Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep psikososial
1. Definisi psikososial
Psikososial adalah suatu kondisi yang terjadi pada individu yang
mencakup aspek psikis dan sosial atau sebaliknya. Psikososial menunjuk
pada hubungan yang dinamis antara faktor psikis dan sosial, yang saling
berinteraksi dan memengaruhi satu sama lain. Psikososial sendiri berasal
dari kata psiko dan sosial. Kata psiko mengacu pada aspek psikologis dari
individu (pikiran, perasaan dan perilaku) sedangkan sosial mengacu pada
hubungan eksternal individu dengan orang-orang di sekitarnya (Pusat Krisis
Fakultas Psikologi UI). Istilah psikososial berarti menyinggung relasi sosial
yang mencakup faktor-faktor psikologis (Chaplin, 2011). Masalah-masalah
psikososial menurut (Nanda, 2012) yaitu : a. Berduka
b. Keputusasaan
c. Ansietas
d. Ketidakberdayaan
e. Risiko penyimpangan perilaku sehat
f. Gangguan citra tubuh
g. Koping tidak efektif
h. Koping keluarga tidak efektif
i. Sindroma post trauma
j. Penampilan peran tidak efektif
k. HDR situasional

6
2. Kecemasan
7

a. Pengertian kecemasan
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar,
yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan
emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Ansietas dialami secara
subjektif dan dikomunikasikan secara interpersonal. Ansietas berbeda
dengan rasa takut yang merupakan penilaian intelektual terhadap sesuatu
yang berbahaya. Ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian
tersebut yang penyebabnya tidak diketahui. Sedangkan rasa takut
mempunyai penyebab yang jelas dan dapat dipahami (Stuart, 2007).
Ansietas adalah perasaan takut yang tidak jelas dan tidak didukung
oleh situasi. Ketika merasa cemas, individu merasa cemas, individu
merasa tidak nyaman atau takut atau mungkin memiliki firasat akan
ditimpa malapetaka padahal ia tidak mengerti mengapa emosi yang
mengancam tersebut terjadi. Tidak ada objek yang dapat diidentifikasi
sebagai stimulus ansietas. Ansietas merupakan alat peringatan internal
yang memberikan tanda bahaya kepada individu (Viedebeck, 2008).
Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang
sama disertai respon autonom (sumber sering kali tidak spesifik atau
tidak diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh
antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan yang
memperingatkan individu akan adanya bahaya dan memampukan
individu untuk bertindak menghadapi ancaman (Nurarif & Kusuma,
2013).
b. Penyebab
Penyebab kecemasan menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) yaitu :
1) Perubahan dalam (status ekonomi, lingkungan, status kesehatan, pola
interaksi, fungsi peran, status peran)
2) Pemajanan toksin
3) Terkait keluarga
4) Herediter
5) Infeksi/kontaminan interpersonal
6) Penularan penyakit interpersonal
7) Krisis maturasi, krisis situasional
8) Stres, ancaman kematian
9) Penyalahgunaan zat
8

10) Ancaman pada (status ekonomi, lingkungan, status kesehatan, pola


interaksi, fungsi peran, status peran, konsep diri)
11) Konflik tidak disadari mengenai tujuan penting hidup
12) Konflik tidak disadari menenai nilai yang esensial/penting
13) Kebutuhan tidak dipenuhi
c. Gejala-gejala kecemasan menurut (Nurarif & Kusuma,2013) yaitu :
1) Gejala perilaku dari kecemasan yaitu : penurunan produktivitas,
gerakan yang ireleven, gelisah, melihat sepintas, insomnia, kontak
mata yang buruk, mengekspresikan kekawatiran karena perubahan
dalam peristiwa hidup, agitasi, mengintai dan tampak waspada.
2) Gejala afektif dari kecemasan yaitu : gelisah, distres, kesedihan yang
mendalam, ketakutan, perasaan tidak adekuat, berfokus pada diri
sendiri, peningkatan kewaspadaan, iritabilitas, gugup senang
berlebihan, rasa nyeri yang meningkatkan ketidakberdayaan,
peningkatan rasa ketidakberdayaan yang persisten, bingung, menyesal,
ragu/tidak percaya diri dan khawatir.
3) Gejala fisiologis dari kecemasan yaitu : wajah tenang, tremor tangan,
peningkatan keringat, peningkatan ketegangan, gemetar, tremor, suara
bergetar.
4) Gejala simpatik dari kecemasan yaitu : anoreksia, eksitasi
kardiovaskular, diare, mulut kering, wajah merah, jantung
berdebardebar, peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi,
peningkatan reflek, peningkatan frekuensi pernapasan, pupil melebar,
kesulitan bernafas, vasokontriksi superfisial, lemah dan kedutan pada
otot.

