Anda di halaman 1dari 8

Nama : Mawar Zhahara

NIM : 1915401103

Reg : 3 Tingkat 1

Absen : 02

PATOFISIOLOGI
(ADAPTASI SEL PADA PROSES TRAUMA)

Kasus : Luka Post Sectio Caesaria (SC)

1. Pengertian

a. Pengertian Sectio Caesaria

Sectio Caesaria secara umum adalah operasi yang dilakukan untuk mengeluarkan janin
dan plasenta dengan membuka dinding perut dan uterus (Wiknjosastro, 2005).

b. Luka Sectio Caesaria

Luka adalah gangguan dalam kontinuitas sel-sel kemudian diikuti dengan penyembuhan
luka yang merupakan pemulihan kontinuitas tersebut (Brunner dan Suddart, 2001).
Pengertian luka sectio caesaria adalah gangguan dalam kontinuitas sel akibat dari
pembedahan yang dilakukan untuk mengeluarkan janin dan plasenta, dengan membuka
dinding perut dengan indikasi tertentu.

2. Klasifikasi Jenis Luka Sectio Caesaria

Menurut Wiknjosastro (2005), luka Sectio Caesaria dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis
yaitu:

a. Sectio Caesaria Transperitonealis Profunda

Merupakan pembedahan yang paling banyak dilakukan dengan insisi di segmen bawah
uterus. Keunggulan pembedahan ini adalah perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak.
Bahaya peritonitis tidakbesar. Parut pada uterus umumnya kuat sehingga bahaya rupture uteri
dikemudian hari tidak besar karena dalam masa nifas segmen bawah uterus tidak seberapa
banyak mengalami kontraksi seperti korpus uteri, sehingga luka dapat sembuh lebih
sempurna.

b. Sectio Caesaria Klasik atau Sectio Caesaria Corporal

Merupakan pembuatan insisi pada bagian tengah korpus uteri sepanjang 10-12 cm dengan
ujung bawah di atas batas plika vesiko uterine. Insisi ini dibuat hanya diselenggarakan
apabila ada halangan untuk melakukan sectio caesaria transperitonealis profunda (misalnya
melekat eratnya uterus pada dinding perut karena Sectio Caesaria yang dahulu, insisi di
segmen bawah uterus mengandung bahaya perdarahan banyak berhubungan dengan letaknya
plasenta pada plasenta previa). Kekurangan pembedahan ini disebabkan oleh lebih besarnya
bahaya peritonitis, dan kira-kira 4 kali lebih bahaya rupture uteri pada kehamilan yang akan
datang. Sesudah Sectio Caesaria klasik sebaiknya dilakukan sterilisasi atau histerektomi.

c. Sectio Caesaria Ekstraperitoneal

Sectio Caesaria ini dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi puerperal, akan tetapi
dengan kemajuan pengobatan terhadap infeksi, pembedahan Sectio Caesaria ini sekarang
tidak banyak lagi dilakukan. Pembedahan tersebut sulit dalam tehniknya.

3. Patofisiologi

Hanifa (2006) mengemukakan bahwa Infeksi sayatan bedah atau infeksi luka dapat terjadi
karena adanya kontaminasi langsung dari area sayatan dengan organisme pada rongga uterus
pada saat pembedahan. Tumbuhnya jaringan baru sebagai proses penyembuhan luka
dipengaruhi oleh kebersihan dan nutrisi pada ibu dengan riwayat persalinan SC. Luka yang
tidak dirawat dengan baik yaitu dengan perawatan kebersihan luka dan asupan gizi yang
kurang, dapat memperlambat proses penyembuhan. Lamanya proses penyembuhan dapat
memicu terjadinya infeksi dengan gejala awal luka terasa panas, kemerahan dan terdapat
nanah. Infeksi akan semakin meluas jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat yaitu
pengeluaran cairan dan nanah yang berwarna dan berbau yang menandakan infeksi akut.
4. Komplikasi Luka

