1. Pengertian Lansia Manusia lanjut usia (manula) merupakan populasi penduduk yang berumur tua dengan kelompok usia 60 tahun atau lebih (Bustan, 2007). Menurut (Fatmah, 2010) lansia merupakan proses alamiah yang terjadi secara berkesinambungan pada manusia dimana ketika menua seseorang akan mengalami beberapa perubahan yang pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan fungsi dan kemampuan seluruh tubuh. Istilah manusia usia lanjut belum ada yang mematenkan sebab setiap orang memiliki penyebutannya masing-masing seperti manusia lanjut usia (manula), manusia usia lanjut (lansia), usia lanjut (usila), serta ada yang menyebut golongan lanjut umur (glamur) (Maryam, 2008: 32). 2. Proses Menua (Ageing Process) Proses menua merupakan proses fisiologis tubuh pada setiap manusia (Darmojo, 2004: 635). Proses menua ini ditandai dengan proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tubuh tidak mampu mempertahankan dirinya terhadap infeksi serta tubuh tidak mampu memperbaiki kerusakan yang diderita (Azizah, 2011). Penuaan akan mengakibatkan penurunan kondisi anatomis dan sel akibat menumpuknya metabolit dalam sel. Metabolit bersifat racun terhadap sel sehingga bentuk dan komposisi pembangun sel akan mengalami perubahan. (Azizah, 2011: 7-8). Seiring dengan meningkatnya usia, sistem kerja pada jantung dan pembuluh darah pun akan mengalami perubahan dari segi struktur dan fungsinya. Perubahan pada lansia khususnya sistem kerja pada jantung meliputi perubahan pada ventrikel kiri dan katup jantung yang mengalami penebalan dan membentuk tonjolan, jumlah sel pacemaker mengalami penurunan yang mana implikasi klinisnya akan menimbulkan disritmia pada lansia, kemudian terdapat arteri dan vena yang menjadi kaku ketika dalam kondisi dilatasi sehigga katup jantung tidak kompeten yang akibatnya akan menimbulkan implikasi klinis berupa edema pada ekstremitas (Stanley & Beare, 2006: 179). Lansia dapat mengalami perubahan struktur pada jantung. Ketebalan dinding ventrikel cenderung meningkat akibat adanya peningkatan densitas kolagen dan hilangnya fungsi serat elastis. Sehingga dapat berdampak pada kurangnya kemampuan jantung untuk berdistensi. Pada permukaan di dalam jantung seperti pada katup mitral dan katup aorta akan mengalami penebalan dan penonjolan di sepanjang garis katup. Obstruksi parsial terhadap aliran darah selama denyut sistole dapat terjadi ketika pangkal aorta mengalami kekakuan sehingga akan menghalangi pembukaan katup secara sempurna (Stanley & Beare, 2006: 179). Perubahan struktural dapat mempengaruhi konduksi sistem jantung melalui peningkatan jumlah jaringan fibrosa dan jaringan ikat. Dengan bertambahnya usia, sistem aorta dan arteri perifer menjadi kaku. Kekakuan ini terjadi akibat meningkatnya serat kolagen dan hilangnya serat elastis dalam lapisan medial arteri. Proses perubahan akibat penuaan ini akan menyebabkan terjadinya ateriosklerosis yaitu terjadinya peningkatan kekakuan dan ketebalan pada katup jantung (Stanley & Beare, 2006: 180). Proses penuaan ini mampu menjadikan lansia mengalami perubahan fungsional dari sudut pandang sistem kardiovaskuler. Dimana perubahan utama yang terjadi adalah menurunnya kemampuan untuk meningkatkan keluaran sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan tubuh. Seiring bertambahnya usia denyut dan curah jantung pun mengalami penurunan, hal itu terjadi karena miokardium pada jantung mengalami penebalan dan sulit untuk diregangkan. Katup-katup yang sulit diregangkan inilah yang dapat menimbulkan peningkatan waktu pengisian dan peningkatan tekanan diastolik yang diperlukan untuk mempertahankan preload yang adekuat (Stanley & Beare, 2006: 180). 