Disusun Oleh :
2019/2020
2
BAB 1
PENDAHULUAN
3
1.3 Tujuan
4
BAB 2
PEMBAHASAN
Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan. Pengkajian
merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. Kemampuan
mengidentifikasi masalah keperawatan yang terjadi pada tahap ini akan menentukan
diagnosis keperawatan. Oleh karena itu, pengkajian harus dilakukan dengan teliti dan
cermat, sehingga seluruh kebutuhan perawatan pada klien dapat diidentifikasi.
Kegiatan dalam pengkajian adalah pengumpulan data. Pengumpulan data adalah
kegiatan untuk menghimpun informasi tentang status kesehatan klien. Status kesehatan
klien yang normal maupun yang senjang hendaknya dapat dikumpulkan, hal ini
dimaksudkan untuk mengidentifikasi pola fungsi kesehatan klien, baik yang efektif
optimal maupun yang bermasalah. Namun karena kepentingan praktis dan adanya
kendala keterbatasan waktu pengumpulan data dan dokumentasinya, maka dibeberapa
tempat kita menjumpai kebijakan yang memfokuskan item dalam format pengumpulan
data dengan pertimbangan prioritas pengkajian atau pola fungsi terkait yang paling
berpengaruh dengan gangguan sistem yang terjadi. Proses pengkajian meliputi langkah –
langkah sebagai berikut :
1. Pengumpulan data secara sistematis.
2. Verifikasi data.
3. Organisasi data.
4. Interpretasi data.
5. Pendokumentasian data.
5
Jenis Data
1. Data subjektif
Data subjektif adalah data yang didapatkan dari pasien, meliputi perasaan pasien dan
semua hal yang dikeluhkan oleh pasien. Data ini bisa didapatkan dari wawancara
dengan pasien.
2. Data objektif
Data ini adalah data yang visa diukur atau diobservasi, bisa didapatkan dari hasil
pengukuran saat pemeriksaan fisik, laboratorium,foto, dan sebagianya
Sumber Data
Sumber data ada dua macam, primer dan sekunder. Klien dalah sumber primer
data. Sedangkan yan sekunder mencakup keluarga dari orang terdekat, catatan klien,
profesional kesehatan, literatur.
Klien
Adalah sumber data terbaik karena klien dapat memberikan data subjektif
yang tidak dapat diberikan orang lain
Keluarga dari orang terdekat
Keluarga dan teman dekat juga merupakan sumber informasi sekunder yang
penting untuk melibatkan mereka dalam pengkajian bila memungkinkan.
Mereka mungkin memberikan informasi tentang respon klien terhadap
penyakit, stres yang dialami klien sebelum sakit
Catatan klien
Mencakup informasi yang di dokumentasikan oleh berbagai profesional
kesehatan. Berisi data pekerjaan klien, agama, dan status perkawinan
Profesional kesehatan
Literatur
Menelaah literatur keperawatan seperti buku acuan
6
Metode Pengumpulan Data
1. Observasi
Lakukan Pengamatan dengan teliti dan hati – hati. Observasi dapat dilakukan jika ada
kontak dengan klien. Bagian yang bisa diamati antara lain respon fisik dan psikologis,
respon emosi, serta rasa aman dan nyaman yan dirasakan klien. Observasi bisa membantu
perawat untuk menentukan status fisik dan mental klien. Dengan mengamati klien secara
seksama, kita bisa mengetahui berbagai macam perasaan klien, adanya nyeri, cemas, dan
kemarahan.
2. Wawancara
Ada beberapa tahapan yang dilalui saat melakukan wawancara, yaitu sebagai berikut.
a. Tahap persiapan
Ada baiknya perawat membaca catatan medis (medical record) terdahulu atau
mengetahui keluhan utama yang dirasakan klien saat ini. Jika perawat masih belum
mengerti tentang diagnosis klien, sebaiknya perawat mempelajarinya terlebih dahulu
dari sumber tersedia.
b. Tahap introduksi
Di tahap ini perawat menjelaskan pada klien tentang pentingnya wawancara dan
tujuan dilakukannya wawancara. Pembukaan dilakukan dengan memperkenalkan
identitas perawat. Berikan ruangan yang tenang dan jaga privasi klien atau anggota
keluarganya. Dengarkan penjelasan klien dan keluarga dengan penuh perhatian.