5) Gejala parasimpatik dari kecemasan yaitu : nyeri abdomen, penurunan


tekanan darah, penurunan denyut nadi, diare, mual, vertigo, letih,
gangguan tidur, kesemutan pada extremitas, sering berkemih,
anyanganyangan, dorongan segera berkemih
6) Gejala kognitif dari kecemasan yaitu : menyadari gejala fisiologis,
bloking fikiran, konfusi, penurunan lapang persepsi, kesulitan
berkonsentrasi, penurunan kemampuan untuk belajar, penurunan
kemampuan untuk memecahkan masalah, ketakutan terhadap
konsekuensi yang tidak spesifik, lupa, gangguan perhatian, khawatir,
melamun, cenderung menyalahkan orang lain.
9

d. Tingkat cemas menurut (Stuart, 2007) adalah sebagai berikut :


1) Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari; ansietas ini menyebabkan individu menjadi waspada dan
meningkatkan lapang persepsinya. Ansietas ini dapat memotivasi
belajar dan menghasilkan pertumbuhan serta kreativitas.
2) Ansietas sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada hal
yang penting dan mengesampingkan yang lain. Ansietas ini
mempersempit lapang persepsi individu. Dengan demikian, individu
mengalami tidak perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada
lebih banyak area jika diarahkan untuk melakukannya.
3) Ansietas berat sangat mengurangi lapang persepsi individu. Individu
cenderung berfokus pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak
berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi
ketegangan. Individu tersebut memerlukan banyak arahan untuk
berfokus pada area lain.
4) Tingkat panik dari ansietas berhubungan dengan terperangah,
ketakutan dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsinya. Karena
mengalami kehilangan kendali, individu yang mengalami panik tidak
mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik
mencakup disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan
aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan
dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan
pemikiran yang rasional. Tingkat ansietas ini tidak sejalan dengan
kehidupan; jika berlangsung terus dalam waktu yang lama, dapat
terjadi kelelahan dan kematian.
e. Rentang respons
Respons adaptif Respon maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

Skema 1. Rentang Respon Cemas


(Stuart, 2007)

f. Faktor pendukung
1) Faktor predisposisi
10

Menurut (Suart, 2007) berbagai teori telah dikembangkan untuk


menjelaskan asal ansietas :
a) Dalam pandangan psikoanalitis, ansietas adalah konflik
emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian: id dan
superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif,
sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan
oleh norma budaya. Ego dan Aku, berfungsi menengahi tuntutan
dari dua elemen yang bertentangan tersebut dan fungsi ansietas
adalah mengingatkan ego bahwa ada bahaya.
b) Menurut pandangan interpersonal, ansietas timbul dari perasaan
takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal.
Ansietas juga berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti
perpisahan dan kehilangan, yang menimbulkan kerentanan
tertentu. Individu dengan harga diri rendah terutama rentan
mengalami ansietas yang berat.
c) Menurut pandangan perilaku, ansietas merupakan produk frustasi
yaitu segala sesuatu yang mengganggu kemampuan individu
untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Ahli teori perilaku lain
menganggap ansietas sebagai suatu dorongan yang dipelajari
berdasarkan keinginan dari dalam diri untuk menghindari
kepedihan. Ahli teori konflik memandang ansietas sebagai
pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan. Mereka
meyakini adanya hubungan timbal balik antara konflik dan
ansietas: konflik menimbulkan ansietas dan ansietas
menimbulkan perasaan tidak berdaya, yang pada gilirannya
meningkatkan konflik yang dirasakan.
d) Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan ansietas biasanya
terjadi dalam keluarga. Gangguan ansietas juga tumpang tindih
antara gangguan ansietas dan depresi.
e) Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor
khusus untuk benzodiazepin, obat-obatan yang meningkatkan
neuroregulator inhibisi asam gama-aminobutirat (GABA), yang
berperan penting dalam mekanisme biologis yang berhubungan
dengan ansietas. Selain itu, kesehatan umum individu dan riwayat
ansietas pada keluarga memiliki efek nyata sebagai predisposisi
11

