Anda di halaman 1dari 16

CANTRANG SNI (Standar Nasional Indonesia) Solusi Penangkapan Ikan

Menggunakan Cantrang Tanpa Merusak Kelestarian dan Ekosistem


Perairan

Yasinta Rohadatul Aisy1 Wajizatul Amnia2

MAN 1 Lombok Timur

ABSTRAK

Dalam mewujudkan cita-cita sebagai poros maritim dunia, Indonesia perlu


melakukan usaha dalam mengembangkan industri perikanan yang ada. Namun,
begitu banyak permasalahan yang dihadapi oleh negara Indonesia. Salah satunya
adalah penggunaan alat tangkap ikan berupa pukat tarik atau cantrang yang dalam
penerapannya dapat merusak kelestarian dan ekosistem perairan. Hal ini terjadi
karena seiring berkembangnya teknologi, cantrang mengalami banyak modifikasi
dari segi bentuk dan ukuran guna meningkatkan jumlah tangkapan ikan.
Sayangnya, banyak kekayaan laut yang juga ikut terjaring oleh cantrang namun
bukan komoditas yang diperlukan, termasuk biota yang dilindungi oleh
pemerintah (over fishing). Komoditas yang tidak diperlukan tersebut tidak pula
mendatangkan nilai ekonomis bagi nelayan. Permasalahan terletak pada ukuran
dan luas yang dimiliki jaring cantrang modifikasi saat ini. Untuk itulah,
pemerintah mengeluarkan kebijakan pelarangan terhadap penggunaanan cantrang
sebagai alat tangkap ikan dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor 2 Tahun 2015. Respon negatif datang dari masyarakat khususnya para
nelayan dan pihak produksi cantrang. Sebagai solusi atas permasalahan tersebut,
seharusnya ditetapkan ukuran jaring cantrang yang sesuai dengan target
komoditas tangkapan. Pemerintah perlu menetapkan Cantrang Standar Nasional
Indonesia (Cantrang SNI) guna menanggulangi over fishing di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan solusi efekif bagi para nelayan agar
tetap menggunakan cantrang namun dengan standar nasional Indonesia yang
ramah lingkungan. Metode yang digunakan adalah studi literatur dan analisis data
tingkat efektifitas tangkapan ikan. Hasilnya diperoleh bahwa Cantrang SNI dapat
lebih efektifdalam penangkapan ikan sehingga dapat mengurangi resiko kerusakan
lingkungan dan over fishing di Indonesia.

Kata Kunci : Cantrang, Ikan, Over fishing, Kelautan, Lingkungan.

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara maritim menjadi salah satu julukan yang dimiliki
Indonesia. Indonesiadidaulat menjadi negara kepulauan terbesar didunia
yang memiliki luas total wilayah sebesar 7,81 juta km2 yang terdiri dari
2,01 juta km2 daratan, 3,25 juta km2 lautan, dan 2,55 juta km2 Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE). Lautan Indonesia yang begitu luas menyimpan
banyak kekayaan laut yang melimpah. Kekayaan laut Indonesiasaat ini
sedang dioptimalkan guna mendapat pengakuan sebagai poros maritim
dunia. Dengan modal kekayaan laut yang melimpah, sudah sepatutnya
masyarakat maupun pemerintah, memanfaatkan potensi
kemaritimanyang ada untuk mengembangkan bangsa melalui sektor
maritim dengan tetap menjaga kelestariannya. Namun, pada kenyataannya
dalam hal pengelolaan sumber daya kelautan masih banyak masalah yang
dihadapi Indonesia. Salah satunya penggunaan alat tangkap ikan yang
dapat merusak ekosistem yaitu cantrang. Penggunaan cantrang sebagai alat
tangkap ikan di Indonesia setelah diidentifikasi ternyata menimbulkan
permasalahan besaryakni dapat menyebabkan terjadinya overfishing yang
berimbas pada penurunan populasi biota lautdan ekosistem terumbu
karang. Hal ini terjadi karena cantrang mengalami banyak modifikasi dari
segi bentuk dan ukuran guna meningkatkan jumlah tangkapan ikan.
Cantrang bekerja dengan mengeruk segala sesuatu yang ada pada zona
wilayah laut tertentu dalam jumlah besar sehingga banyak spesies biota
laut hanya berakhir menjadi limbah.
Untuk itulah, Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan
kebijakan berupa undang-undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang pelarangan
terhadap penggunaanan cantrang sebagai alat tangkap ikan. Pemerintah
sendiri sudah mengeluarkan alat tangkap yang dapat dijadikan alternatif
bagi nelayan, namun dari pihak nelayan sendiri merasa bahwa alat tangkap
yang ditawarkan pemerintah kurang efisien. Bahkan sempat terjadi kasus
bahwa para nelayan mengadakan demonstrasi terhadap menteri Kelutan
dan Perikanan hingga perundingan langsung denganPresiden mengenai
perizinan penggunaan cantrang. Dalam menyelesaikan permasalahan
cantrang di Indonesiamenurut pendapat Menteri Koordinator Kemaritiman
Luhut Binsar Pandjaitan diperlukan modifikasi terhadap cantrang.Hal itu
menyangkut ukuran, bentuk, dan cara kerjanya sehingga dapatditetapkan
sebagai standar ukuran yang sah untuk diberlakukan sebagai salah satu alat
tangkap ramah lingkungan di Indonesia.
Oleh karena itu, penelitian ini akan membahas mengenai bagaimana
model Cantrang SNI, kegunaan dan kelebihan Cantrang SNI dibanding
cantrang modifikasi saat ini. Tentunya konsep Cantrang SNIbertujuan
guna meningkatkan hasil tangkapan yang lebih efektif dan efisien tanpa
merusak ekosisem perairan. Setelah adanya penelitian ini diharapkan agar
permerintah dapat menetapkan aturan penggunaan Cantrang SNI sebagai
solusi bagi nelayan, serta untuk mencegah terjadinya over fishing di
beberapa wilayah perairan Indonesia sehingga cita cita Indonesia sebagai
poros maritim dunia dapat tercapai.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa yang menjadi kendala sehingga pemerintah mengeluarkan
larangan penggunaan cantrang di Indonesia?
1.2.2 Bagaimana solusi dari Cantrang SNI dalam penangkapan ikan tanpa
merusak kelestarian dan ekosistem perairan?
1.2.3 Bagaimana pengaruh penggunaan Cantrang SNI bagi hasil tangkapan
dan ekosistem?