Usahakan wawancara dilakukan dengan posisi duduk dan berhadapan. Pertahankan
kontak mata antara perawat dengan klien.
c. Tahap kerja (pertanyaan terbuka dan tertutup)
Pada tahap ini perawat mulai memberikan pertanyaan yang spesifik yang membahas
tentang masalah kesehatan klien dan alasan utama klien dan alasan utama klien
datang mencari bantun kesehatan. Wawancara dapat dilakukan secara formal dan
terstruktur. Jangan mengajukan pertanyaan yang bersifat memojokkan atau
menghakimi klien. Pertanyaan dapat berupa pertanyaan terbuka atau tertutup.
Pertanyaan terbuka akan member kesempatan pada klien untuk menjelaskan
kondisinya (misalnya:”Apa yang ibu keluhkan selama 3 hari ini sehingga datang ke
RS?”) sedangkan pertanyaan tertutup hanya akan member informasi yang kita
7
inginkan dan biasanya berbpa penegasan (misalnya:”Jadi selama satu hari ini Ibu
berak encer sudah 10 kali?”)
d. Penutup
Tahap ini mengindikasikan proses pengumpulan dan telah terpenuhi. Diakhiri dengan
memberikan kesimpulan dan menyamankan presepsi atas kondisi klien terkini.
3. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan adalah ringkasan kondisi kesehatan klien mulai dari waktu lampau
hingga alasan mengapa saat ini datang ke pusat kesehatan. Riwayat ini meliputi hal – hal
sebaga berikut.
a. Data demografi
b. Keluhan utama
c. Presepsi tentang kondisi sakit saat ini
d. Riwayat penyakit terdahulu, riwayat pembedahan, riwayat diawat dirumah sakit.
e. Riwayat penyakit keluarga
f. Pengobatan yang saat ini sedang dijalani
g. Riwayat alergi
h. Status perkembangan mental klien
i. Riwayat psikososial
j. Riwayat sosiokultural
k. Aktivitas harian (activity daily living)
Nutrisi/diet yang dilakukan sebelum dan sesudah sakit.
Eliminasi (BAK → eliminasi urine dan BAB → eliminasi alvi) yang dialami
sebelum dan sesudah sakit.
Pola istirahat dan tidur sebelum dan sesudah sakit
Aktivitas dan rutinitas yang dilakukan tiap harinya dan sesudah sakit.
Keyakinan/pola ibadah yang dimiliki sebelum dan sesudah sakit.
Pola aktivitas seksual yang dilakukan dan sesudah sakit.
8
4. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan empat cara sebagai berikut.
a. Inspeksi (I)
Menggunakan indra penglihatan, memerlukan bantuan pencahayaan yang baik, dan
pengamatan yang teliti.
b. Perkusi (P)
Pemeriksaan ini mengguakan prinsip vibrasi dan getaran udara. Dilakukan dengan
mengetuk permukaan tubuh dengan tangan pemeriksa. Bisa digunakan untuk
memperkirakan densitas organ tubuh/jaringan yang diperiksa.
c. Palpasi (P)
Palpasi menggunakan serabut saraf sensoris di permukaan telapak tangan untuk
mengetahui kelembapan, suhu, tekstur, adanya massa, dan penonjolan lokasi dan
ukuran organ, serta pembengkakan. Palpasi memerlukan cara yang sistematis dan
dilakukan secara tegas tetapi lembut untuk mencegah timbulnya raa nyeri pada klien.
d. Anskultasi (A)
Menggunakan indra pendegaran, bisa menggunakan alat bantu(stetoskop) ataupun
tidak. Suara didalam tubuh dihasilkan oleh gerakan udara (misalnya suar nafas) atau
gerakan organ (misalnya:peristaltik usus)
9
FORMAT PENGKAJIAN
IDENTITAS PASIEN
Suku/Bangsa : ..............................
