakan bunuh diri adalah
gangguan afektif, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia.
b) Tiga kepribadian yang erat hubungannya dengan besarnya resiko bunuh diri
adalah antipati, impulsif, dan depresi.
c) Lingkungan Psikososial
Faktor predisposisi terjadinya perilaku bunuh diri, diantaranya adalah
pengalaman kehilangan, kehilangan dukungan sosial, kejadian-kejadian
negatif dalam hidup, penyakit kronis, perpisahan, atau bahkan perceraian.
Kekuatan dukungan sosial sangat penting dalam menciptakan intervensi yang
terapeutik, dengan terlebih dahulu mengetahui penyebab maslah, respon
seseorang dalam menghadapi masalah tersebut, dan lain-lain.
d) Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor
penting yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindakan bunuh diri.
e) Faktor biokimia
Data menunjukkan bahwa pada klien dengan resiko bunuh diri terjadi
peningkatan zat-zat kimia yang terdapat di dalam otak seperti serotinin dan
dopamine. Peningkatan zat tersebut dapat dilihat melalui rekaman gelombang
otak Electro Encephalo Graph(EEG).
2) Faktor Presipitasi
Perilaku destruktif diri dapat ditimbulkan oleh stress berlebihan yang dialami
oleh individu. Pencetusnya sering kali berupa kejadian hidup yang memalukan.
Faktor lain yang dapat menjadi pencetus adalah melihat atau membaca melalui
media mengenai orang yang melakukan bunuh diri ataupun percobaan bunuh diri.
Bagi individu yang emosinya labil, hal tersebut menjadi sangat rentan.
E. Pohon masalah
F. Penatalaksanaan Keperawatan
G. Penatalaksanaan Medis
Sebagian besar pasien resiko bunuh diri yang dirawat memiliki diagnosa medis skizofrenia
paranoid dan depresi, sehingga terapi medis yang diberikan untuk pasien dengan resiko bunuh diri
pada umumnya yaitu kombinasi antara Haloperidol 5mg, Trihexiphenidyl 2mg, dan
Chlorpromazine 100mg serta anti depresi antara lain obat anti depresi trisiklik seperti
Amitriptyline, Imipramine, Clomipramine, Tianeptine. Anti depresi SSRI contohnya Sertaline,
Paroxetine, Fluvoxamine, Fluoxetine, Duloxetine dan Citalopram. Sedangkan anti depresi aptikal
antara lain Trazodone, Mirtazapine, Venlafaxine