Anda di halaman 1dari 14

Nama : Anisa Husna Riska

NIM : 1714201037
Kelas : Keperawatan 7 B

A. Konsep Dasar Lansia


1. Pengertian Lansia
Manusia lanjut usia (manula) merupakan populasi penduduk yang berumur
tua dengan kelompok usia 60 tahun atau lebih (Bustan, 2007). Menurut (Fatmah,
2010) lansia merupakan proses alamiah yang terjadi secara berkesinambungan
pada manusia dimana ketika menua seseorang akan mengalami beberapa
perubahan yang pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan fungsi dan
kemampuan seluruh tubuh. Istilah manusia usia lanjut belum ada yang
mematenkan sebab setiap orang memiliki penyebutannya masing-masing seperti
manusia lanjut usia (manula), manusia usia lanjut (lansia), usia lanjut (usila), serta
ada yang menyebut golongan lanjut umur (glamur) (Maryam, 2008: 32).
2. Proses Menua (Ageing Process)
Proses menua merupakan proses fisiologis tubuh pada setiap manusia
(Darmojo, 2004: 635). Proses menua ini ditandai dengan proses menghilangnya
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tubuh tidak mampu
mempertahankan dirinya terhadap infeksi serta tubuh tidak mampu memperbaiki
kerusakan yang diderita (Azizah, 2011).
Penuaan akan mengakibatkan penurunan kondisi anatomis dan sel akibat
menumpuknya metabolit dalam sel. Metabolit bersifat racun terhadap sel
sehingga bentuk dan komposisi pembangun sel akan mengalami perubahan.
(Azizah, 2011: 7-8). Seiring dengan meningkatnya usia, sistem kerja pada jantung
dan pembuluh darah pun akan mengalami perubahan dari segi struktur dan
fungsinya. Perubahan pada lansia khususnya sistem kerja pada jantung meliputi
perubahan pada ventrikel kiri dan katup jantung yang mengalami penebalan dan
membentuk tonjolan, jumlah sel pacemaker mengalami penurunan yang mana
implikasi klinisnya akan menimbulkan disritmia pada lansia, kemudian terdapat
arteri dan vena yang menjadi kaku ketika dalam kondisi dilatasi sehigga katup
jantung tidak kompeten yang akibatnya akan menimbulkan implikasi klinis
berupa edema pada ekstremitas (Stanley & Beare, 2006: 179).
Lansia dapat mengalami perubahan struktur pada jantung. Ketebalan dinding
ventrikel cenderung meningkat akibat adanya peningkatan densitas kolagen dan
hilangnya fungsi serat elastis. Sehingga dapat berdampak pada kurangnya
kemampuan jantung untuk berdistensi. Pada permukaan di dalam jantung seperti
pada katup mitral dan katup aorta akan mengalami penebalan dan penonjolan di
sepanjang garis katup. Obstruksi parsial terhadap aliran darah selama denyut
sistole dapat terjadi ketika pangkal aorta mengalami kekakuan sehingga akan
menghalangi pembukaan katup secara sempurna (Stanley & Beare, 2006: 179).
Perubahan struktural dapat mempengaruhi konduksi sistem jantung melalui
peningkatan jumlah jaringan fibrosa dan jaringan ikat. Dengan bertambahnya
usia, sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku. Kekakuan ini terjadi akibat
meningkatnya serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial
arteri. Proses perubahan akibat penuaan ini akan menyebabkan terjadinya
ateriosklerosis yaitu terjadinya peningkatan kekakuan dan ketebalan pada katup
jantung (Stanley & Beare, 2006: 180).
Proses penuaan ini mampu menjadikan lansia mengalami perubahan
fungsional dari sudut pandang sistem kardiovaskuler. Dimana perubahan utama
yang terjadi adalah menurunnya kemampuan untuk meningkatkan keluaran
sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan tubuh. Seiring bertambahnya usia
denyut dan curah jantung pun mengalami penurunan, hal itu terjadi karena
miokardium pada jantung mengalami penebalan dan sulit untuk diregangkan.