3. Karakteristik dan klasifikasi Lansia a. Karakteristik Lansia Menurut (Maryam, 2008: 33) karakteristik lansia disebutkan menjadi 3 diantaranya adalah: 1) Seseorang yang berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.13 tentang kesehatan) 2) Variasi lingkungan tempat tinggalnya 3) Masalah dan kebutuhan lansia yang beragam. b. Klasifikasi lansia dibedakan menjadi 4 kelompok usia. Menurut Word Health Organization (WHO), (Fatmah, 2010: 8) dan (Aspiani, 2014: 20): 1) Usia Pertengahan (Middle Age): Usia 45-59 Tahun 2) Usia Lansia (Elderly): Usia 60-74 Tahun 3) Usia Lansia Tua (Old): Usia 75-90 Tahun 4) Usia Sangat Tua (Very Old): Usia Diatas 90 Tahun 4. Perubahan-perubahan yang terjadi akibat proses penuaan Menurut (Nugroho, 2008); (Noorkasiani, 2009); (Aspiani, 2014) dan (Eliopoulos, 2010): a. Perubahan Fisiologi 1) Sel Setiap sel memerlukan nutrisi guna mempertahankan kehidupan. Semua sel pun menggunakan oksigen sebagai salah satu zat utama guna membentuk energi. Salah satu sel darah yang terpenting adalah sel darah merah (SDM), dimana sel darah merah ini mentranspor oksigen dari paru-paru menuju jaringan diseluruh tubuh (Guyton, 2002: 01). Menurut Nugroho (2008: 27) dan Aspiani (2014: 35) perubahan yang terjadi pada lanjut usia di tingkat sel yaitu berubahnya ukuran sel dimana ukuran sel menjadi lebih besar, namun jumlah sel menjadi lebih sedikit, jumlah cairan tubuh dan cairan intraselular berkurang, mekanisme perbaikan sel terganggu, proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati mengalami penurunan, jumlah sel pada otak menurun sehingga otak menjadi atrofi dan lekukan otak menjadi lebih dangkal dan melebar akibatnya berat otak berkurang menjadi 5 sampai 20%. 2) Pembuluh darah Pembuluh darah meupakan sistem saluran tertutup yang membawa darah dari jantung ke jaringan dan kembali lagi ke jantung. Aliran darah ke setiap jaringan nantinya akan diatur oleh proses kimia lokal dan persarafan umum serta mekanisme humoral yang dapat melebarkan dan menyempitkan pembuluh darah dijaringan (Ganong, 2008: 596). Pembuluh darah mendistribusikan dan mengangkut darah yang dipompa oleh jantung guna pemenuhan kebutuhan oksigen, penghantaran nutrient, pembuangan zat sisa, dan penghantaran sinyal hormon dalam tubuh manusia. Sedangkan arteri dalam tubuh difungsikan sebagai penyedia tekanan untuk melanjutkan mengalirkan darah ketika jantung sedang relaksasi dan mengisi. Arteri ini berbentuk sangat elastis sehingga dapat mengangkut darah dari jantung ke organ- organ tubuh. Ketika manusia mengalami penuaan, akan terjadi perubahan pada arteri dimana arteri mengalami penurunan elastisitas yang bertanggung jawab atas perubahan vaskular ke jantung, ginjal dan kelenjar pituitari (Sherwood, 2014: 367). Terdapat dua macam pembuluh darah yang khususnya mengalami perubahan pada saat usia lanjut yaitu: a) Arteri Arteri merupakan bagian dari pembuluh-pembuluh dalam tubuh yang berfungsi sebagai reservoir tekanan untuk menghasilkan gaya pendorong bagi darah ketika jantung dalam keadaan relaksasi (Sherwood, 2014: 372). Peran arteri sebagai reservoir dapat dijelaskan dengan kontraksi jantung yang bergantian untuk memompa darah ke dalam arteri dan kemudian melemas untuk diisi oleh vena. Ketika jantung dalam keadaan melemas dan terisi kembali maka pada saat itu tidak ada darah yang dipompa keluar (Sherwood, 2014: 373). Ketika jantung melemas dan berhenti memompa darah ke dalam arteri, dinding arteri yang mengalami teregang secara pasif mengalami recoil, dimana recoil ini menimbulkan tekanan pada darah ketika diastole (Ganong, 2008: 596) dan (Sherwood, 2014: 373). Dinding arteri banyak mengandung jaringan elastik sehingga jaringan tersebut bersifat elastis. Bentuk arteri yang sangat elastis inilah yang dapat berfungsi pula sebagai pengangkut darah dari jantung ke organ-organ tubuh (Sherwood, 2014: 372). Elastisitas arteri memungkinkan pembuluh ini mengembang untuk secara temporer menampung kelebihan volume darah yang disemprotkan oleh jantung, menyimpan sebagian energi tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung di dinding yang teregang (Sherwood, 2014: 373). Perubahan yang terjadi ketika seseorang mulai menua yaitu terjadinya perubahan pada arteri, dimana arteri akan kehilangan elastisitasnya sehingga dapat berpengaruh terhadap meningkatnya nadi dan tekanan darah pada sistem kardiovaskuler (Sherwood, 2014: 373). Pembuluh darah arteri pun akan mengalami kekakuan sehingga resistensi vaskuler pun meningkat dan akan berdampak pada meningkatnya tekanan darah. Pada pembuluh darah arteri terdapat tiga lapisan dimana masing-masing dari lapisan tersebut dipengaruhi oleh proses penuaan. Tunika intima yang merupakan lapisan terdalam akan mengalami perubahan yang paling signifikan termasuk akumulasi fibrosis, kalsium dan lipid serta proliferasi seluler. Perubahan ini dapat berkontribusi terhadap reaksi dan perkembangan aterosklerosis. Media tunika yang merupakan lapisan tengah akan mengalami penipisan dan pengapuran serat elastin dan peningkatan kolagen yang akan berdampak pada terjadinya pengerasan pada pembuluh darah. Baroreseptor dan peningkatan restriksi perifer pun akan mengalami gangguan fungsi yang berdampak pada naiknya tekanan darah sistolik. Lapisan paling luar atau tunika adventitia ini tidak berpengaruh terhadap proses penuaan (Eliopoulos, 2010: 54). b) Arteriol Pembuluh yang lainnya adalah arteriol dimana arteriol merupakan tempat utama tahanan terhadap aliran darah. Tahanan terhadap aliran darah ditentukan oleh jari-jari pembuluh darah dan viskositas darah. Dan viskositas dipengaruhi oleh hematokrit yaitu persentase volume darah yang ditempati oleh sel darah merah. Viskositas juga dipengaruhi oleh komposisi plasma dan ketahanan sel terhadap deformasi. Tahanan perifer total akan mengalami perubahan yang signifikan ketika terjadi sedikit perubahan pada diameter arteriol (Ganong, 2008: 604). Pada dinding arteriol mengandung sedikit jaringan elastis dan banyak mengandung jaringan otot polos. Lapisan otot polos yang tebal tersebut dipersarafi oleh serat saraf simpatis, serabut saraf noradrenergik yang berfungsi sebagai konstriktor dan serabut kolinergik yang dapat menimbulkan dilatasi pembuluh darah. Lapisan otot polos berjalan disekitar arteriol sehingga ketika lapisan otot polos berkontraksi, lingkaran pembuluh menjadi lebih kecil, meningkatkan resistensi, dan mengurangi aliran melalui pembuluh. Pembuluh arteriol ini memiliki cabang yang dinamai dengan metaarteriol yang mana pembuluh ini akan meneruskan untuk mengalirkan darahnya ke kapiler (Ganong, 2008:596). Vasokontriksi merupakan penyempitan pembuluh arteriol dimana terjadi peningkatan kontraksi otot polos sirkular di dinding arteriol yang menyebabkan peningkatan resistensi dan penurunan aliran darah melalui pembuluh. Vasodilatasi merupakan peningkatan keliling dan jari-jari pembuluh akibat melemasnya lapisan otot polos yang menyebabkan penurunan kontraksi otot polos sirkular di dinding arteriol, serta menyebabkan penurunan resistensi dan peningkatan aliran melalui pembuluh. (Sherwood, 2014: 377). 