Status : .......................................
Alamat : .......................................
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan/penampilan umum:
Kesadaran : .............................
BB ideal : .................................
10
Perkembangan BB : .................................
Tanda-tanda vital :
2. Kepala
...............................................................................................
...............................................................................................
3. Leher
..............................................................................................
..............................................................................................
4. Thorax (dada)
................................................................................................
..............................................................................................
5. Abdomen
...............................................................................................
..............................................................................................
6.Tulang belakang
.................................................................................................
11
.................................................................................................
7. Ekstremitas
.................................................................................................
.................................................................................................
...............................................................................................
................................................................................................
9. Pemeriksaan neurologis
..............................................................................................
..............................................................................................
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboraturium
...................................................................................................
.....................................................................................................
2. Radiologi
.............................................................................................
............................................................................................
12
Kelainan Gigi Dan Gusi Pada Pasien Febris
a. Gigi berlubang (karies)
Ternyata gigi yang berlubang, bila tidak dirawat, lama kelamaan akan menjadi gigi
busuk, artinya sudah mati saraf yang terletak di ruang gigi (pulpa) dan tidak mendapat
aliran darah dari tubuh, didunia Kedokteran gigi disebut Gangrene Pulpa atau Gangrene
Radix, bila tinggal sisa akar atau orang jawa menyebut tunggak gigi.
Pada keadaan tubuh kita sudah letih, maka menyebabkan kondisi tubuh menurun dan
tidak fit. Hal ini akan menyebabkan suhu tubuh menjadi naik atau panas selama berhari-
hari. Bahkan penderita harus opname karena panas, yang ternyata disebabkan infeksi gigi
pada gigi berlubang.
b. Gingivitis
Gingivitis adalah peradangan pada gusi (gingiva). Gingivitis hampir selalu terjadi
akibat penggosokan dan flosing (membersihkan gigi dengan menggunakan benang gigi)
yang tidak benar, sehingga plak tetap ada di sepanjang garis gusi. Plak merupakan suatu
lapisan yang terutama terdiri dari bakteri. Plak lebih sering menempel pada tambalan
yang salah atau di sekitar gigi yang terletak bersebelahan dengan gigi palsu yang jarang
dibersihkan.
c. Bau mulut (halitosis)
Bau mulut umum terjadi pada semua demam. Bahkan demam akut dapat menyebabkan
bau mulut. Bau mulut yang parah akan muncul pada kasus tifoid. Penyakit infeksius
lainnya seperti tuberculosis dan AIDS akan menyebabkan bau mulut.
Pada pasien rawat inap Pasien yang terus berbaring di tempat tidur akan
menderita bau mulut dikarenakan lapisan kotor yang tebal di lidah. Asupan air juga
dibatasi pada pasien ini. Regurgitasi makan memperburuk keadaan ini. Karena mereka
juga jarang bicara, maka udara yang masuk ke rongga mulut juga berkurang, ini
menyebabkan kondisi yang baik bagi bakteri anaerob untuk aktif.
a. Karang gigi (Calculus)
Umumnya plak dan karang gigi menumpuk di celah antara gigi dan gusi. Ini akan
memberikan perlindungan bagi sisa makanan dan bakteri pada pasien febris. Ketika
pasien dirawat membuat pasien malas untuk menyikat gigi karena kondisi yang tidak
memungkinkan bagi pasien, sehingga mudah terjadinya karang gigi.
13
2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status
kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu atau kelompok dimana perawat secara
akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga
status kesehatan menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah (Carpenito,2000).
14
Focus tahap pelaksanaan tindakan perawatan adalah kegiatan dan pelaksanaan tindakan dari
perencanaan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosional. Pendekatan tindakan keperawatan
meliputi tindakan : independen,dependen,dan interdependen.
Tahap 3 : dokumentasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan harus diikuti oleh pencatatan yang lengkap dan akurat
terhadap suatu kejadian dalam proses keperawatan.