1.3 Tujuan Penelitian


Bertolak dari latar belakang diatas, tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1.3.1 Untuk mengetahui kendala yang menjadi penyebab pemerintah
mengeluarkan larangan penggunaan cantrang di Indonesia.
1.3.2 Untuk mengetahui solusi dari Cantrang SNI dalam penangkapan ikan
tanpa merusak kelestarian dan ekosistem perairan.
1.3.3 Untuk mengetahui pengaruh penggunaan Cantrang SNI bagi hasil
tangkapan dan ekosistem.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Konseptual
Eksistensi besar -------------------------- Cantrang
hasil tangkapan dimodifikasi sesuai
Cantrang ukuran kapal

Kebijakan Overfishing dan


larangan kerusakan
penggunaan ekosistem
cantarang perairan

Menetapkan model dan


ukuran Cantrang Standar
Nasional Indonesia yang
sesuai kebutuhan dan tidak
menyebabkan overfishing
dan kerusakan lingkungan
Keterangan:

----------------- = Berhubungan
= Hasil

= Dampak

2.1.1 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini terletak pada cara kerja


Cantrang SNI yang tidak memperhatikan faktor-faktor alam,
seperti kontur geologis dasar lautan, cuaca, dan musim
panen.Cantrang SNI hanya diperuntukkan bagi kapal ukuran
>10GT sampai 30 GT.

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Definisi Cantrang
Cantrang merupakan alat tangkap menyerupai kantong
besar yang semakin mengerucut yang dioperasikan di dasar
perairan dengan target tangkap ikan demersal. Ikan jenis ini
memiliki nilai ekonomis tinggi (Aji et al., 2013).
Cantrang merupakan hasil modifikasidari alat tangkap
jenis trawl. Upaya modifikasi ini dilakukan nelayan sebagai
akibat reaksi terhadap pemberlakuan Keppres No. 39 tahun
1980 tentang Penghapusan Alat Tangkap Trawl di Seluruh
Perairan Indonesia.Cantrang merupakan alat penangkapan ikan
yang bersifat aktif dengan pengoperasian menyentuh hingga
dasar perairan. Luas daerah sapuan tali selambar adalah 289 Ha.
Penarikan jaring menyebabkan terjadi pengadukan dasar perairan
yang dapat menimbulkan kerusakan dasar perairan sehingga
menimbulkan dampak signifikan terhadap ekosistem dasar
bawah laut.

2.2.2 Anatomi Cantrang


Cantrang merupakan alat tangkap yangdilengkapi dua
tali penarik yang cukup panjang yang dikaitkan pada ujung
sayap, memiliki bagian utama yang terdiri dari kantong, badan,
sayap atau kaki, mulut jaring, tali penarik (warp), pelampung
dan pemberat.
Kantong pada cantrang merupakan bagian dari jaring
sebagai tempat pengumpulan hasil tangkapan. Badan cantrang
terletak antara sayap dan kantong, berfungsi untuk menampung
berbagai jenis ikan dasar dan udang sebelum masuk kantong.
Sayap cantrang merupakan perpanjangan badan sampai tali
salambar, berfungsi untuk menghadang dan mengarahkan ikan
agar masuk ke dalam kantong.Mulutcantrang terdiri dari bibir
atas dan bibir bawah. Pada bagian mulut ini terdapat
pelampung, pemberat, tali ris atas dan tali ris bawah (Subani dan
Barus, 1989).
Jaring cantrang umumnya dibuatberdasarkan ukuran
kapal dan daerah operasi penangkapan ikan. Upaya untuk
mendapatkan jaring yang sesuai dengan keinginan dilakukan
nelayan dengan cara melakukan try and errorguna
menyesuaikan bentuk dan konstruksi cantrang. Akibatnya, di
setiap daerah cenderung memiliki bentuk dan konstruksi
cantrang yang berbeda. (Sasmita et al., 2012).

