Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

cover
MOBILITAS FISIK DAN RANGE OF MOTION PADA PASIEN KRITIS

Yang diampu oleh Mugi Hartoyo, MN

NAMA KELOMPOK :
Widya Agustiani P133420616004

M. ZAENAL ABIDIN P1337420616032


Uswatun Khasanah P1337420616050

PRODI S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
TAHUN 2019
KATA PENGATAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “MOBILITAS FISIK DAN RANGE OF
MOTION PADA PASIEN KRITIS”. Pembuatan makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Menjelang ajal dan Paliatif.Dalam penulisan
makalah ini kami ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Mugi Hartoyo, MN selaku dosen mata kuliah Keperawatan Menjelang ajal dan Paliatif
yang telah membimbing dalam penyusunan makalah ini
2. Teman-teman mahasiswa S1 Terapan Keperawatan Semester 7
Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca demi
menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan pembaca

Semaarang, 2 November 2019

Penulis
DAFTAR ISI

cover ....................................................................................................................................................... 1
KATA PENGATAR.............................................................................................................................. 2
DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah .................................................................................................................... 4
C. Tujuan ........................................................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 5
A. Mobilisasi pada Pasien Kritis................................................................................................... 5
B. Masalah Fisik Akibat Immobilitasi ......................................................................................... 6
C. Rom Pasif Pasien Kritis .......................................................................................................... 11
D. Mobilisasi Progresif pada Pasien Kritis ................................................................................ 19
BAB III PENUTUP ............................................................................................................................. 22
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 22
B. Saran ........................................................................................................................................ 23
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 23
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasien kritis dengan perawatan di ruang ICU (Intensive Care Unit) memiliki morbiditas
dan mortalitas yang tinggi, sehingga penatalaksanaan dini yang sesuai dapat membantu
mencegah perburukan lebih lanjut dan memaksimalkan peluang untuk sembuh. (Jevon dan
Ewens, 2009). Comprehensive Critical Care Department of Health-Inggris merekomendasikan
untuk memberikan perawatan kritis sesuai filosofi perawatan kritis tanpa batas (critical care
without wall), yaitu kebutuhan pasien kritis harus dipenuhi di manapun pasien tersebut secara
fisik berada di dalam rumah sakit (Jevon dan Ewens, 2009). Hal ini dipersepsikan sama oleh
tim pelayanan kesehatan bahwa pasien kritis memerlukan pencatatan medis yang
berkesinambungan dan monitoring penilaian setiap tindakan yang dilakukan. Maka dari itu,
pasien kritis erat kaitannya dengan perawatan intensif karena pasien kritis dapat dengan cepat
mengalami perubahan fisiologis atau terjadi penurunan fungsi organ-organ tubuh lainnya
(Yemima, 2007).
Pasien yang dirawat di ruang ICU rata – rata mengalami keterbatasan mobilitas,
sedangkan mobilitas merupakan kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan. Mobilitas
merupakan kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah , berirama, dan terarah di
lingkungan. Mobilitas amat penting bagi kemandirian individu yang tidak mampu bergerak
secara total sama rentan dan bergantungnya dengan seorang bayi. Dampak yang ditimbulkan
jika pasien tidak melakukan mobilitas dalam kurun waktu yang lama akan terjadi atrofi otot
dan mengalami perlukaan pada daerah yang mengalami penekanan. Maka dari itu, perawat
ICU perlu melakukan mobilitas dan ROM kepada pasien yang tengah dirawat di ruang ICU.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana mobilisasi untuk pasien kritis?
2. Bagaimana tindakan rom pasif pada pasien kritis
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tindakan mobilisasi pada pasien kritis
2. Untuk mengetahui tindakan rom pasif pada pasien kritis
BAB II PEMBAHASAN

