Anda di halaman 1dari 13

Nama : Lely Wulan Purnamsari

Nim : 2018.A.09.0763
Prodi : DIII kebidanan
Tingkat : II
Tugas : Resume

1. Majelis Peraturan Tentang Tesehatan :


a. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sehat,
baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap orang berhak atas kesehatan. UU 36 tahun
2009 disahkan oleh Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 13 Oktober
2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan
diundangkan oleh Andi Matalatta, Menkumham RI dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 144 dan Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan ke dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063 pada tanggal 13 Oktober 2009 di Jakarta.
Latar belakang yang menjadi pertimbangan disahkannya Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan adalah:
 bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang
harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
 bahwa setiap kegiatan dalam upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip
nondiskriminatif, partisipatif, dan berkelanjutan dalam rangka pembentukan sumber daya
manusia Indonesia, serta peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa bagi pembangunan
nasional;
 bahwa setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat
Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya
peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan
negara;
 bahwa setiap upaya pembangunan harus dilandasi dengan wawasan kesehatan dalam arti
pembangunan nasional harus memperhatikan kesehatan masyarakat dan merupakan
tanggung jawab semua pihak baik Pemerintah maupun masyarakat;
 bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan, tuntutan, dan kebutuhan hukum dalam masyarakat sehingga perlu
dicabut dan diganti dengan Undang- Undang tentang Kesehatan yang baru;
 bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang tentang Kesehatan;
Dasar Hukum
Landasan pengesahan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan adalah
Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat ( 3 ) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Penjelasan Umum Atas UU Kesehatan
Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas cita-cita bangsa Indonesia
yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia. Tujuan nasional tersebut adalah
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi serta keadilan sosial.
Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya pembangunan yang
berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh terarah
dan terpadu, termasuk di antaranya pembangunan kesehatan.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila
dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. UU No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta
memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang
untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga
Kesehatan diatur tersendiri dengan Undang-Undang yaitu Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan.
UU Tenaga Kesehatan adalah pelaksanaan dari ketentuan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan
disahkan oleh Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 17 Oktober 2014.
UU 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan diundangkan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 298, dan Penjelasan Atas Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5067 oleh Menkumham Amir Syamsudin di Jakarta dan mulai
diberlakukan pada tanggal 17 Oktober 2014.
Pada saat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan mulai berlaku:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3637) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (Pasal 92)
b. Pasal 4 ayat (2), Pasal 17, Pasal 20 ayat (4), dan Pasal 21 Undang- Undang Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431) dicabut
dan dinyatakan tidak berlaku (Pasal 94 huruf a); dan
c. Sekretariat Konsil Kedokteran Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431)
menjadi sekretariat Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia setelah terbentuknya Konsil
Tenaga Kesehatan Indonesia (Pasal 94 huruf b).
Pertimbangan pengesahan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan adalah:

a. bahwa tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kesehatan yang maksimal kepada masyarakat agar masyarakat mampu untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi serta sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam bentuk pemberian
berbagai pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang menyeluruh oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan
masyarakat secara terarah, terpadu dan berkesinambungan, adil dan merata, serta aman,
berkualitas, dan terjangkau oleh masyarakat;
c. bahwa penyelenggaraan upaya kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
bertanggung jawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi, keahlian, dan kewenangan
yang secara terus menerus harus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan
berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan
pemantauan agar penyelenggaraan upaya kesehatan memenuhi rasa keadilan dan
perikemanusiaan serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan;
d. bahwa untuk memenuhi hak dan kebutuhan kesehatan setiap individu dan masyarakat,
untuk memeratakan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, dan untuk
memberikan pelindungan serta kepastian hukum kepada tenaga kesehatan dan masyarakat
penerima upaya pelayanan kesehatan, perlu pengaturan mengenai tenaga kesehatan terkait
dengan perencanaan kebutuhan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan, dan pengawasan
mutu tenaga kesehatan;
e. bahwa ketentuan mengenai tenaga kesehatan masih tersebar dalam berbagai peraturan
perundang- undangan dan belum menampung kebutuhan hukum masyarakat sehingga
perlu dibentuk undang-undang tersendiri yang mengatur tenaga kesehatan secara
komprehensif;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,
huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang tentang Tenaga Kesehatan;