a. Tali Selambar dan Jaring


Penggunaan tali selambar yang mencapai panjang lebih dari
1.000 m (masing-masing sisi kanan dan kiri 500 m)
menyebabkan sapuan lintasan tali selambar sangat luas. Ukuran
cantrang dan panjang tali selambar yang digunakan tergantung
ukuran kapal. Pada kapal berukuran diatas 30 Gross Ton (GT)
yang dilengkapi dengan ruang penyimpanan berpendingin (cold
storage), cantrang dioperasikan dengan tali selambar
sepanjang 6.000 m. Mata jaring cantrang berukuran rata-rata
1,5 inci. Dengan mata jaring sebesar itu, maka semua ikan akan
terjaring.

2.2.3 Kebijakan Pelarangan Cantrang


Kebijakan pelarangan cantrang telah ditetapkan oleh
pemerintah secara resmi pada tanggal 1 januari 2018. Pelarangan
tersebut sesuai dengan aturan dalam Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan No.2/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat
Tangkap Ikan (API) Pukat Hela (Trawls) dan Pukat Tarik (Seine
Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia.Cantrang dilarang, karena alat tangkap tersebut dinilai
tidak ramah lingkungan dan itu bertentangan dengan visi dan
misi Pemerintah Indonesia untuk mengembalikan kesehatan
ekosistem di laut.

2.2.4 Tekanan
Tekanan didefinisikan sebagai gaya normal (tegak lurus)
yang bekerja pada suatu bidang dibagi dengan luas bidang.
𝐹
𝑃=
𝐴
Satuan SI untuk tekanan adalah pascal (Pa) untuk memberi
penghargaan kepada Blaisse Pascal, penemu pascal.

1𝑃𝑎 = 1𝑁𝑚−2

2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Tangkapan


Ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi hasil
tangkapan nelayan antara lain adalah: tenaga kerja, bahan bakar,
jenis alat tangkap yang digunakan, jenis kapal, perbekalan, dan
pengalaman (Zen et al., 2002).
Kombinasi faktor-faktor produksi yang serasi akan
meningkatkan efisiensi, yang pada gilirannya meningkatkan
penghasilan nelayan yang menggantungkan hidupnya pada usaha
penangkapan ikan.

2.2.6 Ikan Demersal


Ikan demersal merupakan jenis ikan yang sebagian besar
siklus hidupnya berada dekat dan atau dasar perairan. Ikan jenis
ini biasanya ditangkap dengan cantrang, trawl, trammel net,
rawai dasar, dan jaring klitik. Kelompok ikan demersal memiliki
ciri ciri: bergerombol tidak terlalu besar, aktifitas relatif rendah,
dan gerak luarnya juga tidak terlalu jauh. Dari ciri ciri tersebut,
kelompok ikan demersal cenderung relatif rendah daya tahannya
terhadap tekanan penangkapan. (Badrudin,2006)

2.2.7 Kedalaman Laut Wilayah Penangkapan


a. Zona netrifik atau zona laut dangkal
Zona neritik disebut juga sebagai wilayah laut dangkal.
Wilayah ini mempunyai kedalaman hanya antara 50 hingga
200 meter. Zona neritik adalah wilayah perairan dangkal
yang letaknya dekat dengan pantai. Kawasan zona neritik ini
merupakan zona yang dapat ditembus oleh sinar matahari
dengan sangat baik. Karena tertembus oleh sinar matahari
dengan sangat baik, maka zona neritik ini dijadikan sebagai
habitat yang sangat cocok bagi berbagai jenis spesies laut,
seperti ubur- ubur, fitoplankton, zooplankton, rumput laut
dan lain sebagainya.
b. Zona bathial atau yang juga disebut sebagai zona laut dalam.
Wilayah zona ini mempunyai kedalaman antara 200 hingga
2000 meter. Karena kedalamannya yang semakin dalam,
maka wilayah laut ini tidak dapat ditembus oleh sinar
matahari. Zona bathial ini tidak banyak dihuni oleh spesies
binatang maupun tumbuhan, seramai zona neritik. Jenis
spesies tumbuhan sudah sangat jarang ditemukan di zona ini,
namun spesies binatang laut (baik ikan maupun non ikan)
masih lumayan banyak.