A. Mobilisasi pada Pasien Kritis


Early mobilization adalah suatu usaha untuk menggerakkan bagian tubuh secara
bebas dan normal baik secara aktif maupun pasif untuk mempertahankan sirkulasi,
memelihara tonus otot dan mencegah kekakuan otot. Prinsip dalam melakukan mobilisasi
yaitu mencegah dan mengurangi komplikasi sekunder seminimal mungkin, menggantikan
hilangnya fungsi motorik, memberikan rangsangan lingkungan, memberikan dorongan
untuk bersosialisasi, meningkatkan motivasi, memberikan keseimbangan untuk dapat
berfungsi dan melakukan aktifitas sehari-hari sedangkan tujuan mobilisasi dini adalah
untuk mencegah terjadi infeksi nosokomial pneumonia, kekakuan sendi, thombophebitis,
atrofi otot, penumpukan sekret pada saluran pernafasan, mengurangi nyeri pada sisi yang
lumpuh memperlancar sirkulasi darah, mencegah kontraktur, dan dekubitus (Yemima,
2007).
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Pneumonia di Indonesia tahun 2003 juga mengatakan bahwa mobilisasi
dini dapat mencegah infeksi nosokomial pneumonia dengan tujuan mengoptimalkan
pertahanan tubuh pasien. Pasien yang diposisikan supine dan immobility akan
menimbulkan reflek batuk, otot mucosilliary, dan drainage tidak bekerja dengan baik
sehingga beresiko lebih tinggi terkena infeksi nosokomial pneumonia. Selain itu pasien
yang tidak dilakukan early mobilization akan terjadi kelemahan otot termasuk otot
pernapasan sehingga proses weaning off of ventilation akan ditunda dan beresiko terjadi
VAP (Kathleen, 2010).
Early mobilization dilakukan sesuai dengan kondisi pasien secara berangsur-angsur
dan bertahap, misalnya pasien kritis yang bed rest total dan kondisi tidak stabil bisa
dilakukan positioning side to side tiap 2 jam tergantung kondisi pasien atau dilakukan
gerakan Range Of Motion (ROM).
Early Mobilization juga merupakan salah satu tindakan preventif non farmakologi
yang dapat mencegah atau mengurangi kejadian infeksi nosokomial pneumonia. Pasien
kritis yang bed rest total dan fisiknya lemah karena otot pada pasien immobility mengalami
penurunan sintesis protein dan peningkatan proses katabolisme di otot yang menyebabkan
otot-otot menjadi lemah termasuk otot pernapasan (Kathleen, 2010). Selain itu pada pasien
dengan atelektasis yang terjadi karena suatu kompresi mengakibatkan expansi parunya
tidak optimal. Hal-hal tersebut menimbulkan fungsi normal paru seperti reflek batuk, otot
mucosilliary, dan drainage tidak bekerja dengan baik sehingga beresiko lebih tinggi
terkena infeksi nosokomial pneumonia karena bakteri pathogen akan berkoloni di paru.
Early mobilization pada tahap awal bisa dilakukan dengan positioning side to side atau
alih baring dan ROM pasif.
Positioning side to side selain untuk mencegah dekubitus juga sangat efektif untuk
meningkatkan proses pengeluaran sekret bronchial dengan dasar efek gravitasi. Hal ini
menstimulus sekret untuk berpindah dari satu atau lebih segmen paru ke jalan napas
dimana sekret dapat keluar dengan sendirinya melalui mulut, dengan reflek batuk atau
dengan aspirasi mekanik (Kathleen, 2010). Selain itu ROM pasif dapat meningkatkan
kekuatan otot pasien dan secara psikologis juga dapat memotivasi pasien untuk
meningkatkan otot pernapasan diafragma sehingga pernapasan bisa adekuat dan proses
weaning off of ventilator dapat lebih cepat dan resiko terjadi pneumonia dapat
diminimalkan. Seperti halnya pada pasien dengan atelektasis juga dilatih napas dalam dan
batuk efektif supaya otot pernapasannya dapat kuat serta pasien tidak kelelahan karena
batuk yang tdak efektif. Cara tersebut menjadikan expansi paru akan optimal, bersihan
jalan napas adekuat, sekret dapat keluar dan tidak terjadi penumpukan sekret bronchial di
paru sehingga dapat mencegah atau meminimalkan koloni bakteri pathogen penyebab
pneumonia. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun
2003 yang mengatakan bahwa mobilisasi dini dapat mencegah infeksi nosokomial
pneumonia dengan tujuan mengoptimalkan pertahanan tubuh pasien. Early mobility ini
dilakukan dengan melihat kondisi pasien, pasien yang kondisi atau vital signnya tidak
stabil, ditunda untuk dilakukan early mobility karena dapat meningkatkan metabolisme
tubuh sehingga menambah beban kerja jantung.
Mobilisasi dini adalah segala latihan aktif yang mampu
dilakukan pasien penggunaan kekuatan ototnya sendiri dan mampu dikontrol olehnya
selama pasien menggunakan ventilator meliputi bergulir,duduk,berdiri dan berjalan dan
fleksi dan ektensi yang dinilai menggunakan ICU mobility scale efek samping serius
dimana sesi mobilisasinya harus dihentikan lebih dini adalah turunnya MAP <60mmHg
SPO2 <88% lebih dari 3 menit atau FiO2 >0,6.

