Anda di halaman 1dari 14

TUGAS

PENCEMARAN LAUT DAN PENGENDALIANNYA


NAMA : Wajizatul Amnia
NIM : 200605034

SOAL
1. Jelaskan mengapa siang hari air laut lambat menyerap panas dan pada
malam hari air lambat menjadi dingin
2. Jelaskan mengapa air laut warnanya berbeda di setiap tempat.
3. Jelaskan Istilah absorpsi, transmisi, scattering, dan attenuasi cahaya pada
air laut
4. Jelaskan proses spektrum cahaya pada air laut
5. Jelaskan proses upwelling dan sinking (downwelling) pada air laut

JAWABAN
1. Kemampuan daratan dalam menyimpan panas berbeda dengan air. Daratan akan lebih cepat
bereaksi untuk menjadi panas ketika menerima radiasi dari pada lautan. Sebaliknya daratan akan
lebih cepat pula menjadi dingin daripada lautan pada waktu tidak ada insolation. Akibatnya di
daratan terdapat perbedaan suhu yang amat besar bila dibandingkan dengan yang terjadi di
lautan. Kisaran suhu di lautan: -1,87 oC s/d 42 oC. Sementara di daratan: -68 oC s/d 58 oC.
Pada siang hari suhu di laut lebih dingin dibandingkan dengan suhu daratan. Hal ini
disebabkan sifat laut (perairan) yang lambat menerima panas dan lambat melepaskannya.Sehingga
laut menjadi daerah yang mempunyai tekanan tinggi (maksimum) dan daratan menjadi daerah yang
mempunyai tekanan rendah (minimum).
Pada malam hari daratan lebih dingin dibandingkan lautan, karena sifat daratan yang cepat
menerima panas dan cepat menerima dingin. Daratan menjadi daerah yang mempunyai
tekanan tinggi (maksimum), sedangkan laut menjadi daerah yang mempunyai tekanan rendah
(minimum).
Angin laut dan angin darat timbul karena adanya perbedaan pemanasan antara daratan dan
lautan. Setiap pagi hari sinar matahari akan memanasi daratan jauh lebih cepat daripada lautan,
sehingga udara di atas daratan menjadi lebih cepat panas.
Akibatnya tekanan udara di daratan menjadi lebih rendah dari lautan. Perbedaan ini akan
mengakibatkan angin dari arah laut bergerak/bertiup ke daratan. Kejadian sebaliknya terjadi pada
waktu malam hari, dimana daratan jauh lebih cepat menjadi dingin daripada lautan. Akibatnya
udara di atas daratan menjadi lebih dingin dan tekanan udara menjadi lebih tinggi dari
lautan. Perbedaan ini sekarang mengakibatkan angin bertiup dari arah daratan ke lautan

2. Warna air laut dipengaruhi oleh kekeruhan akibat adanya kandungan sedimen yang dibawa oleh
aliran sungai, perbedaan kedalaman laut dan juga oleh organisme yang ada di dasar laut, seperti
ganggang, coral, plankton, dan lainnya.
Dalam buku Ensiklopedia Geografi Air (2018) karya Eka Susi Sulistyowati, dijelaskan bahwa ada
beberapa jenis warna air laut, yaitu:
 Kuning, warna ini disebabkan oleh kandungan lumpur kuning yang ada di bagian dasar
lautan.
 Hijau, warna ini disebabkan oleh pantulan warna endapan plankton dan ganggang hijau
yang di dalam maupun di permukaan laut dengan jumlah yang banyak. Selain itu, warna
ini disebabkan oleh lumpur atau endapan yang memantulkan warna hijau.
 Putih, warna ini disebabkan oleh lapisan es yang menutupi permukaan laut.
 Ungu, warna ini disebabkan oleh banyaknya organisme yang mengeluarkan sinar-sinar
fosfor. Warna ini dapat dijumpai di Laut Ambon.
 Merah, warna ini disebabkan oleh banyaknya ganggang merah di sekitar laut. Warna ini
dapat dijumpai di Laut Merah. Namun, kini ganggang laut tersebut telah punah, dan warna
laut berubah seperti semula yakni warna biru kehijauan.
 Hitam, warna ini disebabkan oleh endapan lumpur hitam di bagian dasar lautan. Warna ini
dapat dijumpai di Laut Hitam.
 Biru, warna ini disebabkan oleh pantulan warna biru yang berasal dari sinar matahari. Laut
yang warnanya biru muda jernih biasanya berada di bibir pantai dan merupakan laut
dangkal. Sedangkan laut yang berwarna biru lebih pekat, biasanya kedalamannya cukup
dalam di atas 100 meter.