Katup-katup yang sulit diregangkan inilah yang dapat menimbulkan peningkatan
waktu pengisian dan peningkatan tekanan diastolik yang diperlukan untuk
mempertahankan preload yang adekuat (Stanley & Beare, 2006: 180).
3. Karakteristik dan klasifikasi Lansia
a. Karakteristik Lansia Menurut (Maryam, 2008: 33) karakteristik lansia
disebutkan menjadi 3 diantaranya adalah:
1) Seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2)
UU No.13 tentang kesehatan)
2) Variasi lingkungan tempat tinggalnya
3) Masalah dan kebutuhan lansia yang beragam.
b. Klasifikasi lansia dibedakan menjadi 4 kelompok usia. Menurut Word
Health Organization (WHO), (Fatmah, 2010: 8) dan (Aspiani, 2014: 20):
1) Usia Pertengahan (Middle Age): Usia 45-59 Tahun
2) Usia Lansia (Elderly): Usia 60-74 Tahun
3) Usia Lansia Tua (Old): Usia 75-90 Tahun
4) Usia Sangat Tua (Very Old): Usia Diatas 90 Tahun
4. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat proses penuaan
Menurut (Nugroho, 2008); (Noorkasiani, 2009); (Aspiani, 2014) dan
(Eliopoulos, 2010):
a. Perubahan Fisiologi
1) Sel
Setiap sel memerlukan nutrisi guna mempertahankan kehidupan. Semua sel
pun menggunakan oksigen sebagai salah satu zat utama guna membentuk energi.
Salah satu sel darah yang terpenting adalah sel darah merah (SDM), dimana sel
darah merah ini mentranspor oksigen dari paru-paru menuju jaringan diseluruh
tubuh (Guyton, 2002: 01).
Menurut Nugroho (2008: 27) dan Aspiani (2014: 35) perubahan yang terjadi
pada lanjut usia di tingkat sel yaitu berubahnya ukuran sel dimana ukuran sel
menjadi lebih besar, namun jumlah sel menjadi lebih sedikit, jumlah cairan tubuh
dan cairan intraselular berkurang, mekanisme perbaikan sel terganggu, proporsi
protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati mengalami penurunan, jumlah sel
pada otak menurun sehingga otak menjadi atrofi dan lekukan otak menjadi lebih
dangkal dan melebar akibatnya berat otak berkurang menjadi 5 sampai 20%.
2) Pembuluh darah
Pembuluh darah meupakan sistem saluran tertutup yang membawa darah dari
jantung ke jaringan dan kembali lagi ke jantung. Aliran darah ke setiap jaringan
nantinya akan diatur oleh proses kimia lokal dan persarafan umum serta
mekanisme humoral yang dapat melebarkan dan menyempitkan pembuluh darah
dijaringan (Ganong, 2008: 596).
Pembuluh darah mendistribusikan dan mengangkut darah yang dipompa oleh
jantung guna pemenuhan kebutuhan oksigen, penghantaran nutrient, pembuangan
zat sisa, dan penghantaran sinyal hormon dalam tubuh manusia. Sedangkan arteri
dalam tubuh difungsikan sebagai penyedia tekanan untuk melanjutkan
mengalirkan darah ketika jantung sedang relaksasi dan mengisi. Arteri ini
berbentuk sangat elastis sehingga dapat mengangkut darah dari jantung ke organ-
organ tubuh. Ketika manusia mengalami penuaan, akan terjadi perubahan pada
arteri dimana arteri mengalami penurunan elastisitas yang bertanggung jawab atas
perubahan vaskular ke jantung, ginjal dan kelenjar pituitari (Sherwood, 2014:
367). Terdapat dua macam pembuluh darah yang khususnya mengalami
perubahan pada saat usia lanjut yaitu:
a) Arteri Arteri merupakan bagian dari pembuluh-pembuluh dalam tubuh yang
berfungsi sebagai reservoir tekanan untuk menghasilkan gaya pendorong bagi
darah ketika jantung dalam keadaan relaksasi (Sherwood, 2014: 372). Peran arteri
sebagai reservoir dapat dijelaskan dengan kontraksi jantung yang bergantian
untuk memompa darah ke dalam arteri dan kemudian melemas untuk diisi oleh
vena. Ketika jantung dalam keadaan melemas dan terisi kembali maka pada saat
itu tidak ada darah yang dipompa keluar (Sherwood, 2014: 373).