B. Masalah Fisik Akibat Immobilitasi


Masalah fisik yang dapat terjadi akibat immobilitasi dapat dikaji / di amati pada berbagai
sistim antara lain :
1. Masalah muskuloskeletal
Menurunnya kekuatan dan kemampuan otot, atropi, kontraktur, penurunan mineral,
tulang dan kerusakan kulit.
2. Masalah urinari
Terjadi statis urine pada pelvis ginjal, pengapuran infeksi saluran kemih dan
inkontinentia urine.
3. Masalah gastrointestinal
Terjadinya anoreksia / penurunan nafsu makan diarrhoe dan konstipasi.
4. Masalah respirai
Penurunan ekspansi paru, tertumpuknya sekret dalam saluran nafas, ketidak
seimbangan asam basa (CO2 O2).
5. Masalah kardiofaskuler
Terjadinya hipotensi orthostatic, pembentukan trombus.

SOP Mobilisasi Dini Pada Pasien ICU


Intervensi Fase 1 Fase 2 Fase 3 Fase 4
Edukasi Memberi Sama seperti fase Sama seperti fase 2, Discharge
instruksi pada 1, dan ditambah: dan ditambah planning pada
pasien dan  Sebaiknya dengan: keluarga,
keluarga, posisi memakai  Mobilisasi melatih
yang penting, walker progressive keluarga untuk
program latihan  Didampingi  Keamanan mobilisasi,
dan mobilisasi untuk selama memindahkan
dini. menjaga mobilisasi dan pasien dari
keamanan berjalan tempat tidur,
selama dan berjalan.
mobilisasi Latihan
 Peningkatan dirumah dan
mobilisasi program
secara aktivitas yang
bertahap sesuai pedoman
saat pasien untuk
sudah tidak peningkatan
bedrest dan
pengawasan
terhadap diri
sendiri
Posisi Fokus pada Sama dengan Tidak perlu Tidak perlu
pencegahan luka fase 1 menjadi perhatian menjadi
yang disebabkan jika pasien dapat perhatian,
karena tekanan, mentolerir beberapa kecuali masalah
terlebih pada jam tidak berada di ortopedi dan
tumit dan tempat tidur, atau defisit
sacrum. kecuali terdapat neurologis
Menganjurkan masalah di ortopedi masih terjadi
keluarga untuk dan atau defisit
memilih program neurologis
yang tepat untuk
pasien dengan
kasus ortopedi
dan atau defisit
neurologis
Latihan Mengubah dari Sama seperti fase Bantuan/dampinga Fokus pada
Mobilisasi satu sisi ke sisi 1 n kembali pada latihan untuk
di Tempat lain latihan bertahap. meningkatkan
Tidur Bergeser Inisiasi melatih kemandirian
Telentang untuk Melatih
duduk meningkatkan keluarga untuk
Duduk di tepi kemandirian memilih latihan
tempat tidur pasien. yang tepat
Di imbangi
dengan
 Latihan kaki
 Latihan napas
 Latihan
keseimbanga
n
 Latihan
perawatan diri
 Duduk tanpa
bantuan