3) Tekanan darah Tekanan darah merupakan gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding pembuluh, yang bergantung pada volume darah, daya regang (distensibilitas), dan dinding pembuluh. Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa tekanan darah merupakan tenaga dan tekanan yang digunakan oleh darah pada setiap satuan daerah pada dinding pembuluh darah (Guyton, 2002: 165). Tekanan darah terbesar terdapat pada arteri terbesar dan tekanan darah terendah terdapat dalam pembuluh darah (Suprapto, 2014: 13). Tekanan darah harus diatur tersebab oleh dua alasan. Alasan yang pertama yaitu tekanan harus tinggi untuk menjamin tekanan pendorong mendarahi seluruh organ-organ tubuh. Alasan lain yaitu tekanan harus tidak terlalu tinggi sehingga tidak menimbulkan tambahan kerja bagi jantung dan meningkatkan resiko kerusakan pembuluh darah serta kemungkinan pecahnya pembuluh darah halus (Sherwood, 2014: 399). Curah jantung dan resistensi perifer total merupakan faktor dari pengaturan tekanan arteri rerata. Angka atau nilai dari tekanan darah dapat berubah sewaktuwaktu dalam sehari tergantung dari peningkatan aktivitas, kondisi tubuh serta kondisi psikis seseorang seperti ketika sedang bahagia sedih atau kecewa (Prasetyaningrum, 2014: 6). Tekanan darah biasa diukur dengan menggunakan tensi meter dan menggunakan satuan milimeterhidrogen (mmHg). Penentuan tekanan darah dilakukan ketika terjadi pemompaan dari jantung menuju seluruh jaringan dan organ tubuh (Suprapto, 2014: 10). Jumlah darah yang mengalir menuju organ tertentu pun dapat ditentukan oleh besarnya diameter internal arteriol, dimana diameter internal arteriol ini berada dibawah kontrol sehingga aliran darah ke organ tertentu dapat disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan (Sherwood, 2014: 367). Sewaktu sistole ventrikel, satu isi sekuncup darah masuk ke arteri dari ventrikel, sementara hanya sekitar sepertiga dari jumlah tersebut yang meninggalkan arteri untuk masuk ke arteriol. Sedangkan selama diastole, tidak ada darah yang masuk ke arteri sementara darah terus keluar dari arteri yang didorong oleh rekoil elastis (Sherwood, 2014: 369). Darah mengalir dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan lebih rendah. Kontraksi pada jantung pun menjadi faktor pencetus terjadinya tekanan pada darah. Faktor lain yang mempengaruhi laju aliran darah melalui suatu pembuluh adalah resistensi. Resistensi merupakan tahanan atau hambatan terhadap aliran darah melalui suatu pembuluh akibat dari gesekan anatara cairan darah yang mengalir dan dinding vaskuler yang diam (Sherwood, 2014: 369). Darah akan semakin sulit melewati pembuluh jika terjadi peningkatan resistensi sehingga laju aliran darah pun akan berkurang. Jika resistensi meningkat, jantung harus bekerja lebih keras untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat. Resistensi aliran darah dipengaruhi oleh viskositas darah dan juga pembuluh darah. Semakin besar viskositas, semakin besar resistensi dan semakin kental cairan semakin besar pula viskositasnya. Viskositas darah ditentukan oleh jumlah sel darah merah (Sherwood, 2014: 369). Banyak faktor yang mempengaruhi tekanan darah manusia. Faktor yang mempengaruhi tekanan darah diantaranya adalah gaya hidup, aktivitas fisik, lingkungan, dan pola makan yang dikonsumsi. Penentuan angka tekanan darah dilakukan dengan menggunakan tensimeter, yang tentunya dilakukan dengan cara yang benar, pasti dan akurat yaitu ketika seseorang berada pada posisi duduk dan berbaring (Suprapto, 2014: 11). 