Ketika jantung melemas dan berhenti memompa darah ke dalam arteri,
dinding arteri yang mengalami teregang secara pasif mengalami recoil, dimana
recoil ini menimbulkan tekanan pada darah ketika diastole (Ganong, 2008: 596)
dan (Sherwood, 2014: 373).
Dinding arteri banyak mengandung jaringan elastik sehingga jaringan tersebut
bersifat elastis. Bentuk arteri yang sangat elastis inilah yang dapat berfungsi pula
sebagai pengangkut darah dari jantung ke organ-organ tubuh (Sherwood, 2014:
372). Elastisitas arteri memungkinkan pembuluh ini mengembang untuk secara
temporer menampung kelebihan volume darah yang disemprotkan oleh jantung,
menyimpan sebagian energi tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung di
dinding yang teregang (Sherwood, 2014: 373).
Perubahan yang terjadi ketika seseorang mulai menua yaitu terjadinya
perubahan pada arteri, dimana arteri akan kehilangan elastisitasnya sehingga
dapat berpengaruh terhadap meningkatnya nadi dan tekanan darah pada sistem
kardiovaskuler (Sherwood, 2014: 373).
Pembuluh darah arteri pun akan mengalami kekakuan sehingga resistensi
vaskuler pun meningkat dan akan berdampak pada meningkatnya tekanan darah.
Pada pembuluh darah arteri terdapat tiga lapisan dimana masing-masing dari
lapisan tersebut dipengaruhi oleh proses penuaan. Tunika intima yang merupakan
lapisan terdalam akan mengalami perubahan yang paling signifikan termasuk
akumulasi fibrosis, kalsium dan lipid serta proliferasi seluler. Perubahan ini dapat
berkontribusi terhadap reaksi dan perkembangan aterosklerosis. Media tunika
yang merupakan lapisan tengah akan mengalami penipisan dan pengapuran serat
elastin dan peningkatan kolagen yang akan berdampak pada terjadinya
pengerasan pada pembuluh darah. Baroreseptor dan peningkatan restriksi perifer
pun akan mengalami gangguan fungsi yang berdampak pada naiknya tekanan
darah sistolik. Lapisan paling luar atau tunika adventitia ini tidak berpengaruh
terhadap proses penuaan (Eliopoulos, 2010: 54).
b) Arteriol
Pembuluh yang lainnya adalah arteriol dimana arteriol merupakan tempat
utama tahanan terhadap aliran darah. Tahanan terhadap aliran darah ditentukan
oleh jari-jari pembuluh darah dan viskositas darah. Dan viskositas dipengaruhi
oleh hematokrit yaitu persentase volume darah yang ditempati oleh sel darah
merah. Viskositas juga dipengaruhi oleh komposisi plasma dan ketahanan sel
terhadap deformasi. Tahanan perifer total akan mengalami perubahan yang
signifikan ketika terjadi sedikit perubahan pada diameter arteriol (Ganong, 2008:
604).
Pada dinding arteriol mengandung sedikit jaringan elastis dan banyak
mengandung jaringan otot polos. Lapisan otot polos yang tebal tersebut
dipersarafi oleh serat saraf simpatis, serabut saraf noradrenergik yang berfungsi
sebagai konstriktor dan serabut kolinergik yang dapat menimbulkan dilatasi
pembuluh darah. Lapisan otot polos berjalan disekitar arteriol sehingga ketika
lapisan otot polos berkontraksi, lingkaran pembuluh menjadi lebih kecil,
meningkatkan resistensi, dan mengurangi aliran melalui pembuluh. Pembuluh
arteriol ini memiliki cabang yang dinamai dengan metaarteriol yang mana
pembuluh ini akan meneruskan untuk mengalirkan darahnya ke kapiler (Ganong,
2008:596). Vasokontriksi merupakan penyempitan pembuluh arteriol dimana
terjadi peningkatan kontraksi otot polos sirkular di dinding arteriol yang
menyebabkan peningkatan resistensi dan penurunan aliran darah melalui
pembuluh. Vasodilatasi merupakan peningkatan keliling dan jari-jari pembuluh
akibat melemasnya lapisan otot polos yang menyebabkan penurunan kontraksi
otot polos sirkular di dinding arteriol, serta menyebabkan penurunan resistensi
dan peningkatan aliran melalui pembuluh. (Sherwood, 2014: 377).