Latihan Memindahkan Latihan Bantuan/dampinga Meningkatkan


Berpinda pasien dari berpindah n kembali pada kemandirian
h tempat tidur dengan latihan bertahap selama
hanya ke kursi menggunakan selama berpindah
dengan bantuan alat bantu jalan memindahkan ke dengan atau
total. dan dibantu kursi dan lemari tanpa alat
Awalnya dari untuk: yang ditempatkan bantu. Melatih
duduk ke berdiri  Menempatka di samping tempat keluarga jika
dengan alat n kursi tidur dengan perlu
bantu jalan dan disamping perawat dan atau
dibantu dengan tempat tidur dampingan
tepat  Menempatka keluarga
n lemari kecil
disamping
tempat tidur
 Di kursi
(memfasilitas
i perpindahan
ke tempat
tidur dengan
aman)
Program Pasien tidak Diawali dengan Edukasi kembali Bantuan
Berjalan bergerak, fokus memberi edukasi tentang berjalan bertahap
pada mencoba lagi tentang dengan fokus pada memakai alat
untuk berdiri berjalan dengan peningkatan bantu jika
dengan alat alat bantu jalan bertahap di jarak memungkinkan
bantu jalan dan dan dan daya tahan. . Edukasi ulang
pendampingan Bantuan bertahap cara berjalan
aktivitas sebelum dengan alat bantu pada
berjalan jika memungkinkan permukaan
yang berbeda
sesuai
kebutuhan,
termasuk
tangga, jalan
yang landai,
jalan yang di
alasi karpet
(beberapa
pasien mungkin
lebih di
untungkan di
kursi roda jika
masih tidak
bisa untuk
berjalan)
Latihan Dapat dilakukan Sama seperti fase Sama seperti fase 1 Lebih pada
Fisik satu atau secara 1 kekuatan dan
kombinasi latihan daya
 ROM pasif tahan,
 ROM aktif termasuk:
dengan  Ergometry
didampingi lengan
 ROM aktif  Treadmill
 Pemanasan  Sepeda
 Latihan tetap  Beban kaki
pada  Latihan
penekanan kekuatan
kaki, beban otot
ringan (0,45-
2,25 kg)
 Latihan
pernapasan
(napas dalam,
batuk efektif,
perangsang
spirometer)
Durasi 15-30 menit 15-45 menit 30-60 menit selama 30-60 menit
Mobilisasi selama selama ditoleransi selama
ditoleransi ditoleransi ditoleransi
Frekuensi 1x/hari, 1-7 hari 1x/hari, 5-7 1x/hari, 5-7 1x/hari, 5-7
Selama per minggu hari/minggu hari/minggu hari/minggu
Mobilisasi 2x/hari sesuai 2x/hari sesuai 2x/hari sesuai 2x/hari sesuai
kebutuhan kebutuhan kebutuhan kebutuhan
(pasien mungkin
masih mendapat
pengobatan
secara terus
menerus yang
dapat
menimbulkan
efek pada terapi
atau adanya
resistensi)

C. Rom Pasif Pasien Kritis


ROM ( Range of Motion) adalah jumlah maksimum gerakan yang mungkin
dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital, transversal, dan
frontal. Potongan sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan ke belakang,
membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal melewati tubuh dari sisi
ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan ke belakang. Potongan transversal adalah
garis horizontal yang membagi tubuh menjadi bagian atas dan bawah.
Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi oleh ligamen, otot, dan konstruksi
sendi. Beberapa gerakan sendi adalah spesifik untuk setiap potongan. Pada potongan
sagital, gerakannya adalah fleksi dan ekstensi (jari-jari tangan dan siku) dan hiperekstensi
(pinggul). Pada potongan frontal, gerakannya adalah abduksi dan adduksi (lengan dan
tungkai) dan eversi dan inversi (kaki). Pada potongan transversal, gerakannya adalah
pronasi dan supinasi (tangan), rotasi internal dan eksternal (lutut), dan dorsifleksi dan
plantarfleksi (kaki).
Ketika mengkaji rentang gerak, perawat menanyakan pertanyaan dan
mengobservasi dalam mengumpulkan data tentang kekakuan sendi, pembengkakan, nyeri,
keterbatasan gerak, dan gerakan yang tidak sama. Klien yang memiliki keterbatasan
mobilisasi sendi karena penyakit, ketidakmampuan, atau trauma membutuhkan latihan
sendi untuk mengurangi bahaya imobilisasi. Latihan tersebut dilakukan oleh perawat yaitu
latihan rentang gerak pasif. Perawat menggunakan setiap sendi yang sakit melalui rentang
gerak penuh.
Gerakan dapat dilihat sebagai tulang yang digerakkan oleh otot ataupun gaya eksternal lain
dalam ruang geraknya melalui persendian. Bila terjadi gerakan, maka seluruh struktur yang
terdapat pada persendian tersebut akan terpengaruh, yaitu: otot, permukaan sendi, kapsul
sendi, fasia, pembuluh darah dan saraf.
Pengertian ROM lainnya adalah latihan gerakan sendi yang memungkinkan
terjadinya kontraksi dan pergerakan otot, dimana klien menggerakan masing-masing
persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Latihan range of
motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki
tingkat kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara normal dan lengkap
untuk meningkatkan massa otot dan tonus otot (Potter & Perry, 2005).
ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari orang lain
(perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan persendian klien sesuai dengan
rentang gerak yang normal (klienpasif). Kekuatanotot 50 %.
Indikasi latihan pasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien dengan
keterbatasan mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan rentang
gerak dengan mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis ekstermitas
total (suratun, dkk, 2008).
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian
dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan
menggerakkan kaki pasien. Sendi yang digerakkan pada ROM pasif adalah seluruh
persendian tubuh atau hanya pada ekstremitas yang terganggu dan klien tidak mampu
melaksanakannya secara mandiri.
Indikasi ROM pasif:
1. Pada daerah dimana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila dilakukan pergerakan
aktif akan menghambat proses penyembuhan
2. Ketika pasien tidak dapat atau tidak diperbolehkan untuk bergerak aktif pada ruas atau
seluruh tubuh, misalnya keadaan koma, kelumpuhan atau bed rest total