ansietas. Ansietas mungkin disertai dengan ganggun fisik dan


selanjutya menurunkan kemampuan individu untuk mengatasi
stressor.
2) Stresor pencetus
Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal dan eksternal, stressor
pencetus dapat diklasifikasikan dalam dua jenis menurut (Riyadi &
Purwanto, 2009):
a) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan
fisiologis yang akan terjadi atau menurunkan kapasitas untuk
melakukan aktivitas hidup sehari-hari. Pada ancaman ini, stressor yang
berasal dari sumber eksternal adalah faktor-faktor yang dapat
menyebabkan gangguan fisik (misal; infeksi virus, polusi udara).
Sedangkan yang menjadi sumber internalnya adalah kegagalan
mekanisme fisiologi tubuh (misal; sistem jantung, sistem imun,
pengaturan suhu dan perubahan, fisiologi selama kehamilan).
b) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan
identitas, harga diri dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
Ancaman yang berasal dari sumber eksternal yaitu kehilangan orang
yang berarti (meninggal, perceraian, pindah kerja) dan ancaman yang
berasal dari sumber internal berupa gangguan hubungan interpersonal
dirumah, tempat kerja atau menerima peran baru.
3) Penilaian stresor
Pemahaman tentang ansietas perlu integrasi banyak faktor, termasuk
pengetahuan dari perspektif psikoanalitis, interpersonal, perilaku, genetik
dan biologis. Penilaian mendorong pengkajian perilaku dan persepsi
pasien dalam mengembangkan intervensi keperawatan yang tepat.
Penilaian juga menunjukkan berbagai faktor penyebab dan menekankan
hubungan timbal balik antara faktor-faktor tersebut dalam menjelaskan
perilaku yang terjadi. Dengan demikian, pemahaman yang benar tentang
ansietas bersifat holistik (Stuart, 2007).
4) Sumber koping
Individu dapat mengatasi stress dan ansietas dengan menggerakkan
sumber koping di lingkungan. Sumber koping tersebut yang berupa
model ekonomi, kemampuan penyelesaian masalah, dukungan sosial dan
keyakinan budaya dapat membantu individu mengintegrasikan
12

pengalaman yang menimbulkan stress dan mengadopsi strategi koping


yang berhasil (Stuart, 2007).
5) Mekanisme koping
Menurut (Stuart, 2007) ketika mengalami ansietas, individu
menggunakan berbagai mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya;
ketidakmampuan mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan
penyebab utama terjadinya perilaku patologis. Pola yang biasa digunakan
individu untuk mengatasi ansietas ringan cenderung tetap domain ketika
ansietas menjadi lebih intens. Ansietas ringan sering ditanggulangi tanpa
pemikiran yang sadar. Ansietas sedang dan berat menimbulkan dua jenis
mekanisme koping:
a) Reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu upaya yang disadari dan
berorientasi pada tindakan untuk memenuhi tuntutan situasi stress
secara realistis.
• Perilaku menyerang digunakan untuk menghilangkan atau
mengatasi hambatan pemenuhan kebutuhan
• Perilaku menarik diri digunakan untuk menjauhkan diri dari
sumber ancaman, baik secara fisik maupun psikologis
• Perilaku kompromi digunakan untuk mengubah cara yang biasa
dilakukan individu, mengganti tujuan atau mengorbankan aspek
kebutuhan personal
b) Mekanisme pertahanan ego membantu mengatasi ansietas ringan dan
sedang. Tetapi karena mekanisme tersebut berlangsung secara relatif
pada tingkat sadar dan mencakup penipuan diri dan distorsi realitas,
mekanisme ini dapat menjadi respons maladaptif terhadap stress.
g. Penatalaksanaan kecemasan
1) Penatalaksanaan farmakologi
Pengobatan untuk anti kecemasan terutama benzodiazepine, obat ini
digunakan untuk jangka pendek dan tidak dianjurkan untuk jangka
panjang karena pengobatan ini menyebabkan toleransi dan
ketergantungan. obat anti kecemasan nonbenzodiazepine, seperti
buspiron (Buspar) dan berbagai antidepresan juga digunakan (Isaacs,
2005)
2) Penatalaksanaan non farmakologi
a) Distraksi
13

Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan


kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada hal-hal lain
sehingga pasien akan lupa terhadap cemas yang dialami. Stimulus
sensori yang menyenangkan menyebabkan pelepasan endorfin yang
bisa menghambat stimulus cemas yang mengakibatkan lebih sedikit
stimuli cemas yang ditransmisikan ke otak (Potter & Perry, 2005).
Salah satu distraksi yang efektif adalah dengan memberikan
dukungan spiritual (membacakan doa sesuai agama dan
keyakinannya), sehingga dapat menurunkan hormon-hormon
stressor, mengaktifkan hormon endorfin alami, meningkatkan
perasaan rileks dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas
dan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh sehingga menurunkan
tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung,
denyut nadi dan aktivitas gelombang otak. Laju pernafasan yang
lebih dalam atau lebih lambat tersebut sangat baik menimbulkan
ketenangan, kendali emosi, pemikiran yang lebih dalam dan
metabolisme yang lebih baik.
b) Relaksasi
Terapi relaksasi yang dilakukan dapat berupa relaksasi,
meditasi, relaksasi imajinasi dan visualisasi serta relaksasi progresif
(Isaacs, 2005).
c) Pengetahuan
Memberikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien
tentang proses penyakit yang spesifik, menjelaskan patofisiologi
dari penyakit dan bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi
dan fisiologi dengan cara yang tepat, menggambarkan proses
penyakit dengan cara yang tepat, mengidentifikasi kemungkinan
penyebab dengan cara yang tepat, menyediakan informasi pada
pasien tentang kondisi dengan cara yang tepat, mendiskusikan
perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan
penyakit, mendiskusikan pilihan terapi atau penanganan,
mendukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second
opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan, merujuk pasien
pada grup atau agensi di komunitas lokal dengan cara yang tepat,
14

menginstruksikan pasien mengenai tanda dan gejala untuk


melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan dengan cara yang
tepat (Nurarif & Kusuma,2013).
Pada penelitian (Riyani, 2013) didapatkan hasil 92% dari
seluruh pasien mengalami kecemasan, 5,4 % lainnya mengalami
ketidakberdayaan, 2,7% mengalami berduka dan 2,7% sisanya
mengalami gangguan citra tubuh. Dalam penelitian ini disebutkan
untuk menyelesaikan masalah ansietas, perawat perlu mengetahui
penyebab ansietas klien. Jika penyebabnya merupakan kurangnya
pengetahuan mengenai kondisi kesehatan klien, pemberian
informasi mengenai kondisi klien serta intervensi yang akan
diberikan kepada klien dapat menurunkan ansietas secara
signifikan.

3. Ketidakberdayaan
a. Pengertian
Ketidakberdayaan adalah persepsi seseorang bahwa tindakannya
tidak akan memengaruhi hasil secara bermakna, kurang pengendalian
yang dirasakan terhadap situasi terakhir atau yang baru saja terjadi. Pada
ketidakberdayaan, pasien mungkin mengetahui solusi terhadap
masalahnya, tetapi percaya bahwa hal tersebut diluar kendalinya untuk
mencapai solusi tersebut (Wilkinson, 2007).
Ketidakberdayaan adalah kondisi ketika individu atau kelompok
merasa tidak memiliki kendali personal atas peristiwa atau situasi tertentu
yang memengaruhi cara pandang, tujuan dan gaya hidup. Kebanyakan
individu mengalami perasaan tidak berdaya dalam berbagai tingkatan
disejumlah situasi berbeda. Diagnosis ini dapat digunakan untuk
menggambarkan individu yang berespons terhadap hilangnya kendali
dengan menunjukkan sikap apati, marah atau depresi. Suatu
ketidakberdayan yang berkepanjangan dapat mengarah pada
keputusasaan (Carpenito-Moyet, 2013).

Faktor yang berhubungan dengan ketidakberdayaan menurut


Walkinson (2007) yaitu :
1) Lingkungan perawatan kesehatan
15

2) Program yang terkait dengan penyakit (misalnya, jangka panjang, sulit


dan kompleks)
3) Interaksi interpersonal
4) Gaya hidup keputusasaan
5) Penyakit kronis atau terminal
6) Komplikasi yang mengancam kehamilan
b. Batasan karakteristik menurut NANDA (2012) yaitu:
1) Bergantung pada orang lain
2) Depresi karena gangguan fisik
3) Tidak berpatisipasi dalam perawatan
4) Menyatakan asing
5) Menyatakan keraguan tentang kinerja peran
6) Menyatakan frustasi terhadap ketidakmampuan untuk melaksanakan
aktivitas sebelumnya
7) Menyatakan kurang kontrol
8) Menyatakan rasa malu
c. Tindakan keperawatan menurut (Nurarif & Kusuma, 2013) :
Self-eficacy enhancement :
1) Bantu pasien untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat
menimbulkan ketidakberdayaan
2) Diskusikan dengan pasien tentang pilihan yang realistis dalam
perawatan
3) libatkan pasien dalam pengambilan keputusan tentang perawatan
4) Jelaskan alasan setiap perubahan perencanaan terhadap pasien
5) Dukung pengambilan keputusan
6) Kaji kemampuan untuk pengambilan keputusan
7) Beri penjelasan kepada pasien tentang proses penyakit