2.2.8 Syarat dalam Penggunaan Cantrang


Penggunaan alat tangkap cantrang dengan cara ditarik
dapat menyapu sumber daya perikanan dan merusak
lingkungan perairan tempat cantrang dioperasikan. Namun
demikian, penggunaan cantrang dapat saja tidak terlalu
merusak lingkungan apabila dioperasikan di wilayah yang
tepat. Menurut (Hakim, Lukman dkk, 2016) Cantrang dapat
digunakan dengan persyaratan tertentu, diantaranya:
a. Jika dasar laut terdiri dari pasir atau lumpur, tidak berbatu
karang, tidak terdapat bendabenda yang akan tersangkut pada
saat jaring ditarik, misalnya kapal yang tenggelam atau
bekas-bekas tiang.
b. Dasar perairan mendatar, tidak terdapat perbedaan
kedalaman yang mencolok.
c. Perairan memiliki daya produktivitas yang besar dengan
resources yang melimpah. Apabila cantrang dioperasikan di
wilayah dengan ketentuan tersebut dengan pengaturan
waktu pengoperasian, maka dampak negatif yang
diakibatkannya dapat sedikit ditekan dan bahkan
harapannya lingkungan mempunyai waktu untuk dapat
pulih kembali seperti sediakala.

2.2.9 Overfishing
Overfishing merupakan suatu istilah atau status yang
diberikan kepada suatu kawasan perairan yang sumber daya
ikannya telah mengalami tangkap lebih. Tangkap lebih yang
dimaksud adalah jika laju penangkapan yang dilakukan telah
melampaui kemampuan sumber daya ikan tersebut untuk pulih.
Konsep tradisional overfishing yang diturunkan dari dinamika
populasi dan pendugaan stok spesiestunggal, yaitu growth
overfishing, recruitment overfishing, maximumsustainable yield,
dan maximum economicyield.
Agar stok sumber daya ikan tetap lestari dan usaha
perikanan tangkap bisa berkelanjutan, maka laju (tingkat)
penangkapan sumber daya ikan sebesar 80% MSY (FAO,
1995). Artinya status pemanfaatan sumber daya ikan laut
Indonesia saat ini hampir mendekati jenuh (fully exploited).
Bahkan banyak kelompok sumber daya ikan terutama udang
penaeid, ikan demersal, ikan pelagis besar, dan ikan pelagis
kecil di banyak wilayah pengelolaan perikanan (WWP) telah
mengalami tangkap lebih (overfishing) (Dahuri, 2012).

3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Analisis Data
Metode pengolahan data yang digunakan adalah deskriptif, kualitatif dan
kuantitatif. Metode deskriptif adalah dengan melakukan interpretasi terhadap
data-data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan penilaian
kualitatif. Kemudian hasil penilaian kualitatif dikorelasikan dengan data-data
yang diperoleh melalui pendekatan kuantitatif sehingga terbentuk hasil yang
membuktikan efisiensi dari cantrang standar nasional Indonesia.

3.2 Analisis Teoretis


Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian studi pustaka
berdasarkan literasi dalam memperoleh data berupa fakta dan gambaran
mengenai fenomena pengunaan cantrang dengan rusaknya lingkungan
perairan yang akhirnya menuai polemik dalam perizinan penggunaan
cantrang.