4) Sistem persarafan menurut (Aspiani, 2014: 36) a) Cepatnya menurun hubungan persyarafan. b) Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf otaknya dalam setiap harinya). c) Lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres. d) Mengecilnya saraf panca indera: berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin. e) Kurang sensitif terhadap sentuhan 5) Sistem Pendengaran (Aspiani, 2014: 37) Menurut (Azizah, 2011: 11) perubahan pada sistem panca indera lainnya adalah perubahan pada sistem pendengaran. Dimana perubahan ini meliputi presbiakusis yaitu gangguan yang terjadi pada pendengaran akibat hilangnya kemampuan daya dengar pada telinga dalam, khususnya terhadap suara dan nada yang tinggi, terhadap suara yang tidak jelas, terhadap kata-kata yang sulit dimengerti. 6) Sistem Penglihatan Pada lansia terjadi perubahan pada sistem indera salah satu gangguannya adalah perubahan pada sistem penglihatan, dimana daya akomodasi dari jarak dekat maupun jauh berkurang serta ketajaman penglihatan pun ikut mengalami penurunan. Perubahan yang lain adalah presbiopi. Lensa pada mata pun mengalami kehilangan elastisitas sehingga menjadi kaku dan otot penyangga lensa pun lemah (Azizah, 2011: 11). 7) Sistem Kardiovaskuler Terdapat beberapa perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler yaitu perubahan pada pembuluh-pembuluh leher, curah jantung, bunyi jantung dan murmur. Memanjang dan berkelok-keloknya pembuluh di leher khususnya pada aorta dan cabang-cabangnya kadang menyebabkan arteri karotis berkelok-kelok atau tertekuk di pangkal leher, khususnya di sisi kanan. Masa berdenyut yang terjadi pada penderita hipertensi khususnya lansia perempuan seringkali dikaitkan sebagai kondisi aneurisma karotis atau bisa disebut sebagai dilatasi sejati arteri. Aorta yang berkelok-kelok kadang meningkatkan tekanan di vena jugularis sebelah kiri leher dengan mengganggu drainase vena ini di dalam thoraks. Perubahan sistem kardiovaskuler pun dijalaskan oleh (Azizah, 2011: 12) yang meliputi bertambahnya massa jantung, pada ventrikel kiri mengalami hipertrofi, dan kemampuan peregangan jantung berkurang akibat terjadinya perubahan pada jaringan ikat dan penumpukan lipofusin dan klasifikasi SA node serta akibat dari berubahnya jaringan konduksi menjadi jaringan ikat. Perubahan yang lainnya yaitu asupan oksigen pada tingkat maksimal berkurang yang akan mengakibatkan kapasitas pada paru menurun. Dalam hal ini aktivitas fisik maupun kegiatan olahraga sangat diperlukan guna meningkatkan Volume O2 (oksigen) maksimum, mengurangi tekanan darah dan guna menurunkan tekanan darah. Menurut (Fatmah, 2010: 31) gangguan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler pada lansia yaitu pada dinding aorta terjadi penurunan elastisitas, tidak hanya itu kaliber pada aorta pun mengalami perkembangan. Perubahan secara fisiologis ini dapat terjadi pada katup-katup jantung di mana inti sel pada sel-sel katup jantung ini berkurang dari jaringan fibrosa stroma jantung, penumpukan lipid, degenerasi kolagen, dan juga klasifikasi jaringan fibrosa jaringan katup tersebut. Ukuran katup pun bertambah seiring penambahan usia. Irama inheren pada jantung menurun dengan bertambahnya usia. Hal ini disebabkan oleh menurunnya denyut jantung. Denyut jantung pada lansia tetap rendah bila dibandingkan dengan orang dewasa, walaupun pada lansia yang sering melakukan aktivitas fisik. Aritmia berupa ekstrasistol pada lansia, ditemukan lebih dari 10% pada lansia yang memeriksakan EKG nya secara rutin. Hal yang tidak berubah pada lansia adalah fungsi sistolik pada jantung. Perubahan Sistem kardiovaskuler menurut (Nugroho, 2008: 29): a) Katup jantung menebal dan menjadi kaku. b) Elastisitas dinding aorta menurun. c) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun. Hal