Self Esteem Enhancement


1) Tunjukkan rasa percaya diri terhadap kemampuan pasien untuk
mengatasi situasi
2) Dorong pasien mengidentifikasi kekuatan dirinya
3) Ajarkan keterampilan perilaku yang positif melalui bermain peran,
model peran, diskusi
4) Dukung peningkatan tanggung jawab diri, jika diperlukan
16

5) Buat statement positif terhadap pasien


6) Monitor frekuensi komunikasi verbal pasien yang negatif
7) Dukung pasien untuk menerima tantangan
8) Kaji alasan untuk mengkritik atau menyalahkan diri sendiri
9) Lakukan kolaborasi dengan sumber-sumber lain (petugas dinas
sosial, perawat spesialis klinis dan layanan keagamaan).

4. Keputuasaan
a. Pengertian
Keputusasaan adalah keadaan emosional subjektif yang
berkepanjangan ketika individu tidak menemukan alternatif atau pilihan
pribadi guna memecahkan masalah yang dihadapi atau mencapai hal
yang diinginkan dan tidak dapat mengerahkan energi demi
kepentingannya sendiri guna menetapkan sejumlah tujuan. Keputuasaan
berbeda dari ketidakberdayaan, yakni ketika seseorang yang putus asa
tidak menemukan solusi atas permasalahannya atau cara untuk mencapai
hal yang diinginkan, sekalipun ia memegang kendali atas kehidupannya.
Seseorang yang tidak berdaya mampu melihat alternatif atau jawaban
atas permasalahannya, namun tidak mampu melakukan upaya apapun
karena kurangnya kendali atau sumber daya yang dimiliki
(CarpenitoMoyet, 2013).
Keputusasaan adalah kondisi subjektif yang ditandai dengan
individu memandang hanya ada sedikit bahkan tidak ada alternatif atau
pilihan pribadi dan tidak mampu memobilisasi energi demi kepentingan
sendiri (NANDA, 2012). Keputusasaan menggambarkan
bahwa seseorang percaya tidak ada penyelesaian untuk masalahnya
(“tidak ada jalan keluar”). Bagi beberapa pasien, keputusasaan dapat
menjadi faktor resiko bunuh diri (Wilkinson, 2007).
b. Batasan karakteristik menurut NANDA (2012)
1) Menutup mata
2) Penurunan afek
3) Penurunan selera makan
4) Penurunan respons terhadap stimulus
5) Penurunan verbalisasi
6) Kurang inisiatif
17

7) Kurang keterlibatan dalam asuhan


8) Pasif
9) Mengangkat bahu sebagai respons terhadap orang yang mengajak
bicara
10) Gangguan pola tidur
11) Meninggalkan orang yang mengajak bicara
12) Isyarat verbal (misalnya isi putus asa “saya tidak dapat”, menghela
napas
c. Faktor yang berhubungan dengan keputusasaan menurut Nanda (2012)
yaitu :
1) Diasingkan
2) Penurunan kondisi fisiologis
3) Stres jangka panjang
4) Kehilangan kepercayaan pada kekuatan spiritual
5) Kehilangan kepercayaan pada nilai penting
6) Pembatasan aktivitas jangka panjang
7) Isolasi sosial
d. Tindakan keperawatan menurut Carpenito-Moyet (2013) yaitu :
1) Tunjukkan empati untuk mendorong klien menyampaikan keraguan,
ketakutan dan kekhawatirannya

2) Tentukan adanya risiko bunuh diri


3) Dorong klien untuk mengungkapkan mengapa dan bagaimana
harapan menjadi hal yang penting dalam kehidupannya
4) Dorong klien mengungkapkan bagaimana harapan menjadi sesuatu
yang tidak pasti dan harapannya yang tidak terwujud
5) Ajarkan cara mengatasi aspek-aspek keputusasaan dengan
memisahkannya dari aspek-aspek harapan
6) Kaji dan mengerahkan sumber daya dalam diri individu (otonomi,
kemandirian, rasionalitas, pemikiran kognitif, fleksibilitas,
spiritualitas)
7) Bantu klien mengidentifikasi sumber-sumber harapan (misalnya
hubungan antar-sesama, keyakinan, hal-hal yang ingin dicapai)
8) Ciptakan lingkungan yang mendukung ekspresi spiritual
9) Bantu klien mengembangkan tujuan jangka panjang dan jangka
pendek yang realistis (berkembang dari tujuan yang sederhana ke
18

tujuan yang lebih kompleks, dapat menggunakan “poster tujuan”