4. PEMBAHASAN
4.1 Kendala dalam Penggunaan Cantrang Hingga Dikeluarkannya
Pelarangan Penggunaan Cantrang
Berdasarkan data yang diperoleh dari beberapa sumber terkait,
dapat diketahui bahwa cantrang menjadi salah satu alat tangkap jenis trawl
yang sudah dilarang oleh pemerintah. Pelarangan penggunaan cantrang
oleh pemerintah ini didasarkan pada hasil riset Kementrian Kelautan dan
Perikanan yang menunjukkan bahwa, cantrang telah mengalami modifikasi
baik dari segi bentuk maupun metode operasi sehingga jenis pukat tarik ini
berubah menjadi alat tangkap yang merusak lingkungan. Kerusakan
lingkungan yang terjadi adalah rusaknya terumbu karang sebagai
ekosistem perairan dan menurunya angka populasi biota laut secara
berlebihan.
Dari data riwayat hasil tangkapan ikan pada 1970 dalam
penggunaan cantrang biasanya ditujukan untuk menangkap ikan besar
seperti ikan tuna. Namun, dari tahun 1990 hingga saat ini, ikan kecil
seperti ikan petek juga ikut terjaring. Dari data KKP tahun 2015, hanya
sebanyak 46% sampai 51%persen hasil tangkapan cantrang yang laik jual.
Sementara, 49% sampai 54% lainnya merupakan tangkapan sampingan
yang didominasi oleh ikan petek. Sebagian besar hasil tangkapan
sampingan tersebut digunakan sebagai pembuat bahan tepung ikan untuk
pakan ternak.
Berikut ini beberapa kesalahan dari cantrang konvensional yang
dimodifikasi baik dari segi bentuk maupun cara kerjanya sehingga dapat
merusak lingkungan.
a. Menggunakan alat pemberat untuk memperoleh ikan sampai ke dasar
laut. Alat pemberat ini menyebabkan beberapa ekosistem perairan
seperti terumbu karang dan anemon laut menjadi rusak akibat garapan
jaring hingga ke dasar laut.
b. Memiliki luas cakupan hingga 284 Ha Dengan luas cakupan yang
cukup besar ini membuat wilayah yang terdampakover fishingmaupun
kerusakan terumbu karangsemakin meluas dan tambah parah.
c. Ukuran mata jaring rata-rata 1,5 inci yang membuat ikan kecil juga
ikut terjaring. Ikan kecil yang tidak memiliki nilai ekonomis dan akan
terbuang sia-sia dan hanya mengakibatkan punahnya keberagaman
jenis ikan.
Karena beberapa alasan diatas pemerintah Indonesia mengambil
tindakan dengan mengeluarkan larangan penggunaan cantrang melalui
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2015 dan mengganti alat tangkap cantrang dengan alat tangkap lain.
Namun, sampai awal tahun 2018 nelayan masih tidak mematuhi peraturan
tersebut dengan tetap menggunakan alat tangkap cantrang sehingga
pemerintah memperbolehkan penggunaan cantrang kembali dengan
beberapa ketentuan hingga batas waktu yang belum ditentukan.
Mengingat luas daerah cangkupan cantrang yang dapat mencapai
289 Ha, cantrang modifikasi masih menjadi pilihan bagi nelayan jika
dibandingkan dengan jaring biasa yang ditawarkan pemerintah. Pasalnya
cantrang memiliki keunggulan dari segi hasil tangkapan yang lebih
melimpah. Semakin luas daerah cangkupan, maka akan semakin besar
pula peluang hasil tangkapan. Hal inilah yang menjadikan nelayan masih
ragu dan menolak peraturan pemerintah untuk beralih dari penggunaan
cantarang modifikasi ke alat tangkap lainnya. Pelarangan penggunaan
cantrang dirasakan bukan solusi yang tepat karena berdampak langsung
terhadap perekonomian nelayan dimana jumlah pendapatan akan semakin
mengecil.
Penggunaan cantrang sendiri rata rata didominasi oleh nelayan
nelayan dengan bobot kapal < 10 GT yang sebenarnya tidak dibenarkan
dalam menggunakan cantrang karena menurut hasil riset dapat merusak
ekosistem perairan dan membunuh kelestarian biota laut.
4.2 Solusi dari Cantrang Standar Nasional Indonesia dalam Penangkapan
Ikan Tanpa Merusak Lingkungan dan Ekosistem

4.2.1 Metode Oprasional


Berbeda dengan cantrang konvensional modifikasi saat ini
yang mengandalkan luas cangkupan bentangan jaring dan
mengakibatkan ikut tersapunya ekosistem perairan dasar
laut,Cantrang SNI mengedapankan sisem penangkapan buka tutup
mulut dengan jaring dan dioprasikan pada saat kapal mulai
bergerak. Letak perbedaan antara Cantrang SNI dengan cantrang
kovensional saat ini terletak pada strukur anatomi, bahan penyusun,
jarak antar jala dan luas cangkupan.
Cantrang SNI dengan bobot total 80 Kg (sebelum
menangkap ikan. Bobot ini diperuntukkan untuk kapal 30 GT) akan
ditenggelamkan pada kedalaman 180 m dari permukaan laut di zona
laut netrifik atau zona laut dangkal. Akan ada jarak sekitar 20 m
dari ekosistem terumbu karang di dasar laut yang memiliki
ketinggian rata rata 7-8 m.
Untuk mengantisipasi merosotnya cantrang SNI akibat
berat total (baik sebelum maupun sesudah dimasuki ikan), akan
disisipkan penompang pada bagian kanan dan kiri. Fungsinya sama
seperti lengang pada cantrang konvensional modifikasi namun
sudah diatur panjangnya yakni maksimal 180 m untuk zona netrifik
dan 1.250 untuk zona laut dalam. Selain itu penompang juga
membantu mempertahankan posisi cantrang agar tidak terseret arus
laut dan tekanan selama kapal berlayar. Kapal akan bergerak dengan
kecepatan konstan dan diupayakan stabil. Pergerakan kapal dapat
mengikuti zona ikan jika kapal dilengkapi dengan alat pendeteksi
ikan. Karena cantrang SNI lebih ditujukan bagi kapal > 10 GT yang
dimana kapal kapal tersebut secara mayoritas sudah menggunakan
alat pendeteksi keberadaan ikan (hasil analisis wilayah Jawa dan
Sumatra) maka penangkapan dengan metode menangkap sambil
berlayar ini dinilai lebih efisien.
Saat dijatuhkan kedalam air, cantrang akan berada dalam
kondisi mulut terbuka dan bergerak menyusuri lautan. Pergerakan
cantrang di kedalaman 180-1.250 m dibawah permukaan laut akan
sulit diprediksi ikan. Ikan sasaran yang umumnya hidup secara
berkelompok akan masuk kedalam cantrang dan tentunya akan
berusaha melepaskan diri. Pergerakan ikan yang hendak
melepaskan diri akan memberi tarikan pada ujung cantrang. Tarikan
antar jala menyebabkan terdeteksinya rangsangan berat yang
diidentifikasi oleh sensor berat. Nelayan akan mengetahui
pertambahan berat pada cantrang tersebut dan secara otomatis
cantrang akan dinaikkan keatas kapal. Tiang penarik akan
memudahkan pengangkatan badan cantrang dan ikan.

