Anda di halaman 1dari 7

Nama : Siska Meriza

Nim : N1A117200

Semester /Kelas : 2 /E

1. Tujuan MDGS dan SDGS

tujuan MDGs, yaitu sebagai berikut:

Menanggulangi kemiskinan serta kelaparan

Mencapai Pendidikan dasar untuk semua kalangan

Mendorong kesetaraan gender serta pemberdayaan perempuan

Menurunkan angka kematian pada Anak

Meningkatkan kesehatan Ibu

Memerangi penyakit HIV/AIDs, malaria serta penyakit menular lainnya

Memastikan kelestarian lingkungan hidup

Membangun kemitraan global untuk pembangunan

Tujuan dari SDGs (Sustainable Development Goals) yang dikutip dari Litbang Depkes RI antara
lain sebagai berikut:

Menjamin kehidupan yang sehat serta mendorong kesejahteraan bagi seluruh orang di segala
usia.

Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, meningkatkan gizi, dan mendorong


pertanian yang berkelanjutan.

Mengakhiri segala bentuk kemiskinan di manapun.

Membangun infrastruktur yang berketahanan, mendorong industrialisasi yang inklusif dan


berkelanjutan serta membina inovasi.

Menjamin ketersediaan dan pengelolaan air serta sanitasi yang berkelanjutan bagi seluruh orang.

Mendorong pertumbuhan ekonomi yang terus-menerus, inklusif, dan berkelanjutan, serta


kesempatan kerja penuh, produktif dan pekerjaan yang layak bagi semua orang.

Menjamin akses energi yang terjangkau, terjamin, berkelanjutan serta modern bagi semua orang.
Menjamin pendidikan yang inklusif dan berkeadilan serta mendorong kesempatan belajar seumur
hidup bagi setiap orang.

Menjadikan kota dan pemukiman manusia inklusif, berketahanan, aman dan berkelanjutan.

Menjamin kesetaraan gender serta memberdayakan seluruh perempuan.

Mendorong masyarakat yang damai dan inklusif untuk pembangunan berkelanjutan,


menyediakan akses keadilan bagi semua orang, serta membangun institusi yang efektif,
akuntabel, dan inklusif di seluruh tingkatan.

Mengambil tindakan segera untuk memerangi perubahan iklim serta dampaknya.

Mengurangi kesenjangan di dalam dan di antara negara.

Menjamin pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.

Melestarikan dan menggunakan samudera, lautan dan sumber daya laut secara berkelanjutan
untuk pembangunan berkelanjutan.

Memperkuat perangkat-perangkat implementasi (means of implementation) dan merevitalisasi


kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan.

Melindungi, memperbarui, dan mendorong pemakaian ekosistem daratan yang berkelanjutan,


mengelola hutan secara berkelanjutan, memerangi penggurunan, menghentikan dan memulihkan
degradasi tanah, serta menghentikan kerugian keanekaragaman hayati.

2. Kesehatan lingkungan dalam MDGS atau sekarang SDGS

Goals Keenam: Air Bersih dan Sanitasi

Menjamin ketersediaan dan pengelolaan air serta sanitasi yang berkelanjutan bagi semua orang
[2 Target Kesehatan], yaitu:

* Mencapai akses air minum aman yang universal dan merata;

* Mencapai akses sanitasi dan higiene yang cukup dan merata bagi semua orang serta
mengakhiri defekasi terbuka, memberi perhatian khusus pada kebutuhan perempuan dan wanita
serta orang-orang yang berada pada situasi rentan.

3. posisi pencapaian sdgs sampai dg thn 2018? kendala dan hambatan dalam pencapaian?

