Anda di halaman 1dari 9

Mutia Fatin

1807101030103
Summary, Brain Mapping dan Vignette

Ny. N, 45 tahun, G4P1A2, datang ke Rumah Sakit dengan keluhan keluar


darah dari kemaluan. Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD : 120/80, N :
100x/menit, Napas 20x/menit, Suhu: 37,60C, perdarahan sedikit-sedikit dengan
nyeri didapatkan pada perut bagian bawah, uterus UK 12 minggu, ostium tertutup,
fluktus (+), adneksa tidak teraba, Hb : 9,8.
Apa yang terjadi pada Ny. N?
ABORTUS

Definisi
WHO mendefinisikan abortus yaitu sebagai terjadinya pengeluaran
konsepsi sebelum usia kehamilan 22 minggu atau berat janin < 500 gram yaitu
keadaan janin yang tidak dapat hidup di luar kandungan.1American College of
Obstetricians and Gynecologists (ACOG) menyatakan abortus sebagai
pengeluaran janin pada 13 minggu kehamilan pertama. Sehingga abortus juga
disebut sebagai early pregnancy loss.2

Patofisiologi
Beberapa teori tentang abortus yang dapat dijealaskan sebagai berikut :3,4,5
Abnormalitas Kromosom
Kejadiaan abnormalitas pada kromosom janin akan menyebabkan terjadinya
suatu peningkatan reaksi sistem imun ibu yang kejadian ini akan ditandai dengan
terjadinya peningkatan TNF dan IL-1-0 yang berakibat terjadinya gangguan
perkembangan plasenta baik dari segi morfologi maupun fungsi, kejadian ini akan
berpengaruh juga terhadap ukuran, bentuk dan vaskularisasi. Kejadian
abnormalitas pada kromosom ini juga banyak dikaitkan dengan proses invasi yang
terjadi pada trofoblas. Trofoblas yang abnormal pada desidua menyebabkan
terjadinya apoptosis pada janin.3,4,5

Disregulasi Imunologi selama Kehamilan


Proses kehamilan dapat terjadi melalui interaksi antara imun-endokrin.
Proses respon imun ini dapat terjadi karena pada hasil konsepsi terdapat adanya
sel paternal. Kehamilan dapat dipertahankan karena adanya progesteron yang
fungsinya sebagai pertahanan pada proses desidualisasi dan mengontrol kontraksi
dari uterus. Progesterone memicu pengeluaran dari Progesterone Induced
Blocking Factor (PIBF) melalui limfosit dan sel desidua. PIBF adalah anti abortus
karena mampu melindungi janin dari sel imun. Pengeluaran PIBF juga dapat
merangsang perubahan dari sitokin Th1 menjadi Th2. Keadaan ini dapat dilihat
dari terdapatnya ketidakseimbangan rasio antara Th1/Th2 pada sirkulasi maternal
pasien dengan kondisi abortus.3,4,5

Defek Fase Luteal


Defek pada fase luteal menyebabkan terjadinya 35% dari kejadian abortus.
Sebelum akhirnya plasenta memproduksi progesteron, awalnya progesteron
diproduksi korpus luteum. Munculnya defek pada fase luteal dapat menyebabkan
abortus hal ini dikarenakan menurunnya hormon progesteron yang fungsinya
sebagai pertahanan pada kehamilan.3,4,5

Peningkatan Kadar Kortisol


Keadaan peningkatan pada kortisol dapat menunjukkan keadaan dari stres
oksidatif janin. Peningkatan kortisol ini juga mampu meningkatkan produksi dari
estrogen sehingga terjadilah penurunan progesteron. Peningkatan dari estrogen
akan mampu menyebabkan terjadinya pengeluaran prostaglandin sehingga efek
dari prostaglandin ini akan meningkatkan respon otot rahim dan terjadilah
abortus.3,4,5