Gambar 4.1 IlustrasiAnatomi Cantrang SNI


Sumber: Dokumentasi Peneliti

4.2.2 Standar Ukuran Jarak Antar Ruas Jala


Permasalahan pada cantrang konvensional sebelumnya
terletak pada ukuran mata jaring yang hanya berjarak 1,5 inci.
Menyebabkan banyaknya hasil tangkapan yang tidak diinginkan
juga terangkut dan akhirnya hanya menjadi limbah ataupun diolah
kembali menjadi pakan ternak. Ini menunjukkan perlu adanya
evaluasi terhadap ukuran mata jaring yang harus disesuaikan sesuai
target tangkapan. Biasanya komoditas utama yang diburu nelayan
cantrang adalah jenis ikan tuna, pari, kerapu, dan ikan ukuran besar
lainnya. Cantrang SNI menggunakan jarak antar jala 3,5 inci dengan
ketebalan 0,40 - 2 mm. Tujuannya adalah agar ikan kecil yang
belum dewasa dan masih dalam fase pemijahan dapat bergerak
membebaskan diri dengan mudah saat ikut terjaring cantrang. Untuk
mensiasati perubahan ukuran, Cantrang SNI nantinya akan
mengalami modifikasi bentuk anyaman. Berbeda dengan jaring
cantrang konvensional yang berbentuk belah ketupat dan atau
persegi, Cantrang SNI menerapkan prinsip pola persegi lima yang
saling bertautan yang akan menjadikannya fleksibel saat ikan masuk
dalam jaring. Tubuh ikan yang berbentuk torpedo akan sulit untuk
menembus jaring meskipun ruas antar jala diperbesar.
Sementara itu, pada jaring akan mengalami gaya newton I
yaitu kelembaman saat kapal bergerak dan tidak akan jatuh baik itu
saat menangkap ikan maupun pada saat proses penangkatan. Pada
saat proses pengangkatan kembali, akan lebih cepat karena nelayan
sudah mengetahui bobot maksimal telah tercapai.
Perubahan ukuran dan bentuk jala akan membawa dampak
positif bagi kelangsungan ketersediaan pasokan ikan masa
mendatang. Bagi nelayan cantrang keuntungan yang didapatkan
adalah dapat mengurangi bruto (berat kotor) saat pengangkatan
cantrang. Hasil tangkapan buangan akan lebih sedikit dari
sebelumnya.

Gambar 4.2 Desain model jaring Cantrang SNI


Sumber: Dokumentasi peneliti

4.2.3 Standar Tiang Penarik dan Penyangga


Tiang penarik tidak mengalami modifikasi dalam Cantrang
SNI. Diusahakan posisi tiang penarik berada pada bagian tengah
lambung kapal agar tidak terjadi ketidak seimbangan antara bagian
depan dan belakang kapal saat penarikan. Pada ujung tiang penarik
akan dihubungan dengan reseptor dari sensor berat yang
dihubungkan dalam rongga rahang atas cantrang. Reseptor ini akan
menerima sinyal jika kapasitas vital berat ikan dalam cantrang
sudah mencapai maksimum. Reseptor akan mentransmisikan sinyal
kepada pendeteksi yang dapat diletakan dimana pun tempat yang
bisa disesuaikan oleh nelayan.
Tujuan pemberian tambahan sensor pendeteksi adalah agar
nelayan dapat memprediksikan waktu yang tepat untuk mengangkat
jaring cantrang kembali ke atas kapal. Hal ini dapat
mengefisiensikan penggunaan energi yang dibutukan saat proses
pengangkatan.
Gambar 4.2Ilustrasi tiang penarik (kiri) dan ilustrasi model
penyangga (kanan)
Sumber: Dokumentasi peneliti

4.2.4 Standar Ukuran Mulut


Mulut membentuk kurva lengkung yang terbagi menjadi
dua bagian, yaitu rahang atas dan rahang bawah. Untuk ukuran
lebar dari mulut sendiri akan meninjau dan menyesuaikan dari
kondisi dan ukuran kapal. Pada kapal dengan berat 30 GT dapat
menggunkan cantrang hingga lebar 10-12 m2. Pada rahang atas akan
dibuat berongga, tujuannya adalah sebagai tempat dimana sensor
pendeteksi berat dipasang dan akan terhubung dengan ujung jaring.
Saat ikan berada pada posisi ujung jaring, ikan akan cenderung
berusaha melepaskan diri dan ini akan membuat jaring tertarik
kebelakang (tekanan dan gaya dorong air laut diabaikan). Tarikan
dari jaring ini akan membuat sensor pendeteksi berat yang berada
dalam rahang atas merespon sinyal yang mengindikasikan kepada
nelayan waktu yang tepat dalam pengangkatan cantrang. Ronggga
pada rahang atas juga akan membuat posisi cantrang akan
cenderung statis melayang.