3. Istilah Absorpsi, transmisi, scattering dan attenuasi cahaya pada air laut

Absorpsi
Absorpsi merupakan proses penyerapan cahaya oleh medium air, komponen terlarut berwarna
(colored dissolved organic matter (CDOM)), partikulat (fitoplankton dan nonfitoplankton), dan bahan
organik lainnya di dalam air. Dalam mendefinisikan absorpsi secara kuantitatif, dapat menggunakan
kuantitas absorptance (A). Koefisien absorpsi menunjukkan sebagian kecil dari incident light (cahaya
datang) yang berinteraksi dengan suatu lapisan pada medium, yang kemudian menyebabkan proses
penyerapan. Penyerapan atau absorpsi cahaya oleh medium air berserta komponennya merupakan bagian
dari inherent optical properties (IOPs) yaitu sifat optik perairan yang hanya dipengaruhi oleh medium air
dan komponen air tersebut. Secara umum, ada tiga komponen utama yang mempengaruhi sifat optik
perairan yaitu fitoplankton, nonphytoplankton particulate matter (detritus), dan colored dissolved organic
matter (CDOM). particulate matter (detritus) yang disebutkan di atas, dapat dikelompokkan ke dalam
particulate matter. Variasi kandungan particulate matter dan CDOM dalam kolom air akan mempengaruhi
variasi absorpsi cahaya yang mengakibatkan variasi energi cahaya yang menembus kolom air tersebut.

Sifat absorpsi cahaya oleh air umumnya sangat lemah dalam spektrum warna biru dan hijau, namun
penyerapannya semakin meningkat dengan semakin meningkatnya panjang gelombang dan hampir
menyerap maksimal pada spektrum gelombang merah (Kirk, 1994; Mobley, 1994). Keberadaan
fitoplankton yang mengandung klorofil, karotenoid, dan biliprotein dalam kolom air dapat meningkatkan
tingkat absorpsi cahaya (Kirk, 1994; Jensen and Jensen, 1998). Absorpsi cahaya oleh fitoplankton
umumnya tinggi pada spektrum gelombang hijau (Mobley, 1994; Kirk, 1994).

Varibilitas absorpsi dalam sebuah kolom air berpengaruh terhadap tingkat penetrasi dan atenuasi
cahaya dalam kolom air yang pada akhirnya dapat mempengaruhi proses kehidupan dalam kolom air
tersebut. Informasi nilai absorpsi sangat penting dalam menentukan nilai atenuasi dalam sebuah kolom air
yang pada akhirnya juga dapat digunakan untuk pemodelan bio-optik dan kalibrasi/validasi satelit ocean
color (Babin et al., 2003). Informasi terkait nilai absorpsi secara kuantitatif dari permukaan air laut masih
sangat terbatas baik dari perairan di negara maju khususnya dari perairan di negara berkembang seperti
Indonesia. Untuk itu, penelitian terkait variabilitas absorpsi permukaan air laut ini sangat penting dilakukan.

Transmisi
Transmisi pada air laut artinya diteruskan, merupakan istilah yang dipakai saat terjadinya
gelombang air laut. Gelombang yang menjalar dari laut dalam menuju ke pantai yang melewati daerah
kedalaman yang berubah tiba-tiba menjadi dangkal, maka sebagian energi gelombang akan dipantulkan,
sebagian akan ditransmisikan dan sebagian lain akan terhancurkan. Pembagian besarnya energi gelombang
yang dipantulkan (refleksi), dihancurkan (disipasi) dan yang diteruskan (transmisi) tergantung dari:
karakteristik gelombang datang (periode, tinggi, dan kedalaman air), tipe bangunan pantai (permukaan
halus atau kasar, lulus air atau kedap air) dan geometri bangunan (kemiringan, elevasi dan lebar puncak
bangunan).