untuk mengindikasikan jenis dan waktu untuk mencapai tujuan yang
spesifik).
10) Ajari klien cara mengantisipasi pengalaman yang menyenangkan
(misalnya berjalan-jalan, membaca buku favorit, menulis surat)
11) Kaji dan mengerahkan sumber daya di luar diri individu (orang
terdekat, tim layanan kesehatan, kelompok pendukung, Tuhan atau
kekuatan yang lebih tinggi)
12) Bantu klien menyadari bahwa ia dicintai, disayangi dan merupakan
sosok penting dalam kehidupan orang lain, terlepas dari kondisi
kesehatannya yang menurun
13) Dorong klien untuk menceritakan kekhawatirannya pada orang lain
yang pernah mempunyai masalah atau penyakit yang sama dan telah
memiliki pengalaman positif dalam mengatasi masalah tersebut
dengan koping yang efektif

14) Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, aktivitas keagamaan,


hubungan dengan Tuhan, makna dan tujuan berdoa)
15) Beri klien waktu dan kesempatan untuk becermin pada makna
penderitaan, kematian dan menjelang ajal
16) Lakukan perujukan sesuai indikasi (misalnya konseling, pemuka
agama)

B. Pengetahuan
1. Definisi pengetahuan
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian ternyata
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Wawan, 2010).
Pengetahuan psikososial adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu yaitu masalah
psikososial. Pengindraan terhadap kecemasan tersebut terjadi melalui panca
indera manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga (Notoatmodjo, 2007).
19

Dalam Notoatmodjo (2007) pengetahuan atau kognitif merupakan


domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt
behavior). Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang
didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang
tidak didasari oleh pengetahuan. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), dalam diri
orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus masalah psikososial.
b. Interest (merasa tertarik), terhadap stimulus atau masalah psikososial
tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus


tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik
lagi.
d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan
apa yang dikehendaki oleh stimulus.
e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan
pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses
sepert ini, di mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang
positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).
Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan
kesadaran akan tidak berlangsung lama.
2. Tingkat pengetahuan
Menurut Notoadmodjo (2007), pengetahuan perawat terhadap psikososial
memiliki 6 tingkat, yaitu: a. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab
itu, „tahu‟ ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan
sebagainya. Contoh: dapat menyebutkan tanda-tanda kekurangan kalori
dan protein pada anak balita.
20

b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan
dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat
menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus
dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan
dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Misalnya dapat
menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan
analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja: dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelompokkan dan sebagainya.
e. Sintesis (Synthesis)
sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat
menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat
menyesuaikan dan sebagainya, terhadap suatu teori atau rumusanrumusan
yang telah ada.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan
kriteria-kriteria yang telah ada. Misalnya: dapat membandingkan antara
anak-anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat
21

menanggapi terjadinya wabah diare di suatu tempat, dapat menafsirkan


sebab ibu-ibu tidak mau ikut KB dan sebagainya.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan perawat terhadap
psikososial, yaitu : a. Pendidikan
Tingkat pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan
sehingga terjadi perubahan perilaku positif. Makin tinggi pendidikan
seseorang, semakin mudah menerima informasi sehingga semakin
banyak pengetahuan yang dimiliki. Sebaliknya pendidikan kurang akan
menghambat perkembangan terhadap nilai-nilai baru yang diperkenalkan
(Mubarak, 2006).
b. Massa media/informasi
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non
formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate inpact)
sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan.
Majunya teknologi akan tersedia bermacam-macam media massa yang
dapat mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi,
radio, surat kabar, majalah, penyuluhan dan lain-lain mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.
Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa
membawa pula pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan
opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal
memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan
terhadap hal tersebut (Budiman & Riyanto, 2014).
c. Sosial budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui
penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian
seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan.
Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu
fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial
ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan seseorang (Budiman &
Riyanto, 2014).
d. Lingkungan
22

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu, baik


lingkungan fisik, biologis maupun sosial. Lingkungan berpengaruh
terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada
dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal
balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap
individu (Budiman & Riyanto, 2014).
e. Pengalaman
Pengalaman yang lebih banyak akan mempunyai pengetahuan yang lebih
luas. Banyaknya informasi yang didapatkan dari pelatihan serta
pendidikan akan menambah pengetahuan menyebabkan kesadara
seseorang untuk merubah perilaku yang baik dan benar sesuai dengan
pengetahuan yang didapatkan (Suliha, 2002).
f. Usia
Menurut (Budiman & Riyanto, 2014) Usia memepengaruhi terhadap daya
tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambahnya usia akan
semakin berkembangnya pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga
pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya,
individu akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan
sosial, serta lebih banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya
menyesuaikan diri menuju usia tua. Selain itu, orang usia madya akan
lebih banyak menggunakan banyak waktu untuk membaca. Kemampuan
intelektual, pemecahan masalah dan kemampuan verbal dilaporkan
hampir tidak ada penurunan pada usia ini. Dua sikap tradisional
mengenai jalannya perkembangan selama hidup sebagai berikut :
1) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang di
jumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah
pengetahuannya.