2.5 Evaluasi
Perencanaan evaluasi memuat criteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan
keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses
dengan pedoman/rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan
membandingkan antara tingkat kemandirian pasien dalam kehidupan sehari-hari dan tingkat
kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah di rumuskan sebelumnya.
Sasaran evaluasi adalah sebagai berikut:
Proses asuhan keperawatan, berdasarkan criteria/ rencana yang telah disusun.
Hasil tindakan keperawatan ,berdasarkan criteria keberhasilan yang telah di rumuskan
dalam rencana evaluasi.
Hasil Evaluasi
Terdapat 3 kemungkinan hasil evaluasi yaitu :
Tujuan tercapai,apabila pasien telah menunjukan perbaikan/ kemajuan sesuai
dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Tujuan tercapai sebagian,apabila tujuan itu tidak tercapai secara maksimal,
sehingga perlu di cari penyebab dan cara mengatasinya.
Tujuan tidak tercapai, apabila pasien tidak menunjukan perubahan/kemajuan
sama sekali bahkan timbul masalah baru.dalam hal ini perawat perlu untuk mengkaji
secara lebih mendalam apakah terdapat data, analisis, diagnosa, tindakan, dan faktor-faktor
lain yang tidak sesuai yang menjadi penyebab tidak tercapainya tujuan.
Setelah seorang perawat melakukan seluruh proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan
evaluasi kepada pasien ,seluruh tindakannya harus didokumentasikan dengan benar dalam
dokumentasi keperawatan.
15
2.6 Pemeriksaan ekstra oral, meliputi :
a. Pemeriksaan kepala
Pemeriksaan pada kepala dilakukan untuk mengetahui bentuk dan fungsi kepala serta
kelainan yang terdapat dikepala. Pemeriksaan pada kepala dapat dilakukan dengan cara
inspeksi dan palpasi.
Atur posisi klien duduk atau berdiri karena posisi pasien akan memudahkan pemeriksa
dalam meakukan pemeriksaan.
Anjurkan untuk melepas penutup kepala, kacamata, dll yang digunakan pada pasien. !rea
yang diperiksa harus jelas terlihat.
Lakukan inspeksi dengan mengamati bentuk kepala, kesimetrisan dan keadaan kulit
kepala. kepala yang normal adalah dalam posis tegak dan stabil. 'entuk tulang kepala
umumnya bulat dengan tonjolan frontal dibagian anterior dan oksipital dibagian
posterior. Selain itu, ukuran, bentuk kepala, dan posisi kepala terhadap tubuh adalah
kepala tegak lurus dan digaris tengah tubuh. namun,ketidaksimetrisan dapat berasal dari
cedera maupun gangguan neurologis misalnya cedera kepala dan paralisis saraf fasial.
kulit kepala normalnya halus dan tidak elastis
Lakukan palpasi dengan gerakan memutar yang lembut menggunakan ujung jari, lakukan
mulai dari depan turun ke bawah melalui garis tengah kemudian palpasi setiap sudut garis
kepala. rasakan apakah terdapat benjolan/massa, tanda bekas luka di kepala,
pembengkakan, nyeri tekan, dll. Jika hal tersebut ditemukan,perhatikan beberapa besar
/luasnya, bagaimana konsisensinya dan dimana kedudukannya, apakah di dalam kulit,
pada tulang atau dibawah kulit terlepas dari tulang.
16
b. Pemeriksaan wajah
Pemeriksaan visual (inspeksi) daerah wajah dan leher dilihat dari depan. Perhatikan
apakah ada tonjolan, cacat, bercak di kulit, tahi lalat, asimetri wajah yang berlebihan.