Sasaran ROM pasif:


1. Mempertahankan mobilitas sendi dan jaringan ikat
2. Meminimalisir efek dari pembentukan kontraktur
3. Mempertahankan elastisitas mekanis dari otot
4. Membantu kelancaran sirkulasi
5. Meningkatkan pergerakan sinovial untuk nutrisi tulang rawan serta difusi persendian
6. Menurunkan atau mencegah rasa nyeri
7. Membantu proses penyembuhan pasca cedera dan operasi
8. Membantu mempertahankan kesadaran akan gerak dari pasien

Kontraindikasi dan Hal-hal yang harus diwaspadai pada latihan ROM


a. Latihan ROM tidak boleh diberikan apabila gerakan dapat mengganggu proses
penyembuhan cedera.
 Gerakan yang terkontrol dengan seksama dalam batas-batas gerakan yang bebas
nyeri selama fase awal penyembuhan akan memperlihatkan manfaat terhadap
penyembuhan dan pemulihan.
 Terdapatnya tanda-tanda terlalu banyak atau terdapat gerakan yang salah, termasuk
meningkatnya rasa nyeri dan peradangan.
b. ROM tidak boleh dilakukan bila respon pasien atau kondisinya membahayakan (life
threatening)
 ROM dilakukan secara hati-hati pada sendi-sendi besar, sedangkan AROM pada
sendi ankle dan kaki untuk meminimalisasi venous stasis dan pembentukan
trombus
 Pada keadaan setelah infark miokard, operasi arteri koronaria, dan lain-lain, ROM
pada ekstremitas atas masih dapat diberikan dalam pengawasan yang ketat.

Cara Latihan ROM Pasif


1. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan

Cara:
a. Atur posisi lengan pasien dengan menjahui sisi tubuh dan siku menekuk dengan
lengan.
b. Pegang tangan pasien dengan satu tangan dan tangan yang lainnya memegang
pergelangan tangan pasien.
c. Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.

2. Fleksi dan Ekstensi Siku

Cara:
a. Atur posisi lengan pasien dengan menjahui sisi tubuh dengan telapak mengarah
ke tubuhnya.
b. Letakkan tangan di atas siku pasien dan pegang tangannya dengan tangan lainnya.
c. Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat bahu.
d. Lakukan dan kembalikan ke posisi sebelumnya.

3. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah


Cara:
a. Atur posisi lengan bawah menjahui tubuh pasien dengan siku menekuk.
b. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan pasien dan pegang tangan pasien
dengan tangan lainnya.
c. Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya menjahuinya.
d. Kembalikan ke posisi semula
e. Putar lengan bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap ke arahnya.
f. Kembalikan ke posisi semula.

4. Pronasi fleksi Bahu

Cara:
a. Atur posisi tangan pasien di sisi tubuhnya
b. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien
dengan tangan lainnya.
c. Angkat lengan pasien pada posisi semula.

5. Abduksi dan adduksi


Cara:
a. Atur posisi lengan pasien di samping badannya.
b. Letakkan satu tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien
dengan tangan lainnya.
c. Gerakan lengan pasien menjauh dari tubuhnya ke arah perawat.
d. Kembalikan ke posisi semula.