Koefisien gelombang transmisi (Kt) dan koefisien gelombang refleksi (Kr) dipengaruhi besarnya
kedalaman air (d), kedalaman air di atas puncak pemecah gelombang ambang rendah (h), periode
gelombang (T), lebar puncak pemecah gelombang (B), dan lebar antara pemecah gelombang (B’).

Scattering
Scattering artinya hamburan. Scattering pada air laut merupakan istilah yang dipakai untuk
menjelaskan proses penghamburan gelombang cahaya pada air laut. Contohnya, Gelombang akustik yang
ditransmisikan ke bawah permukaan laut akan mengalami hamburan (scattering) yang disebabkan oleh
organisme laut, material-material yang terdistribusi dalam laut, struktur tidak homogen dalam air laut,
seperti halnya refleksi oleh permukaan dan dasar laut. Bagian dari energi akustik awal yang mengenai suatu
obyek dan dipantulkan kembali ke sumber dinamakan backscattering.

Attenuasi Cahaya
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata atenuasi adalah penurunan tingkat (aras)
suatu besaran, misalnya intensitas gelombang cahaya. Istilah attenuasi cahaya pada air laut yaitu ketika
cahaya masuk ke air laut dan memiliki berbagai jenis warna spektrum pada tiap karakteristik panjang
gelombangnya di setiap kedalaman laut.
Koefisien atenuasi merupakan gambaran seberapa besar cahaya datang berkurang atau hilang
dibandingkan dengan energi cahaya datang di permukaan. Pengurangan energi cahaya dikarenakan adanya
proses absorpsi dan hamburan oleh kolom air dan materi yang terkandung di dalamnya seperti fitoplankton,
muatan padatan tersuspensi dan colored dissolved organic matter. Kuantitas cahaya yang mengalami
atenuasi setara dengan jumlah cahaya yang diabsorpsi dan dihamburkan.

4. Cahaya sendiri adalah sebutan manusia pada radiasi yang dapat dilihat oleh mata manusia. Menurut
Huygens (1629-1695), cahaya merupakan gelombang seperti halnya bunyi. Berdasarkan jenisnya,
cahaya dibedakan menjadi cahaya yang tampak dan tidak tampak. Cahaya tampak merupakan
cahaya yang apabila mengenai sebuah benda maka benda tersebut akan terlihat, contohnya adalah
cahaya matahari sedangkan cahaya tidak tampak merupakan cahaya yang apabila menyentuh sebuah
benda maka benda tersebut tidak terlalu terlihat atau sama seperti tidak terkena cahaya, contoh
cahaya ini yaitu cahaya monokromatik dan polikromatik. Cahaya monokromatik adalah cahaya
tunggal dari satu warna seperti merah dan cahaya polikromatik adalah cahaya yang terbentuk dari
kombinasi warna, contohnya ungu yang merupakan kombinasi dari warna merah dan biru.
“Semakin dalam lautan makan semakin sedikit intensitas cahaya yang masuk, berarti
semakin dalam maka akan semakin gelap”, kutipan tersebut sebuah teori yang menjelaskan
spektrum warna cahaya. Semakin jauh dibawah permukaan laut cahaya akan terpecah dan hanya
spektrum warna tertentu yang bisa sampai pada kedalaman tertentu.

Seperti yang dikatakan teori diatas bahwa semakin dibawah permukaan laut hanya spektrum
warna tertentu yang dapat terlihat. Ini sedikit penjelasannya.
Cahaya matahari merupakan cahaya putih. Cahaya putih adalah cahaya polikromatik yang
artinya cahaya ini merupakan kombinasi dari beberapa spektrum warna yaitu merah, jingga,
kuning, hijau, biru, dan ungu. Cahaya putih (polikromatik) akan terdispersi oleh air (prisma
cahaya) menjadi cahaya monokromatik. Hanya spektrum warna tertentu yang dapat terlihat di
kedalaman dikarenakan setiap spektrum warna memiliki panjang gelombang yang berbeda-beda.
Semakin pendek gelombang warna tersebut maka semakin besar kekuatannya untuk menembus
kedalaman.