c. Pemeriksaan leher
Pemeriksaan pada leher bertujuan untuk mengetahui integritas leher, bentuk leher serta
organ yang berkaitan, dan memeriksa sistem limfatik. Pemeriksaan pada leher dilakukan dengan
cara inspeksi dan palpasi. inspeksi pada leher untuk melihat adanya asimetris, denyutan
abnormal, tumor maupun pembesaran kelenjar limfe dan tiroid. Pemeriksaan palpasi dilakukan
pada tulang hyoid, tulang rawan tiroid, kelenjar tiroid, pembuluh karotis, dan kelenjar limfe
17
Lakukan inspeksi leher mengenai bentuk leher, warna kulit, adanya pembengkakan,
jaringan parut, dan adanya massa. inspeksi dilakukan secara sistematis mulai dari garis
tengah sisi depan leher, dari samping dan dari belakang. warna kulit leher normalnya
sama dengan kulit sekitarnya. dapat menjadi kuning pada semua jenis ikterus, dan merah,
bengkak, panas dan nyeri tekan bila mengelami peradangan
Inspeksi tiroid dengan menginstruksikan klien untuk menelan dan mengamati gerakan
kelenjar tiroid pada takik suprasternal. normalnya, kelenjar tiroid tidak dapat dilihat
kecuali pada orang yang sangat kurus. Minta klien untuk memfleksikan leher dengan
dagu ke dada, hiperekstensikan leher sedikit ke belakang, dan gerakkan menyamping ke
masing-masing sisi kemudian ke samping sehingga telinga bergerak ke arah bahu. Hal ini
dilakukan untuk menguji otot- otot sternomastoideus dan trapezius.
Lakukan palpasi pada daerah leher dilakukan terutama untuk mengetahui keadaan dan
lokasi kelenjar limfe, kelenjar tiroid dan trakea. untuk memeriksa nodus limfe (kelenjar
limfe), buat klien santai dengan leher sedikit fleksi ke depan atau mengarah ke sisi
pemeriksa untuk merelaksasikan jaringan dan otot-otot.Gunakan bantalan ketiga jari
tengah tangan dan memalpasi dengan lembut masing -masing jaringan limfe dengan
gerakan memutar. Palpasi kelenjar tiroid dilakukan untuk mengetahui adanya pembesaran
tiroid (gondok) yang biasanya disebabkan oleh kekurangan gram zodium. Bentuk
kelenjar tiroid dapat diketahui jika kepala pasien ditengadahkan sambil pasien disuruh
menelan ludah (air), sementara perawat melakukan palpasi kelenjar tersebut. Kedudukan
trakea perlu dikaji karena dapat sebagai petunjuk terhadap adanya gangguan dan
merupakan petunjuk adanya proses desak ruang atau fibrosis pada paru-paru maupun
mediastinum. Trakea akan tertarik pada keadaan terjadi proses fibrosis dan akan
terdorong pada keadaan terjadi pendesakan ruang.
18
Pergerakan bebas mandibula yaitu kombinasi antara gerakan rotasi dan translasi yang meliputi :
A. Inspeksi
Untuk melihat adanya kelainan sendi temporomandibular perlu diperhatikan gigi, sendi
rahang dan otot pada wajah. apakah pasien menggerakan mulutnya dengan nyaman selama
berbicara atau pasien seperti menjaga gerakan rahang bawahnya.
B. Palpasi
Pemeriksaan dengan cara palpasi sisi kanan dan kiri yang dilakukan pada sendi dan otot
wajah dan daerah kepala. Tes ini penting dalam membantu mencari lokasi nyeri.
C. Auskultasi
Bunyi sendi TMJ terdiri dari clicking dan krepitus.”clicking” adalah bunyi singkat yang
terjadi pada saat membuka atau menutup mulut, bahkan keduanya. “Krepitus” adalah bersifat
difus, yang biasanya berupa suara yang dirasakan menyeluruh pada saat membuka atau menutup
mulut bahkan keduanya. “krepitus” menandakan perubahan dari kontur tulang seperti pada
osteoartrosis.”clicking” dapat terjadi pada awal, pertengahan, dan akhir membuka dan menutup
mulut. Bunyi yang terjadi pada akhir membuka mulut menandakan adanya suatu pergeseran
yang berat. TMJ “clicking” sulit didengar karena bunyinya halus, maka dapat didengar dengan
menggunakan stetoskop.