6. Rotasi bahu

Cara:
a. Atur posisi lengan pasien menjahui tubuh dengan siku menekuk.
b. Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien dekat siku dan pegang tangan
pasien dengan tangan yang lain.
c. Gerakkan lengan bawah ke bawah sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan
menghadap ke bawah.
d. Kembalikan lengan ke posisi semula.
e. Gerakkan lengan bawah ke belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak
tangan menghadap ke atas.
f. Kembalikan lengan ke posisi semula.
7. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari
Cara:
a. Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara tangan lain memegang
kaki.
b. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki ke bawah.
c. Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang.
d. Kembalikan ke posisi semula.

8. Infersi dan Efersi Kaki

Cara:
a. Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan pegang pergelangan
kaki dengan tangan satunya.
b. Putar kaki ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya,
c. Kembalikan ke posisi semula.
d. Putar kaki keluar sehingga bagian telapak kaki menjahui kaki yang lain.
e. Kembalikan ke posisi semula.

9. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki


Cara:
a. Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan satu tangan yang lain
di atas pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki ke arah dada pasien.
b. Kembalikan ke posisi semula..
c. Tekuk pergelangan kaki menjahui dada pasien.

10. Fleksi dan Ekstensi Lutut

Cara:
a. Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit pasien dengan
tangan yang lain
b. Angkat kaki, tekuk pada lutut dan pangkal paha.
c. Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada sejauh mungkin.
d. Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan mengangkat kaki ke atas.
e. Kembalikan ke posisi semula.

11. Rotasi pangkal paha


Cara:
a. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan satu tangan yang lain di
atas lutut.
b. Putar kaki menjahui perawat.
c. Putar kaki ke arah perawat.Kembalikan ke posisi semula.

12. Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha

Cara:
a. Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu tangan pada tumit
b. Jaga posisi pasien lurus, angkat kaki kurang lebih 8cm dari tempat tidur, gerakkan
kaki menjahui badan pasien.
c. Kembalikan ke posisi semula.

