Anda di halaman 1dari 7

Jurnal Kimia Khatulistiwa, Tahun 2018, 7(2): 75-81 ISSN 2303-1077

SENYAWA SITOTOKSIK DARI FRAKSI DIKLOROMETANA DAUN DARUJU


(Acanthus ilicifolius Linn.) TERHADAP SEL HeLa

Maria Suhatri1*, Puji Ardiningsih1, Ari Widiyantoro1


1
Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Tanjungpura,
Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi, Pontianak
*email : mariasuhatri13@gmail.com

ABSTRAK
Uji aktivitas sitotoksik dan karakterisasi senyawa dari fraksi diklorometana telah dilakukan pada
daun daruju (Acanthus ilicifolius Linn.) terhadap sel HeLa. Proses isolasi dilakukan dengan
metode ekstraksi maserasi, partisi dan kromatografi. Isolat murni yang diperoleh sebanyak 7,2
mg berbentuk amorf berwarna kehijauan dengan hasil uji fitokimia positif senyawa terpenoid.
Berdasarkan uji sitotoksik diketahui bahwa fraksi diklorometana memiliki nilai IC 50 140,94 µg/mL
yang tergolong dalam sitotoksik moderat dan isolat memiliki nilai IC 50 88,89 µg/mL yang
tergolong dalam sitotoksik potensial. Data 1H-NMR (DMSO, 400 MHz) menunjukkan geseran
kimia δ (ppm): 0,60 ; 0,72 (d, J= 4 Hz), 0,90 (s), 0,91 (d, J= 6 Hz), 0,97 (s), dan 1,82 (bs) untuk
proton metil; δH 3,37 (s) untuk proton metin hidroksi; δH 6,55 (d, J= 8 Hz) untuk proton olefin.
Berdasarkan analisis data 1H-NMR dan dibandingkan dengan data 1H-NMR yang telah
dilaporkan dalam literatur, senyawa tersebut dapat diusulkan sebagai asam 23-
hidroksimangiferon.

Kata Kunci: Acanthus ilicifolius, sitotoksik, HeLa, terpenoid

PENDAHULUAN
Tumbuhan daruju atau jeruju merupakan jenis tumbuhan dari marga Acanthus. Tumbuhan
ini dapat tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia. Tumbuhan ini pada umumnya ditemukan di
tepi sungai, daerah pasang surut, dan hutan mangrove. Daun tumbuhan ini telah banyak
digunakan masyarakat untuk mengobati penyakit diare, demam, malaria, batuk, dan mengobati
luka akibat gigitan ular. Berdasarkan uji fitokimia tumbuhan ini memiliki kandungan metabolit
sekunder seperti alkaloid, flavonoid, steroid, fenolik, dan terpenoid (Septiani dkk., 2012).
Kanker merupakan suatu penyakit sel dengan ciri adanya gangguan atau kegagalan
mekanisme pengatur multiplikasi dan fungsi homeostatis lain pada organisme multiseluler
(Loomis, 1978). Hingga tahun 2015, sekitar 9 juta kematian disebabkan oleh kanker
(Kementrian Kesehatan RI, 2015). Kanker leher rahim atau yang biasa dikenal dengan kanker
serviks merupakan keganasan yang terjadi pada leher rahim, yang disebabkan oleh infeksi
Human Papilloma Virus (HPV). Hingga saat ini penderita kanker serviks diterapi dengan
pengobatan seperti pembedahan, radioterapi, kemoterapi, dan vaksinasi. Saat ini pengobatan
menggunakan ramuan bahan alami (natural medicine) merupakan alternatif yang dapat
dilakukan untuk pengobatan karena tingkat toksisitas yang rendah dan memberikan hasil yang
cukup efektif (Riki dkk., 2017).
Penelitian menggunakan ekstrak tumbuhan daruju (Acanthus ilicifolius Linn.) telah banyak
dilakukan pada berbagai cell line kanker. Berdasarkan penelitian Smitha dkk., (2014) ekstrak
etil asetat dari daun dan akar tumbuhan Acanthus ilicifolius menunjukkan aktivitas sitotoksik
pada cell line MCF-7 dan PA-1. Sementara itu penelitian Zhao dkk., (2015) tentang aktivitas
sitotoksik dari fraksi butanol akar tumbuhan Acanthus ilicifolius terhadap cell line kanker HepG2,
HeLa, dan A-549 juga menunjukkan aktivitas sitotoksik. Berdasarkan hasil penelitian
sebelumnya belum ditemukan publikasi tentang aktivitas sitotoksik dan struktur senyawa
triterpenoid dari fraksi diklorometana daun daruju (Acanthus ilicifolius Linn.). Penelitian ini perlu
dilakukan untuk mengetahui aktivitas sitotoksik dan karakteristik senyawa triterpenoid dari fraksi
diklorometana daun daruju. Penelitian ini dilakukan melalui proses ekstraksi, pemisahan dan