Berikut panjang gelombang spektrum-spektrum warna :

Panjang Gelombang Spektrum Warna


400-450 nm ungu
450-480 nm biru
480-560 nm hijau
560-590 nm kuning
590-630 nm oranye
630-700 nm merah
Sampai kedalaman 20 meter warna merah yang memiliki panjang gelombang 630-700 nm
masih terlihat, akan tetapi ketika pada kedalaman diatas 20 meter warna merah tidak akan terliahat
lagi, contoh buktinya ketika ada ikan yang dimangsa oleh predatornya maka warna darahnya tidak
akan berwarna merah melainkan hitam sebab warna merah sudah tidak mampu menembus pada
kedalaman 25 meter. Warna kuning dapat menembus sampai kedalaman 50 meter, hijau sampai
100 meter dan biru sampai kedalaman 200 meter.
Cahaya warna kuning terserap pada kedalaman 50 meter. Cahaya warna hijau terserap pada
sekitar kedalaman 100 meter. Pada kedalaman 200 meter cahaya warna biru terserap dan begitu
seterusnya. Dengan demikian, terciptalah kegelapan warna cahaya matahari di lautan secara
berlapis-lapis, yang disebabkan air menyerap warna pada kedalaman yang berbeda-beda.
Kegelapan di laut dalam semakin bertambah seiring kedalaman laut, hingga didominasi kegelapan
pekat yang dimulai dari kedalaman lebih dari 200 meter.
Sebab lain semakin berkurangnya intensitas cahaya dalam laut yakni disebabkan oleh
partikel – partikel pekat yang berada didalam laut tersebut. Fitoplankton, ikan, senyawa – senyawa,
dan lainnya dapat mengurangi perambatan cahaya itu sendiri. lankton, biota laut lainnya serta zat
organic terlarut yang dalam istilah Jerman disebut gelbstoff. Materi – materi inilah yang
menyebabkan penyerapan cahaya matahari sehingga hanya menyisakan warna “dark blue” pada
lautan. Selain penyerapan atau adsorpsi cahaya, warna laut juga disebabkan oleh penghamburan
cahaya oleh makhluk – makhluk mikro di laut seperti fitoplankton (tumbuhan sangat kecil) dan
zooplankton (hewan sangat kecil). Semua faktor tersebutlah yang menyebabkan warna laut
menjadi biru cerah kehijauan di daerah perairan laut tropis termasuk di Indonesia. Cahaya matahari
yang berlimpah dan iklim panas sangat baik bagi pertumbuhan plankton, dan hal ini lebih
menguatkan lagi untuk pembentukan warna cerah kehijauan di laut. Pantulan dari langit
sebenarnya juga berperan tetapi hanya berperan kecil.
Air yang jernih tampak berwarna biru karena, panjang gelombang yang pendek (seperti biru)
lebih sedikit diserap dan lebih banyak dihamburkan. Tetapi kita tidak dapat melihat warna biru pad
air di dalam gelas karena lapisan air yang terdapat di segelas air tidak cukup untuk untuk menyerap
warna cahaya yang diterima.
5. Proses upwelling dan sinking (downwelling) pada air laut beserta dampak dan manfaatnya sebagai
berikut.
Upwelling adalah naiknya air dingin dari lapisan dalam ke permukaan laut. Upwelling memperbesar jumlah
plankton di laut, karenanya daerah upwelling merupakan daerah perikanan yang kaya. Upwelling terjadi
karena adanya kekosongan massa di lapisan permukaan dan harus diganti oleh massa air di lapisan dalam.
Naiknya massa air dikarenakan adanya angin yang bergerak di atas perairan sehingga angin ini akan
mendorong massa air di permukaan. Semakin terdorongnya massa air di permukaan ini maka akan terjadi
kekosongan sehingga kekosongan ini lah yang kemudian diisi oleh massa air yang berada di lapisan
bawahnya.

Karakteristik lapisan thermocline memiliki sifat dimana suhu yang lebih dingin dan salinitas yang lebih
tinggi. Selain kedua hal ini juga, di lapisan thermocline ini juga kaya akan nutrien. Oleh karena itu, ketika
terjadinya upwelling dan lapisan thermocline naik, maka karakteristik perairan di permukaan pun akan
berubah. Jika pada umumnya karakteristik perairan di permukaan memiliki suhu yang hangat, maka saat
terjadi upwelling suhu permukaan laut akan lebih dingin (turun sekitar 2o C di daerah tropis) dari biasanya,
salinitas juga bisa mencapai 34 ppt, perairan permukaan juga akan kaya dengan nutrien serta plankton-
plankton. Keberadaan plankton yang banyak ini juga menjadi faktor akan banyaknya ikan yang nantinya
berkumpul di perairan ini.