ini yang menyebabkan kontraksi dari volume menurun. d) Curah jantung menurun (isi semenit jantung menurun) e) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, efektivitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi berkurang, perubahan posisi dari tidur ke duduk (duduk ke berdiri) bisa menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg (mengakibatkan pusing mendadak). f) Kinerja jantung lebih rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan. g) Tekanan darah meninggi akibat resistensi pembuluh darah perifer meningkat. Sistole normal kurang lebih 170 mmHg, diastole 95 mmHg. 8) Sistem Pernapasan Pada sistem respirasi terjadi perubahan jaringan ikat pada paru, kapasitas total pada paru pun tetap, namun volume cadangan pada paru berubah kemudian perubahan yang lainnya adalah berkurangnya udara yang mengalir ke paru. Gangguan pernapasan dan kemampuan peregangan pada thoraks pun terganggu akibat adanya perubahan pada otot, sendi thorak dan kartilago. Pada sistem pernapasan terjadi pendistribusian ulang kalsium pada tulang iga yang kehilangan banyak kalsium dan sebaliknya, tulang rawan kosta berlimpah kalsium. Hal ini menyebabkan penurunan efisiensi ventilasi paru. Perubahan ini pun memberi dampak buruk bagi keberlangsungan hidup lansia salah satunya yaitu lansia akan lebih rentan terkena komplikasi pernapasan akibat istirahat total oleh karena perubahan yang terjadi, seperti infeksi pernapasan akibat penurunan ventilasi paru. Menurut (Nugroho, 2008) perubahan yang terjadi pada sistem respirasi: a) Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi, kehilangan kekuatan, dan menjadi kaku. b) Menurunnya aktivitas dari silia, kemampuan untuk batuk berkurang. c) CO2 pada arteri tidak berganti, sedangkan O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg. d) Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernapasan akan menurun seiring dengan pertambahan usia. 9) Sistem Pencernaan Pada sistem pencernaan lansia mengalami anoreksia yang terjadi akibat perubahan kemampuan digesti dan absorpsi pada tubuh lansia. Selain itu lansia mengalami penurunan sekresi asam dan enzim. Perubahan yang lain adalah perubahan pada morfologik yang terjadi pada mukosa, kelenjar dan otot pencernaan yang akan berdampak pada terganggunya fungsi mengunyah dan menelan, serta terjadinya perubahan nafsu makan (Fatmah, 2010: 23). 10) Sistem Reproduksi Pada sistem reproduksi perubahan yang terjadi pada lansia ditandai dengan mengecilnya ovari dan uterus, terjadi atrofi payudara. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meski adanya penurunan secara berangsur- angsur, serta dorongan seks masih ada hingga usia 70 tahun (Azizah, 2011: 13). 11) Sistem Endokrin Pada sistem endokrin terdapat beberapa hormon yang diproduksi dalam jumlah besar dalam reaksi menangani stres. Akibat kemunduran produksi hormon pada lansia, lansia pun mengalami penurunan reaksi dalam menghadapi stres (Fatmah, 2010: 28). 12) Integumen Perubahan pada sistem integumen ditandai dengan kulit lansia yang mengalami atrofi, kendur, tidak elastis, kering dan berkerut. Perubahan ini juga meliputi perubahan pada kulit lansia yang mana kulit pada lansia akan menjadi kering akibat dari kurangnya cairan pada kulit sehingga kulit menjadi berbecak dan tipis. Atrofi sebasea dan glandula sudoritera merupakan penyebab dari munculnya kulit kering. Liver spot pun menjadi tanda dari berubahnya sistem integumen pada lansia. Liver spot ini merupakan sebuah pigmen berwarna cokelat yang muncul pada kulit. 