75
Jurnal Kimia Khatulistiwa, Tahun 2018, 7(2): 75-81 ISSN 2303-1077

pemurnian, uji aktivitas sitotoksik terhadap sel HeLa dan karakterisasi menggunakan
spektrometer 1H-NMR.

METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah peralatan glass, botol semprot, botol vial,
bulp, blender, chamber, corong pisah, lampu UV (Vettler GMBH), neraca analitik, rotary
evaporator, seperangkat alat kolom, ELISA reader dan spektrometer 1H-NMR (Bruker Avance
II-400 MHz).
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah akuades, besi (III) klorida,
diklorometana (redestilasi), etil asetat (redestilasi), metanol (redestilasi), n-heksana (redestilasi),
reagen Liebermann-Burchard, reagen Dragendorff, reagen FeCl3 1%, reagen serium (IV) sulfat
3,34%, plat KLT silika gel 60 F254, plat KLT preparatif silika gel 60 F 254, silika gel G 60 (230-400
Mesh) untuk KVC, dan silika gel 60 (70-230 Mesh) untuk KKG.

Prosedur Kerja
Preparasi sampel
Sampel daun daruju diambil dari Kabupaten Sambas. Sebelum diekstraksi daun daruju
terlebih dahulu dikeringanginkan di dalam ruangan agar tidak terkena sinar matahari langsung.
Setelah kering kemudian dipotong kecil-kecil lalu diserbukkan dengan alat blender.

Ekstraksi dan fraksinasi


Ekstraksi daun daruju dilakukan dengan metode maserasi dengan cara sampel serbuk
kering daun daruju sebanyak 1,87 kg (Acanthus ilicifolius Linn.) dimaserasi dengan pelarut
metanol. Maserasi dilakukan selama 3x24 jam. Ekstrak kemudian disaring dan filtratnya
dikumpulkan, lalu residu dimaserasi kembali dengan pelarut metanol hingga diperoleh filtrat
jernih. Hasil dari semua filtrat kemudian dikumpulkan dan dipekatkan dengan rotary evaporator.
Ekstrak yang diperoleh selanjutnya disebut sebagai ekstrak kental metanol, dilakukan
proses partisi menggunakan beberapa pelarut organik dengan tingkat kepolaran berbeda yaitu
n-heksana, diklorometanaa dan etil asetat. Hasil partisi kemudian dipekatkan dengan alat
rotatory evaporator sehingga diperoleh fraksi n-heksana, fraksi diklorometana, fraksi etil asetat,
dan fraksi metanol.

Uji metabolit sekunder


Uji metabolit sekunder dilakukan menggunakan plat KLT dengan menotolkan fraksi
diklorometana pada plat KLT lalu di elusi dengan eluen yang sesuai. Tahap berikutnya
disemprot plat KLT dengan reagen Liebermann-Burchard (terpenoid dan steroid), reagen
Dragendorff (alkaloid), reagen FeCl3 1% (fenolik), dan reagen serium (IV) sulfat 3,3%
(flavonoid). Uji menunjukkan hasil positif dengan pola noda warna tertentu. Uji saponin
dilakukan dengan tabung reaksi.