3) Tekanan darah
Tekanan darah merupakan gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding
pembuluh, yang bergantung pada volume darah, daya regang (distensibilitas), dan
dinding pembuluh. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa tekanan darah
merupakan tenaga dan tekanan yang digunakan oleh darah pada setiap satuan
daerah pada dinding pembuluh darah (Guyton, 2002: 165). Tekanan darah
terbesar terdapat pada arteri terbesar dan tekanan darah terendah terdapat dalam
pembuluh darah (Suprapto, 2014: 13).
Tekanan darah harus diatur tersebab oleh dua alasan. Alasan yang pertama
yaitu tekanan harus tinggi untuk menjamin tekanan pendorong mendarahi seluruh
organ-organ tubuh. Alasan lain yaitu tekanan harus tidak terlalu tinggi sehingga
tidak menimbulkan tambahan kerja bagi jantung dan meningkatkan resiko
kerusakan pembuluh darah serta kemungkinan pecahnya pembuluh darah halus
(Sherwood, 2014: 399). Curah jantung dan resistensi perifer total merupakan
faktor dari pengaturan tekanan arteri rerata.
Angka atau nilai dari tekanan darah dapat berubah sewaktuwaktu dalam sehari
tergantung dari peningkatan aktivitas, kondisi tubuh serta kondisi psikis seseorang
seperti ketika sedang bahagia sedih atau kecewa (Prasetyaningrum, 2014: 6).
Tekanan darah biasa diukur dengan menggunakan tensi meter dan menggunakan
satuan milimeterhidrogen (mmHg). Penentuan tekanan darah dilakukan ketika
terjadi pemompaan dari jantung menuju seluruh jaringan dan organ tubuh
(Suprapto, 2014: 10). Jumlah darah yang mengalir menuju organ tertentu pun
dapat ditentukan oleh besarnya diameter internal arteriol, dimana diameter
internal arteriol ini berada dibawah kontrol sehingga aliran darah ke organ
tertentu dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan (Sherwood, 2014: 367).
Sewaktu sistole ventrikel, satu isi sekuncup darah masuk ke arteri dari
ventrikel, sementara hanya sekitar sepertiga dari jumlah tersebut yang
meninggalkan arteri untuk masuk ke arteriol. Sedangkan selama diastole, tidak
ada darah yang masuk ke arteri sementara darah terus keluar dari arteri yang
didorong oleh rekoil elastis (Sherwood, 2014: 369).
Darah mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan
lebih rendah. Kontraksi pada jantung pun menjadi faktor pencetus terjadinya
tekanan pada darah. Faktor lain yang mempengaruhi laju aliran darah melalui
suatu pembuluh adalah resistensi. Resistensi merupakan tahanan atau hambatan
terhadap aliran darah melalui suatu pembuluh akibat dari gesekan anatara cairan
darah yang mengalir dan dinding vaskuler yang diam (Sherwood, 2014: 369).
Darah akan semakin sulit melewati pembuluh jika terjadi peningkatan
resistensi sehingga laju aliran darah pun akan berkurang. Jika resistensi
meningkat, jantung harus bekerja lebih keras untuk mempertahankan sirkulasi
yang adekuat. Resistensi aliran darah dipengaruhi oleh viskositas darah dan juga
pembuluh darah. Semakin besar viskositas, semakin besar resistensi dan semakin
kental cairan semakin besar pula viskositasnya. Viskositas darah ditentukan oleh
jumlah sel darah merah (Sherwood, 2014: 369).