D. Mobilisasi Progresif pada Pasien Kritis


Mobilisasi progresif adalah serangkaian rencana yang dibuat untuk
mempersiapkan pasien agar mampu bergerak atau berpindah tempat secara bersenjang
dan berkelanjutan. Tujuan dilakukan mobilsasi progresif diruang ICU adalah untuk
mengurangi resiko dekubitus menurunkan lama penggunaan ventilator, untuk
mengurangi insedent ventilatet acute pnenomia(viape) mengurangi waktu penggunaan
sedarsi, menurunkan delenium meninggkat kemampuan pasien untuk berpindah dan
meninggkat kan fungsi organ-organ tubuh. Pelaksanaan mobilisasi progresif
dilaksanakan setiap 2jam sekali dan memiliki waktu jeda atau istirah untuk merubah
posisi lainnya selama 5-10 menit ( Zakiyah,2014).
Jenis mobilisasi progresif menurut Zakiyah (2014) diantaranya adalah:
a. Head of bet (HOB) memposisikan tempat tidur pasien secara bertahap hinnga
pasien posisi setengah duduk. Posisi ini dapat dimulai dari 30 ° kemudian bertingkat
ke posisi 45°,65° hingga pasien dapat duduk tegak. Pada pasien di mulai mobilisasi
progersif. Sebelumnya dikaji dilu kemampuan kardiovaskuler dan pernafasan
pasien. Alat untuk mengukur kemringan head of bed bisa mengguanakan busur atau
pun accu angle level. Alat ini dapat ditempelkan di posisi tempat tidur.
b. Range of motion(ROM) . Ketika otot mengalami imobilisasi akan terjadi
pengurangan masa otot dan memngalami kelamahan. Kegiatan ROM dilakukan
pada semua pasien kecuali pada pasien patah tulang dan tingkat ketergantungan
yang tinggi. Kegiatan ROM dilakukan pada ekstermitas atas dan bawah,dengtan
tujuan untuk menguatkan dan melatih otot agar kembali ke fungsi semual. Kegiatan
ROM dialakukan dalam 2-3 kali sehari.
c. Terapi lanjutan rotasi lateral posisi tengkurap
d. Pergerakan melawan gravitasi, posisi duduk, posisi kaki menggantung,berdiri dan
berjalan
Tahapan Mobilisasi Pasien Kritis
a. Tahap 1
Meliputi pasien yang sakit kritis dengan beberapa masalah medis, dalam kondisi
yang tidak stabil. Para pasien biasanya membutuhkan pendukung kehidupan
peralatan atau intervensi (misalnya, ventilator, pompa balon intra-aorta, dialysis
intravena berkelanjutan) atau sedang dirawat dengan obat-obatan (misalnya,
vasopressor agen). Kondisi klinis yang kompleks pada Pasien dapat membatasi
mobilitas mereka.. Kondisi dibawah ini termasuk di dalamnya, Status
kardiovaskuler nyata tidak stabil, sedasi, kelumpuhan, koma, luka bakar, dan
ortopedi atau neurologis defisit berat. Pasien biasanya dapat mentolerir kegiatan di
tempat tidur namun terkendala kelemahan, toleransi aktivitas terbatas, dan
ketidakmampuan untuk ambulasi. Beberapa pasien perlu diwaspadai, tetapi juga
umum bagi pasien yang mengalami perubahan status mental dan mampu
berpartisipasi hanya dalam minimal terapi.
Tujuan dalam tahap 1 adalah untuk memulai mobilisasi begitu kondisi medis
pasien stabil. Latihan terapiutik dengan pasien posisi terlentang ditekankan.
Kegiatan ini berkembang dengan mengubah posisi miring kanan dan kiri di tempat
tidur serta duduk di sisi tempat tidur jika mampu. Aktivitas duduk seimbang
ditujukan untuk menstimulasi kontrol tulang belakang. Berdiri dengan walker
dengan bantuan harus dicoba ketika pasien memiliki kaki dan tulang belakang
memiliki kekuatan melawan gravitasi. Awalnya, pasien mungkin dapat berdiri
hanya untuk periode singkat atau bahkan mungkin tidak mampu untuk berdiri,
namun, penting untuk melanjutkan percobaan sampai pasien bisa berdiri dengan
aman. Bila diperlukan, pasien dipindahkan ke tandu kursi dengan menggunakan
teknik perpindahan lateral. Mereka didorong untuk secara bertahap meningkatkan
waktu yang dihabiskan duduk di kursi jika mampu mentoleransi. Tujuan dari
kegiatan out-of bed ini adalah untuk meningkatkan toleransi ortostatik.
b. Tahap 2
Phase 2 meliputi pasien yang secara keseluruhan kondisi medis dan kekuatan
memungkinkan kegiatan berdiri dengan walker dan bantuan. Pasien harus dapat
mengikuti perintah sederhana secara konsisten dan untuk berpartisipasi dalam
terapi. Fokus terapi fisik adalah untuk mulai pendidikan berkelanjutan ulang dan
pelatihan fungsional. Di titik ini, kegiatan berdiri lebih menantang dapat dimulai:
pergeseran berat badan, jalan di tempat, dan berjalan miring di sepanjang tempat
tidur. Penggunaan alat bantu dan sabuk penting untuk mempromosikan keselamatan
para pasien dan staf. Pelatihan pasien untuk mentransfer ke kursi dengan
menggunakan walker dan bantuan dimulai. Penggunaan komunikasi verbal untuk
mempromosikan partisipasi pasien.
Jika pasien memerlukan banyak bantuan dengan transfer, mereka harus
menggunakan kursi tandu. Melakukan hal ini akan memfasilitasi transfer kembali
ke tempat tidur dan mencegah ketakutan atau keputusasaan sehingga memiliki
keinginan untuk latihan transfer mendatang. Pasien diharapkan untuk secara
bertahap menghabiskan lebih waktu duduk untuk meningkatkan ortostatik toleransi
dan kegiatan di luar tempat tidur. Pendidikan ulang sangat dianjurkan pada saat
tepat, dengan semua langkah-langkah keamanan yang diambil (Tabel 4), namun
jarak ini biasanya dibatasi oleh kelemahan pasien dan penurunan daya tahan tubuh.
c. Tahap 3
Tahap 3 termasuk pasien yang mampu mentolerir secara terbatas berjalan
dengan walker dan bantuan. Fokus terapi fisik adalah untuk menguasai kemampuan
mentransfer dan memulai program berkelanjutan progresif untuk meningkatkan
daya tahan tubuh. Beberapa pasien mungkin dapat berjalan tetapi masih memiliki
kesulitan berpindah karena kelemahan kaki. Dalam kasus ini, untuk alasan
keamanan, pasien harus terus duduk di tandu kursi. Dokter yang memobilisasi
pasien harus menyadari tingkat kebutuhan pendampingan pasien. Partsipasi, respon
hemodinamik terhadap aktifitas, kebutuhan akan ventilator dan oksigen. Informasi
ini menjadi sangat penting ketika pasien membutuhkan ventilator dan kebutuhan
keamanan. Anggota tim harus mendiskusikan dan menentukan kebutuhan akan
mobilisasi yang aman. Dalam fase ini kebutuhan akan dukungan ventilator dan
oksigenasi sangat penting untuk mentoleransi peningkatan kebutuhan oksigen.
d. Tahap 4
Fase 4 meliputi pasien yang tidak lagi memerlukan dukungan ventilasi dan /
atau telah dipindahkan dari ICU. Pasien-pasien ini biasanya memiliki derajat
variabel kelemahan dan keterbatasan fungsional dan dapat berpartisipasi aktif
dengan terapi lebih intens. Tambahan oksigen disediakan melalui trakeostomi atau
melalui kanula hidung jika trakeostomi ditutup. Untuk mencapai tingkat tertinggi
kebebasan sebelum dikeluarkan dari rumah sakit, pelatihan fungsional ditekankan.
Pasien dianjurkan untuk pergi ke terapi fisik jika mungkin dan berusaha mencapai
tingkat ketahanan dan kekuatan yang lebih tinggi.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Mobilisasi dini pada pasien kritis yang menerima ventilasi mekanis adalah praktek
terapi fisik tingkat lanjut. Mobilisasi tersebut memerlukan pendidikan dan keterampilan
khusus dalam bidang tertentu yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan klinis serta
resep pengobatan untuk pasien tersebut. Pendidikan mengenai mobilisasi pada pasien yang
membutuhkan ventilasi mekanis dalam ICU berhubungan antara istirahat dan kemampuan
untuk menanggung berat badan, berjalan, dan meningkatkan fungsi mobilitas. Terapis fisik
harus menjadi bagian integral dari tim interdisipliner di ICU yang terlibat dalam
pelaksanaan program ini, karena terapi fisik berada dalam posisi yang unik dengan
kemampuan dan keahlian untuk menilai fungsi neuromuskuler akurat dan memberikan
rehabilitasi yang sesuai teknik.
Selain dilakukan mobilisasi dini, pasien kritis juga perlu dilakukan ROM pasif.
ROM pasif dapat meningkatkan kekuatan otot pasien dan secara psikologis juga dapat
memotivasi pasien untuk meningkatkan otot pernapasan diafragma sehingga pernapasan
bisa adekuat dan proses weaning off of ventilator dapat lebih cepat dan resiko terjadi
pneumonia dapat diminimalkan.