Mekanisme terbentuknya upwelling diperlihatkan pada gambar berikut

Ada 3 proses yang menyebabkan terjadinya upwelling, yaitu:

1. Ketika terdapat tikungan yang tajam di garis pantai yang mengakibatkan arus bergerak menjauhi
pantai sehingga terjadi kekosongan massa air di dekat pantai, lalu massa air thermocline pun akan
naik mengisi kekosongan tersebut.

Gambar Upwelling Akibat Tikungan Tajam di Garis Pantai


2. Ketika terjadi hembusan angin yang terus menerus dengan kecepatan yang cukup besar dan dalam
waktu yang cukup lama. Bila angin bertiup ke suatu arah sejajar dengan garis pantai dimana garis
pantai berada di sebelah kiri dari angin untuk belahan bumi utara (BBU) atau di sebalah kanan dari
angin untuk belahan bumi selatan (BBS), maka akibat adanya Gaya Coriolis (gaya yang ditimbulkan
akibat adanya rotasi bumi) massa air yang bergerak sejajar dengan garis pantai akan dibelokkan
arahnya menjauhi garis pantai dengan arah tegak lurus angin ke laut lepas. Angin menyebabkan air
laut menjauhi pantai sehingga akan terjadi kekosongan massa air di daerah pantai. Kondisi ini yang
akhirnya menyebabkan naiknya massa air di lapisan bawah ke atas.

Gambar Upwelling Akibat Hembusan Angin

3. Ketika terjadi arus dalam (deep current) yang membentur penghalang di dasar laut yang
menyebabkan arus tersebut dibelokkan ke atas permukaan.

Gambar Upwelling Akibat Adanya Penghalang Dasar Laut

Menurut Wyrtki (1961), ada 3 jenis upwelling yaitu:

1. Tipe stasioner, upwelling terjadi sepanjang tahun meskipun dengan intensitas yang bervariasi.
2. Tipe periodik, upwelling terjadi hanya selama satu musim saja.
3. Tipe berganti, upwelling dan sinking terjadi bergantian dalam satu tahun. Pada satu musim terjadi
upwelling dan musim berikutnya terjadi downwelling (kebalikan dari upwelling). Tipe seperti ini
terjadi di Laut Banda dan Laut Arafura.
Salah satu contoh terjadinya upwelling di perairan Indonesia adalah di Selat Makassar. Upwelling
terjadi dikarenakan adanya sill (bentuk dasar cekungan yang menjulang ke atas tetapi tidak sampai ke
permukaan laut, biasanya terdapat di mulut cekungan laut dan berfungsi menghambat aliran air yang
melewatinya) yang dilalui oleh massa air Pasifik. Adanya sill di kedalaman 550 meter di ujung Selat
Makassar ini menghalangi jalannya massa air dari Selat Makassar menuju Laut Flores sehingga aliran massa
air hanya terjadi pada kedalaman di atas 550 meter saja. Aliran massa air pada bagian atas yang terjadi di
Laut Flores ini seolah-olah menyeret lapisan di bawahnya. Akibatnya terjadi kekosongan massa air di
lapisan atas Laut Flores bagian barat yang kemudian terjadilah upwelling. Di wilayah perairan Indonesia
lainnya yaitu Laut Banda, Laut Arafura, Laut Maluku, juga dikenal sebagai daerah yang sering terjadi
upwelling. Hal ini terjadi pada musim timur dimana massa air di lapisan atas perairan tersebut terdorong
oleh angin musim timur sampai ke Laut Jawa, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan. Adanya internal waves
yang terjadi sebagai akibat bekerjanya gaya-gaya pasang surut dan ARLINDO berperan memperkuat
terjadinya upwelling.
Meskipun beberapa penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh yang kuat antara upwelling
dengan penetuan daerah tangkapan ikan dimana upwelling ini akan menyebabkan banyaknya ikan-ikan
yang berkumpul, namun ada juga beberapa kejadian yang menunjukkan bahwa upwelling menyebabkan
banyaknya ikan-ikan yang mati. Mengapa demikian? Upwelling memang menyebabkan naiknya nutrien
dari lapisan bawah ke permukaan, nutrien dan cahaya di perairan yang cukup akan memicu pertumbuhan
fitoplankton.