3. Pemeriksaan Bibir
Pemeriksaan intra oral yang dapat dilakukan diantaranya adalah melihat mukosa intra
oral dari pasien, yaitu palpasi mukosa labial bibir bawah, mukosa labial bibir atas dan mukosa
bukal untuk melihat konsistensi, karakteristik jaringan dan indurasi, contohnya pada pasien yang
19
memiliki kebiasaan menggigit-gigit bibir atau mukosa bibir terjadi perubahan warna, pinggiran
yang kasar dan terjadi keratinisasi pada mukosa labial, selain itu juga pada pasien perokok
mukosa labialnya berwarna kemerahan. Setelah itu lakukan juga inspeksi dan palpasi pada
bagian mucobucal fold atas dan bawah untuk melihat karakteristik jaringan serta pada forniks
bawah untuk melihat posisi frenulum bibir bawah. Palpasi dan inspeksi dilakukan terus hingga
melihat semua anatomi pada intra oral yang kemungkinan dapat terjadi kelainan atau penyakit,
maka palpasi juga pada bagian retromolar pad, tuberositas, palatum untuk melihat rugae yang
ada pada palatum.
Penderita diinstruksikan membuka mulut, perhatikan struktur di dalam cavum oris mulai
dari gigi geligi, palatum, lidah, bukkal, dll.lihat ada tidaknya kelainan berupa, pembengkakan,
hiperemis, massa, atau kelainan congenital. Lakukan penekanan pada lidah secara lembut dengan
spatel lidah ( gambar ). Perhatikan struktur arkus anterior dan posterior, tonsil, dinding dorsal
faring. Deskripsikan kelainan-kelainan yang tampak. Dengan menggunakan sarung tangan
lakukan palpasi pada daerah mukosa bukkal, dasar lidah dan daerah palatum untuk menilai
adanya kelainan-kelainan dalam rongga mulut
20
Mukosa pipi, gigi dan gusi mudah diperiksa dengan memakai spatula lidah untuk
mendorong pipi menjauhi gusi. inspeksi untuk melihat adanya perubahan warna,
tanda-tanda trauma, dan keadaan orifisium duktus parotis. Apakah ada ulserasi
pada mukosa pipi?Apakah ada lesi putih pada mukosa pipi?Lesi putih tak nyeri
yang paling sering ditemukan di dalam mulut adalah liken planus, yang terlihat
sebagai erupsi retikularis, atau seperti renda, bilateral pada mukosa pipi
Pada membrana mukosa yang melapisi lidah yaitu di punggung lidah, dipinggir kanan
dan kiri dan disebelah muka terdapat tonjolan yang kecil-kecildisebut dengan papillae. Pada
dasarnya papillae ini terdapat kuncup-kuncuppengecap sehingga kita dapat menerima / merasa
cita rasa. ada empat macam papillae, yaitu :papillae filiformes, papillae fungiformes, papillae
circumvallatae dan papillae foliatae. Area dibawah lidah disebut dasar mulut. Membran mukosa
disini bersifatlicin, elastis dan banyak terdapat pembuluh darah yang menyebabkan lidah
ini mudah bergerak, serta pada mukosa dasar mulut tidak terdapat papillae. Dasar mulut dibatasi
oleh otot-otot lidah dan otot-otot dasar mulut yanginsertionya disebelah dalam mandibula.
21
disebelah dalam mandibula initerdapat kelenjar-kelenjar ludah sublingualis dan submandibularis.
(Liod danRobert, 2130)
a. Tes Klinis
Tes klinis dilakukan dengan menggunakan kaca mulut dan sonde serta tes periodontium
untuk mengetahui keadaan jaringan pulpa dan periapeks. Kaca mulut dan sonde digunakan untuk
memeriksa karies yang luas atau karies sekunder, terbukanya pulpa, fraktur mahkota, restorasi
yang rusak, dan kebocoran daerah korona pada gigi yang telah dirawat saluran akar.
b. Tes Perkusi
Perkusi dapat menentukan ada tidaknya penyakit periapikal. cara melakukanperkusi
adalahdengan mengetukan ujung kaca mulut yang dipegang parallel atau tegak lurus terhadap
mahkotapada permukaan incisal atau oklusal. Jikanyeri subjektifnya parah, hindarkan
22
pengetukan gigi tetapi tekanlah gigiperlahan-lahan dengan ujung jari telunjuk. cara tes lain yang
baik juga dapatdengan meminta pasien menggigit obyek yang keras misalnya gulungan
kapas.
c. Tes Palpasi
Palpasi menentukan seberapa jauh proses inflamasi telah meluas ke arahperiapikal.
