Anda di halaman 1dari 7

Sifat Cahaya dan Suara di Dalam Laut

Cahaya
Cahaya adalah bentuk radiasi elektromagnetik yang bergerak dengan kecepatan yang
mendekati 3 X 108 ms-1 dalam ruang hampa (berkurang menjadi 2,2 X 108 ms-1 dalam air laut).
Oseanografer tertarik pada cahaya bawah air dalam konteks penglihatan dan fotosintesis. Cahaya
matahari merupakan gabungan cahaya dengan panjang gelombang dan spektrum warna yang
berbeda-beda (Sears, 1949; Nybakken, 1998; alpen,1990). Bagian-bagian yang berbeda spektrum
tampak menimbulkan warna yang berbeda. Panjang gelombang untuk warna-warna yang
berbeda juga berbeda.
Cahaya matahari terdiri dari tujuh warna (merah, oranye, kuning, hijau, biru, nila, violet).
Masing-masing warna memiliki panjang gelombang yang berbeda. Hal ini berpengaruh pada
kemampuan cahaya untuk menembus air.

Panjang Gelombang Warna


400 – 440 nm Violet
440 – 480 nm Biru
480 – 560 nm Hijau
560 – 590 nm Kuning
590 – 630 nm Oranye
630 – 700 nm Merah
Tabel 1. Panjang gelombang Dari Cahaya Tampak (visible light)

Cahaya warna merah mampu terserap pada kedalam kurang dari 20 meter, lebih dari itu
warna merah tidak lagi nampak. Disinilah muncul kegelapan warna merah. Sebagai contoh, ada
seorang penyelam yang terluka dan berdarah di kedalaman 25 meter maka darah yang terlihat
bukan lagi berwarna merah melaikan warna hitam. Ini dikarenakan warna merah sudah tidak
mampu menembus kedalaman tersebut.
Cahaya warna oranye terserap pada kedalaman sekitar 30 meter, setelah ada kegelapan
warna merah maka dibawahnya ada kegelapan warna oranye. Cahaya warna kuning dapat
terserap pada kedalam sekitar 50 meter. Cahaya warna hijau dapat terserap pada kedalaman
sekitar 100 meter. Pada kedalaman 200 meter cahaya warna biru terserap dan begitu seterusnya.
Kedalaman Cahaya Menembus Air Laut
sumber : http://wong168.wordpress.com

Dengan demikian, terciptalah kegelapan warna cahaya matahari di lautan secara berlapis-
lapis, yang disebabkan air menyerap warna pada kedalaman yang berbeda-beda. Kegelapan di
laut dalam semakin bertambah seiring kedalaman laut, hingga didominasi kegelapan pekat yang
dimulai dari kedalaman lebih dari 200 meter. Lalu cahaya tidak dapat masuk sama sekali pada
kedalaman mulai dari 1000 meter dan kegelapannya berlapis-lapis. Tembusan cahaya berbanding
terbalik dengan bertambahnya kedalaman.
Plankton, biota laut lainnya serta zat organic terlarut yang dalam istilah Jerman
disebut gelbstoff. Materi – materi inilah yang menyebabkan penyerapan cahaya matahari
sehingga hanya menyisakan warna “dark blue” pada lautan. Selain penyerapan atau adsorpsi
cahaya, warna laut juga disebabkan oleh penghamburan cahaya oleh makhluk – makhluk mikro
di laut seperti fitoplankton (tumbuhan sangat kecil) dan zooplankton (hewan sangat kecil).
Semua faktor tersebutlah yang menyebabkan warna laut menjadi biru cerah kehijauan di daerah
perairan laut tropis termasuk di Indonesia. Cahaya matahari yang berlimpah dan iklim panas
sangat baik bagi pertumbuhan plankton, dan hal ini lebih menguatkan lagi untuk pembentukan
warna cerah kehijauan di laut. Pantulan dari langit sebenarnya juga berperan tetapi hanya
berperan kecil.
Air yang jernih tampak berwarna biru karena, panjang gelombang yang pendek (seperti
biru) lebih sedikit diserap dan lebih banyak dihamburkan. Tetapi kita tidak dapat melihat warna
biru pad air di dalam gelas karena lapisan air yang terdapat di segelas air tidak cukup untuk
untuk menyerap warna cahaya yang diterima.