Dasar Hukum

Dasar hukum Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan adalah:

1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 28H ayat (1), dan Pasal 34 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik


Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);

Penjelasan Umum UU Tenaga Kesehatan

Undang Undang tentang Tenaga Kesehatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa
Pembukaan UUD 1945 mencantumkan cita-cita bangsa Indonesia yang sekaligus
merupakan tujuan nasional bangsa Indonesia, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu wujud memajukan kesejahteraan umum adalah
Pembangunan Kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang
produktif.

Kesehatan merupakan hak asasi manusia, artinya, setiap orang mempunyai hak yang sama
dalam memperoleh akses pelayanan kesehatan. Kualitas pelayanan kesehatan yang aman,
bermutu, dan terjangkau juga merupakan hak seluruh masyarakat Indonesia. Dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, dalam rangka melakukan upaya kesehatan
tersebut perlu didukung dengan sumber daya kesehatan, khususnya Tenaga Kesehatan yang
memadai, baik dari segi kualitas, kuantitas, maupun penyebarannya.

Upaya pemenuhan kebutuhan Tenaga Kesehatan sampai saat ini belum memadai, baik dari
segi jenis, kualifikasi, jumlah, maupun pendayagunaannya. Tantangan pengembangan
Tenaga Kesehatan yang dihadapi dewasa ini dan di masa depan adalah:

1. Pengembangan dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan belum dapat memenuhi kebutuhan


Tenaga Kesehatan untuk pembangunan kesehatan;
2. Regulasi untuk mendukung upaya pembangunan Tenaga Kesehatan masih terbatas;

3. Perencanaan kebijakan dan program Tenaga Kesehatan masih lemah;

4. Kekurangserasian antara kebutuhan dan pengadaan berbagai jenis Tenaga Kesehatan;

5. Kualitas hasil pendidikan dan pelatihan Tenaga Kesehatan pada umumnya masih belum
memadai;

6. Pendayagunaan Tenaga Kesehatan, pemerataan dan pemanfaatan Tenaga Kesehatan


berkualitas masih kurang;

7. Pengembangan dan pelaksanaan pola pengembangan karir, sistem penghargaan, dan sanksi
belum dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan;

8. Pengembangan profesi yang berkelanjutan masih terbatas;

9. Pembinaan dan pengawasan mutu Tenaga Kesehatan belum dapat dilaksanakan


sebagaimana yang diharapkan;

10. Sumber daya pendukung pengembangan dan pemberdayaan Tenaga Kesehatan masih
terbatas;

11. Sistem informasi Tenaga Kesehatan belum sepenuhnya dapat menyediakan data dan
informasi yang akurat, terpercaya, dan tepat waktu; dan

12. Dukungan sumber daya pembiayaan dan sumber daya lain belum cukup.

2. Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 Tentang Pemberian ASI Ekslusif

KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1) Air Susu Ibu yang selanjutnya disingkat ASI adalah cairan hasil sekresi kelenjar
payudara ibu.
2) Air Susu Ibu Eksklusif yang selanjutnya disebut ASI Eksklusif adalah ASI yang
diberikan kepada Bayi sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan, tanpa menambahkan
dan/atau mengganti dengan makanan atau minuman lain.
3) Bayi adalah anak dari baru lahir sampai berusia 12 (dua belas) bulan.
4) Keluarga adalah suami, anak, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas dan ke
bawah sampai dengan derajat ketiga.
5) Susu Formula Bayi adalah susu yang secara khusus diformulasikan sebagai pengganti
ASI untuk Bayi sampai berusia 6 (enam) bulan.
6) Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau
masyarakat.
7) Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang
kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk
melakukan upaya kesehatan.
8) Tempat Kerja adalah ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap
dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan
suatu usaha dan dimana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya.
9) Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
10) Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 11. Menteri adalah menteri yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
-Pasal 2
Pengaturan pemberian ASI eksklusif bertujuan untuk:
1) menjamin pemenuhan hak Bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan
sampai dengan berusia 6 (enam) bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan
perkembangannya;
2) memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada
bayinya; dan
3) meningkatkan peran dan dukungan Keluarga, masyarakat, Pemerintah Daerah, dan
Pemerintah terhadap pemberian ASI eksklusif.