Banyak faktor yang mempengaruhi tekanan darah manusia. Faktor yang
mempengaruhi tekanan darah diantaranya adalah gaya hidup, aktivitas fisik,
lingkungan, dan pola makan yang dikonsumsi. Penentuan angka tekanan darah
dilakukan dengan menggunakan tensimeter, yang tentunya dilakukan dengan cara
yang benar, pasti dan akurat yaitu ketika seseorang berada pada posisi duduk dan
berbaring (Suprapto, 2014: 11).
4) Sistem persarafan menurut (Aspiani, 2014: 36)
a) Cepatnya menurun hubungan persyarafan.
b) Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf otaknya
dalam setiap harinya).
c) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres.
d) Mengecilnya saraf panca indera: berkurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap
perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
e) Kurang sensitif terhadap sentuhan
5) Sistem Pendengaran (Aspiani, 2014: 37)
Menurut (Azizah, 2011: 11) perubahan pada sistem panca indera lainnya
adalah perubahan pada sistem pendengaran. Dimana perubahan ini meliputi
presbiakusis yaitu gangguan yang terjadi pada pendengaran akibat hilangnya
kemampuan daya dengar pada telinga dalam, khususnya terhadap suara dan nada
yang tinggi, terhadap suara yang tidak jelas, terhadap kata-kata yang sulit
dimengerti.
6) Sistem Penglihatan
Pada lansia terjadi perubahan pada sistem indera salah satu gangguannya
adalah perubahan pada sistem penglihatan, dimana daya akomodasi dari jarak
dekat maupun jauh berkurang serta ketajaman penglihatan pun ikut mengalami
penurunan. Perubahan yang lain adalah presbiopi. Lensa pada mata pun
mengalami kehilangan elastisitas sehingga menjadi kaku dan otot penyangga
lensa pun lemah (Azizah, 2011: 11).
7) Sistem Kardiovaskuler
Terdapat beberapa perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler yaitu
perubahan pada pembuluh-pembuluh leher, curah jantung, bunyi jantung dan
murmur. Memanjang dan berkelok-keloknya pembuluh di leher khususnya pada
aorta dan cabang-cabangnya kadang menyebabkan arteri karotis berkelok-kelok
atau tertekuk di pangkal leher, khususnya di sisi kanan. Masa berdenyut yang
terjadi pada penderita hipertensi khususnya lansia perempuan seringkali dikaitkan
sebagai kondisi aneurisma karotis atau bisa disebut sebagai dilatasi sejati arteri.
Aorta yang berkelok-kelok kadang meningkatkan tekanan di vena jugularis
sebelah kiri leher dengan mengganggu drainase vena ini di dalam thoraks.
Perubahan sistem kardiovaskuler pun dijalaskan oleh (Azizah, 2011: 12) yang
meliputi bertambahnya massa jantung, pada ventrikel kiri mengalami hipertrofi,
dan kemampuan peregangan jantung berkurang akibat terjadinya perubahan pada
jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi SA node serta akibat dari
berubahnya jaringan konduksi menjadi jaringan ikat. Perubahan yang lainnya
yaitu asupan oksigen pada tingkat maksimal berkurang yang akan mengakibatkan
kapasitas pada paru menurun. Dalam hal ini aktivitas fisik maupun kegiatan
olahraga sangat diperlukan guna meningkatkan Volume O2 (oksigen) maksimum,
mengurangi tekanan darah dan guna menurunkan tekanan darah.
Menurut (Fatmah, 2010: 31) gangguan yang terjadi pada sistem
kardiovaskuler pada lansia yaitu pada dinding aorta terjadi penurunan elastisitas,
tidak hanya itu kaliber pada aorta pun mengalami perkembangan.
Perubahan secara fisiologis ini dapat terjadi pada katup-katup jantung di mana
inti sel pada sel-sel katup jantung ini berkurang dari jaringan fibrosa stroma
jantung, penumpukan lipid, degenerasi kolagen, dan juga klasifikasi jaringan
fibrosa jaringan katup tersebut. Ukuran katup pun bertambah seiring penambahan
usia. Irama inheren pada jantung menurun dengan bertambahnya usia. Hal ini
disebabkan oleh menurunnya denyut jantung. Denyut jantung pada lansia tetap
rendah bila dibandingkan dengan orang dewasa, walaupun pada lansia yang
sering melakukan aktivitas fisik. Aritmia berupa ekstrasistol pada lansia,
ditemukan lebih dari 10% pada lansia yang memeriksakan EKG nya secara rutin.