Menurut Moechtar (1999) komplikasi dari sectio caesarea adalah sebagai berikut :
a) Infeksi Puerperalis/nifas bisa terjadi dari infeksi ringan yaitu kenaikan suhu beberapa
hari saja, sedang yaitu kenaikan suhu lebih tinggi disertai dehidrasi dan perut sedikit
kembung, berat yaitu dengan peritonitis dan ileus paralitik.
b) Perdarahan akibat atonia uteri atau banyak pembuluh darah yang terputus dan terluka
pada saat operasi .
c) Trauma kandung kemih akibat kandung kemih yang terpotong saat melakukan sectio
caesarea.
d) Resiko ruptur uteri pada kehamilan berikutnya karena jika pernah mengalami
pembedahan pada di dinding rahim, insisi yang dibuat menciptakan garis kelemahan
yang sangat beresiko untuk ruptur pada persalinan berikutnya.
Seiring dengan hasil penelitian Roselinda (Tesis, 2003 )yang telah dilakukan, komplikas
pada ibu yang dapat ditimbulkan akibat dari persalinan dengan tindakan yaitu dengan
tindakan sectio caesarea ini akan meningkatkan infeksi pada masa puerpuralis.
5. Penyulit yang Biasa Terjadi pada Tindakan Operasi Sectio Caesaria
Menurut Wiknyosastro (2005), penyulit yang biasa terjadi pada tindakan Operasi Sectio
Caesaria antara lain :
a. Pada Ibu
1) Infeksi Purperalis
Pasien yang mengalami sectio caesaria karena plasenta previa karena perdarahan dan
karena ketuban pecah dini resikonya lebih besar dari pada pasien yang mengalami sectio
caesaria elektif.
2) Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteri uterina ikut
terbuka atau karena uterina uteri.
3) Komplikasi-komplikasi lain,
seperti luka kandung kemih, embolisme paru, komplikasi ini jarang terjadi.
4) Suatu komplikasi baru yang tampak kemudian, ialah kurang kuatnya parut pada dinding
uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya terjadi rupture uteri.

b. Pada Anak
Nasib anak yang dilahirkan dengan Sectio Caesaria banyak tergantung dari keadaan yang
menjadi alasan untuk medan sering kali terjadi peritoneum tidak dapat dihindarkan.

6. Proses Penyembuhan Luka

Menurut Moya, Morison (2003) proses fisiologis penyembuhan luka dapat dibagi ke dalam 3
fase utama, yaitu:
a. Fase Inflamasi (durasi 0-3 hari) Jaringan yang rusak dan sel mati melepaskan histamine
dan mediator lain, sehingga dapat menyebabkan vasodilatasi dari pembuluh darah sekeliling
yang masih utuh serta meningkatnya penyediaan darah ke daerah tersebut, sehingga
menyebabkan merah dan hangat. Permeabilitas kapiler darah meningkat dan cairan yang
kaya akan protein mengalir ke interstitial menyebabkan oedema lokal.
b. Fase destruksi (1-6 hari)
Pembersihan terhadap jaringan mati atau yang mengalami devitalisasi dan bakteri oleh
polimorf dan makrofag. Polimorf menelan dan menghancurkan bakteri. Tingkat aktivitas
polimorf yang tinggi hidupnya singkat saja dan penyembuhan dapat berjalan terus tanpa
keberadaan sel tersebut.
c. Fase Proliferasi (durasi 3-24 hari)
Fibroblas memperbanyak diri dan membentuk jaring-jaring untuk sel-sel yang bermigrasi.
Fibroblas melakukan sintesis kolagen dan mukopolisakarida.
d. Fase Maturasi (durasi 24-365 hari)

Dalam setiap cedera yang mengakibatkan hilangnya kulit, sel epitel pada pinggir luka dan
sisa- sisa folikel membelah dan mulai berimigrasi di atas jaringan granulasi baru.

7. Tipe Penyembuhan Luka

Menurut Moya, Morison (2003) proses penyembuhan luka akan melalui


beberapa intensi penyembuhan, antara lain:
a. Penyembuhan Melalui Intensi Pertama (Primary Intention) Luka terjadi dengan
pengrusakan jaringan yang minimum, dibuat secara aseptic, penutupan terjadi dengan baik,
jaringan granulasi tidak tampak, dan pembentukan jaringan parut minimal.

b. Penyembuhan Melalui Intensi Kedua (Granulasi )


Pada luka terjadi pembentukan pus atau tepi luka tidak saling merapat, proses
penyembuhannya membutuhkan waktu yang lama.

c. Melalui Intensi Ketiga (Secondary Suture)


Terjadi pada luka yang dalam yang belum dijahit atau terlepas dan kemudian dijahit kembali,
dua permukaan granulasi yang berlawanan disambungkan sehingga akan membentuk
jaringan parut yang lebih dalam dan luas.

8. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Sectio Caesaria

Menurut Craven dan Hirnle (2000), yang mempengaruhi penyembuhan luka dapat
digolongkan menjadi dua yaitu:
a. Faktor Luka
1) Kontaminasi Luka
Tehnik pembalutan yang tidak adekuat, bila terlalu kecil memungkinkan invasi dan
kontaminasi bakteri, jika terlalu kencang dapat mengurangi suplay oksigen yang membawa
nutrisi dan oksigen.

2) Edema
Penurunan suplay oksigen melalui gerakan meningkat tekanan intersisial pada pembuluh
darah.

3) Hemoragi
Akumulasi darah menciptakan ruang rugi juga sel-sel mati yang harus disingkirkan.
b. Faktor Umum
1) Usia
Makin tua pasien, makin kurang lentur jaringan.

2) Nutrisi
Pada penyembuhan luka kebutuhan akan nutrisi meningkat seiring dengan stress fisiologis
yang menyebabkan defisiensi protein nutrisi yang kurang dapat menghambat sintesis kolagen
dan terjadi penurunan fungsi leukosit.

3) Obesitas

Pada pasien obesitas jaringan adiposa biasanya mengalami avaskuler sehingga mekanisme
pertahanan terhadap mikroba sangat lemah dan mengganggu suplay nutrisi kearah luka,
akibatnya penyembuhan luka menjadi lambat.

4) Medikasi

Pada beberapa obat dapat mempengaruhi penyembuhan luka, seperti steroid, anti koagulan,
anti biotik spektrum luas.

c. Faktor lokal
1) Sifat injuri
Kedalaman luka dan luas jaringan yang rusak mempengaruhi penyembuhan luka, bahkan
bentuk luka.

2) Adanya infeksi
Jika pada luka terdapat kuman patogen penyebab infeksi, maka penyembuhan luka menjadi
lambat.

3) Lingkungan setempat
Dengan adanya drainase pada luka. PH yang harusnya antara 7,0 sampai 7,6 menjadi
berubah sehingga mempengaruhi penyembuhan luka. Selain itu, adanya tekanan pada area
luka dapat mempengaruhi sirkulasi darah pada daerah luka.
9. Teknik pre operasi dalam mencegah Infeksi pada Proses Penyembuhan Luka
Sectio Caesaria

a. Tehnik Aseptik
Selama satu abad terakhir, ilmu kedokteran mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Kemajuan terpenting yang telah dicapai adalah kemajuan untuk memanipulasi atau
melakukan pembedahan tubuh manusia tanpa kekhawatiran akan terjadinya infeksi. Dengan
kemampuan ini, pembedahan terapi intravena, prosedur diagnostik invasif, penyuntikan obat-
obatan, perawatan luka serta seluruh tindakan-tindakan pembedahan, bisa dikerjakan. Dasar
dari kemampuan ini adalah sekumpulan cara yang dikenal sebagai teknik aseptik (Van Way
III dan Buerk, 1990). Tehnik aseptik didasarkan pada pengandaian bahwa infeksi berasal dari
luar, yang kemudian masuk dalam tubuh. Untuk mencegah terjadinya infeksi, harus
dipastikan bahwa setiap prosedur dikerjakan sedemikian rupa agar bakteri tidak dapat masuk.
Prosedur dikerjakan di daerah yang steril di mana semua bakteri telah dimusnahkan,
termasuk bakteri yang biasa menetap di kulit penderita. Semua instrumen, benang, serta
cairan yang dipakai disucihamakan terlebih dulu. Tangan ahli bedah harus dibersihkan dari
bakteri dan ditutupi dengan sarung tangan karet (Van Way III dan Buerk, 1990).

b. Mensucihamakan Kulit
Dalam keadaan normal di permukaan kulit teredapat bakteri karena itu kulit harus
dibersihkan dari semua kotoran dan disucihamakan dengan larutan antiseptik. Dikenal
beberapa larutan antiseptik antara lain:

1) Yodium

Merupakan salah satu antiseptik tertua yang masih dipakai. Yodium merupakan antiseptik
yang ampuh, yodium juga bersifat toksik dan dapat membakar kulit.