* Posisi pencapaian

Pemerintah menargetkan sekitar 80%-90% target sustainable development goals (SDGs) atau
tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) yang dikeluarkan oleh PBB dapat tercapai mengingat
sebanyak 94 indikator global dalam SDGs telah sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Deputi bidang Kemaritiman dan Sumber Daya Alam (SDA) Arifin Rudiyanto Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Bappenas Arifin Rudiyanto mengatakan tidak ada
kewajiban untuk mencapai hingga 100%. Namun, pihaknya optimis minimal target yang tercapai
sama dengan Millenium Development Goals (MDGs) sekitar 70% atau lebih baik lagi pada
kisaran 80%-90%.

keterlibatan pemangku kepentingan nonpemerintah dilibatkan sejak awal. "Ini sejak awal hingga
monitoring dan evaluasinya," kata Arifin. Dibandingkan MDGs, tujuan universal SDGs juga
jauh lebih luas dan mendalam mengungkapkan pihaknya mengungkapkan indikator global SDGs
dalam RPJMN tersebut kemungkinan akan terus bertambah.

"Karena ada indikator di global contohnya air yang aman bisa diminum, padahal definisi
sekarang adalah air yang layak. Sekarang ini, masih pakai indikator Indonesia yang hampir
mendekati indikator global. Nanti kami kembangkan lagi," ujar Arifin selepas FDG SDGs di
kantor Bappenas, Senin (09/10).

Maksudnya, indikator nasional dalam akses air minum layak akan dijadikan proksi sementara
untuk menjawab metadata indikator global. Seperti yang diketahui, air minum yang aman
menurut versi indikator global adalah air minum yang bebas dari e-coli. Selain akses air minum,
pemerintah juga akan mengunakan proksi terhadap indikator SDGs seperti Sistem Jaminan
Sosial Nasional sebagai penilaian indikator global kebijakan fiskal, upah dan perlindungan
sosial.

Langkah penggunaan proksi juga akan diterapkan terhadap jumlah limbah B3 dimana
pengelolaan dan proposinya mash akan mengikuti peraturan perundangan yang masih berlaku di
Tanah Air.

Di luar hal ini, PBB juga masih harus memperdalam 75 indikator SDGs dari 241 indikator yang
telah dicanangkan. Indonesia juga memiliki beberapa indikator global yang belum ada proksinya
di tingkat nasional karena metadata global belum tersedia saat ini. Contohnya, proporsi
penduduk yang percaya pada pengambilan keputusan inklusif dan responsif, Indeks Kemiskinan
Multidimensi, rata-rata keasaman laut (ph) serta kesepakatan kerja sama program di bidang
teknologi dan sains antarnegara menurut tipe kerja samanya.

Indikator tersebut, menurut Bappenas, juga belum diterjemahkan secara detail oleh PBB. Dengan
demikian, Arifin mengatakan jumlah indikator global yang sesuai dengan RPJMN masih dapat
berkembang

Bappenas juga memaparkan target penyelesaian peta jalan sustainable development goals
(SDGs) atau tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB). Menurut Arifin, peta jalan atau road map
tersebut akan selesai pada 10 Juli 2018 atau tepat 12 bulan setelah Presiden mengeluarkan
Perpres No. 59 Tahun 2017 tentang TPB.

Namun, Rencana Aksi Nasional dipastikan akan selesai lebih awal dari peta jalan atau road map
TPB, yakni pada 10 Januari 2018. Setelahnya, baru diikuti oleh Rencana Aksi Daerah pada 10
Juli 2018 atau bertepatan dengan target peta jalan TPB.

"RAN ini nantinya akan menjadi acuan Bappenas dan K/L untuk rencana kerja 2019,"
ungkapnya dalam FDG di kantor Bappenas, Senin (09/10).

Setelah semua peta jalan dan RAN rampung, dia mengatakan pemerintah akan membuat suatu
dasar hukum yang mengikat terhadapnya. "Untuk peta jalan, bisa Perpres atau peraturan Menteri
Bappenas, tergantung kekuatannya. Yang pasti ketika masuk ke dalam RPJMN [2020-2024] itu
akan menjadi Perpres," tambahnya.