Gambar Ilustrasi Blooming Algae


Keadaan ini yang justru dapat menyebabkan terjadinya ledakan populasi fitoplankton atau yang
disebut blooming algae. Dalam kondisi ini, fitoplankton yang berkumpul di permukaan akan membuat
pencahayaan di perairan berkurang dan adanya “persaingan” oksigen bagi organisme perairan sehingga
kondisi lingkungan ini tidak lagi optimal bagi pertumbuhan ikan-ikan. Selain itu, blooming algae juga dapat
mempengaruhi kualitas air di perairan tersebut. karena suatu saat plankton-plankto tadi akan mati secara
massal akibatnya tejadi kembali penumpukan bahan organik di perairan. Dalam hal ini, tugas
mikroorganisme pengurai di dasar perairan untuk mengurai bahan organik tersebut. Masalahnya adalah
ketika malam hari maka proses fotosintesis akan berhenti karena tidak adanya cahaya matahari sehingga
suplai oksigen di perairan pun berkurang. Dalam kondisi seperti ini maka bakteri pengurai akan bekerja
secara anaerob (tanpa oksigen) sehingga zat yang dihasilkannya adalah zat-zat yang bersifat toksik yang
buruk bagi organisme perairan.
Karateristik Terjadinya Upwelling
Adapun karateristik di perairan dimana diduga terjadinya upwelling antara lain:

1. Kadar oksigen perairan tersebut rendah,

2. Zona upwelling berkisar 100 – 200 km,

3. Suhu perairan tersebut lebih rendah (dingin) daripada sekitarnya,

4. salinitas terukur dan densitas terukur lebih tinggi dari perairan sekitarnya,

5. Muka air lebih rendah daripada sekitarnya,

6. Kandungan klorofil, terutama klorofil-a lebih tinggi dari sekitarnya,

7. Merupakan perairan dengan produktivitas yang tinggi karena kaya akan unsur hara (nutrient),

8. Merupakan daerah perikanan yang baik karena banyak ikan yang berkumpul di daerah tersebut.

Dampak Upwelling
Sebaran suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter yang dapat dapat digunakan untuk
mengetahui terjadinya proses upwelling di suatu perairan (Birowo dan Arief, 1983). Dalam proses
upwelling ini terjadi penurunan suhu permukaan laut dan tingginya kandungan zat hara dibandingkan
daerah sekitarnya. Tingginya kadar zat hara tersebut merangsang perkembangan fitoplankton di
permukaan. Karena perkembangan fitoplankton sangat erat kaitannya dengan tingkat kesuburan perairan,
maka proses air naik selalu dihubungkan dengan meningkatnya produktivitasprimer di suatu perairan
dan selalu diikuti dengan meningkatnya populasi ikan di perairan tersebut (Pariwono et al 1988 dalam
Presetiahadi, 1994).

Manfaat dan Kerugian Upwelling

Manfaat dari upwelling adalah sebagai daerah dengan yang baik untuk perikanan tangkapdimana
daerah upwelling merupakan tempat berkumpulnya ikan sehingga akan lebih mudah untuk ditangkap.
Namun, disisi lain adapun kerugian upwelling adalah terkadang dapat menyebabkan blooming
fitoplankton atau algae. Upwelling juga dapat memindahkan larva-larva jauh dari habitat asli sehingga
mengurangi harapan hidupnya.

Setali tiga uang, perairan danau, waduk, dan tambak dirugikan akibat adanya upwelling karena
mampu membunuh organisme budidaya di dalamnya. Hal ini terjadi karena semakin banyaknya biota
yang dibudidayakan di KJA sehingga terjadi residu penumpukan sisa pakan buatan/pellet. Selain itu hasil
metabolism dari kultivan seperti urine dan feses. Terakumulasinya bahan-bahan organik tersebut
menyebabkan turunnya kadar oksigen dan meningkatnya kadar NH3,NO2, H2S yang pada konsentrasi
tertentu dapat membunuh biota terutama ikan. Kotoran ikan dapat menimbulkan deposisi yang
meningkat di dasar perairan, selanjutnya mengakibatkan penurunan kadar oksigen di bagian dasar.