2) Tidak dapat mengajarkan kepandaian baru kepada orang yang sudah


tua karena mengalami kemunduran fisik maupun mental. Dapat
diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya
usia, khususnya pada beberapa kemampuan yang lain seperti misalnya
kosa kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat
ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan dengan
bertambahnya usia.
4. Pengukuran pengetahuan
23

Menurut Arikunto (2006) dalam Budiman & Riyanto (2014) membuat


kategori tingkat pengetahuan seseorang menjadi tiga tingkatan yang
didasarkan pada nilai persentase yaitu sebagai berikut :
1) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya ≥ 75%
2) Tingkat pengetahuan kategori Cukup jika nilainya 56 – 74%
3) Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya < 55%
Namun, jika yang diteliti respondennya petugas kesehatan, maka
persentasenya akan berbeda.
1) Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya > 75%
2) Tingkat pengetahuan kategori Kurang Baik jika nilainya ≤ 75%

C. Ilmu penyakit dalam


Sebagai salah satu cabang ilmu kedokteran, ilmu penyakit dalam
mempunyai nilai dan ciri yang merupakan jati dirinya. Sudah tentu ilmu
penyakit dalam memiliki nilai bersama yang merupakan nilai inti ilmu
kedokteran yang serat dengan nilai-nilai kemanusiaan, bebas dari diskriminasi
serta melaksanakan praktek kedokteran dengan penuh rasa tanggung jawab.
Nilai tersebut diamalkan dalam melaksanakan profesi penyakit dalam. Namun
karena ilmu penyakit dalam mendukung layanan spesialis penyakit dalam yang
menyediakan layanan spesialis untuk orang dewasa secara berkesinambungan
maka salah satu nilai penting yang dijunjung dalam layanan spesialis penyakit
dalam adalah nilai yang mewarnai layanan yang komprehensif berupa
penyuluhan, pencegahan, diagnosis, terapi dan rehabilitasi. Layanan yang
komprehensif ini memungkinkan seorang dokter spesialis penyakit dalam
untuk menatalaksana baik penyakit akut maupun penyakit kronis. Selain itu
penatalaksanaan penyakit dengan pendekatan holistik yang berarti memandang
pasien secara utuh dari segi fisik, psikologis dan sosial yang pada
kenyataannnya semua sistem organ tubuh (menjadi obyek ilmu penyakit
dalam), karena fungsinya terkait saling berpengaruh satu sama lain dan
pandangan ini adalah tumpuan pokok dari profesi ilmu penyakit dalam untuk
memberikan pelayanan medis yang optimal pada pasien dewasa.
Demikianlah lahirnya profesi dalam pelayanan ilmu penyakit dalam yang
bermula dengan pelayanan klinis yang paling sederhana secara holistik, yang
lambat laun pelayanan medis klinis tersebut berkembang secara integratif
dengan tetap berdasar pada keterkaitannya secara holistik dalam penanggulan
24