Sementara itu, RAN cukup dengan peraturan Menteri Bappenas dan RAD oleh peraturan
gubernur di masing-masing provinsi.

Team Leader Sekretariat TPB/SDGs Nina Sardjunani menuturkan pemerintah akan mengunakan
banyak dokumen rujukan dalam menyusun rencana aksi TPB ini. Dokumen tersebut a.l. RPJMN
periode berjalan, Renstra K/L periode berjalan, RKP 2016 dan 2017, Perpres No.59 Tahun 2017
tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, laporan pencapaian
MDGs dan dokumen kebijakan dan rencana aksi terkait serta dokumen dari instansi non
pemerintah.

Rencana aksi nasional ini, kata Nina, akan menjadi acuan bagi daerah dalam membuat RAD.
Namun, dalam hal itu, pemerintah daerah juga tetap harus mengunakan dokumen RPJMD dan
Renstra dari pemerintah daerah. Sejauh ini, Bappenas telah memetakan sebanyak 241 indikator
global yang dibagi ke dalam empat pilar yakni pilar sosial, ekonomi, lingkungan dan hukum.

Dari 241 indikator tersebut, dia mengungkapkan sebanyak 85 indikator telah sesuai dengan
indikator nasional, 76 indikator global akan memiliki proksi dan akan dikembangankan, 75
indikator global tanpa proksi akan dikembangkan dan sisanya sekitar lima indikator dinyatakan
tidak relevan.

"lima yang tidak relevan tersebut di antaranya kepemilikan senjata serta indikator beberapa
indikator yang harus dilaporkan di tingkat PBB," kata Nina.

Sementara itu, dia menuturkan pihak Bappenas juga telah memetakan indikator TPB tingkat
nasional di mana jumlahnya mencapai 319 indikator. Dari indikator tersebut, sebanyak 85
indikator nasional dinyatakan telah sesuai dengan indikator global, 165 indikator nasional
ditetapkan sebagai proksi indikator global, dan 69 indikator nasional dijadikan tambahan
indikator global.
*Kendala dan hambatan dalam pencapaian

pada tujuan 1 kemiskinan, kondisi ketidakpastian situasi ekonomi global dan siklus politik akan
menyebabkan jaminan kepada keluarga miskin baik itu akses pendidikan yang berkualitas dan
nutrisi yang baik tidak maksimal, apalagi program pengembangan skill untuk anak muda dari
keluarga miskin juga sangat kurang, belum lagi pola koordinasi baik vertikal dan horisntal dalam
penanggulangan kemiskinan juga tidak tersistem dengan baik, belum lagi definisi dan ukuran
kemiskinan yang dinamis dan pemutakhiran data yang sering tidak sama.

ke dua adalah tujuan 8 pada pekerjaan yang layak, fakta menyebutkan bahwa tingginya proporsi
pekerja disektor informal semakin meningkat, apalagi kondisi dibeberapa daerah untuk mencari
kualitas SDM dan daya saing pada tenaga kerja juga belum sesuai dengan harapan, tuntutan
lowongan kerja membutuhkan skill dan kemampuan serta jenjang pendidikan yang mencukupi
sesuai dengan syarat, namun realitanya masih banyak pekerja yang mencari pekerjaan terbentuk
pada skill dan tamatan pendidikan, akhirnya mereka hanya sebagai penonton saja, contoh yang
terlihat adalah munculnya perusahaan korea diberbagai daerah, membutuhkan karyawan lulusan
SMA paling rendah, namun kenyataannya jika didaerahnya lulusan terbanyak adalah tamatan
SMP maka inilah yang menjadi persoalan bagi daerahnya. Belum lagi terkait kurangnya
perlindungan sosial bagi pekerja.

ke tiga adalah tujuan 10 ketimpangan. Masih ada ketimpangan akses pendidikan dan kesehatan,
ketimpangan gender jelas tampak terjadi dibeberapa kab/kota, apalagi jika melihat ketimpangan
ekonomi jelas antara di kota dan desa kelihatan sekali. Kaum disabilitas terutama perempuan
untuk akses pendidikan juga sangatlah terbatas, mereka tidak bisa berdaya karena fisik dan juga
akses transportasi, belum lagi terkait masalah kesehatannya, masih ada anak putus sekolah dan
juga perilaku lingkungan yang buruk terutama pada kesehatan lingkungan.