Palpasi dilakukan dengan menekan mukosa di atas apeks dengancukup kuatPenekanan dilakukan
dengan ujung jari seperti pada tes perkusi. Pemeriksaan hendaknya menggunakan minimal satu
gigi sebagaipembanding.
d. Pemeriksaan dengan sonde (sondasi)
Sonde dapat berpenetrasi ke dalam lesi inflamasi periapikal yang meluas ke servikal. gigi
dengan pulpa nekrosis yang menginduksi inflamasi periapical yang meluas ke arah servikal
memiliki prognosis yang baik jika saluran akarnya telah dirawat dengan baik. namun, prognosis
saluran akar pada gigi dengan paenyakit periodontium parah biasanya sangat bergantung pada
keberhasilan perawatan periodontiumnya. gigi dengan penyakit periodontium parah merupakan
gigi yang tidak begitu baik prognosisnya untuk perawatan saluran akar. kedalaman yang bisa
diprobing sepanjang permukaan dan furkasi harus diukur dan dicatat agar dapat digunakan
sebagai pembanding dikemudian hari.
e. Tes kevitalan pulpa
Stimulasi langsung pada dentin, dingin, panas, dan tes elektrik dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi gigi vital atau tidak. Jika pada pemeriksaan klinis dapat menggunakan stimulus
yang sama dengan stimulus yang menurut pasien akan menimbulkan respon nyeri. Jika terdapat
karies dapat disonde sampai dalam sehingga mencapai dentin yang tidak karies, dan jika timbul
sensasi tajam dan tiba-tiba dapat dikatakan jaringan pulpa vital.
f. Pemeriksaan radiografis
Pemeriksaan radiograf memungkinkan evaluasi masalah pada gigi misalnya lesi karies,
kerusakan restorasi, dan perawatan saluran akar, tampilan pulpa dan periapikal yang abnormal,
malposisi gigi, dan adanya penyakit periodontium.
g. Pemeriksaan gigi menyeluruh
Pemeriksaan posisi gigi, meliputi : kesesuaian lengkung rahang, maloklusi
Caries, meliputi: pemeriksaan lokasi, jenis, dan luas karies.
23
Perawatan restoratif sebaiknya diperiksa apakah restorasi yang telah dibuat cukup baik
atautidak. kemudian, keadaan ini dihubungkan dengan retensi plak,
kesulitanmembersihkan plak, oklusi traumatik. Juga penting untuk dilihat
adanyakemungkinan tepi restorasi yang berlebihan, melebihi lebar biologisepitel
jungtional dan perlekatan jaringan ikat, karena apabila berlebihdapat menyebabkan
cedera iatrogenik yang serius pada jaringan periodontal.
Kebiasaan, misalnya: kebiasaan merokok, mendorong lidah, menggigit -gigit
Kondisi pulpa gigi
Kegoyahan gigi
24
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Inflamasi pada rongga mulut dapat diakibatkan oleh flora normal rongga mulut
yang berubah menjadi patogen. Pada kasus dalam pemicu, Nora Adhelina mengalami
demam ( febris), disamping itu ia juga mengalami peradangan pada gigi dan mulut yang
berupa lubang gigi (karies), gingivitis, halitosis dan karang gigi.
25
4.2 SARAN
Penulis menyadari bahwa makalah tentang pengkajian yang dibuat ini tidaklah
sempurna, dan masih banyak membutuhkan kritik dan saran dari pembaca, semoga
kurang lebihnya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca maupun penulis
sendiri.
26