pasien dewasa. Adapun pengelolaan tiap sistem organ, masing-masing menjadi


pendukung pada pelayanan yang holistik yang harus dikuasai oleh seorang ahli
IPD. Ilmu penyakit dalam mempunyai sasaran sebagai obyek materi yaitu “si
pasien dewasa” dengan keterkaitan seluruh sistem organ tubuh yang
mengalami gangguan.
Sejarah ilmu kedokteran klinik, sejak awalnya menggambarkan bahwa
IPD adalah induk atau pokok batang dari semua cabang subspesialisasinya
yang mencakup pulmonologi, kardiologi, endokrinologi, hematologi, nefrologi,
alergi-imunologi, reumatologi, hepato-gastroenterologi, ilmu penyakit tropik,
geriatri dan ilmu psikosomatik. Memang pada dasarnya setiap cabang
subspesialisasi tersebut lahir dari pelayanan internis, sehingga wajar seorang
internis tidak dapat melepaskan salah satu cabangnya itu dari keilmuannya
secara integral.
Eksistensi ilmu penyakit dalam adalah suatu disiplin ilmu yang
memenuhi kriteria keberadaan ilmu pengetahuan itu dengan obyek materi dan
obyek formanya tersendiri. Dalam memelihara keberadaan serta integritas dan
pengembangan disiplin ilmu penyakit dalam (IPD) terutama visi dan misi harus
dijaga dan dipelihara keutuhannya. Semua subspesialisasi dari IPD menjadi
komponen atau unsur cabang ilmu penyakit dalam, yang satu sama lain terkait
dan tidak dapat dipisahkan baik dalam disiplin keilmuan, pendidikan maupun
dalam praktek pelayanan medis/klinis pada orang dewasa dengan penekanan
pada pandangan holistik dan sikap humanistis (Sudoyo, Setiyohadi, Alwi,
Simadibrata K, & Setiati, 2006).
Menurut hasil stastistika dari bidang staff rekam medis RS Islam Sultan
Agung Semarang penyakit dalam tertinggi di RS Islam Sultan Agung
Semarang adalah hipertensi esensial (primer) sebesar 3137 kasus kemudian
gastritis sebesar 1473 kasus dan penyakit ginjal tahap akhir sebesar 290 kasus.
25

D. Kerangka teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

Faktor-faktor yang
mempengaruhi
pengetahuan :
1. Pendidikan Pengetahuan perawat
2. Media massa dalam aspek psikososial
3. Sosial budaya, ekonomi
4. Lingkungan
5. Pengalaman
6. Usia

Sumber : (Notoadmodjo (2007), Budiman & Riyanto (2014))


26

E. Kerangka konsep

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

Pengetahuan Perawat dalam Aspek Psikososial

F. Variabel penelitian
Variabel penelitian ini adalah variabel tunggal yaitu pengetahuan perawat
dalam aspek psikososial di ruang rawat inap penyakit dalam RS Islam Sultan
Agung Semarang.

Anda mungkin juga menyukai

  • DDFBG
    DDFBG
    Dokumen8 halaman
    DDFBG
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • 098 MK 5
    098 MK 5
    Dokumen8 halaman
    098 MK 5
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Kelompok 7 - Kep Gerontik
    Kelompok 7 - Kep Gerontik
    Dokumen12 halaman
    Kelompok 7 - Kep Gerontik
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Konsep Sehat Sakit
    Konsep Sehat Sakit
    Dokumen177 halaman
    Konsep Sehat Sakit
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Konsep Psiko Sosial Dan Budaya
    Konsep Psiko Sosial Dan Budaya
    Dokumen21 halaman
    Konsep Psiko Sosial Dan Budaya
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • DDFBG
    DDFBG
    Dokumen8 halaman
    DDFBG
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Kumpulan Sdki Slki Siki
    Kumpulan Sdki Slki Siki
    Dokumen1 halaman
    Kumpulan Sdki Slki Siki
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • DDFBG
    DDFBG
    Dokumen8 halaman
    DDFBG
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Doc
    Doc
    Dokumen2 halaman
    Doc
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Lembar Balik HIPERTENSI
    Lembar Balik HIPERTENSI
    Dokumen9 halaman
    Lembar Balik HIPERTENSI
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Makalah Latihan Fisik
    Makalah Latihan Fisik
    Dokumen24 halaman
    Makalah Latihan Fisik
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Doc
    Doc
    Dokumen2 halaman
    Doc
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Doc
    Doc
    Dokumen2 halaman
    Doc
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • LK CHF
    LK CHF
    Dokumen32 halaman
    LK CHF
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Doc
    Doc
    Dokumen2 halaman
    Doc
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Doc
    Doc
    Dokumen2 halaman
    Doc
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Doc
    Doc
    Dokumen2 halaman
    Doc
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Doc
    Doc
    Dokumen2 halaman
    Doc
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Doc
    Doc
    Dokumen2 halaman
    Doc
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Doc
    Doc
    Dokumen2 halaman
    Doc
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Doc
    Doc
    Dokumen2 halaman
    Doc
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Doc
    Doc
    Dokumen2 halaman
    Doc
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Doc
    Doc
    Dokumen2 halaman
    Doc
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Doc
    Doc
    Dokumen2 halaman
    Doc
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Doc
    Doc
    Dokumen2 halaman
    Doc
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Doc
    Doc
    Dokumen2 halaman
    Doc
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Doc
    Doc
    Dokumen2 halaman
    Doc
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Doc
    Doc
    Dokumen2 halaman
    Doc
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat
  • Doc
    Doc
    Dokumen2 halaman
    Doc
    Ibnu Said
    Belum ada peringkat