Ada pun pembagian zona tersebut antara lain:


Zona Eufotik/photic
Memiliki rentang dari permukaan laut s/d kedalaman di mana cahaya masih memungkinkan
untuk keberlangsungan proses fotosintesis
Disebut: Zona Epipelagis (0-150 meter)

Zona Disfotik
Terdapat dibawah zona eufotik dimana cahaya yang ada sudah terlalu redup untuk mendukung
proses fotosintesis
Disebut: Zona Mesopelagis (150-1.000 meter)

Zona Afotik
Zona yang pilng bawah dan merupakan zona yang gelap gulita sepanjang masa, umumnya
terdapat pada kedalaman >1.000 meter
Afotik dibagi menjadi 3 kedalaman:
Zona Batipelagis yaitu 150/1.000 – 3.000 meter
Zona Abisal yaitu 3.000 – 6.000 meter
Zona Hadal yaitu > 6.000 meter

Suara
Bunyi adalah bentuk tekanan gelombang dan terbentuk oleh vibrasi yang menghasilkan
zona- zona alternatif kompresi (molekul- molekul saling merapat) dan rarefaksi (molekul-
molekul saling menjauh). Semua bunyi hasil vibrasi (contohnya : vibrasi membran pembesar
suara atau vibrasi bunyi hewan laut-dalam). Gelombang- gelombang bunyi tidak sinusoidal
seperti yang kita ketahui sebagai gelombang normal, tetapi tekanan akustik naik dan turun secara
sinusoidal.
Panjang gelombang energi akustik di laut berkisar antara 50 m dan 1 mm. Ambil
kecepatan bunyi dalam air laut sebesar 1500 ms-1, ini berhubungan terhadap frekuensi dari 30
Hz hingga 1,5 MHz. (sebagai perbandingan, frekuensi bunyi di atas 20kHz tidak dapat didengar
oleh telinga manusia normal.)

Proses merambatnya bunyi pada saat benda yg bergetar akan menggetarkan molekul zat
perantara/medium di sekitarnya lalu molekul yg bergetar akan merambatkan ke molekul-molekul
yg lainnya, dan begitu seterusnya sampai getaran itu terdengar di telinga kita. Molekul udara
membentuk rapatan (R) dan renggangan (r).
Pada laut, suara dirambatkan melalui medium air. Kecepatan rambat suara laut berbeda
dengan kecepatan rambat udara ataupun darat. Bunyi merambat di udara dengan kecepatan 1.224
km/jam. Pada suhu udara 15 derajat celsius bunyi dapat merambat di udara bebas pada kecepatan
340 m/s. Bunyi merambat lebih lambat jika suhu dan tekanan udara lebih rendah. Di udara tipis
dan dingin pada ketinggian lebih dari 11 km, kecepatan bunyi 1.000 km/jam. Di air,
kecepatannya 5.400 km/jam, jauh lebih cepat daripada di udara. Dengan s panjang Gelombang
bunyi dan t waktu.
Jika dibandingkan dengan cepat rambat udara, di laut kecepatan rambatnya lebih cepat 4x
lipat dibangingkan dengan cepat rambat di udara. Hal tersebut diakibatkan partikel air laut lebih
rapat dibandingkan dengan di udara yang lebih renggang. Sedangkan di darat (zat padat) lebih
cepat lagi cepat rambat di laut karena benda padat kerapatannya paling tinggi diantara medium
yang lain.