4.2.5 Standar Jenis Bahan


Bahan yang dibutuhkan untuk bagian rahang memerlukan
massa jenis yang rapat dan kuat. Mampu menahan bobot jarig
dalam kondisi normal maupun saat mendapat tekanan dari ikan dan
arus air laut. Baja dapat dijadikan sebagai bahan utama dalam
pembuatan rahang. pada mulut bagian rahang atas, dibuat berongga,
berfungsi utuk menyetabilkan kedalaman dan gaya apung keatas.
Massa jenis bahan baja dari rahang cantrang sendiri akan membantu
mengurangi tekanan di dalam lautan. Jadi pada Cantrang SNI tidak
membutuhkan pemberat tambahan. Sementara itu rahang bawah
akan dibuat padat tanpa rongga, agar posisi cantrang tidak terlalu
dipengaruhi oleh pergerakan kapal. Untuk menghindari terjadinya
perkaratan, rahang dapat diberikan zat anti karasinogenik.
Bahan yang dibutuhkan untuk bagian jala atau jaring harus
menggunakan bahan yang bersifat elastis dan fleksibel. Hal ini
ditujukan agar tidak terjadinya kerusakan dini pada jaring cantrang.
Serat nilon adalah bahan yang tepat untuk itu. Serat nilon memiliki
daya elastisitas tinggi dan sering digunakan untuk bahan tali dan
joran pancing. Serat nilon yang dirajut dengan pola persegi enam
akan menjadi ikatan jaring yang kuat dan fleksibel dan sulit untuk
ditembus ikan berukuran besar.

4.3 Pengaruh Penggunaan Cantrang SNIBagi Hasil Tangkapan Nelayan


dan Ekosistem

Penggunaan Cantrang SNI sebagai alat tangkap ramah lingkungan


tentunya akan memberikan pengaruh besar terhadap peningkatan
perekonomian nelayan dan juga kelestarian ekosistem. Hal ini juga dapat
menjadi referensi dan solusi bagi pemerintah terkait kebijakan
penggunaan Cantrang di Indonesia.Keuntungan tersebut dapat diketahui
berdasarkan cara kerja Cantrang SNI. Cantrang SNI memberikan
keuntungan bagi para nelayan karena persentase ikan hasil tangkapan laik
jualmenjadi lebih signifikan, dan hasil tangkap sampingandapat
dikurangi. Ukuran mata jaring cantrang sudah diatur sesuai dengan
ukuran ikan demersal yang umum ditangkap sehingga dapat lebih
memilah tangkapan. Secara langsung,Cantrang SNI turut menjaga
kelestarian populasi ikan karena bibit ikan yang masih berukuran kecil
yang belum dan sedang mengalami pemijahan dapat dengan mudah
membebaskan diri dari cantrang.
Persentase keuntungan yang diperoleh dari penggunaan cantrang
biasa atau cantrang konvensional modifikasi oleh nelayan cantrang
menurut Kementrian Perikanan dan Kelautan yang dikutip dari situs
resmi Kementrian Perikanan dan Kelautan RI menyebutkan bahwa
keuntungan yang diperoleh nelayan dalam satu kali penangkapan hanya
sekitar 49-51% dalam bentuk komoditas layak jual. Sayangnya nilai
ekonomis dari hasil sampingannya sangat rendah namun dengan kuantitas
cukup tinggi yakni 51-49% yang dimana melebihi hasil tangkapan
utama. Cantrang SNI yang mengandalkan kecepatan kapal dalam
menangkap ikan dan sistem buka tutup rahang berbeda dengana cantrang
modifikasi yang mengandalkan luas cangkupan. Meskipun luas
cangkupan Cantrang SNI lebih kecil, namun cantrang SNI lebih mampu
dalam memilah target sasaran. Cantrang SNI dapat meminimalisir usaha
yang diperlukan nelayan saat proses pengangkatan hasil tangkap ke atas
kapal, begitu pula dengan hasil tangkapan sampingan. Dapat
diperhitungkan jika Cantrang SNI diaplikasikan, hasil tangkapan akan
meningkat menjadi 75-80 % untuk hasil tangkapan utama. Persentase ini
diperoleh dari perhitungan jumlah rata rata tangkapan ikan kecil tak layak
jual yang dikurangi saat penggunaan Cantrang SNI.
Saat cantrang modifikasi membuang hasil tangkap sekitar 51-49%
maka itu artinya, banyak potensi laut yang dibuang sia sia dan dapat
dikatakanterjadinya overfishing.Saat Cantrang SNI mampu mengefisiensi
hasil tangkap utama hingga 75-80%, ini mengindikasikan bahwa angka
tertangkapnya komoditas sampingan menjadi lebih sedikit. Untuk
cantrang konvensional modifikasi yang diberi pemberat sehingga dapat
mengeruk dan merusak ekosistem perairan di dalamnya yaitu terumbu
karang dan anemon laut, Cantrang SNI memiliki solusi alternatif yang
lebih ramah lingkungan. Cantrang SNI tidak akan menyentuh dasar
perairan karena sudah diperhitungkan baik rahang bawahnya maupun
jaringnya akan berada pada posisi melayang, bukan tenggelam. Jaring
Cantrang SNI yang tidak seluas cantrang modifikasi memang memiliki
kekurangan dalam segi luas cangkupan, namun hal tersebut dapat
diminimalisisr dengan persentase hasil tangkap dari Cantrang SNI yang
lebih optimal.

1. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diatas maka dapat


disimpulkan bahwa Cantrang SNI dapat digunakan sebagai solusi
penangkapan ikan ramah lingkungan dengan tetap mengandalkan sistem
kerja cantrang. Cantrang SNImampu mengurangi terjadinya over fishing
dan dapat mengeksploitasi tangkapan ikan demersal secara lebih efisien
dan tidak merusak ekosistem perairan.Cantrang SNI dapat dijadikan
acuan bagi pemerintah terkait guna menyelsaikan persoalan mengenai
penggunaan cantrang di Indonesia. Keuntungan yang diperoleh nelayan
juga menjadi lebih besar karena menghemat usaha dan waktu jika
dibandingkan dengan menggunakan cantrang modifiksi yang dapat
merusak ekosistem serta keberlangsungan hidup sumber daya perikanan.

REFERENSI

Cahyani, R. T. (2013) “Kelestarian Sumberdaya Ikan Demersal ( Analisis Hasil


Tangkapan Dominan Yang Didaratkan Di Tpi Wedung Demak ) Terhadap
Kelestarian Sumberdaya Ikan Demersal ( Analisis Hasil Tangkapan Dominan
Yang Didaratkan Di Tpi Wedung Demak ).”
Dahuri., 2012. Strategi Adaptasi Sektor Kelautan dan Perikanan dalam
Menghadapi Perubahan Iklim Global. Jakarta: LIPI.

Fitri, R. I. and Wirawanni, Y. (2014) ‘Hubungan konsumsi karbohidrat, konsumsi


total energi, konsumsi serat, beban glikemik dan latihan jasmani dengan kadar
glukosa darah pada pasien diabetes mellitus tipe 2’, JNH, 2(3), pp. 1–27.

http://presidenri.go.id/berita-aktual/indonesia-sebagai-poros-maritim-dunia.html 3
Februari 2019 pukul 9.00

http://psp.fpik.ipb.ac.id/index.php/2018/02/14/polemik-cantrang-dan-angka-
perikanan-tangkap-indonesia/

http://supplychainindonesia.com/new/tantangan-indonesia-sebagai-negara-
maritim/ 23 Januari 2019 pukul 09.20

http://www.ui.ac.id/berita/peran-indonesia-dalam-menyongsong-poros-maritim-
dunia.html 3 Februari 2019 pukul 12.00

https://bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/148-artikel-bea-dan-cukai/20305-
transhipment 6 Februari 2019 pukul 10.15

https://ekonomi.kompas.com/read/2018/01/18/103706026/seperti-ini-bentuk-dan-
cara-kerja-cantrang-yang-membuatnya-dilarang 27 Februari 2019 pukul 15.20

https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/laut/pembagian-zona-kedalaman-laut 4
Februari 2019 pukul 11.40

https://www.mongabay.co.id/2018/01/11/kebijakan-pelarangan-cantrang-
seharusnya-tidak-ada-kok-bisa/ 4 Februari 2019 pukul 09.30

Nurhasanah dan Hakim, L. (2016) “Cantrang : Masalah dan Solusinya,” Seminar


Nasional Riset Inovatif (SENARI).

Perikanan, J. dan Vol, K. T. (2012) “Dampak Perika a Ta Gkap Terhadap,”


VIII(April), hal. 12–16.

Waridin (2005) “Analisis Efisiensi Alat Tangkap Cantrang Di Kabupaten


Pemalang, Jawa Tengah1),” (2005), hal. 18.

Zen, Abdullahi and Yew, “Technical Efficiency of The Driftnet and Payang Seine
(Lampara) Fisheries in west Sumatra, Indonesia”. Journal of Asian fisheries
Scince. vol.15 2002. p. 97-106

Anda mungkin juga menyukai