4. Landasan hukum nasional dan internasional

Hukum Internasional

1. Perlindungan Atmosfer

a. The Vienna Convention for the Protection of the Ozone Layer 1985 beserta Protokol Montreal,
diratifikasi dengan Keppres No. 23 tahun 1992.

b. United Nations Framework Convention on Climate Change 1992. Konvensi Perubahan Iklim
ini diratifikasi dengan Undang-undang No. 6 Tahun 1994.

2. Perlindungan Laut

a. International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973 dan Protocol 1978
yang berhubungan dengan Konvensi tentang Pencemaran Laut yang berasal dari Kegiatan Kapal
(Marpol from Ships 73/78), diratifikasi dengan Keppres No. 46 Tahun 1986.
b. International Convention on Civil Liability for Oil Pollution Damage 1969. (CLC 1969) dan
International Convention on the Establishment of an International Fund for Compensation of Oil
Pollution Damage (1971). Kedua Konvensi ini diratifikasi dengan Keppres No. 18 Tahun 1978
dan Keppres No. 19 Tahun 1978.

c. Protocol of 1992 to Amend the International Convention on Civil Liability for Oil Pollution
Damage 1969, diratifikasi dengan Keppres No. 52 Tahun 1999

d. United Nations Convention on the Law of the Sea, diratifikasi dengan Undang-undang No. 17
Tahun 1985.

3. Konservasi Alam dan Cagar Budaya

a. The Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora
(CITES 1973). Konvensi ini diratifikasi dengan Keppres No. 43 Tahun 1978.

b. United Nations Convention on Biological Diversity 1992, diratifikasi dengan Undang-undang


No. 5 Tahun 1994.

c. Convention for the Protection of the World Cultural and National Heritage 1972, diratifikasi
dengan Keppres No. 26 Tahun 1989.

d. International Tropical Timber Agreement 1994, diratifikasi dengan Keppres No. 4 Tahun
1995.

e. International Plant Protection Convention, diratifikasi dengan Keppres No. 2 Tahun 1977 dan
Keppres No. 49 Tahun 1983.

f. Asean Agreement on the Conservation of Nature and Natural Resources, diratifikasi dengan
Keppres No. 26 Tahun 1986.

4. Perlindungan Ekosistem

a. Convention on Wetlands of International Importance Especially as Waterfowl Habitat,


diratifikasi dengan Keppres No. 48 Tahun 1991.

b. The United Nations Convention to Combat Desertification, diratifikasi dengan Keppres No.
135 Tahun 1998.

5. Pengelolaan Bahan Beracun dan Berbahaya

a. Basel Convention on the Control of Transboundary Movements of Hazardous Wastes and their
Disposal 1989, diratifikasi dengan Keppres No. 61 Tahun 1993.
b. Convention on the Prohibition of the Development, Production and Stockpiling of
Bacteriological (Biological) and Toxin Weapons on Their Destruction, diratifikasi dengan
Keppres No. 58 Tahun 1991.

c. Convention on the Physical Protection of Nuclear Material, diratifikasi dengan Keppres No. 49
Tahun 1986.

d. Convention on Early Notification of a Nuclear Accident, diratifikasi dengan Keppres No. 81


Tahun 1993.

Hukum nasional

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Non Hayati dan
Ekosistemnya

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup;

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan


Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5059);

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan

UU no.4 Tahun1982 tentang ketentuan-ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup

UU no.23 Tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup

UUD 1945 alinea4 dan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yang menjadi landasan pembangunan dan
perlindungan lingkungan hidup.

Anda mungkin juga menyukai