Gangguan Oksidasi di Plasenta


Pada abortus terjadi gangguan dari beta oksidasi asam lemak plasenta.
Gangguan oksidasi asam lemak menyebabkan terjadinya hipoglikemia dan kolaps
kardiovaskular. Gangguan oksidasi terjadi diakibatkan oleh defisiensi karnitin.
Kadar karnitin yang menurun akan menyebabkan terjadinya penurunan energi
untuk pertumbuhan janin.3,4,5

Etiologi
50-70% kejadian abortus disebabkan oleh karena terjadinya anomali
kromosom pada embrio. Kelainan kromosom yang menyebabkan kejadian abortus
paling banyak adalah kejadian trisomi dan aneuploidi.2,3
Faktor Risiko
a. Faktor plasenta (kelainan bentuk atau letak)
b. Faktor serviks dan uterus
c. Adanya gangguan metabolik (defisiensi korpus luteum, diabetes melitus,
hipertensi tidak terkontrol, gangguan ginjal, tiroid, obesitas, dan malnutrisi)
d. Infeksi selama kehamilan
e. Abnormalitas sistem imun
f. Paparan lingkungan
g. Peningkatan kadar homosistein dan penurunan kadar asam folat6,7

Diagnosis
Diagnosis pada abortus ini sama seperti kelainan lainnya yaitu dilakukan
melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (plano test,
USG, laboratorium darah)

Anamnesis
Untuk menegakkan diagnosis abortus ada beberapa pertanyaan yang harus
ditanyakan yaitu meliputi :8
a. Kapan HPHT?
b. Apakah terdapat riwayat abortus sebelumnya?
c. Tanyakan tentang faktor risiko seperti infeksi, kelainan imun paparan radiasi
dan lainnya
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik untuk abortus adalah pemeriksaan tanda vital untuk
menilai stabilitas dari hemodinamik karena pada abortus didapatkan adanya
perdarahan pervaginam, serta dilakukan pemeriksaan obstetri seperti palpasi dan
nilai tinggi fundus uteri, pemeriksaan bimanual, inspekulo, dan pemeriksaan DJJ.
Pada pemeriksaan fisik biasanya juga didapatkan ukuran rahim tidak sesuai
dengan usia kehamilan. Periksa juga nyeri tekan ekstraurine untuk menilai apakah
terdapat kehamilan ektopik atau ruptur uterus. Jika pasien tidak stabil lakukan
pemeriksaan bimanual dan inspekulo. Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat
apakah terdapat jaringan di serviks uteri yang menyebabkan stimulus vagal.8
Pemeriksaan Penunjang
a. Plano pragnancy test : hasilnya akan didapatkan postif 7-10 hari pasca
abortus
b. Laboratorium darah: akan dijumpai penurunan Hb dan Hematokrit dan
dapat terjadi peningkatan dari leukosit apabila terdapat infeksi
c. USG: untuk melihat kantung gestasi, untuk melihat perkembangan embrio
apakah masih ada dan menilai DJJ.8

Klasifikasi
Tabel 1. Klasifikasi abortus1

Tatalaksana
a. Stabilisasi : Lakukan penilaian keadaan umum dan tanda vital serta
memeriksa tanda syok. Lakukan resusitasi cairan apabila terjadi hipotensi
dan syok.8
b. Expectant Management8
c. Medikamentosa : Induksi Rahim & Rh Immunoglobin8
d. Pembedahan8
DAFTAR PUSTAKA

1. Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, In Standar Pelayanan


Medik (Revisi) Obstetri dan Ginekologi, 2006, pp 23-24.