13) Muskuloskeletal Perubahan pada jaringan muskuloskeletal meliputi: a) Jaringan penghubung (kolagen dan elastin) Kolagen merupakan pendukung utama pada kulit, tendon, tulang dan jaringan pengikat menjadi sebuah batangan yang tidak teratur. Perubahan pada kolagen ini menjadi penyebab turunnya fleksibilitas pada lansia sehingga timbul dampak nyeri, penurunan kemampuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan duduk dan berdiri, jongkok dan berjalan. Upaya yang perlu dilakukan adalah upaya fisioterapi. b) Kartilago Jaringan kartilago pada persendian lunak serta mengalami granulasi yang mana akan memberikan dampak pada meratanya permukaan sendi. c) Tulang Menurut (Azizah, 2011: 12) perubahan yang terjadi di tulang meliputi berkurangnya kepadatan tulang. Berkurangnya kepadatan tulang ini menjadi penyebab osteoporosis pada lansia. Kejadian jangka panjang yang akan terjadi ketika lansia telah mengalami osteoporosis adalah nyeri, deformitas dan fraktur. Oleh sebab itu, aktivitas fisik pun menjadi upaya preventif yang tepat. d) Otot Perubahan yang terjadi pada otot lansia meliputi penurunan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan penghubung dan jaringan lemak pada otot. Akibat terjadinya perubahan morfologis pada otot, lansia akan mengalami penurunan kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan penurunan kemampuan fungsional otot. e) Sendi Perubahan pada lansia di daerah sendi meliputi menurunnya elastisitas jaringan ikat seperti tendon, ligament dan fasia. Terjadi degenerasi, erosi serta kalsifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Terjadi perubahan pula pada sendi yang kehilangan fleksibilitasnya sehingga luas dan gerak sendi pun menjadi menurun. Akibatnya lansia akan mengalami nyeri sendi, kekakuan sendi, gangguan aktifitas, gangguan jalan. 14) Pengaturan suhu tubuh Menurut (Nugroho, 2008: 29) pada pengaturan suhu, hipothalamus dianggap bekerja sebagai suatu termostat. Faktor-faktor yang biasa ditemui yang menjadi faktor kemunduran pada lansia yang biasa ditemui antara lain: a) Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis kurang lebih 35OC. Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan dan dapat pula menggigil, pucat dan gelisah. b) Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi penurunan aktivitas otot. b. Perubahan Mental Menurut (Aspiani, 2014: 43) terdapat beberapa faktor yang memengaruhi perubahan mental pada lansia yaitu kesehatan, tingkat pendidikan, lingkungan, keturunan, dan perubahan fisik terutama panca indera. c. Perubahan Psikososial menurut (Aspiani, 2014: 42): 1) Lansia cenderung merasakan sadar atau tidak sadar akan terjadinya kematian. 2) Merasakan perubahan dalam cara hidup. 3) Merasakan perubahan ekonomi akibat pemberhentian jabatan dan peningkatan gaya hidup. 4) Merasakan pensiun (kehilangan) banyak hal seperti finansial, pekerjaan, sahabat, dan status pekerjaan. 5) Merasakan penyakit kronis dan ketidakmampuan. 6) Merasakan kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial. 7) Mengalami gangguan pancaindera. 8) Lansia mulai mengalami perubahan dalam konsep diri, serta lansia akan merasakan rangkaian dari proses kehilangan. d. Perubahan Spiritual Perubahan yang terjadi pada lansia yang berhubungan dengan perkembangan spiritualnya adalah dari segi agama/kepercayaan lansia yang akan semakin terintegerasi dalam kehidupan, pada perubahan spiritual ini ketika usia mencapai 70 tahun lansia akan berfikir dan bertindak dalam memberikan contoh bagaimana cara mencintai dan bagaimana cara berlaku adil. Perubahan yang lain yaitu lansia akan semakin matur dalam kehidupan keagamaannya yang tercermin dalam perilaku sehari-hari (Nugroho, 2008: 36).