Hal yang tidak berubah pada lansia adalah fungsi sistolik pada jantung.
Perubahan Sistem kardiovaskuler menurut (Nugroho, 2008: 29):
a) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
b) Elastisitas dinding aorta menurun.
c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah
berumur 20 tahun. Hal ini yang menyebabkan kontraksi dari volume menurun.
d) Curah jantung menurun (isi semenit jantung menurun)
e) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke
berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg
(mengakibatkan pusing mendadak).
f) Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan.
g) Tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer
meningkat. Sistole normal kurang lebih 170 mmHg, diastole 95 mmHg.
8) Sistem Pernapasan
Pada sistem respirasi terjadi perubahan jaringan ikat pada paru, kapasitas total
pada paru pun tetap, namun volume cadangan pada paru berubah kemudian
perubahan yang lainnya adalah berkurangnya udara yang mengalir ke paru.
Gangguan pernapasan dan kemampuan peregangan pada thoraks pun terganggu
akibat adanya perubahan pada otot, sendi thorak dan kartilago. Pada sistem
pernapasan terjadi pendistribusian ulang kalsium pada tulang iga yang kehilangan
banyak kalsium dan sebaliknya, tulang rawan kosta berlimpah kalsium. Hal ini
menyebabkan penurunan efisiensi ventilasi paru. Perubahan ini pun memberi
dampak buruk bagi keberlangsungan hidup lansia salah satunya yaitu lansia akan
lebih rentan terkena komplikasi pernapasan akibat istirahat total oleh karena
perubahan yang terjadi, seperti infeksi pernapasan akibat penurunan ventilasi
paru.
Menurut (Nugroho, 2008) perubahan yang terjadi pada sistem respirasi:
a) Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan kekuatan,
dan menjadi kaku.
b) Menurunnya aktivitas dari silia, kemampuan untuk batuk berkurang.
c) CO2 pada arteri tidak berganti, sedangkan O2 pada arteri menurun menjadi
75 mmHg.
d) Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernapasan akan
menurun seiring dengan pertambahan usia.
9) Sistem Pencernaan
Pada sistem pencernaan lansia mengalami anoreksia yang terjadi akibat
perubahan kemampuan digesti dan absorpsi pada tubuh lansia. Selain itu lansia
mengalami penurunan sekresi asam dan enzim. Perubahan yang lain adalah
perubahan pada morfologik yang terjadi pada mukosa, kelenjar dan otot
pencernaan yang akan berdampak pada terganggunya fungsi mengunyah dan
menelan, serta terjadinya perubahan nafsu makan (Fatmah, 2010: 23).
10) Sistem Reproduksi
Pada sistem reproduksi perubahan yang terjadi pada lansia ditandai dengan
mengecilnya ovari dan uterus, terjadi atrofi payudara. Pada laki-laki testis masih
dapat memproduksi spermatozoa meski adanya penurunan secara berangsur-
angsur, serta dorongan seks masih ada hingga usia 70 tahun (Azizah, 2011: 13).
11) Sistem Endokrin
Pada sistem endokrin terdapat beberapa hormon yang diproduksi dalam
jumlah besar dalam reaksi menangani stres. Akibat kemunduran produksi hormon
pada lansia, lansia pun mengalami penurunan reaksi dalam menghadapi stres
(Fatmah, 2010: 28).
12) Integumen
Perubahan pada sistem integumen ditandai dengan kulit lansia yang
mengalami atrofi, kendur, tidak elastis, kering dan berkerut. Perubahan ini juga
meliputi perubahan pada kulit lansia yang mana kulit pada lansia akan menjadi
kering akibat dari kurangnya cairan pada kulit sehingga kulit menjadi berbecak
dan tipis. Atrofi sebasea dan glandula sudoritera merupakan penyebab dari
munculnya kulit kering. Liver spot pun menjadi tanda dari berubahnya sistem
integumen pada lansia. Liver spot ini merupakan sebuah pigmen berwarna cokelat
yang muncul pada kulit.