Usaha untuk menanggulangi dampak upwelling yang sangat merugikan ini salah satunya dengan
cara adanya penataan ruang perairan, pengaturan jumlah unit KJA yang beroperasi, teknik budidaya dan
kontruksi KJA serta cara pemberian pakan akan sangat menentukan kelestarian lingkungna perairan.

Downwelling merupakan turunnya air permukaan laut ke lapisan lebih dalam. Downwelling terjadi karena
adanya penumpukan massa di lapisan permukaan yang harus di alirkan ke lapisan dalam.

Proses Terjadinya Downwelling

Pada prinsipnya, air yang berada di lapisan atas merupakan yang banyak mengandung Oksigen
dan organisme planktonik, pada saat terjadi downwelling, Oksigen (gas) dan organisme tersebut
terdistribusi ke lapisan di bawahnya yang lebih miskin. Walaupun terjadi distribusi gas dan organisme,
namun downwelling hanya berdampak kecil terhadap produktivitas primer di lautan berbeda halnya
dengan Upwelling yang berpengaruh besar pada produktivitas dan iklim lautan.
Terjadinya arus downwelling sama seperti pada upwelling, yaitu karena:
1. Posisi Edar Matahari

Posisi edar matahari di ekuator, menjadikan temperatur permukaan bumi di lautan menjadi
hangat. Air yang hangat ini bergerak ke arah dimana temperaturnya lebih rendah yaitu di bagian dalam
lalu menyebar pergerakannya ke bagian permukaan air dibelahan terjauh dari ekuator (equatorial
upwelling).
2. Pertemuan Dua arus yang bertentangan

Pertemuan arus di permukaan yang saling bertentangan arah. Kala pertemuan arus permukaan air
itu saling bertemu, maka mau tak mau arus air dari permukaan akan bergerak ke bawah (downwelling).
3. Gerak angin
Gerak angin yang terjadi di pesisir pantai bisa menyebabkan terjadinya upwelling dan
downwelling atau mempercepat akselerasi perputaran siklus dari kedua fenomena itu (coastal upwelling
and coastal downwelling) apalagi jika distimulasi oleh pengaruh celestial seperti daya gravitasi bulan
dan gerak rotasi bumi yang berlawanan maupun sebaliknya.

4.Kontur Permukaan Dasar Laut

Kontur permukaan dasar laut juga bisa menjadi penyebab terjadinya kedua fenomena itu, seperti
terdapatnya dasar laut yang sangat curam dan menyempit dimana arus gerak air semakin cepat
akselerasinya.
Gambar Proses Sinking/Downwelling

Sinking merupakan kebalikan dari upwelling yang dipengaruhi oleh hembusan angin belahan
utara menuju selatan. Itu artinya pada wilayah sinking sangat sedikit ditemui kehidupan biota laut karena
arus permukaan akan berbalik menjadi arus dalam dan menuju pada zona abisal. Artinya adalah
phytoplankton yang menjadi kunci rantai makanan biota laut dibawa menuju zona bathial sehingga
memutuskan keadaan rantai makanan biota laut itu sendiri.

Sinking adalah fenomena yang terjadi akibat hembusan angin dari utara menuju selatan yang
mengakibatkan arus permukaan masuk atau menuju ke dalam laut sehingga akan mempengaruhi
penurunan biota pada laut itu sendri.