Metode pemisahan dan pemurnian


Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Pemisahan dengan KLT digunakan untuk mencari fasa gerak terbaik yang akan digunakan
untuk kromatografi vakum cair. Pemisahan ini dilakukan dengan menontotlkan sedikit fraksi
diklorometana kedalam plat KLT lalu dielusi menggunakan eluen tertentu. Noda yang terbentuk
diamati dengan lampu UV 245 nm dan 366 nm.

Kromatografi Vakum Cair (KVC)


Eluen terbaik hasil KLT kemudian dilanjutkan untuk proses pemisahan dengan kromatografi
vakum cair (KVC) yang menggunakan silika gel 60 (230-400 Mesh). Tahap selanjutnya
dilakukan elusi dengan eluen terbaik, kemudian ditampung eluat ke dalam botol kaca sebanyak
30 mL dan dilakukan analisis KLT setelah fraksi kering.

76
Jurnal Kimia Khatulistiwa, Tahun 2018, 7(2): 75-81 ISSN 2303-1077

Kromatografi Kolom Gravitasi (KKG)


Fraksi gabungan hasil KVC yang dipilih kemudian dilanjutkan ke proses KKG menggunakan
silika gel 60 (70-230 Mesh). Tahap selanjutnya dilakukan elusi dengan eluen terbaik lalu eluat
ditampung dalam botol kaca 5 mL dan dilakukan analisis KLT setelah fraksi kering.

Kromatografi Lapis Tipis Preparatif (KLTP)


Fraksi gabungan hasil KKG yang dipilih selanjutnya ditotolkan pada plat KLT preparatif lalu
dielusi dengan eluen terbaik. Tahap selanjutnya dikeringkan plat hasil elusi lalu disinari lampu
UV 254 nm dan 366 nm untuk melihat pola noda, kemudian dikerok plat KLT dan dimasukkan
ke dalam botol kaca. Hasil pengerokan lalu dilarutkan dengan pelarut yang mudah menguap
lalu didekantasi dan filtratnya dikeringkan yang selanjutnya dilakukan analisis KLT untuk melihat
pola noda sudah tunggal.

Uji kemurnian
Uji kemurnian terhadap isolat relatif murni dilakukan dengan KLT satu dan dua dimensi.
Isolat murni jika terbentuk pola noda tunggal, selain itu dilakukan juga uji titik leleh untuk melihat
kemurnian dari isolat. Selisih 2°C menunjukkan isolat murni.

Uji sitotoksik menggunakan metode MTT


Ekstrak kasar, fraksi n-heksana, fraksi diklorometana, fraksi etil asetat, fraksi metanol dan
isolat dilakukan uji sitotoksik menggunakan metode MTT untuk melihat nilai IC 50. Nilai tersebut
kemudian digunakan untuk melihat kemampuan sitotoksik dari senyawa terhadap sel HeLa
(Kurniawan dkk., 2016).

Karakterisasi senyawa terpenoid


Isolat murni yang diperoleh dianalisis dengan instrumen spektrometer 1H-NMR (Bruker
Avance II-400 MHz).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil Ekstraksi dan Fraksinasi
Sampel daun daruju segar sebanyak 8 kg dikeringanginkan untuk menghilangkan kadar air,
kemudian diserbukkan dengan blender. Serbuk yang diperoleh seberat 1,87 kg kemudian
dimaserasi dengan metanol redestilasi sehingga diperoleh ekstrak kasar sebanyak 250,1517 g
berwarna hijau tua. Sebanyak 197,7289 g ekstrak kasar dipartisi menggunakan beberapa
pelarut organik yang tingkat kepolarannya semakin meningkat yaitu n-heksana, diklorometana,
dan etil asetat. Berikut massa dan rendemen dari fraksi yang dihasilkan dari fraksinasi.

Tabel 1. Hasil Massa dan Rendemen dari Fraksi

Fraksi Massa (gram) Rendemen (%)


n-heksana 34,5829 17,4901
Diklorometana 46,3070 23,4194
Etil asetat 44,8807 22,6981
Metanol 43,6079 22,0553

Hasil Uji Metabolit Sekunder


Berdasarkan uji metabolit sekunder, diketahui bahwa pada fraksi diklorometana positif
mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid, dan fenolik. Fraksi etil asetat, n-
heksana dan ekstrak kasar juga positif mengandung senyawa terpenoid.