2. The American College of Obstetricians and Gynecologists. Clinical


Management Guideline for Obstetrician and Gynecologist : Early Pregnancy
Loss. Practice Bulletin, 2017. 150:1-10

3. J. Calleja-Agius, E. Jauniaux, S. Muttukhrishna. Inflammatory Cytokines in


Maternal Circulation and Placenta of Chromosomally Abnormal First
Trimester Miscarriages. 2012,1-6
www.http://dx.doi.org/10.1155/2012/175041

4. C. W. Ku, Z. W Tan, M. K. Lim, et al. Spontaneous Miscarriage In First


Trimester Pregnancy Is Associated With Altered Urinary Metabolite Profile.
2017,8, 48-55. https://dx.doi.org/10.1016%2Fj.bbacli.2017.07.003

5. National Institute for Health and Care Excellence. Management of


Miscarriage. .2016:1-12

6. Y. Weintraub and E. Sheiner, In Bleeding During Pregnancy: A


Comprehensive Guide, 2011, 25-44. DOI 10.1007/978-1-4419-9810-1.

7. W. Ku, Z. W Tan, M. K. Lim, et al. Spontaneous Miscarriage In First


Trimester Pregnancy Is Associated With Altered Urinary Metabolite Profile.
2017,8, 48-55. https://dx.doi.org/10.1016%2Fj.bbacli.2017.07.003

8. Prine LW, Macnaughton H. Office Management of Early Pregnancy Loss.


Am Fam Phys, 2011. 84(1): 75-82.
Brain Mapping
Vignette

Kasus :
Ny. M 25 tahun, G3P1A1 usia kehamilan 2 bulan dengan riwayat abortus mola
pada kehamilan kedua, datang dikirim dari bidan dengan keluhan perdarahan
disertai gumpalan dari kemaluan dan nyeri perut sejak 2 jam sebelumnya. Siklus
haidnya selama ini teratur dan pasien menikah 6 tahun yang lalu. Tidak ada
riwayat penggunaan alat kontrasepsi atau minum obat-obatan dan jamu selama
kehamilan. Pasien menginginkan kehamilan ini. Kesadaran pasien compos mentis,
tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 90 kali/menit, frekuensi nafas 20 kali/menit,
temperatur 36,7°C. Konjungtiva tidak pucat. Paru dan jantung dalam batas
normal. Tidak terdapat tanda akut abdomen, bising usus (+). Ektstremitas akral
hangat, kering merah. Pada pemeriksaan inspekulo tampak ostium terbuka dan
tampak jaringan di ostium uteri eksternum. Pada pemeriksaan dalam teraba
jaringan di ostium, corpus uteri seukuran telur bebek, tidak ada massa maupun
nyeri tekan pada kedua adneksa. Hasil laboratorium menunjukkan Hb 9.5g/dL,
hematokrit 28%, leukosit 7.000/μL, trombosit 250.000/μL.
1. Apakah diagnosis yang mungkin pada kasus diatas?
A. Mola hidatidosa
B. Abortus iminens
C. Abortus komplit
D. Abortus insipiens
E. Abortus inkomplit

2. Apakah rencana tatalaksana yang paling tepat bagi pasien tersebut?


A. Transfusi darah
B. Pasang laminaria
C. Pasien dipulangkan
D. Evakuasi sisa konsepsi
E. Pasien diobservasi di rumah sakit
3. Jika perlu dilakukan evakuasi, prosedur manakah yang paling tepat, murah dan
relatif lebih aman untuk kasus di atas?
A. Kuret tajam
B. Histerektomi
C. Suction curettage
D. Misoprostol 200μg
E. Aspirasi vakum manual

Kasus :
Seorang wanita, usia 30 tahun G4P3A0, hamil 3 bulan, dibawa suaminya ke
puskesmas karena keluar darah sedikit-sedikit dari jalan lahir sejak 2 hari yang
lalu. Tidak didapatkan nyeri perut bawah. Pada pemeriksaan didapatkan orificium
uteri externa dan interna tertutup. Tes kehamilan (+).

4. Apakah diagnosa yang memungkinkan pada kasus diatas?


A. Abortus iminens
B. Abortus insipien
C. Abortus inkomplit
D. Missed abortion
E. Threatened abortion

5. Penatalaksanaan paling tepat untuk pasien adalah?


A. Tirah baring
B. Pemasangan infus
C. Kuretase
D. Antibiotik
E. Aspirasi vakum manual

Anda mungkin juga menyukai