2) Yodofor
Merupakan kombinasi antara yodium dengan suatu molekul organik. Ia tersedia dalam
bentuk larutan mengandung detergen yang digunakan untuk membasuh tangan.

3) Alkohol
Banyak dipakai sebagai antiseptik untuk injeksi muskular, meski membersihkan kulit, ia
tidak cukup membunuh bakteri. Karena itu, kebiasaan mengusap kulit dengan alkohol
sebelum menyuntik barangkali merupakan tindakan yang tidak perlu.\

4) Merkuri
Merupakan antiseptik yang cukup ampuh. Merkuri klorida bersifat toksik untuk kulit.
Yang lebih efektif adalah senyawa-senyawa merkuri organik, di mana timerosol merupakan
senyawa yang paling sering dipakai. Senyawa-senyawa ini relatif nontoksik, tetapi sukar
menembus kulit. Bersifat bakteriostatik, bukan bakterisit.
5) Chlorhexidine Gluconate

Chlorhexidine gluconate banyak dipakai karena bersifat bakterisit dengan aktivitas anti
mikroba yang berlangsung secara terus menerus. Karena tidak mengiritasi, larutan ini sering
digunakan untuk mensucihamakan tangan dan kulit daerah operasi.

6) Providon Iodin

Providon Iodin Adalah senyawa kompleks dari iodin dan providon, dikenal sebagai
antiseptik halogen yang dapat mengadakan presipitasi protein dan merusak enzim kuman.
Larutan ini digunakan sebagai antiseptik kulit menjelang operasi. Saat mensucihamakan kulit
daerah operasi, prinsip yang utama adalah mulai dari tengah dan bekerja ke arah luar. Pada
luka yang terkontaminasi, kulit di sekitarnya disucihamakan terlebih dahulu, baru kemudian
lukanya. Daerah yang disucihamakan harus jauh lebih luas dari lapangan operasi yang
disucihamakan.

10. Perawatan Luka Operasi

Luka perlu ditutup dengan kasa steril, sehingga sisa darah dapatdiserap oleh kasa. Dengan
menutup luka itu kita mencegah terjadinyakontaminasi (kemsukan kuman), tersenggol, dan
memberi kepercayaan pada pasien bahwa lukanya diperhatikan oleh perawat. Sehabis
operasi, luka yang timbul langsung ditutup dengan kasa steril selagiu dikamar bedah dan
biasanya tidak perlu diganti sampai diangkat jahitannya, kecuali bila terjadi perdarahan
sampai darahnya menembus diatas kasa, barulahdiganti dengan kasa steril. Pada saat
mengganti kasa yang lama perlu diperhatikan tehnik asepsis supaya tidak terjadi infeksi.
Jahitan luka dibuka setengahnya pada hari kelima dan sisanya dibuka pada hari keenam atau
ketujuh (Oswari, 2005).

11. Status kesehatan yang mempengaruhi proses penyembuhan luka


Sectio caesaria

Sectio caesaria pada ibu hamil yang menderita Diabetes Melitus Keadaan ini tidak
berbeda dengan kehamilan non diabetes. Penatalaksanaan diabetes lebih mudah, karena
pasien dapat makan karbohidrat peroral segera setelah periode pasca bedah ketika kebutuhan
insulin menurun dengan tajam. Biasanya dipilih glukosa dan insulin intra vena untuk
mengelola periode pra dan intra bedah dalam kasus sectio caesaria dibawah anestesi umum.
Penderita Diabetes Melitus yang melahirkan Sectio caesaria baik sebagai prosedur yang
direncanakan maupun tidak berada dalam peningkatan resilko intra uterin pasca bedah dan
infeksi luka menurut Diamond dan rekan (1986) dikutip oleh Michael, (1996). Setiap
perhatian perlu ditujukan untuk menghindarkan infeksi, dan resiko sangat tinggi,

Anda mungkin juga menyukai