Pemisahan dan Pemurnian Isolat Senyawa Aktif


Proses KVC dilakukan terhadap fraksi diklorometana menggunakan eluen terbaik dari hasil
kromatografi lapis tipis (KLT) yaitu diklorometana 100%. Adapun hasil dari proses KVC yaitu
diperoleh 30 fraksi yang selanjutnya digabungan sehingga diperoleh 8 fraksi gabungan dengan
kode FD1-FD8.

77
Jurnal Kimia Khatulistiwa, Tahun 2018, 7(2): 75-81 ISSN 2303-1077

Tabel 3. Hasil Fraksi Gabungan dari KVC

Fraksi Fraksi-fraksi yang


Berat (gram)
gabungan digabungkan
FD1 1-7 0,025
FD2 8-10 0,0396
FD3 11-13 0,5215
FD4 14-15 0,4633
FD5 16-18 0,3625
FD6 19-25 0,0548
FD7 26 0,0282
FD8 27-30 3,7202

Berdasarkan massa dan pola pemisahan yang terbaik maka fraksi FD 3 dipilih untuk
diteruskan ke tahap KKG. Proses elusi dilakukan dengan eluen diklorometana : n-heksana (8:2)
sehingga diperoleh 121 fraksi. Berdasarkan hasil KKG belum diperoleh noda yang tunggal
sehingga perlu dilakukan pemurnian lebih lanjut dengan KLT preparatif dengan menggunakan
fraksi 21-30 yang memiliki massa sebanyak 0,0612 g.
Berdasarkan pola pemisahan maka fraksi 21-30 hasil KKG digabungkan lalu dilakukan
pemurnian dengan KLT preparatif menggunakan eluen etil asetat : n-heksana (7:3).
Berdasarkan hasil KLT preparatif diperoleh 6 isolat dan isolat 6 dipilih untuk dilakukan uji
kemurnian karena memiliki noda yang tunggal dan memiliki massa 7,2 mg berbentuk amorf
berwarna kehijauan.

Hasil Uji Kemurnian


Isolat 6 dilakukan uji kemurnian menggunakan KLT satu dan dua dimensi menggunakan
beberapa eluen serta uji titik leleh. Berdasarkan uji kemurnian diperoleh hasil bahwa isolat
menunjukkan pola noda tunggal, dan memiliki titik leleh 275-277 °C. Oleh karena itu, isolat yang
relatif murni ini dilanjutkan ke tahap analisis.

Hasil Uji Sitotoksik Senyawa dari Daun Daruju Terhadap Sel HeLa
Uji sitotoksik dilakukan dengan memantau viabiltas sel yang mengalami perlakuan dan tidak
mengalami perlakuan yang didasarkan pada reduksi dari substrat tertazolium (Widiyantoro dkk.,
2013). Uji ini berdasarkan metode kolorimetrik yaitu kemampuan enzim dehidrogenase
mitokondria untuk mengkonversi MTT {(3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium bromid},
yang merupakan suatu substrat berwarna kuning yang tidak larut dalam air dan melekat pada
sel (Ismiyati dkk., 2016).

Tabel 4. Hasil Uji Sitotoksik dari Daun Daruju Terhadap Sel Kanker Leher Rahim (HeLa)

Sampel Nilai IC50 (µg/mL)


Ekstrak kasar 245,90
Fraksi n-heksana 241,82
Fraksi diklorometana 140,94
Fraksi etil asetat 152,75
Fraksi metanol 267,16
Isolat 6 88,89

Berdasarkan hasil uji sitotoksik, isolat 6 dari daun daruju diketahui memiliki nilai IC 50 sebesar
88,89 µg/mL. Menurut Prayong (2008) sitotoksisitas dari suatu senyawa dapat dikelompokkan
menjadi tiga, yaitu sitotoksik potensial jika IC 50 < 100 µg/mL; sitotoksik moderat jika 100 µg/mL
< IC50 < 1000 µg/mL dan tidak toksik jika IC50 > 1000 µg/mL. Oleh karena itu, isolat 6 memiliki
kemampuan sitotoksik potensial yang dapat menghambat pertumbuhan sel kanker leher rahim
(HeLa).

78
Jurnal Kimia Khatulistiwa, Tahun 2018, 7(2): 75-81 ISSN 2303-1077

Karakter Struktur Senyawa Sitotoksik dengan Spektrometer 1H-NMR


Karakterisasi isolat 6 dengan spektrometer NMR menunjukkan beberapa pergeseran yang
ditunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Gambar 1. Spektrum 1H-NMR isolat 6 geseran 0-2 ppm

Gambar 2. Spektrum 1H-NMR isolat 6 geseran 2-6 ppm

Hasil analisis data 1H-NMR isolat pada Gambar 1 dan Gambar 2 memperlihatkan sinyal
karakteristik untuk senyawa triterpenoid. Menurut Muharni (2010) karakteristik khas dari sinyal
1
H-NMR untuk senyawa triterpenoid yaitu adanya sinyal yang tidak terpisah baik pada daerah
dibawah 4 ppm yang merupakan proton alisiklik dari rangka dasar triterpenoid serta tidak
terlihat adanya sinyal proton pada daerah aromatik direntang 6-8 ppm.

79
Jurnal Kimia Khatulistiwa, Tahun 2018, 7(2): 75-81 ISSN 2303-1077

Informasi yang diperoleh dari data spektrum 1H-NMR isolat menunjukkan adanya 6 sinyal
proton metil pada geseran kimia (δH) : 0,60 ppm; 0,72 ppm; 0,90 ppm; 0,91 ppm; 0,97 ppm dan
1,82 ppm yang menunjukkan keberadaan proton metil yang terikat pada atom karbon dalam
lingkungan kepolaran yang berbeda. Menurut Deny (2013) munculnya 6 puncak metil tersebut
merupakan ciri dari senyawa triterpenoid. Sinyal pada daerah δ H 3,37 ppm merupakan sinyal
khas untuk proton metin pada kerangka triterpenoid yang terikat pada atom C yang mengikat
gugus hidroksi (OH). Sinyal pada daerah δ H 6,55 ppm menunjukkan proton olefin yang
tersubstitusi pada cincin siklik. Sinyal-sinyal proton dari spektrum 1H-NMR tersebut
mengindikasikan bahwa isolat diduga merupakan suatu triterpenoid.
Berdasarkan data-data spektrum 1H-NMR kerangka struktur isolat memiliki kesamaan
dengan senyawa asam 23-hidroksimangiferon yang telah diisolasi oleh Anjaneyulu dkk., (1989).
Berdasarkan data geseran kimia dan multiplisitas diperoleh kemiripan diantara isolat dengan
senyawa asam 23-hidroksimangiferon. Kesamaan diantara isolat dengan senyawa ditunjukkan
dengan adanya proton olefinik pada δH 6,55 ppm, adanya proton metin hidroksi pada δ H 3,37
ppm dan adanya 6 proton metil singlet pada rentang δ H 0,60-1,82 ppm, sehingga diduga isolat
merupakan asam 23-hidroksimangiferon.

22 24 26
21 COOH
20 23
18 25

OH
12 17 27
19 11 13 16

14 15
1 9
2 10 8

3 5 7 28
4 6
O
29 30
H3C CH3

Gambar 3. Asam 23-hidroksimangiferon

Tabel 5. Perbandingan data spektrum 1H-NMR isolat dengan asam 23-hidroksimangiferon

asam 23-hidroksimangiferon
Isolat
Posisi (Anjaneyulu dkk., 1989)
δH (multiplisitas., J, Hz) δH (multiplisitas., J, Hz)
18 0,90 (s) 0,88
19 0,60 ; 0,72 (d, J= 4 Hz) 0,30; 0,50
21 0,91 (d, J= 6 Hz) 0,91
23 3,37 (s) 3,45
24 6,55 (d, J= 8 Hz) 6,57 (1H,d)
27 1,82 (bs) 1,82 (3H,s)
28 0,97 (s) 0,98

SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa aktivitas sitotoksik
senyawa pada isolat menunjukkan nilai IC 50 sebesar 88,89 µg/mL, yang menunjukkan senyawa
tersebut tergolong dalam senyawa sitotoksik potensial terhadap sel kanker leher rahim (HeLa)
karena nilai IC50<100 µg/mL. Senyawa sitotoksik pada fraksi diklorometana daun daruju
diprediksi termasuk dalam golongan senyawa triterpenoid setelah dikarakterisasi dengan
spektrometer 1H-NMR, yang ditandai dengan adanya δH pada 0,60 ; 0,72 (d, J= 4 Hz); 0,90 (s);
0,91 (d, J= 6 Hz); 0,97 (s) dan 1,82 (bs) untuk proton metil; δH 3,37 (s) untuk proton metin
hidroksi; δH 6,55 (d, J= 8 Hz) untuk proton olefinik. Senyawa ini diprediksi sebagai asam 23-
hidroksimangiferon.

80
Jurnal Kimia Khatulistiwa, Tahun 2018, 7(2): 75-81 ISSN 2303-1077

DAFTAR PUSTAKA
Anjaneyulu, V.; Ravi,K., Harischandra, K.P. dan Connolly, J.D., 1989, Triterpenoids From
Mangiferaindica, Phytochemistry, 28,5: 1471-1477
Deny, Rudiyansyah dan Ardiningsih, P., 2013, Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Triterpenoid
dari Fraksi Kloroform Kulit Batang Durian Kura (D. testudinarum Becc.), Jurnal Kimia
Khatulistiwa, 2,1: 7-12
Ismiyati, N. Dan Nurhaeni, F., 2016, Efek Ekstrak Etanol Daun Kemangi (Ocimum sanctum L.)
Sebagai Agen Kemopreventif Pada Sel Kanker Leher Rahim HeLa Melalui Aktivitas
Sitotoksik dan Induksi Apoptosis, Media Farmasi, 13,1: 35-48
Kementrian Kesehatan RI, 2015, Situasi Penyakit Kanker, Buletin Jendela Data & Informasi
kesehatan, 1: 1-35
Loomis, T., 1978, Essential of Toxicology, Lea & Febriger, Philadelpia
Muharni, 2010, Triterpenoid Lupeol dari Manggis Hutan (Garcinia bancana Miq.), Jurnal
Penelitian Sains, 13,3: 40-45
Prayong, P., Barusrux, S., Weerapreeyakul, N., 2008, Cytotoxic Activity Csreening of Some
Indigenous Thai Plants, Fitoterapia, 79: 598-601
Riki; Ambarsari, L. dan Nurcholis, W., 2017, Potensi Antikanker Nanopartikel Ekstrak
Kurkuminoid Temulawak Terhadap Sel Line Kanker Serviks, Indonesia Natural
Research Pharmaceutical Journal, 2,1: 1-10
Septiani, G.; Slamet, B.P. dan Sutrisno, A., 2012, Aktivitas Antibakteri Ekstrak Jeruju (Acanthus
ilicifolius) Terhadap Pertumbuhan Vibrio herveyi Secara in vitro, J. Veteriner, 13,3: 257-
262
Smitha, R. B.; Madhusoodanan, P.V. dan Prakashkumar, R., 2014, Acticancer Activity Of
Acanthus ilicifolius Linn. From Chettuva Mangroves, Kerala, India, International Journal
of Bioassays, 3,11: 3452-3455
Widiyantoro, A., Usman, T., Meiyanto, E. dan Matsjeh, A., 2013, Cytotoxic Activity of Crude
Extracts and Fractions from Irvingia malayana, IOSR Journal of Pharmacy, 3,4: 05-08
Zhao, D., Xie, L., Yu, L., An, N., Na, W., Chen, F., Li, Y., Tan, Y., dan Zhang, X., 2015, New 2-
Benzoxazolinone Derivatives with Cytotoxic Activities from Root of Acanthus ilicifolius,
Chem.Pharm.Bull, 63,12: 1087-1090

81

Anda mungkin juga menyukai