B. Saran
Berdasarkan makalah yang kami buat ini, kami dapat menyarankan ke semua Tenaga
Kesehatan khususnya perawat untuk lebih dapat mengetahui, memahami tentang mobilisasi
dan ROM pada pasien kritis beserta semua prinsip, indikasi dan kontraindikasinya agar
mampu menjadi pertimbangan dalam penerapannya di dunia kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA

Christiane Perme. 2009. Early mobility and walking program for patients in intensive care
units: creating a standard of care.
Yemima. 2007. Pengaruh mobilisasi pada klien stroke yang mengalami gangguan fungsi
motorik dengan kejadian dekubitus di rumah sakit mardi rahayu kudus. Semarang :
PSIK FK UNDIP.
Chaidir, R., & Zuardi, I. M. (2014). Penggaruh Latihan Range Of Motion pada Ekstremitas
Atas dengan Bola Karet Terhadap Kekuatan Otot Pasien Stroke Non Hemoragi di
Ruang Rawat Stroke RSSN Buki􀄴inggi Tahun 2012. Jurnal Ilmu Kesehatan Afiyah.
1(1): 2-6.
Farida, I., & Amalia, N. (2009). Mengantisipasi Stroke. Yogyakarta: Buku Biru. Filantip, A.
(2015). Pengaruh Latihan ROM Aktif Terhadap Kelenturan Sendi Ekstremitas Bawah
dan Gerakan Motorik pada Lansia di Unit Pelayanan Sosial. Wening Wardoyo
Ungaran. Skripsi.Universitas Negeri Semarang. Retrieved from
https://lib.unnes.ac.id/23401/

Anda mungkin juga menyukai