13) Muskuloskeletal
Perubahan pada jaringan muskuloskeletal meliputi:
a) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin)
Kolagen merupakan pendukung utama pada kulit, tendon, tulang dan jaringan
pengikat menjadi sebuah batangan yang tidak teratur. Perubahan pada kolagen ini
menjadi penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga timbul dampak
nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan duduk
dan berdiri, jongkok dan berjalan. Upaya yang perlu dilakukan adalah upaya
fisioterapi.
b) Kartilago
Jaringan kartilago pada persendian lunak serta mengalami granulasi yang
mana akan memberikan dampak pada meratanya permukaan sendi.
c) Tulang
Menurut (Azizah, 2011: 12) perubahan yang terjadi di tulang meliputi
berkurangnya kepadatan tulang. Berkurangnya kepadatan tulang ini menjadi
penyebab osteoporosis pada lansia. Kejadian jangka panjang yang akan terjadi
ketika lansia telah mengalami osteoporosis adalah nyeri, deformitas dan fraktur.
Oleh sebab itu, aktivitas fisik pun menjadi upaya preventif yang tepat.
d) Otot
Perubahan yang terjadi pada otot lansia meliputi penurunan jumlah dan
ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada
otot. Akibat terjadinya perubahan morfologis pada otot, lansia akan mengalami
penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan
penurunan kemampuan fungsional otot.
e) Sendi
Perubahan pada lansia di daerah sendi meliputi menurunnya elastisitas
jaringan ikat seperti tendon, ligament dan fasia. Terjadi degenerasi, erosi serta
kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Terjadi perubahan pula pada sendi
yang kehilangan fleksibilitasnya sehingga luas dan gerak sendi pun menjadi
menurun. Akibatnya lansia akan mengalami nyeri sendi, kekakuan sendi,
gangguan aktifitas, gangguan jalan.
14) Pengaturan suhu tubuh
Menurut (Nugroho, 2008: 29) pada pengaturan suhu, hipothalamus dianggap
bekerja sebagai suatu termostat. Faktor-faktor yang biasa ditemui yang menjadi
faktor kemunduran pada lansia yang biasa ditemui antara lain:
a) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis kurang lebih
35OC. Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula
menggigil, pucat dan gelisah.
b) Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang
banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot.
b. Perubahan Mental
Menurut (Aspiani, 2014: 43) terdapat beberapa faktor yang memengaruhi
perubahan mental pada lansia yaitu kesehatan, tingkat pendidikan, lingkungan,
keturunan, dan perubahan fisik terutama panca indera.
c. Perubahan Psikososial menurut (Aspiani, 2014: 42):
1) Lansia cenderung merasakan sadar atau tidak sadar akan terjadinya
kematian.
2) Merasakan perubahan dalam cara hidup.
3) Merasakan perubahan ekonomi akibat pemberhentian jabatan dan
peningkatan gaya hidup.
4) Merasakan pensiun (kehilangan) banyak hal seperti finansial, pekerjaan,
sahabat, dan status pekerjaan.
5) Merasakan penyakit kronis dan ketidakmampuan.
6) Merasakan kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
7) Mengalami gangguan pancaindera.
8) Lansia mulai mengalami perubahan dalam konsep diri, serta lansia akan
merasakan rangkaian dari proses kehilangan.
d. Perubahan Spiritual
Perubahan yang terjadi pada lansia yang berhubungan dengan perkembangan
spiritualnya adalah dari segi agama/kepercayaan lansia yang akan semakin
terintegerasi dalam kehidupan, pada perubahan spiritual ini ketika usia mencapai
70 tahun lansia akan berfikir dan bertindak dalam memberikan contoh bagaimana
cara mencintai dan bagaimana cara berlaku adil. Perubahan yang lain yaitu lansia
akan semakin matur dalam kehidupan keagamaannya yang tercermin dalam
perilaku sehari-hari (Nugroho, 2008: 36).

Anda mungkin juga menyukai