Downwelling juga dapat terjadi diakibatkan oleh arus Eddy, sama seperti upwelling. Penelitian
mengenai arus Eddy pertama kali dilakukan sekitar tahun 1930 oleh Iselin dengan mengidintifikasi Eddy
Gulf Stream dari hidrografi, serta penelitian Stockman dari data time series hasil pengukuran dilaut
kasvia. Arus Eddy dapat terbentuk dilautan mana saja tetapi memiliki distribusi aktivitas yang heterogen
dengan skala spasial berkisar antara puluhan sampai ratusan kilometer dan skala temporar berkisar
antara mingguan sampai bulanan (robinson 1983). Terdapat dua tipe Arus Eddy, type pertama adalah
yang terbentuk akibat interaksi aliran arus dengan topografi, dan yang kedua adalah akibat angin (Mann
dan Lazier 2006).
Arah gerakan arus Eddy, memiliki dampak yang berbeda antara dibelahan bumi utara dan
belahan bumi selatan. Dibelahan bumi utara, Eddy akan menyebabkan upwelling jika bergerak
berlawanan arah jarum jam, dan menyebabkan downwelling jika bergerak searah jarum jam. Sebaliknya,
dibelahan bumi selatan, jika Eddy bergerak searah jarum jam maka akan menyebabkan upwelling, dan
jika bergerak berlawanan arah jarum jam maka akan menyebabkan downwelling (Stewart 2008).

Dampak Downwelling

Downwellling memiliki dampak yang hampir sama dengan upwelling, yaitu keduanya memiliki
dampak positif dan negative. Berikut adalah dampak dari downwelling:

Dampak Positif
1. Arus downwelling dapat membawa senyawa gas yang diperlukan makhluk hidup di bawah laut
untuk tetap hidup.

2. Arus downwelling yang ekstrim dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit turbin bagi tenaga potensial
air yang digerakkan oleh kekuatan arus serta perbedaan temperatur yang ekstrim.

Dampak Negatif

1. Arus downwelling yang terlalu ekstrim dapat merugikan kelangsungan hidup bagi suatu habitat
ekosistem
REFFERENSI

Firdaus Nuzula (2013). Cahaya Dalam Laut. [online] firdausnuzula. Available at:
https://firdausnuzula.wordpress.com/2013/04/18/cahaya-dalam-laut/ [Accessed 9 Apr. 2022].

rofiqy2000[at]yahoo.com (2019). E-learning PUSDIK KP. [online] Kkp.go.id. Available at:


http://www.pusdik.kkp.go.id/elearning/index.php/modul/read/190116-091618uraian-c-materi
[Accessed 9 Apr. 2022].

amanda (2012). Pengaruh Cahaya Terhadap Warna dan Lapisan Kedalaman Laut. [online]
Blogspot.com. Available at: http://sintaamanda.blogspot.com/2012/03/pengaruh-cahaya-
terhadap-warna-laut.html [Accessed 9 Apr. 2022].

dari, K. (2014). Angin darat dan angin laut. [online] Wikipedia.org. Available at:
https://id.wikipedia.org/wiki/Angin_darat_dan_angin_laut [Accessed 9 Apr. 2022].

National-oceanographic.com. (2017). National Oceanographic. [online] Available at:


https://www.national-oceanographic.com/article/upwelling-dan-kaitannya-dengan-fenomena-di-
laut [Accessed 9 Apr. 2022].

Nababan, B., Wiguna, D.A. and Arhatin, R.E. (2016). SEASONAL VARIABILITY OF LIGHT
ABSORPTION COEFFICIENT OF SURFACE WATER. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan
Tropis, [online] 7(2). Available at: https://media.neliti.com/media/publications/99082-ID-
none.pdf [Accessed 9 Apr. 2022].

Quora. (2021). Mengapa laut berwarna - warni dan kadang dalam satu wilayah laut yang sama
bisa terdapat beberapa warna yang berbeda? [online] Available at:
https://id.quora.com/Mengapa-laut-berwarna-warni-dan-kadang-dalam-satu-wilayah-laut-yang-
sama-bisa-terdapat-beberapa-warna-yang-berbeda [Accessed 7 Apr. 2022].

https://www.facebook.com/PROFIL-FACEBOOK (2022). Perbedaan Upwelling dan


Downwelling. [online] Guru Geografi. Available at:
https://www.gurugeografi.id/2017/04/perbedaan-upwelling-dan-downwelling.html [Accessed 9
Apr. 2022].

Meliani, F. (2018). Koefisien Atenuasi dan Hubungannya Dengan Kualitas Air di Perairan
Kelurahan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Ipb.ac.id. [online] Available at:
https://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/95053#:~:text=Koefisien%20atenuasi%20merupa
kan%20gambaran%20seberapa,energi%20cahaya%20datang%20di%20permukaan. [Accessed 9
Apr. 2022].

Anda mungkin juga menyukai