Medium Cepat Rambat Suara (m/s)


Udara (0°C) 331
Udara (15°C) 340
Air (25°C) 1490
Air Laut (25°C) 1530
Tembaga (20°C) 3560
Besi (20°C) 5130
Aluminium (20°C) 5100
Cepat rambat bunyi pada medium tertentu
(Sumber: http://andrynugrohoatmarinescience.wordpress.com)

Secara sederhana, pola perambatan gelombang suara di dalam laut yang dibagi secara vertikal
adalah sebagai berikut:
a) Zona 1 (mix layer) : Kecepatan suara cenderung meningkat akibat faktor perubahan tekanan
mendominasi faktor perubahan suhu.
b) Zona 2 (termoklin) : Kecepatan suara menurun dan menjadi zona minimum kecepatan suara
akibat terjadinya perubahan suhu yang sangat drastis dan mendominasi faktor perubahan
tekanan.
c) Zona 3 (deep layer) : Kecepatan suara meningkat kembali akibat faktor perubahan tekanan
mendominasi kembali faktor perubahan suhu.

Kecepatan suara dapat dihitung menggunakan rumus :

C = 1449,2 + 4,6T - 0,055T2 + 0,00029T3 + (1,34 - 0,010T)(S-35) - 0,016Z

dengan : C = Kecepatan suara (m/s)


T = Suhu (°C)
S = Salinitas (psu)
Z = Kedalaman (m)

Dari persamaan di atas, dapat dilihat bahwa kecepatan suara dipengaruhi oleh beberapa factor,
yaitu :
1. Suhu
Suhu merupakan salah satu karakter fisik dari air laut yang penting. Di wilayah lintang
sedang dan rendah (dekat dengan wilayah tropis), suhu merupakan faktor penting yang
mempengaruhi densitas dan kecepatan suara di dalam air. Suhu di daerah tropis pada wilayah
permukaan laut berkisar 26-29oC yang dipengaruhi oleh musim.
Pada kondisi perairan laut yang mempunyai suhu berbeda-beda menimbulkan variasi
kecepatan suara yang menyebabkan refraksi atau pembelokan perambatan gelombang suara.
Perubahan suhu yang sangat cepat pada lapisan termoklin menyebabkan pembelokan gelombang
suara yang tajam dan pada lapisan ini bertindak sebagai bidang pantul.
2. Salinitas
Salinitas dapat mempengaruhi kecepatan suara di dalam air, teutama di wilayah lintang
tinggi (dekat kutub) dimana suhu mendekati titik beku, salinitas merupakan salah satu paling
faktor penting yang mempengaruhi kecepatan gelombang suara di dalam air. Distribusi vertikal
salinitas pada wilayah tropis, ekuator, dan sub tropis mengalami nilai yang paling kecil pada
kedalaman 600-1000 m (34-35 pratical salinity unit/psu). Di wilayah tropis nilai salinitas pada
permukaan berkisar 36-37 psu. Salinitas maksimun pada wilayah perairan tropis terjadi pada
kedalaman 100-200 m dekat dengan lapisan termoklin dimana kadar salinitas dapat mencapai
lebih dari 37 psu. Di daerah laut dalam, kadar salinitas relatif seragam dengan nilai 34,6-34,9
psu. Salinitas di samudera seperti Atlantik, Pasifik, dan Hindia rata-rata 35 psu, di wilayah laut
yang tertutup, nilai salitas rata-rata tidak jauh dari kisaran 35 psu tergantung dari penguapan
yang terjadi.
3. Lapisan Termoklin
Penurunan suhu berbanding lurus dengan penambahan kedalaman dan salinitas. Pada
daerah dimana terjadi penurunan suhu secara cepat inilah dinamakan lapisan termoklin. Di laut
terbuka, lapisan ini berkarakter sebagai gradient kecepatan suara negative dimana dapat
memantulkan gelombang suara. Secara teknik lapisan ini membendung dari impendansi akustik
yang terputus-putus (diskontinu) yang tercipta dari perubahan densitas secara mendadak.
Karateristik yang unik inilah yang membuat pentingnya lapisan termoklin untuk diketahui,
terutama dibidang pertahanan dan keamanan (kapal selam). Lapisan termoklin mempunyai
karateristik mampu memantulkan dan membelokan gelombang suara yang datang.
4. Kedalaman Perairan
Kedalaman mempengaruhi cepat rambat suara di dalam air laut. Bertambahnya
kedalaman, maka kecepatan suara akan bertambah karena adanya tekanan hidrostatis yang
semakin besar dengan bertambahnya kedalaman. Rata-rata terjadi peningkatan kecepatan suara
sebesar 0, 017 m/detik setiap kedalaman bertambah 1 meter.
Permukaan laut merupakan pemantul dan penghambur suara yang mempunyai efek yang
sangat besar dalam perambatan suara ketika sumber atau penerima berada di perairan dangkal.
Jika permukaan halus sempurna, maka ia akan menjadi pemantul suara yang nyaris sempurna.
Sebaliknya jika permukaan laut kasar kehilangan akibat pantulan mendekati nol.
Alat-alat yang menggunakan gelombang suara:

Dalam perkembangan dunia pengetahuan sekarang ini, gelombang bunyi dapat dimanfaatkan
dalam berbagai keperluan penelitian. Di bidang kelautan misalnya untuk mengukur kedalaman
laut, di bidang industri misalnya untuk mengetahui cacat yang terjadi pada benda-benda hasil
produksinya, di bidang pertanian untuk meningkatkan kualitas hasil pertanian, dan di bidang
kedokteran dapat digunakan untuk terapi adanya penyakit dalam organ tubuh.
Untuk keperluan tersebut digunakan suatu alat yang bekerja berdasarkan prinsip pemantulan
gelombang bunyi yang disebut SONAR (Sound Navigation Ranging).

Prinsip kerja SONAR berdasarkan prinsip pemantulan gelombang ultrasonik. Alat ini
diperkenalkan pertama kali oleh Paul Langenvin, seorang ilmuwan dari Prancis pada tahun 1914.
Pada saat itu Paul dan pembantunya membuat alat yang dapat mengirim pancaran kuat
gelombang bunyi berfrekuensi tinggi (ultrasonik) melalui air.

Pada dasarnya SONAR memiliki dua bagian alat yang memancarkan gelombang ultrasonik yang
disebut transmiter (emiter) dan alat yang dapat mendeteksi datangnya gelombang pantul (gema)
yang disebut sensor (reciver). Gelombang ultrasonik dipancarkan oleh transmiter (pemancar)
yang diarahkan ke sasaran, kemudian akan dipantulkan kembali dan ditangkap oleh pesawat
penerima (reciver).

Dengan mengukur waktu yang diperlukan dari gelombang dipancarkan sampai gelombang
diterima lagi, maka dapat diketahui jarak yang ditentukan. Untuk mengukur kedalaman laut,
SONAR diletakkan di bawah kapal. Dengan pancaran ultrasonik diarahkan lurus ke dasar laut,
dalamnya air dapat dihitung dari panjang waktu antara pancaran yang turun dan naik setelah
digemakan.

Hidropon adalah transduser energi suara ke energi listrik yang digunakan di dalam air atau zat
cair. Jadi terjadi pergantian energi suara ke energi listrik. Untuk mengukur kedalaman dasar laut,
teknik gema suara digunakan dengan cara merambatkan gelombang suara dari bawah kapal yang
dipantulkan dengan alat perekam(hidropon) yang diletakkan di dasar lautan. Jika dasar laut
bertekstur kasar maka pemantulan gelombang akan cepat, akan tetapi bila dasar lautan bertekstur
lembek, apakah mempengaruhi kecepatan gelombang atau tidak? Hal ini perlu dikaji lebih lanjut.
Jika terbukti tekstur tanah mempengaruhi kecepatan gelombang maka kemungkinan, hasil
pengukuran kedalaman laut di tanah liat dan batuan yang seharusnya berkedalaman sama,bisa
jadi dalam pengukuran menjadi berbeda.
Sumber:
sintaamanda.blogspot.com/2012/03/pengaruh-cahaya-terhadap-warna-laut.html
www.slideshare.net/icreamy/cahaya-dan-bunyi
cuman-coba.blogspot.com/2011/09/pemanfaatan-gelombang-bunyi-dan-cahaya.html
kresnapayana.blogspot.com/2011/09/aplikasi-gelombang-bunyi-cahaya.html
sriisetyawatii.blogspot.com/
andrynugrohoatmarinescience.wordpress.com/2011/03/21/sifat-fisika-dan-faktor-yang-mempengaruhi-
suara-di-laut/

Anda mungkin juga menyukai