AIR SUSU IBU EKSKLUSIF


Bagian Kesatu
Umum
Pasal 6
Setiap ibu yang melahirkan harus memberikan ASI Eksklusif kepada Bayi yang
dilahirkannya.
Pasal 7
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 tidak berlaku dalam hal terdapat:
a. indikasi medis;
b. ibu tidak ada; atau
c. ibu terpisah dari Bayi.
Pasal 8
(1) Penentuan indikasi medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a dilakukan
oleh dokter.
(2) Dokter dalam menentukan indikasi medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional.
(3) Dalam hal di daerah tertentu tidak terdapat dokter, penentuan ada atau tidaknya
indikasi medis dapat dilakukan oleh bidan atau perawat sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Inisiasi Menyusu Dini
Pasal 9
(1) Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib
melakukan inisiasi menyusu dini terhadap Bayi yang baru lahir kepada ibunya
paling singkat selama 1 (satu) jam.
(2) Inisiasi menyusu dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara
meletakkan Bayi secara tengkurap di dada atau perut ibu sehingga kulit Bayi
melekat pada kulit ibu.
Pasal 10
(1) Tenaga Kesehatan dan penyelenggara Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib
menempatkan ibu dan Bayi dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung kecuali
atas indikasi medis yang ditetapkan oleh dokter.
(2) Penempatan dalam 1 (satu) ruangan atau rawat gabung sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dimaksudkan untuk memudahkan ibu setiap saat memberikan ASI
Eksklusif kepada Bayi.

a . Peraturan UU yang Terkait Dengan Kesehatan dan Permasalahan Reproduksi


Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Kesehatan
merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan
sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Salah satu bagian terpenting dari kesehatan adalah kesehatan reproduksi. Pengertian
kesehatan reproduksi hakekatnya telah tertuang dalam Pasal 71 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa kesehatan reproduksi merupakan
keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata- mata bebas dari
penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada
laki-laki dan perempuan. Setiap orang berhak untuk mendapatkan keturunan, termasuk juga
hak untuk tidak mendapatkan keturunan, hak untuk hamil, hak untuk tidak hamil, dan hak
untuk menentukan jumlah anak yang diinginkan.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila
dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Peraturan Pemerintah ini mengatur:
1. tanggung jawab Pemerintah dan pemerintah daerah;
2. pelayanan kesehatan ibu;
3. indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian atas larangan aborsi;
4. reproduksi dengan bantuan atau kehamilan di luar cara alamiah;
pendanaan; dan
5. pembinaan dan pengawasan.

Isi PP Kesehatan Reproduksi


Berikut adalah isi dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 tentang
Kespro dalam format tidak asli:

KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
2. Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak
semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan
proses reproduksi.
3. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan yang ditujukan kepada remaja dalam rangka menjaga kesehatan reproduksi.
4. Pelayanan Kesehatan Sistem Reproduksi adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
suatu rangkaian organ, interaksi organ, dan zat dalam tubuh manusia yang dipergunakan
untuk berkembang biak.
5. Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan yang ditujukan pada perempuan sejak saat remaja hingga saat sebelum hamil dalam
rangka menyiapkan perempuan menjadi hamil sehat.
6. Pelayanan Kesehatan Masa Hamil adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan sejak terjadinya masa konsepsi hingga melahirkan.
7. Pelayanan Kesehatan Masa Melahirkan, yang selanjutnya disebut Persalinan adalah setiap
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang ditujukan pada ibu sejak dimulainya persalinan
hingga 6 (enam) jam sesudah melahirkan.
8. Pelayanan Kesehatan Masa Sesudah Melahirkan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan yang ditujukan pada ibu selama masa nifas dan pelayanan yang mendukung bayi
yang dilahirkannya sampai berusia 2 (dua) tahun.
9. Pelayanan Kesehatan Seksual adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
ditujukan pada kesehatan seksualitas.
10. Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah adalah upaya
memperoleh kehamilan di luar cara alamiah tanpa melalui proses hubungan seksual antara
suami dan istri apabila cara alami tidak memperoleh hasil.
11. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
12. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.
Pasal 2
Ruang lingkup pengaturan Kesehatan Reproduksi dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi:
a. pelayanan kesehatan ibu;
b. indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian atas larangan aborsi; dan
c. Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah.
Pasal 3
Pengaturan Kesehatan Reproduksi bertujuan untuk:
a. menjamin pemenuhan hak Kesehatan Reproduksi setiap orang yang diperoleh melalui
pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan dapat dipertanggungjawabkan; dan
b. menjamin kesehatan ibu dalam usia reproduksi agar mampu melahirkan generasi yang sehat
dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu.
b. Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2014 Tentang Kesehatan Reproduksi
Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak
semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan
proses reproduksi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014 Tentang
Kesehatan Reproduksi adalah aturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan.

Berikut adalah isi dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2014
tentang Kespro dalam format tidak asli

Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
Pelayanan Kesehatan adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan
kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
1. Kesehatan Reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh,
tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem,
fungsi, dan proses reproduksi.
2. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan yang ditujukan kepada remaja dalam rangka menjaga kesehatan reproduksi.
3. Pelayanan Kesehatan Sistem Reproduksi adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan
kepada suatu rangkaian organ, interaksi organ, dan zat dalam tubuh manusia yang
dipergunakan untuk berkembang biak.
4. Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian
kegiatan yang ditujukan pada perempuan sejak saat remaja hingga saat sebelum hamil
dalam rangka menyiapkan perempuan menjadi hamil sehat.
5. Pelayanan Kesehatan Masa Hamil adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan sejak terjadinya masa konsepsi hingga melahirkan.
6. Pelayanan Kesehatan Masa Melahirkan, yang selanjutnya disebut Persalinan adalah setiap
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang ditujukan pada ibu sejak dimulainya
persalinan hingga 6 (enam) jam sesudah melahirkan.
7. Pelayanan Kesehatan Masa Sesudah Melahirkan adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang ditujukan pada ibu selama masa nifas dan pelayanan yang
mendukung bayi yang dilahirkannya sampai berusia 2 (dua) tahun.
8. Pelayanan Kesehatan Seksual adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang
ditujukan pada kesehatan seksualitas.
9. Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah adalah upaya
memperoleh kehamilan di luar cara alamiah tanpa melalui proses hubungan seksual antara
suami dan istri apabila cara alami tidak memperoleh hasil.
10. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
11. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
kesehatan.
Pasal 2
Ruang lingkup pengaturan Kesehatan Reproduksi dalam Peraturan Pemerintah ini
meliputi:
a. pelayanan kesehatan ibu;
b. indikasi kedaruratan medis dan perkosaan sebagai pengecualian atas larangan aborsi;
dan
c. Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah.

Pasal 3
Pengaturan Kesehatan Reproduksi bertujuan untuk:
a. menjamin pemenuhan hak Kesehatan Reproduksi setiap orang yang diperoleh melalui
pelayanan kesehatan yang bermutu, aman, dan dapat dipertanggungjawabkan; dan
b. menjamin kesehatan ibu dalam usia reproduksi agar mampu melahirkan generasi yang
sehat dan berkualitas serta mengurangi angka kematian ibu.

c. UU No. 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Tentang Penghapusan Segala


Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan
Dengan ratifikasi Konvensi Wanita tersebut, maka segala bentuk diskriminasi yang
didasarkan pada perbedaan jenis kelamin (laki–laki – perempuan) harus dihapus.
Misalnya, perlakuan pemberian upah buruh wanita dibawah upah buruh pria harus
dihapus, begitu pula dunia politik bukanlah milik pria maka perempuan harus diberi
kesempatan yang sama menduduki posisi dalam partai politik maupun pemerintahan.
Dengan demikian terjadi perbedaan penghargaan terhadap pria dan wanita, bukan karena
jenis kelaminnya tetapi karena perbedaan pada prestasi. Kita harus menyadari bahwa
pembangunan suatu negara, kesejahteraan dunia, dan usaha perdamaian menghendaki
partisipasi maksimal kaum wanita atas dasar persamaan dengan kaum pria. Kita tidak
dapat menyangkal besarnya sumbangan wanita terhadap kesejahteraan keluarga dan
membesarkan anak . Hal ini menunjukan keharusan adanya pembagian tanggung jawab
antara pria dan wanita dan masyarakat sebagai keseluruhan, bukan dijadikan dasar
diskriminasi.
Pasal 1
Mengesahkan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women)
yang telah disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa pada tanggal 18
Desember 1979, dengan pensyaratan (reservation) terhadap Pasal 29 ayat (1) tentang
penyelesaian perselisihan mengenai penafsiran atau penerapan Konvensi ini, yang
salinannya dilampirkan pada Undang-undang ini.
Pasal 2
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
d. UU RI No. 21 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang
Perhatian besar undang-undang ini ialah tentang penderitaan korban sebagai akibat
tindak pidana perdagangan orang. Pengaturan atas hak korban atas rehabilitasi medis dan
sosial, pemulangan serta penyatuan kembali yang harus dilakukan oleh negara khususnya
bagi korban yang mengalami penderitaan fisik, psikis, dan sosial akibat tindak pidana
perdagangan orang termaktubdalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 ini.
Pasal 2
(1) Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman,
pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan
kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat
walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang
lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik
Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00
(seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus
juta rupiah).
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang
tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana
dimaksud pada ayat
Pasal 3
Setiap orang yang memasukkan orang ke wilayah negara Republik Indonesia dengan
maksud untuk dieksploitasi di wilayah negara Republik Indonesia atau dieksploitasi di
negara lain dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama
15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua
puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 4
Setiap orang yang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik
Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima
belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta
rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 5
Setiap orang yang melakukan pengangkatan anak dengan menjanjikan sesuatu atau
memberikan sesuatu dengan maksud untuk dieksploitasi dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Pasal 6
Setiap orang yang melakukan pengiriman anak ke dalam atau keluar negeri dengan cara
apa pun yang mengakibatkan anak tersebut tereksploitasi dipidana dengan pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda
paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak
Rp600.000.000,00 (enam ratusjuta rupiah).

e. UU No. 23 Tahun Peraturan Menteri Kesehatan No. 25 Tahun 2014 Tentang Upaya
Kesehatan Anak

Pengaturan Upaya Kesehatan Anakbertujuan untuk:


a. menjamin kelangsungan hidup anak yang diutamakan pada upaya menurunkan angka
kematian Bayi Baru Lahir, Bayi dan Anak Balita;
b. menjamin tumbuh kembang anak secara optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki;
c. melibatkan partisipasi Anak Usia Sekolah dan Remaja di bidang kesehatan;
d. menjamin terpenuhinya hak kesehatan anak dengan memperhatikan siklus hidup;
e. menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang komprehensif bagi Anak dan Remaja;
f. mempersiapkan menjadi orang dewasa yang sehat dan produktif, baiksosial maupun
ekonomi;
g. menjamin agar Anak Usia Sekolah dan Remaja mendapatkan pendidikan kesehatan
melalui sekolah maupun luar sekolah;
h. memberikan perlindungan kepada Anak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang
bermutu, aman, dan bermanfaat ; dan
i. memberikan kepastian hukum bagi Anak, orang tua/Keluarga, tenaga kesehatan, dan
fasilitas pelayanan kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai