Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN AKHIR

FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

BAB 3
KAJIAN LITERATUR

Evaluasi lahan adalah proses pendugaan tingkat kesesuaian lahan untuk berbagai
alternatif penggunaan lahan, baik untuk pertanian, kehutanan, pariwisata, konservasi
lahan, atau jenis penggunaan lainnya.

Evaluasi lahan dapat dilaksanakan secara manual ataupun secara komputerisasi.


Secara komputerisasi, penilaian dan pengolahan data dalam jumlah besar dapat
dilaksanakan dengan cepat, dimana ketepatan penilaiannya sangat ditentukan oleh
kualitas data yang tersedia serta ketepatan asumsi-asumsi yang digunakan.

3.1. Pengertian Dasar


Dalam evaluasi lahan perlu dipahami istilah-istilah yang digunakan, baik yang
menyangkut keadaan sumberdaya lahan, maupun yang berkaitan dengan
kebutuhan atau persyaratan tumbuh tanaman. Berikut diuraikan beberapa istilah
yang digunakan dalam evaluasi lahan, antara lain pengertian lahan, penggunaan
lahan, karakteristik lahan, kualitas lahan, dan persyaratan penggunaan lahan.

3.2. Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian
lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi dan keadaan
vegetasi alami (natural vegetation) yang secara potensial berpengaruh terhadap
penggunaan lahan (FAO, 1976). Lahan dalam pengertian yang lebih luas termasuk
yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktivitas flora, fauna dan manusia, baik di
masa lalu maupun saat sekarang, seperti lahan rawa dan pasang surut yang telah
direklamasi atau tindakan konservasi tanah pada suatu lahan tertentu. Penggunaan
lahan secara optimal perlu dikaitkan dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal
3-1
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

tersebut disebabkan adanya keterbatasan penggunaan lahan, bila dihubungkan


dengan pemanfaatan lahan secara lestari dan berkesinambungan.

Pada peta tanah atau peta sumberdaya lahan, lahan dinyatakan sebagai satuan
peta yang dapat dibedakan berdasarkan sifat-sifatnya, seperti iklim, landform
(termasuk litologi, topografi/relief), tanah dan/atau hidrologi. Pemisahan satuan
lahan/tanah sangat penting untuk keperluan analisis dan interpretasi
potensi/kesesuaian lahan bagi suatu tipe penggunaan lahan (Land Utilization Types
= LUTs).

Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan yang dirinci ke dalam kualitas
lahan, dimana masing-masing kualitas lahan dapat terdiri atas satu atau lebih
karakteristik lahan (FAO, 1983). Beberapa karakteristik lahan umumnya mempunyai
hubungan satu sama lain. Kualitas lahan akan berpengaruh terhadap jenis
penggunaan dan/atau pertumbuhan tanaman dan komoditas lain yang berbasis
lahan (peternakan, perikanan, kehutanan).

3.2.1. Penggunaan Lahan


Penggunaan lahan adalah pemanfaatan sebidang lahan untuk tujuan tertentu.
Penggunaan lahan untuk pertanian secara umum dapat dibedakan atas penggunaan
lahan semusim, tahunan dan permanen. Penggunaan lahan semusim diarahkan
untuk tanaman musiman. Pola tanam yang diterapkan dapat berupa rotasi atau
tumpang sari, dan panen dapat dilakukan setiap musim dengan periode kurang dari
setahun. Penggunaan lahan tahunan merupakan penggunaan lahan jangka panjang
yang pergiliran tanamannya dilakukan setelah tanaman pertama secara ekonomi
tidak menguntungkan lagi, seperti pada perkebunan. Sedangkan penggunaan lahan
permanen merupakan penggunaan lahan yang tidak diusahakan untuk pertanian,
seperti hutan, daerah konservasi, perkotaan, desa dan lain-lain.

Dalam Juknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian (Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 2003) disajikan persyaratan penggunaan lahan 121
komoditas pertanian yang dibedakan atas kelompok tanaman pangan, kelompok
tanaman hortikultura, kelompok tanaman perkebunan, kelompok tanaman rempah
3-2
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

dan obat, kelompok tanaman kehutanan, kelompok tanaman hijauan pakan ternak
dan lahan penggembalaan serta perikanan air payau.

Dalam evaluasi lahan, penggunaan lahan dapat dipandang sebagai tipe


penggunaan lahan, yaitu penggunaan lahan yang lebih spesifik (FAO, 1976) karena
dikaitkan dengan pengelolaan, masukan (input) dan keluaran yang diharapkan
(output). Tipe penggunaan lahan bukan merupakan tingkat kategori dari klasifikasi
penggunaan lahan, akan tetapi merupakan penggunaan lahan tertentu yang
tingkatannya di bawah kategori penggunaan lahan secara umum karena berkaitan
dengan aspek masukan, teknologi dan keluarannya.

Secara detil, tipe penggunaan lahan dapat dibedakan menggunakan 11 attribute tipe
penggunaan lahan (FAO, 1976) seperti yang disajikan pada Tabel 3.1. Berdasarkan
sistem dan modelnya, tipe penggunaan lahan dapat dibedakan atas multiple dan
compound.

A. Multiple
Merupakan tipe penggunaan lahan yang di dalamnya diusahakan lebih dari satu
komoditas secara serentak pada sebidang lahan. Setiap penggunaan lahan
memerlukan masukan dan keluaran masing-masing. Contoh, kelapa yang ditanam
bersamaan dengan kakao atau kopi di sebidang lahan.

B. Compound
Pada tipe penggunaan lahan compound, diusahakan lebih dari satu komoditas
dalam sebidang lahan. Untuk tujuan evaluasi dianggap sebagai unit tunggal.
Perbedaan jenis penggunaan lahan dapat terjadi pada suatu sekuen atau urutan
waktu, dalam hal ini tanaman diusahakan secara rotasi atau serentak pada areal
yang berbeda pada sebidang lahan yang dikelola oleh unit organisasi yang sama.
Sebagai contoh suatu perkebunan besar yang mempunyai areal yang terpisah (satu
blok/petak) digunakan untuk tanaman karet, dan blok/petak lainnya untuk kelapa
sawit. Kedua komoditas ini dikelola oleh suatu perusahaan yang sama.

3-3
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

Tabel 3.1.
Sebelas Attribute Tipe Penggunaan Lahan

No Attribute TPL Keterangan


1. Hasil Keuntungan dari usahatani
2. Orientasi pasar Tujuan produksi (komersil atau subsisten atau
skala rumah tangga)
3. Intensitas modal Besarnya modal yang digunakan
4. Intensitas tenaga kerja Jumlah tenaga kerja
5. Pengolahan lahan Dilakukan oleh manusia, mesin atau hewan
6. Pengetahuan teknis Tingkat pengetahuan petani
dan budaya petani
7. Teknologi pengelolaan Penggunaan varietas, pemupukan,
lahan pemberantasan hama dan penyakit,
pengelolaan bahan organik, kotoran hewan,
8. Kebutuhan dll.
Kebutuhan terhadap prasarana produksi
9. infrastruktur
Luas lahan usahatani Luas lahan usahatani
10. Status kepemilikan Kondisi lahan usaha (milik sendiri atau
11. lahan
Tingkat pendapatan kelompok, sewa)
Penghitungan pendapatan (perkapita, petani
atau unit area)

Sumber: FAO (1976)

3.2.2. Karakteristik Lahan


Karakteristik lahan adalah sifat lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Dari
beberapa pustaka disebutkan bahwa penggunaan karakteristik lahan untuk
keperluan evaluasi lahan bervariasi. Pada Juknis ini, karakteristik lahan yang
digunakan dalam menilai lahan adalah temperatur rata-rata tahunan, curah hujan
(tahunan atau pada masa pertumbuhan), kelembaban udara, drainase, tekstur,
bahan kasar, kedalaman efektif, kematangan dan ketebalan gambut, KTK, KB, pH,
C organik, total N, P2O5, K2O, salinitas, alkalinitas, kedalaman sulfidik, lereng,
batuan di permukaan, singkapan batuan, bahaya longsor, bahaya erosi serta tinggi
dan lama genangan. Uraian masing- masing karakteristik lahan disajikan pada Tabel
3.2.

3-4
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

Tabel 3.2.
Karakteristik Lahan yang Digunakan dalam Evaluasi Lahan untuk Komoditas
Pertanian
No Karakteristik Lahan Uraian
1. Temperatur rata-rata : suhu udara rata-rata tahunan (°C)
tahunan
2. Curah hujan : jumlah curah hujan tahunan atau curah hujan pada masa
pertumbuhan (mm)
3. Kelembaban udara : merupakan tingkat kebasahan udara atau jumlah uap air
yang di udara (%).
4. Drainase : merupakan pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah
terhadap aerasi udara dalam tanah
5. Tekstur : perbandingan butir-butir pasir (0,05 - 2,0 mm), debu
(0,002 - 0,05 mm) dan liat (< 0,002 mm)
6. Bahan kasar : bahan yang berukuran > 2 mm (%)
7. Kedalaman efektif : kedalaman lapisan tanah yang dapat dimanfaatkan untuk
perkembangan perakaran tanaman (cm)
8. Kematangan gambut : tingkat kandungan serat, dimana semakin tinggi
kandungan serat, maka semakin rendah tingkat
kematangan gambut. Tingkat kematangan gambut
dibedakan atassaprik (matang), setengah matang
(hemik), dan belum matang (fibrik)
9. Ketebalan gambut : tebal lapisan gambut (cm)
10 KTK tanah : kemampuan tanah mempertukarkan kation (me/100 g
. tanah)
11 Kejenuhan Basa : jumlah basa-basa terekstrak NH4OAc pada setiap 100 g
. (KB) contoh tanah
12 pH tanah : merupakan [H+] di dalam larutan tanah, semakin tinggi
. [H+], maka nilai pH semakin masam, sebaliknya semakin
rendah [H+], maka pH semakin basis
13 C organik : kandungan karbon organik di dalam tanah (%)
.
14 Total N : total kandungan N dalam tanah (%)
.
15 P2O5 : kandungan P2O5 terekstrak HCl 25% dalam tanah
. (mg/100 g tanah)
16 K2O : kandungan K2O terekstrak HCl 25% dalam tanah
. (mg/100 g tanah)
17 Salinitas : besarnya kandungan garam mudah larut dalam tanah
. yang dicerminkan oleh daya hantar listrik (mmhos/cm)
18 Alkalinitas : besarnya kandungan sodium (Na) dapat tukar (%)
.
19 Kedalaman sulfidik : kedalaman bahan sulfidik diukur dari permukaan tanah
. sampai batas atas lapisan sulfidik (cm)
20 Lereng : kemiringan lahan (%)
.
21 Batuan di Singkapan : volume batuan yang dijumpai di permukaan tanah
. batuan permukaan (%)volume batuan yang muncul ke
permukaan tanah (%)
22 Bahaya longsor : merupakan pergerakan masa batuan atau tanah

3-5
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

.
23 Bahaya erosi : jumlah tanah hilang dari suatu lahan, diprediksi
. menggunakan rumus USLE (ton/ha/tahun)
24 Genangan : menyatakan tinggi dan lama genangan (cm/bulan)

Setiap satuan peta lahan/tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei dan pemetaan
sumberdaya lahan mempunyai karakteristik-karakteristik yang dapat dirinci dan
diuraikan sebagai karakteristik lahan, baik berupa karakteristik tanah maupun fisik
lingkungannya. Data tersebut digunakan untuk keperluan interpretasi dan evaluasi
lahan bagi komoditas tertentu, serta keperluan lainnya seperti penilaian tingkat
bahaya erosi, dsb.

Karakteristik lahan yang digunakan dalam evaluasi dapat bersifat tunggal maupun
bersifat lebih dari satu karena mempunyai interaksi satu sama lain. Karenanya
dalam interpretasi perlu mempertimbangkan atau membandingkan lahan dengan
penggunaannya dalam pengertian kualitas lahan. Sebagai contoh kualitas lahan
ketersediaan air ditentukan oleh bulan kering dan curah hujan/tahun, tetapi air yang
tersedia untuk tanaman juga tergantung pada kualitas lahan lain, seperti media
perakaran (tekstur dan kedalaman efektif).

3.2.3. Kualitas Lahan


Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau attribute yang bersifat kompleks dari
sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan (performance) yang
berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri
atas satu atau lebih karakteristik lahan. Kualitas lahan ada yang dapat diestimasi
atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan dari
pengertian karakteristik lahan (FAO, 1976).

Dalam evaluasi lahan sering kali kualitas lahan tidak digunakan, tetapi langsung
menggunakan karakteristik lahan (Driessen, 1971; Staf PPT, 1983) karena
keduanya dianggap mempunyai nilai yang sama. Kualitas lahan dapat berpengaruh
positif atau negatif terhadap penggunaan lahan tergantung pada sifat-sifatnya.
Kualitas lahan berpengaruh positif, apabila mempunyai sifat-sifat yang

3-6
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

menguntungkan bagi suatu penggunaan. Sebaliknya, kualitas lahan berpengaruh


negatif, apabila mempunyai sifat- sifat yang merugikan bagi penggunaan, sehingga
merupakan faktor penghambat atau pembatas. Setiap kualitas lahan dapat
berpengaruh terhadap satu atau lebih jenis penggunaan lahan. Demikian pula, satu
jenis penggunaan lahan akan dipengaruhi oleh berbagai kualitas lahan. Contoh
ketersediaan air bagi tanaman dipengaruhi oleh iklim, topografi, drainase, tekstur,
struktur, dan konsistensi tanah, zone perakaran dan bahan kasar (batu, kerikil) di
dalam penampang tanah.

Dalam Juknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian (Balai Besar Penelitian
dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, 2003), kualitas lahan yang digunakan untuk evaluasi
lahan adalah temperatur, ketersediaan air, media perakaran, retensi hara, hara
tersedia, toksisitas, sodisitas, bahaya sulfidik, bahaya erosi, bahaya baan hara,
kemudahan pengolahan, terrain, potensi mekanisasi, tingkat bahaya erosi dan
bahaya banjir. Kualitas lahan yang digunakan disajikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3.
Kualitas Lahan Yang Digunakan Dalam Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian

No Kualitas Lahan Uraian


1 Temperatur (tc) : ditentukan oleh temperatur rata-rata tahunan
2 Ketersediaan air (wa) : ditentukan oleh curah hujan (tahunan dan curah hujan
pada masa pertumbuhan), kelembaban udara dan zona
agroklimat
3 Ketersediaan oksigen : ditentukan oleh drainase (oa)
4 Media perakaran (rc) : ditentukan oleh drainase, tekstur, bahan kasar,
kedalaman efektif, kematangan serta ketebalan gambut
5 Retensi hara (nr) : ditentukan oleh KTK tanah, KB, pH dan C organik
6 Hara tersedia (na) : ditentukan oleh total N, P2O5 dan K2O
7 Toksisitas (xc) : ditentukan oleh salinitas
8 Sodisitas (xn) : ditentukan oleh alkalinitas
9 Bahaya sulfidik (xs) : ditentukan oleh kedalaman sulfidik
10 Tingkat bahaya erosi : ditentukan oleh bahaya erosi dan kedalaman tanah (eh)
11 Bahaya/ banjir : ditentukan oleh tinggi dan lama genangan genangan (fh)
genangan (fh)
12 Penyiapan lahan (lp) : Ditentukan oleh batuan di permukaan dan singkapan
batuan

3-7
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

3.2.4. Persyaratan Penggunaan Lahan


Semua komoditas pertanian memerlukan persyaratan penggunaan lahan untuk
dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Untuk memudahkan dalam
pelaksanaan evaluasi, persyaratan penggunaan lahan perlu dikaitkan dengan
kualitas dan karakteristik lahan. Persyaratan penggunaan lahan untuk masing-
masing komoditas pertanian umumnya berbeda, namun beberapa ada yang sama.

Persyaratan penggunaan lahan yang dibutuhkan oleh masing-masing komoditas


pertanian (tanaman hortikultura) memiliki batas kisaran minimum, optimum dan
maksimum pada setiap karakteristik lahan. Kisaran tersebut dapat dilihat pada
lampiran. Kualitas lahan yang optimum bagi pertumbuhan tanaman atau
penggunaan lahan merupakan batasan bagi kelas kesesuaian lahan paling sesuai
(S1). Sedangkan kualitas lahan di bawah optimum merupakan batasan bagi kelas
kesesuaian lahan cukup sesuai (S2), dan/atau sesuai marginal (S3). Di luar batasan
tersebut merupakan lahan-lahan yang secara fisik tergolong tidak sesuai (N).

3.3. Klasifikasi Kesesuaian Lahan


Kesesuaian lahan adalah kecocokan sebidang lahan untuk penggunaan tertentu.
Sebagai contoh lahan sangat sesuai untuk sawah irigasi, lahan cukup sesuai untuk
pertanian tanaman tahunan atau pertanian tanaman semusim. Kesesuaian lahan
tersebut dapat dinilai untuk kondisi saat ini (present) atau setelah diadakan
perbaikan (improvement). Secara spesifik, kesesuaian lahan adalah kesesuaian
sifat-sifat fisik lingkungan, yaitu iklim, tanah, topografi, hidrologi dan/atau drainase
untuk usahatani atau komoditas tertentu yang produktif.

Pengertian kesesuaian lahan (land suitability) berbeda dengan kemampuan lahan


(land capability). Kemampuan lahan lebih menekankan kepada kapasitas lahan
untuk digunakan untuk berbagai penggunaan lahan secara umum. Artinya, semakin
banyak penggunaan lahan yang dapat dikembangkan atau diusahakan di suatu
wilayah, maka kemampuan lahan tersebut semakin tinggi. Sebagai contoh, suatu
lahan mempunyai topografi atau relief datar, tanah dalam, tidak terkena bahaya
banjir dan iklim cukup basah, maka kemampuan lahan tersebut tergolong cukup baik
untuk pengembangan tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Namun, jika

3-8
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

kedalaman tanah < 50 cm, lahan tersebut hanya mampu dikembangkan untuk
tanaman semusim atau tanaman lain yang mempunyai perakaran dangkal.
Sedangkan kesesuaian lahan adalah kecocokan dari sebidang lahan untuk tipe
penggunaan tertentu, sehingga perlu mempertimbangkan aspek manajemennya.
Misalnya padi sawah irigasi, sawah pasang surut, ubi kayu, kedelai, perkebunan
kelapa sawit, hutan tanaman industri akasia atau meranti.

3.3.1. Struktur Klasifikasi Kesesuaian Lahan


Struktur klasifikasi kesesuaian lahan yang digunakan pada dasarnya mengacu pada
Framework of Land Evaluation (FAO, 1976) dengan menggunakan 4 kategori, yaitu
ordo, kelas, subkelas dan unit. Dalam pemetaan tanah tingkat semi detil, klasifikasi
kesesuaian lahan dilakukan sampai tingkat subkelas.

Ordo : Menggambarkan kesesuaian lahan secara umum. Pada tingkat


ordo kesesuaian lahan dibedakan atas lahan tergolong sesuai (S)
dan lahan tergolong tidak sesuai (N).
Kelas : Menggambarkan tingkat kesesuaian lahan dalam ordo. Pada
tingkat kelas, lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan atas
lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal
(S3). Sedangkan lahan tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak
dibedakan.
 Kelas sangat sesuai (S1) : Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang
berarti atau nyata terhadap penggunaan
berkelanjutan, atau hanya mempunyai faktor
pembatas yang bersifat minor dan tidak
mereduksi produktivitas lahan secara nyata.
 Kelas cukup sesuai (S2) : Lahan mempunyai faktor pembatas yang
mempengaruhi produktivitasnya, memerlukan
tambahan masukan (input). Pembatas
tersebut umumnya masih dapat diatasi oleh
petani.
 Kelas sesuai marginal (S3) : Lahan mempunyai faktor pembatas berat
yang mempengaruhi produktivitasnya,
memerlukan tambahan masukan yang lebih

3-9
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

banyak dari lahan tergolong S2. Untuk


mengatasi faktor pembatas pada S3
diperlukan modal tinggi, sehingga perlu
bantuan atau intervensi pemerintah atau pihak
swasta karena petani tidak mampu
mengatasinya.
 Kelas tidak sesuai (N) : Lahan yang tidak sesuai (N) karena
mempunyai faktor pembatas yang sangat
berat dan/atau sulit diatasi.
Subkelas : Menggambarkan tingkat kesesuaian lahan dalam kelas. Kelas
kesesuaian lahan dapat dibedakan atas subkelas kesesuaian
lahan berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan yang menjadi
faktor pembatas terberat. Sebaiknya jumlah faktor pembatas
maksimum dua. Tergantung pengaruh faktor pembatas dalam
subkelas, kelas kesesuaian lahan yang dihasilkan dapat diperbaiki
sesuai dengan masukan yang diperlukan.
Unit : Menggambarkan tingkat kesesuaian lahan dalam subkelas yang
didasarkan pada sifat tambahan yang berpengaruh terhadap
pengelolaannya. Semua unit yang berada dalam satu subkelas
mempunyai tingkatan yang sama dalam kelas dan mempunyai
jenis pembatas yang sama pada tingkatan subkelas. Unit yang
satu berbeda dari unit yang lainnya dalam sifat-sifat atau aspek
tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan merupakan
pembedaan dari faktor pembatasnya. Dengan diketahuinya
pembatas tingkat unit, maka akan memudahkan penafsiran secara
detil dalam perencanaan usahatani. Contoh, Kelas S3r1 dan S3r2,
keduanya mempunyai kelas dan subkelas yang sama dengan
faktor penghambat yang sama, yaitu kedalaman efektif, namun
unit berbeda. Unit 1 mempunyai kedalaman efektif sedang (50 - 75
cm), dan Unit 2 mempunyai kedalaman efektif dangkal (< 50 cm).
Dalam praktek evaluasi lahan, kesesuaian lahan pada kategori
unit ini jarang digunakan.

3.3.2. Macam Kesesuaian Lahan

3-10
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

Menurut FAO (1976) dikenal dua macam kesesuaian lahan, yaitu kesesuaian lahan
kualitatif dan kesesuaian lahan kuantitatif. Masing-masing kesesuaian lahan tersebut
dapat dinilai secara aktual maupun potensial, atau yang disebut juga kesesuaian
lahan aktual dan kesesuaian lahan potensial. Kesesuaian lahan kualitatif adalah
kesesuaian lahan yang hanya didasarkan pada kondisi fisik lahan, tanpa
memperhitungkan secara tepat produksi, masukan dan keuntungan yang dapat
diperoleh. Kesesuaian lahan kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang tidak hanya
didasarkan pada kondisi fisik lahan, akan tetapi juga telah mempertimbangkan
aspek ekonomi, seperti input-output atau cost-benefit.

Kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan yang dihasilkan oleh penilaian
berdasarkan kondisi lahan saat ini (actual land suitability), tanpa masukan
perbaikan. Sedangkan kesesuaian lahan potensial (potensial land suitability) adalah
kesesuaian lahan yang dihasilkan pada kondisi lahan telah diberikan masukan
perbaikan, seperti pemupukan, pengairan atau terasering, tergantung jenis faktor
pembatasnya.

3.4. Tanaman Hortikultura


Hortikultura merupakan istilah untuk menyebut beberapa jenis tanaman yang bisa
dibudidayakan. Kata “hortikultura” sendiri berasal dari bahasa latin, yaitu: “hortus”
(tanaman kebun) dan “cultura/colere” (budidaya).

Jadi hortikultura bisa diartikan sebagai budidaya tanaman yang dilakukan di kebun
atau pekarangan. Jadi boleh juga ditanam di lahan – lahan sempit. Pastinya hasil
tanaman ini bisa memberikan keuntungan bagi kita, karena bisa dikonsumsi sendiri
maupun untuk di jual.

Jenis tanaman hortikultura terbagi menjadi 5 bagian, yakni:


1. Tanaman buah / frutikultur
2. Tanaman sayuran / olerikultura
3. Tanaman bunga / florikultura
4. Tanaman obat / biofarmaka
5. Taman / lansekap

3-11
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

3.4.1. Tanaman buah / frutikultur


Tanaman buah merupakan jenis tanaman yang mampu dipanen untuk diambil
buahnya. Tanaman ini merupakan tanaman musiman karena tidak setiap kali
berbuah. Namun, ada juga tanaman buah yang hanya dapat berbuah dalam satu
periode saja, seperti semangka dan melon. Contoh tanaman yang berbuah musiman
adalah rambutan, mangga, jeruk dan beberapa jenis buah lainnya.

Gambar 3.1
Tanaman buah / frutikultur

3.4.2. Tanaman sayuran/ olerikultura


Tanaman sayuran banyak sekali dijumpai di sekitar kita, karena kita pasti sangat
butuh sayuran untuk dikonsumsi. Menanam sayuran juga mudah, kita dapat
menanam sayur di lahan yang sempit seperti pekarangan rumah. Sayuran dapat
ditanam secara musiman dana secara tahunan. Tanaman yang tumbuh di musim
tertentu misalnya bawang merang, bawang putih, wortel, kangkung, lobak, kol,
kubis, dan tomat. Sayuran tahunan merupakan sayuran yang bisa ditanam
sepanjang tahun tanpa terikat dengan lingkungan atau jenis musim. Contoh sayuran
ini adalah melinjo, jengkol, dan petai.

3.4.3. Tanaman bunga/ florikultura


Tanaman bunga merupakan jenis tanaman yang biada digunakan sebagai tanaman
hias. Jenis bunga sangat beraneka ragam.Cara penanamannya pun sangat
3-12
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

beragam, ditanam di pot seperti bunga mawar, melati, bunga kenanga dan beberapa
jenis bunga lainnya. Ada yang menempel di kulit pohon seperti bunga anggrek.
Bunga akan menambah estetika suasan taman atau pun ruangan.

Gambar 3.2
Tanaman bunga/ florikultura

3.4.4. Tanaman obat / biofarmaka


Tanaman obat merupakan tumbahan yang mengandung senyawa yang bermanfaat
untuk mencegah dan menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tanaman ini
diyakini oleh nenek moyang kita berabad – abad tahun lamanya. Tanaman obat saat
ini telah berkembang di masyarakat dengan banyaknya dibudidayakan Tanaman
Obat Keluarga, atau biasa disingkat dengan TOGA. Terdapat banyak jenis tanaman
yang dapat dijadikan sebagai obat, antara lain jahe, kunyit, daun dewa, daun sirsak,
daun sirsak. Tanaman obat sendiri dibedakan atas 2 jenis, yakni:
 Tanaman obat non rimpang yaitu tanaman obat yang berasal dari buah,
bunga, daun, batang maupun akar. Seperti: lidah buaya, mahkota dewa, kulit
manggis, kayu manis dan lain sebagainya.
 Tanaman obat rimpang adalah tanaman obat yang berasal dari rimpang/umbi
tanaman. Contoh tanaman jenis temu (seperti temu lawak), jahe, lengkuas,
kunyit, kencur dan lain sebagainya.

3.4.5. Taman / lanskap


Taman atau lanskap merupakan tanaman yang ditanam pada lahan yang membuat
nilai keindahan tempat bertambah. Beberapa contoh taman yakni taman bergaya

3-13
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

Bali, taman gaya Jawa, taman gaya Perancis, taman gaya Jepang dan lain
sebagainya.

3.5. Jenis Tanah Yang Cocok Untuk Hortikultura


Jenis tanah yang cocok untuk hortikultura, merupakan jenis lahan tanam yang ideal
bagi pertumbuhan tanaman kelompok hortikultura. Nah, hortikultura sendiri
merupakan istilah yang dipakai untuk tanaman sayuran, buah, hias dan juga
tanaman obat. Seiring dengan perkembangan zaman, tanaman hortikultura menjadi
salah satu kebutuhan pokok manusia terutama dalam memenuhi kebutuhan nutrisi
bagi tubuh. Jenis tanaman hortikultura juga banyak dibudidayakan oleh para petani
kita baik dengan metode pertanian konvensional hingga pertanian modern dengan
menggunakan sistem hidroponik.

Tanaman hortikultura sendiri dapat tumbuh dengan baik jika ditanam pada wilayah
yang sesuai dan juga jenis tanah yang tepat. Nah, oleh sebab itu dalam kesempatan
ini penulis akan membahas mengenai Jenis tanah yang cocok untuk hortikultura –
karakteristik secara umum.

3.5.1. Tanah Alluvial


Tanah alluvial terbentuk karena adanya endapan lumpur yang terbawa oleh aliran
sungai. Karena hal tersebutlah maka jenis tanah ini akan banyak sekali ditemukan
pada daerah hilir sungai sebab sebagaimana kita tahu bahwa aliran sungai selalu
mengalir dari hulu ke hilir. Tanah alluvial memiliki warna tanah yakni coklat hingga
kelabu dan memiliki tekstur yang lepas lepas.

Tanah alluvial sendiri merupakan jenis tanah yang paling ideal dipakai sebagai tanah
pertanian. Hal ini dikarenakan tekstur tanah alluvial yang lembut sehingga mudah
dilakukan pengolahan tanah karena tidak membutuhkan tenaga ekstra. Selain jenis
tanaman hortikultura seperti jagung, sayuran dan tanaman buah jenis tanah alluvial
juga cocok untuk ditanami tanaman palawija, tembakau dan tebu. Persebaran tanah
alluvial sendiri tersebar merata dari daerah Kalimantan, Sumatera, Jawa hingga
Papua.

3-14
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

3.5.2. Tanah Andosol


tanah ini terbentuk akibat dari adanya aktivitas vulkanisme yang disebabkan oleh
aktivitas vulkanis gunung berapi. Hal ini;ah yang menyebabkan tanah andosol
sangat subur dan merupakan tanah yang sangat baik untuk ditanami tanaman. Tidak
hanya tanaman hortikultura, tanah andosol cocok hampir untuk semua jenis
tanaman. Tanah andosol memiliki warna cokelat keabu abuan sebagimana jenis
tanaman yang cocok di tanah merah. Tanah andosol sangat subur disebabkan
karena kandungan mineral, unsur hara dan juga air yang cukup sehingga sangat
baik dalam mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Tanah andosol
tersebar di daerah yang wilayahnya terdapat gunung berapi. Daerah daerah tersebut
diantaranya adalah Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan wilayah Sumatera.

3.5.3. Tanah Entisol


Tanah entisol sendiri sebanarnya masih bersaudara dengan tanah andosol akan
tetapi jenis tanah ini berasal dari material yang dikeluarkan oleh letusan gunung
berapi seperti pasir, lahar, debu dan lapili. Meskipun tergolong tipe tanah yang
masih muda, tanah ini termasuk kedalam jenis tanah yang cukuo subur terutama
untuk ditanami tanaman hortikultura. Secara garis besar, tanah entisol banyak
ditemukan didaerah yang pernah mengalami letusan gunung berapi seperti daerah
pasir yang terdapat di wilayah pantai Parangtritis, Yogyakarta. Sama halnya dengan
tanah andosol untuk persebaran tanah entisol juga terdapat pada daerah yang
disekitarnya terdapat gunung gunung berapi baik yang masih aktif atau tidak dan
pernah mengalami letusan.

3.5.4. Tanah Organosol


Tanah ini terbentuk dari pelapukan bahan organik yang biasanya banyak ditemukan
pada daerah rawa rawa serta daerah yang banyak digenangi air. Tanah organosol
sendiri terbagi menjadi dua jenis yakni gambut dan humus. Untuk tanah yang cocok
ditanami tanaman hortikultura adalah jenis tanah humus, untuk tanah gambut relatif
hanya dapat ditanami oleh tanaman kelapa sawit. Tanah humus memiliki kandungan
bahan organik yang tinggi karena pada awal terbentuknya tanah ini berasal dari
pelapukan bahan organik yakni tanaman yang sudah mati.

3-15
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

Tanah humus relatif berwarna hitam yang menunjukkan betapa tanah ini sangat
subur dan sangat cocok untuk diolah menjadi lahan pertanian. Persebaran tanah
humus berada pada daerah yang ditumbuhi banyak hutan seperti wilyah Kalimantan,
Jawa, Sumatera, papua dan sebagian wilayah Sulawesi.
3.5.5. Tanah Regosol
Tanah regosol merupakan jenis tanah yang berasal dari material yang dikeluarkan
oleh aktivitas ledakan gunung berapi namun belum mengalami perkembangan yang
sempurna. Memiliki tekstur yang kasar dan juga memiliki kandungan bahan organik
yang rendah sehingga relatif kurang subur. Meskipun demikian tanah ini masih relatif
dapat ditanami terutama untuk jenis tanaman hortikultura sayuran, serta tanaman
palawija, tebu, tembakau dan padi tentunya. Perlu dicatat bahwa untuk jenis tanah
regosol ini dikarenakan tingkat kesuburannya yang relative rendah maka sangat
membutuhkan pemeliharaan dan perawatan yang khusus.

Seperti misalnya pemupukan yang harus dilakukan secara intensif, hal ini adalah
upaya untuk menambahkan kembali unsur hara kedalam tanah. Sehingga tanaman
yang ditanam nantinya akan memiliki pertumbuhan dan perkembangan yang baik.
Sehingga tentunya akan menghasilkan hasil panen yang optimal. Adapun
pesebarannya di wilayah Bali, Jawa, Sumatera, Bengkulu dan Nusa Tenggara.

3.6. Hakikat Sistem Informasi Geografi


Sistem Informasi Geografi merupakan suatu bidang kajian ilmu yang relatif baru
yang dapat digunakan oleh berbagai bidang disiplin ilmu sehingga berkembang
dengan sangat cepat. Sistem Informasi Geografi sebagai kumpulan yang terorganisir
dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang
dirancang secara efisien untuk memperoleh, menyimpan, mengmuhktahirkan,
memanipulasi, menganalisis dan menampilkan semua bentuk informasi yang
mempunyai referensi geografi.

Pengertian SIG secara luas adalah sistem manual dan atau komputer yang
digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola dan menghasilkan
informasi yang mempunyai rujukan spatial atau geografis. Banyak para ahli
mencoba mendefinisikan SIG secara lebih operasional, misal Burrough (1986)
3-16
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

mengemukakan bahwa SIG adalah seperangkat alat (tools) yang bermanfaat untuk
pengumpulkan, penyimpanan, pengambilan data yang dikehendaki, pengubahan
dan penayangan data keruangan yang berasal dari gejala nyata di permukaan bumi.
Arronof (1989) dalam bahasa yang lebih lugas mendefinikan SIG sebagai suatu
“sistem” berbasis komputer yang memberikan empat kemampuan untuk menangani
data bereferensi geografis, yakni pemasukan, pengelolaan atau manajemen data
(penyimpanan dan pengaktifan kembali), manipulasi dan analisis, dan keluaran.

Menurut Esri (1990) SIG adalah kumpulan yang terorganisisr dari perangkat keras
komputer, perangkat lunak, data geografi dan personil yang dirancang secara efisien
untuk memperoleh, menyimpan, mengupdate, memanipulasi, menganalisis dan
menampilkan semua bentuk informasi yang bereferensi geografi.

Menurut Gistut (1994) SIG adalah sistem yang dapat mendukung pengambilan
keputusan spasial dan mampu mengintegrasikan deskripsi-deskripsi lokasi dengan
karakteristik-karakteristik fenomena yang ditemukan dilokasi tersebut. SIG yang
lengkap mencakup metodologi dan teknologi yang diperlukan yaitu data spasial,
perangkat keras, perangkat lunak dan struktur organisasi.

Sedangkan menurut Murai (1999), SIG sebagai sistem informasi yang digunakan
untuk memasukkan, menyimpan, memanggil kembali, mengolah, menganalisis dan
menghasilkan data bereferensi geografis atau data geospatial, untuk mendukung
pengambilan keputusan dalam perencanaan dan pengelolaan penggunaan lahan,
sumber daya alam, lingkungan, transportasi, fasilitas kota, dan pelayanan umum
lainnya. Pemanfaatan dan penggunaan lahan merupakan bagian kajian geografi
yang perlu dilakukan dengan penuh pertimbangan dari berbagai segi. Tujuannya
adalah untuk menentukan zonifikasi lahan yang sesuai dengan karakteristik lahan
yang ada. Misalnya, wilayah pemanfaatan lahan di kota biasanya dibagi menjadi
daerah pemukiman, industri, perdagangan, perkantoran, fasilitas umum,dan jalur
hijau.

Dari berbagai definisi tersebut dapat ditarik suatu benang merah bahwa di dalam
SIG tercermin adanya: (1) pemrosesan data spasial dalam bentuk digital (numeric)
yang mendasarkan pada kerja komputer yang mempunyai persyaratan tertentu,
3-17
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

disamping data lainnya yang berupa data atribut; (2) dinamisasi proses pemasukan,
klasifikasi, analisis hingga keluaran (hasil); (3) menghasilkan informasi baru.

3.6.1. Komponen Sistem Informasi Geografis


SIG merupakan produk dari beberapa komponen. Komponen-komponen yang
terdapat dalam SIG yaitu perangkat keras, perangkat lunak dan intelegensi manusia.
A. Perangkat Keras
Perangkat keras yang sering digunakan antara adalah Digitizer, scanner, Central
Procesing Unit (CPU), mouse , printer, plotter. Perangkat keras: berupa komputer
beserta instrumennya (perangkat pendukungnya) Data yang terdapat dalam SIG
diolah melalui perangkat keras. Perangkat keras dalam SIG terbagi menjadi tiga
kelompok yaitu:
1. Alat masukan (input) sebagai alat untuk memasukkan data ke dalam jaringan
komputer. Contoh: Scanner, digitizer, CD-ROM.
2. Alat pemrosesan, merupakan sistem dalam komputer yang berfungsi
mengolah, menganalisis dan menyimpan data yang masuk sesuai kebutuhan,
contoh: CPU, tape drive, disk drive.
3. Alat keluaran (ouput) yang berfungsi menayangkan informasi geografi
sebagai data dalam proses SIG, contoh: VDU, plotter, printer.

B. Perangkat Lunak
Perangkat lunak, merupakan sistem modul yang berfungsi untuk memasukkan,
menyimpan dan mengeluarkan data yang diperlukan. Data hasil penginderaan jauh
dan tambahan (data lapangan, peta) dijadikan satu menjadi data dasar geografi.
Data dasar tersebut dimasukkan ke komputer melalui unit masukan untuk disimpan
dalam disket. Bila diperlukan data yang telah disimpan tersebut dapat ditayangkan
melalui layar monitor atau dicetak untuk bahan laporan (dalam bentuk peta/
gambar). Data ini juga dapat diubah untuk menjaga agar data tetap aktual (sesuai
dengan keadaan sebenarnya). Perangkat lunak ini berupa ArcGIS, Arc View, Idrisi,
ARC/INFO,ILWIS, MapInfo dan lain lain.

3-18
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

C. Data dan Informasi Geografi


Data dan informasi yang diperlukan baik secara tidak langsung dengan cara meng
import-nya dari perangkat-perangkat lunak SIG yang lain maupun secara langsung
dengan cara mendigitasi data spasial dari peta dan memasukan data atributnya dari
tabel-tabel dan laporan dengan menggunakan keyboard.

D. Pengguna (user)
Teknologi GIS tidaklah bermanfaat tanpa manusia yang mengelola sistem dan
membangun perencanaan yang dapat diaplikasikan sesuai kondisi nyata.
Bagaimanapun juga manusia merupakan subjek (pelaku) yang mengendalikan
seluruh sistem, sehingga sangat dituntut kemampuan dan penguasaannya terhadap
ilmu dan teknologi mutakhir. Selain itu diperlukan pula kemampuan untuk
memadukan pengelolaan dengan pemanfaatan SIG, agar SIG dapat digunakan
secara efektif dan efisien.

3.6.2. Aplikasi dan Pemanfaatan Sistem Informasi Geografis


SIG sebagai alat tidaklah bermakna apa-apa tanpa melalui interaksi dengan
manusia. Melalui interaksi antara alat (SIG) dengan manusia ini diperoleh manfaat
yang berupa kemudahan, kecermatan, ketepatan proses dan optimalisasi
penggunaannya. SIG akan lebih bermanfaat, bila penggunaannya terkoordinasi,
pengguna mampu menilai kekuatan fasilitas yang dimiliki SIG, dan mampu
menganalisis keluaran (out put) data.
SIG menyediakan kemudahan bagi manusia untuk memadukan data yang
bermacam-macam, sehingga dapat dengan mudah menarik kesimpulan dan
menentukan keputusan. Beberapa contoh aplikasi SIG antara lain : pembuatan peta
klasifikasi kualitas lahan permukiman, evaluasi sumber daya lahan, pemantauan
perkembangan kota, pemetaan daerha bahaya longsor, perancangan jaringan jalan
baru, jalur listrik, pipa, kabel telepon, dan lain-lain. Akan tetapi saat ini SIG di
Indonesia belum dimanfaatkan secara optimal karena masih minimnya tenaga ahli
dan minimnya pengetahuan tentang SIG.

Sistem Informasi Geografis dapat dimanfaatkan untuk mempermudah dalam


mendapatkan data-data yang telah diolah dan tersimpan sebagai atribut suatu lokasi

3-19
LAPORAN AKHIR
FEASIBILITY STUDY PENGADAAN LAHAN DENFARM

atau obyek. Data-data yang diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial
dan data atribut dalam bentuk digital. Sistem ini merelasikan data spasial (lokasi
geografis) dengan data non spasial, sehingga para penggunanya dapat membuat
peta dan menganalisa informasinya dengan berbagai cara. SIG merupakan alat
yang handal untuk menangani data spasial, dimana dalam SIG data dipelihara
dalam bentuk digital sehingga data ini lebih padat dibanding dalam bentuk peta
cetak, table, atau dalam bentuk konvensional lainya yang akhirnya akan
mempercepat pekerjaan dan meringankan biaya yang diperlukan (Barus dan
Wiradisastra, 2000 dalam As Syakur 2007).

Ada beberapa alasan yang mendasari mengapa perlu menggunakan SIG, menurut
Anon (2003, dalam As Syakur 2007) alasan yang mendasarinya adalah:
1. SIG menggunakan data spasial maupun atribut secara terintergarsi
2. SIG dapat memisahkan antara bentuk presentasi dan basis data
3. SIG memiliki kemampuan menguraikan unsur-unsur yang ada dipermukaan
bumi ke dalam beberapa layer atau coverage data spasial
4. SIG memiliki kemampuan yang sangat baik dalam menvisualisasikan data
spasial berikut atributnya
5. Semua operasi SIG dapat dilakukan secara interaktif
6. SIG dengan mudah menghasilkan peta-peta tematik
7. SIG sangat membantu pekerjaan yang erat kaitanya dengan bidang spasial
dan geoinformatika.

3-20

Anda mungkin juga menyukai